PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g 3/91 hlm. 18-19
  • Kematian Seorang Anak—Mengapa Allah Membiarkannya?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Kematian Seorang Anak—Mengapa Allah Membiarkannya?
  • Sedarlah!—1991
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Sang Pencipta Berperasaan terhadap Anda
  • Kapan Kematian Mulai
  • Suatu Sengketa Universal Terlibat
  • Dapatkah Allah Mencegah Beberapa Kematian?
  • Apa yang Terjadi Setelah Kita Mati?
    Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Alkitab?
  • Musuh Terakhir, Kematian, Akan Ditiadakan
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2014
  • Di Manakah Orang Mati?
    Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarkan?
  • Yesus Menyelamatkan—Caranya?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2001
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1991
g 3/91 hlm. 18-19

Pandangan Alkitab

Kematian Seorang Anak—Mengapa Allah Membiarkannya?

BANYAK orang-tua yang ditimpa musibah merasa lega sewaktu mengetahui bahwa Allah tidak mengambil anak mereka dalam kematian, seperti diajarkan beberapa agama.a Akan tetapi, fakta ini tetap ada: Allah sesungguhnya memiliki kuasa untuk mencegah kematian. Namun, Dia membiarkannya terus terjadi.

Jadi bila seorang anak meninggal, boleh jadi orang-tua akan berseru dengan pedih, ”Mengapa Allah membiarkan hal itu terjadi?” Kematian, apakah karena kecelakaan, karena penyakit, atau karena tindak kekerasan, hampir selalu kelihatan seperti ketidak-adilan yang kejam. Lebih-lebih lagi kematian seorang anak. Dalam sebuah kuburan, batu nisan dari makam seorang anak ditulisi dengan protes kesedihan demikian, ”Begitu kecil, begitu manis, begitu cepat.”

Sang Pencipta Berperasaan terhadap Anda

Bagaimana Allah dapat membiarkan kepedihan demikian? Jika baru-baru ini Anda kehilangan seorang anak karena meninggal, tidak ada penjelasan, betapapun masuk akalnya, akan membuat kepedihan dari kehilangan tersebut sirna begitu saja. Di zaman Alkitab, bahkan pria-pria yang menonjol imannya sangat berdukacita atas tragedi-tragedi kehidupan yang tidak adil dan bertanya-tanya mengapa Allah membiarkan terjadinya hal-hal demikian. (Bandingkan Habakuk 1:1-3.) Akan tetapi, di dalam Alkitab terdapat jawaban-jawaban yang dapat menghibur kita.

Mula-mula sadarilah bahwa Allah tidak menghendaki anak Anda meninggal. Bahkan Allah tidak bersukacita atas kebinasaan orang jahat, apalagi kematian seorang anak. (Bandingkan 2 Petrus 3:9.) Pastilah, Dia merasa sangat pedih hati sewaktu seorang anak meninggal. Bagaimanapun, kita merasakan tragedi kematian hanya karena kita sanggup mengasihi, ikut merasakan bersama yang mengalaminya. Kita pun sanggup mengasihi hanya karena kita dijadikan dalam peta Allah. Kita mencerminkan kesanggupan Allah yang sempurna untuk mengasihi, meskipun paling-paling kadarnya lemah. (Kejadian 1:26; 1 Yohanes 4:8) Alkitab menjamin kita bahwa Allah membaca perasaan-perasaan hati kita yang paling dalam, telah menghitung helai-helai rambut di kepala kita, bahkan mengetahui sewaktu seekor burung pipit jatuh dari atas pohon. Maka, Dia disebut sebagai ”Bapa yang penuh belas kasihan”.—2 Korintus 1:3.

Jadi, jelaslah, Allah tidak menghendaki makhluk-makhluk-Nya yang cerdas mana pun meninggal. Dia bermaksud menyingkirkan kematian, menelannya selama-lamanya. (Yesaya 25:8) Namun bila memang demikian perasaan-Nya, mengapa Dia membiarkan kematian terjadi selama ini, khususnya kematian anak-anak?

Kapan Kematian Mulai

Allah membiarkan anak-anak meninggal karena alasan yang serupa mengapa orang-orang dewasa meninggal. Kematian adalah pilihan manusia, bukan pilihan Allah. Bahkan sebelum Adam dan Hawa memberontak terhadap Pencipta mereka di Eden, keduanya telah menyadari sepenuhnya bahwa Allah telah menetapkan hukuman mati bagi dosa. Seandainya mereka tidak memilih untuk tidak loyal kepada Allah, mereka masih hidup sampai saat ini. Namun dengan tidak berperasaan mereka telah mencampakkan warisan yang paling berharga yang sebenarnya dapat mereka teruskan kepada keturunan mereka—hak untuk hidup sempurna dan kekal di atas bumi. Sekali mereka berdosa, mereka tidak lagi sempurna. Apa yang dapat mereka teruskan kepada keturunan mereka hanyalah dosa dan kematian.—Kejadian 3:1-7; Roma 5:12.

Boleh jadi Anda berpikir, ’Jika taruhannya sedemikian tinggi, mengapa Allah membiarkan Adam dan Hawa berdosa? Atau mengapa Allah tidak menghentikan pemberontakan mereka sebelum mereka dapat meneruskan kematian dan dukacita pada anak-anak mereka—dan anak-anak kita?’

Suatu Sengketa Universal Terlibat

Allah membiarkan orang-tua kita yang pertama berlaku tidak taat karena Dia tidak pernah bermaksud menciptakan suatu dunia mainan (robot), insan-insan yang melayani Allah hanya karena mereka telah diprogram untuk melakukannya. Seperti orang-tua manusia mana pun, Allah menghendaki anak-anak manusianya untuk mematuhinya karena rasa percaya dan kasih, bukan karena paksaan. Kepada Adam dan Hawa diberikan-Nya cukup alasan untuk mempercayai dan mengasihi-Nya, namun mereka tidak taat dan menolak kedaulatan-Nya begitu saja.—Kejadian 1:28, 29; 2:15-17.

Mengapa Allah tidak mengeksekusi para pemberontak pada saat dan di tempat itu? Allah telah menyatakan maksud-tujuan-Nya bahwa satu hari kelak bumi akan dipenuhi dengan keturunan Adam dan Hawa. Dia tidak pernah gagal mewujudkan maksud-tujuan-Nya. (Yesaya 55:10, 11) Namun yang lebih penting, suatu pertanyaan amat menentukan timbul di Eden. Apakah Allah berhak memerintah manusia, dan bahwa cara Dia memerintah yang terbaik, atau dapatkah manusia mengatur dirinya sendiri?

Satu-satunya cara adil untuk menjawab pertanyaan tersebut sekali untuk selamanya adalah dengan membiarkan manusia mengatur dirinya sendiri. Sejarah telah menjawab pertanyaan tersebut dengan suram. Akibat-akibat yang berkelanjutan dari pemerintahan manusia nyata di sekeliling kita—suatu dunia dalam mana kematian anak-anak yang tak bersalah menjadi biasa, hampir-hampir tenggelam dalam lautan keburukan lainnya. Tak dapat tiada, enam ribu tahun pemerintahan manusia telah membuktikan hal ini, Gagasan bahwa manusia dapat memerintah dirinya sendiri tanpa Allah lebih buruk daripada suatu khayalan sedih; itu merupakan suatu dusta besar. Selama manusia memerintah tanpa Allah, manusia akan hidup dan meninggal dalam kepedihan.

Dapatkah Allah Mencegah Beberapa Kematian?

Kini pertimbangkan, Bagaimana jika Allah bertindak di belakang layar dalam dunia yang bejat ini, secara selektif mencegah keburukan-keburukan seperti kematian anak-anak? Kelihatannya hal itu akan membuat dunia ini menjadi suatu tempat yang lebih baik. Namun, di sini terletak problemnya. Jika secara tidak kelihatan Allah mencegah kecelakaan-kecelakaan, kelaparan, penyakit, dan kekerasan agar tidak menimpa anak-anak, Dia telah melibatkan dirinya dalam dusta besar bahwa pemerintahan manusia berhasil, dan tidak bersifat tragis. Namun Allah tak dapat berdusta; juga Allah tak dapat menolong mengabadikan sistem ini, yang akan membunuh anak-anak selama masih berfungsi. Bagaimanapun, kita semua adalah anak-anak dalam pandangan Allah.

Tidak, Allah yang Pengasih dan Benar, memiliki suatu pilihan yang lebih bijaksana. Sama seperti orang-tua akan membiarkan anaknya menjalani suatu operasi yang menyakitkan demi kebahagiaan dan masa depan anak itu, demikian pula Allah telah membiarkan manusia menjalani kepedihan pemerintahan-sendiri demi masa depan kekal manusia. Sama seperti rasa sakit operasi tidak berlangsung selamanya, pemerintahan manusia dan ketidak-adilannya akan segera berakhir.

Bila Kerajaan Allah memerintah tanpa tentangan di bumi ini, jutaan anak akan dibangkitkan dari kematian dan dipersatukan kembali dengan orang-tua mereka. Sama seperti orang-tua yang anaknya dibangkitkan kepada kehidupan di abad pertama M. , mereka ini juga akan ”sangat takjub”. (Markus 5:42; Lukas 8:56) Dan bila pada akhirnya segenap umat manusia dipulihkan pada keadaan sempurna yang telah dihilangkan Adam dan Hawa, maka tak seorang pun akan pernah mati lagi—termasuk anak-anak!—Wahyu 21:3, 4.

[Catatan Kaki]

a Lihat Pandangan Alkitab—”Mengapa Allah Mengambil Anak Saya?” dalam terbitan Sedarlah! Februari 1991.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan