PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w93 1/8 hlm. 30-31
  • Duta

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Duta
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1993
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1993
w93 1/8 hlm. 30-31

Duta

[Inggris, Ambassador]

DUTA. Menurut penggunaan di dalam Alkitab, seorang wakil resmi yang diutus oleh seorang penguasa pada suatu kesempatan khusus untuk suatu maksud tertentu. Pria yang sudah berumur dan matang biasanya menjabat kedudukan ini. Oleh karena itu, kata-kata Yunani pre·sbeuʹo (’bertindak sebagai duta’ [Ef 6:20, NW]; ’menjadi duta’ [2Kor 5:20, NW]) dan pre·sbeiʹa (”badan duta” [Luk 14:32, NW]) keduanya berhubungan dengan kata pre·sbyʹte·ros, yang artinya ”tua-tua; penatua”.—Kis 11:30; Why 4:4.

Yesus Kristus datang sebagai ’rasul’ dari Allah Yehuwa, atau ”pribadi yang diutus”. Dialah orang yang ”memancarkan terang ke atas kehidupan dan ketidakfanaan melalui kabar baik”.—Ibr 3:1; 2Tim 1:10, NW.

Setelah Kristus dibangkitkan ke surga, karena tidak lagi berada di bumi sebagai manusia, para pengikutnya yang setia ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya, sebagai duta-duta Allah, ”pengganti Kristus”. Paulus secara spesifik menyebutkan tugasnya sebagai duta. (2Kor 5:18-20, NW) Ia, sebagaimana halnya semua pengikut Yesus Kristus yang terurap, diutus kepada bangsa-bangsa dan orang-orang yang terasing dari Allah Yehuwa, Penguasa Yang Berdaulat—duta-duta untuk suatu dunia yang tidak berdamai dengan Allah. (Yoh 14:30; 15:18, 19; Yak 4:4) Sebagai duta, Paulus membawa berita tentang pemulihan hubungan dengan Allah melalui Kristus dan dengan demikian, menyatakan dirinya ketika di penjara sebagai ”seorang duta yang dipenjarakan”. (Ef 6:20, NW) Pemenjaraannya adalah bukti sikap bermusuhan dunia ini terhadap Allah, Kristus, dan pemerintahan Kerajaan Mesias, karena duta-duta sepanjang ingatan manusia selalu diperlakukan dengan tidak dapat digugat. Itu menyingkapkan permusuhan terbesar dan merupakan penghinaan luar biasa di pihak bangsa-bangsa ketika mereka tidak menghormati duta-duta yang diutus untuk mewakili Kerajaan Allah di bawah Kristus.

Dalam memenuhi tugasnya sebagai seorang duta, Paulus menghargai undang-undang suatu negara, namun tetap sangat netral terhadap kegiatan-kegiatan politik dan militer dunia. Ini selaras dengan prinsip bahwa duta-duta dari pemerintahan duniawi harus mematuhi undang-undang, tetapi dibebaskan dari kesetiaan kepada negara tempat mereka diutus.

Seperti rasul Paulus, semua pengikut Kristus yang setia, yang terurap dan diperanakkan dalam roh, yang mempunyai kewarganegaraan surgawi, adalah ”duta-duta pengganti Kristus”.—2Kor. 5:20, NW; Flp. 3:20.

Cara seseorang menerima duta-duta Allah akan menentukan bagaimana Allah akan berurusan dengannya. Yesus Kristus menetapkan prinsip ini dalam perumpamaannya tentang seorang pria yang mempunyai kebun anggur dan yang mula-mula mengutus hamba-hambanya, kemudian putranya, sebagai wakilnya. Penggarap kebun anggur dengan kejam menyiksa hamba-hamba itu dan membunuh putra pemilik kebun. Karena hal ini, pemilik kebun anggur mendatangkan kebinasaan atas penggarap yang memusuhinya. (Mat 21:33-41) Yesus memberikan perumpamaan lain, tentang seorang raja yang hamba-hambanya dibunuh sewaktu bertugas sebagai pembawa berita untuk mengundang tamu-tamu ke perjamuan kawin. Orang-orang yang menerima wakil-wakilnya dengan cara demikian dipandang sebagai musuh sang raja. (Mat 22:2-7) Yesus dengan jelas menyatakan prinsip ini ketika ia berkata, ”Barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.”—Yoh 13:20; lihat juga Mat 23:34, 35; 25:34-46.

Yesus juga menggunakan kegiatan memajukan perdamaian dari seorang duta dalam menggambarkan kebutuhan pribadi kita untuk memohonkan perdamaian dengan Allah Yehuwa dan meninggalkan semuanya guna mengikuti jejak putra-Nya agar dapat memperoleh perkenan Allah dan kehidupan kekal. (Luk 14:31-33) Sebaliknya, ia melukiskan betapa bodohnya bersekongkol dengan orang-orang yang mengutus duta-duta untuk menentang pribadi yang kepadanya Allah berikan kuasa sebagai raja. (Luk 19:12-14, 27) Orang Gibeon adalah contoh yang baik dalam mengambil tindakan memohon dengan bijaksana dan membawa hasil bagi perdamaian.—Yos 9:3-15, 22-27.

Utusan Pra-Kristen. Pada masa pra-Kristen, tidak ada pejabat pemerintah resmi yang persis sama dengan duta-duta di zaman modern. Tidak ada tempat kediaman resmi yang mewakili pemerintahan asing. Karena itu, istilah ”pembawa berita” (Ibr., ma·’‏lakhʹ) dan ”utusan” (Ibr., tsir) lebih tepat menggambarkan tugas-tugas mereka di zaman Alkitab. Tetapi, kedudukan dan status mereka dalam banyak hal serupa dengan duta-duta, dan beberapa aspek ini akan dibahas di sini. Pria seperti itu adalah wakil resmi yang membawa berita-berita antara pemerintah dan para penguasa secara pribadi.

Tidak seperti duta-duta di zaman modern, para utusan di masa lampau, atau pembawa berita, tidak tinggal di ibu kota dari negara-negara asing, tetapi hanya diutus pada kesempatan khusus untuk maksud tertentu. Sering kali, mereka adalah para pejabat (2Raj 18:17-18), dan tugas mereka sungguh-sungguh dihargai. Karena itu, mereka diberi hak kekebalan diplomatik sewaktu mengunjungi penguasa-penguasa lain.

Perlakuan yang diberikan kepada seorang pembawa berita, atau utusan, dari penguasa dianggap sebagai perlakuan yang diberikan kepada penguasa dan pemerintahannya. Maka, ketika Rahab memperlihatkan kemurahan kepada utusan yang diutus oleh Yosua sebagai pengintai ke Yerikho, ia sungguh-sungguh menyambut karena ia mengakui bahwa Yehuwa adalah Allah dan Raja dari Israel. Yehuwa, melalui Yosua, menghargai kemurahan Rahab. (Yos 6:17; Ibr 11:31) Pelanggaran yang mencolok atas kebiasaan internasional yang tidak tertulis mengenai respek terhadap para utusan tampak dalam tindakan Hanun, raja orang Amon, yang kepadanya Raja Daud mengutus pegawai-pegawainya dalam suatu misi persahabatan. Raja orang Amon mendengar kepada pangeran-pangerannya, yang secara keliru menyebut para pembawa berita itu sebagai mata-mata, dan ia mempermalukan para pembawa berita itu di depan umum, memperlihatkan sikap tidak respek terhadap Daud dan pemerintahannya. Tindakan yang memalukan ini mengakibatkan peperangan.—2Sam 10:2–11:1; 12:26-31.

Sebaliknya daripada menarik pulang seorang duta, seperti yang dilakukan bangsa-bangsa di zaman modern apabila hubungan diplomatik terputus, masyarakat di masa awal mengutus pembawa berita, atau utusan, sebagai juru bicara kepada satu sama lain selama masa ketegangan upaya dalam memulihkan kembali hubungan penuh damai. Yesaya berbicara mengenai ’utusan perdamaian’ semacam itu. (Yes 33:7) Hizkia mengutus permohonan damai kepada Sanherib, raja Asyur. Walaupun Sanherib mengancam kota-kota berkubu Yehuda, para utusan itu diberi kebebasan untuk keluar-masuk oleh orang-orang Asyur karena mereka bertindak sebagai utusan Hizkia. (2Raj 18:13-15) Contoh lain mengenai hal ini dapat ditemukan dalam catatan tentang Yefta, seorang hakim di Israel. Melalui pembawa berita, ia mengirim surat kepada raja orang Amon untuk membantah adanya tindakan salah di pihaknya dan untuk menjernihkan masalah hak tanah yang dipersengketakan. Jika mungkin, Yefta, melalui utusannya ingin menyelesaikan masalah itu tanpa perang. Pembawa berita diizinkan pulang-pergi antara kedua pasukan tanpa gangguan.—Hak 11:12-28; lihat MESSENGER.—Cuplikan dari Insight on the Scriptures.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan