PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g92 April hlm. 4-7
  • Pencarian Akan Suatu Tujuan

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Pencarian Akan Suatu Tujuan
  • Sedarlah!—1992
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Pencarian Akan Tujuan
  • Apa yang Memberi Tujuan pada Kehidupan?
  • Frustrasi dan Kekecewaan
  • Siapa yang Dapat Memberi Tahu Kita?
    Apa Tujuan Hidup Ini? Bagaimana Saudara Dapat Menemukannya?
  • Mengejar Tujuan Hidup yang Bermakna
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2007
  • Tujuan Sejati dari Kehidupan
    Sedarlah!—1992
  • Apakah Ada Tujuan dalam Kehidupan?
    Apa Tujuan Hidup Ini? Bagaimana Saudara Dapat Menemukannya?
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1992
g92 April hlm. 4-7

Pencarian Akan Suatu Tujuan

SEJAK masa Charles Darwin, ada tekanan yang hebat dari para ahli biologi untuk menerima teori bahwa kehidupan, sebagai hasil evolusi, pada dasarnya tidak ada tujuan. Akan tetapi, banyak orang secara naluriah menolak hal ini. Sepasang suami-istri muda, seraya memandangi bayi mereka yang cantik yang baru saja lahir, akan sukar percaya bahwa kehidupan yang baru ini tidak ada tujuan. Bagi mereka, ini adalah suatu mukjizat, keajaiban yang memperkaya kehidupan mereka.

Bahkan beberapa ilmuwan tidak setuju bahwa kehidupan hanyalah suatu kebetulan yang tidak berarti. Mengapa tidak? Karena apa yang disebut The Encyclopedia Americana sebagai ”kerumitan dan pengaturan di kalangan makhluk-makhluk hidup pada tingkat yang luar biasa”. Americana selanjutnya berkata, ”Penelitian yang saksama pada bunga-bunga, serangga atau mamalia memperlihatkan pengaturan bagian-bagian secara luar biasa tepat.”

Dengan mempertimbangkan pengaturan yang rumit dan indah demikian—yang terlihat bahkan pada makhluk hidup yang paling sederhana—ilmuwan Afrika Selatan Dr. Louw Alberts dikutip kata-katanya di Cape Times sebagai berikut, ”Saya mendapat lebih banyak kepuasan intelektual dengan menerima bahwa ada suatu Allah, daripada sekadar menerima bahwa itu [kehidupan] terjadi dengan sendirinya.” Berbicara tentang komposisi kimia pada organisme hidup, astronom Inggris Sir Bernard Lovell menulis, ”Kemungkinan . . . terjadinya suatu kebetulan yang mengarah kepada terbentuknya satu dari molekul-molekul protein yang terkecil, tidak terbayangkan kecilnya. . . . Hampir dapat dikatakan nol.”

Dengan alur pikiran yang sama, astronom Fred Hoyle menulis, ”Seluruh kerangka ilmu biologi klasik masih beranggapan bahwa kehidupan timbul secara acak. Namun sewaktu para ahli biokimia menemukan lebih banyak kerumitan yang luar biasa dari kehidupan, jelaslah bahwa kemungkinan kehidupan terjadi secara kebetulan begitu kecil sehingga pandangan tersebut dapat dihapuskan sepenuhnya. Kehidupan tidak mungkin muncul secara kebetulan.”

Apa artinya ini? Jika kehidupan tidak terjadi dengan sendirinya, ia pasti terjadi karena dirancang. Dan jika demikian, ia pasti memiliki seorang Perancang. Dan betapa agung Perancang itu! Pemazmur berkata dengan terus terang, ”Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib.” (Mazmur 139:14) Namun bagaimana ayat ini menunjukkan kepada kita apakah kehidupan mempunyai arti atau tidak?

Nah, manusia juga merancang dan membuat sesuatu. Mereka membuat pesawat terbang jet. Mereka membuat mesin-mesin penyulingan minyak. Mereka membangun pembangkit-pembangkit tenaga listrik. Dan mereka membuat tak terhitung banyaknya benda-benda lain yang lebih rumit atau lebih sederhana. Tetapi manusia tidak merancang atau membangun sesuatu yang rumit tanpa alasan. Segala sesuatu dirancang dengan suatu tujuan di pikiran.

Karena tidak ada karya ciptaan manusia yang mendekati apalagi menyamai kerumitan yang luar biasa dari makhluk-makhluk hidup, pastilah Perancang kehidupan tidak akan menciptakan kehidupan tanpa mempunyai suatu tujuan untuknya. Benar-benar tidak masuk akal untuk percaya bahwa kita ’diciptakan secara ajaib’ dan kemudian dibiarkan begitu saja tanpa bimbingan dan pengarahan dan tanpa tujuan.

Pencarian Akan Tujuan

Bahwa sang Pencipta menciptakan manusia untuk mencapai suatu tujuan juga sangat didukung fakta bahwa kita manusia secara naluriah mencari tujuan dalam kehidupan kita. Gilbert Brim, seorang psikolog, berbicara tentang kebutuhan naluriah manusia akan tujuan sewaktu ia berkata, ”Banyak orang menemukan pengembangan dan tantangan di tempat kerja. Tetapi orang-orang yang tidak dapat menemukannya akan mencari tantangan-tantangan dan prestasi khusus di tempat lain: mengurangi berat badan, menjadi mahir dalam permainan golf, membuat telur dadar yang bagus atau berpetualang—apakah dengan olahraga terbang layang atau bereksperimen dengan jenis-jenis makanan baru.” Psikiater Viktor Frankl bahkan mengatakan, ”Perjuangan untuk menemukan arti dalam kehidupan merupakan kekuatan utama yang memotivasi seseorang.”

Mari kita kaji beberapa sasaran yang orang-orang tentukan bagi diri mereka sendiri dalam kehidupan.

Apa yang Memberi Tujuan pada Kehidupan?

Seorang gadis remaja, sewaktu ditanya tujuan hidupnya, berkata, ”Cita-cita saya hanya untuk memiliki apartemen mewah, mobil bagus, dan pria tampan di samping saya. Saya akan memuaskan segala keinginan saya. Saya hanya memikirkan diri saya sendiri. Saya ingin sesuatu yang membuat diri saya bahagia, bukan sesuatu yang membuat seluruh masyarakat bahagia.” Jika Anda berpendapat bahwa kata-kata tersebut bernada mementingkan diri, Anda benar. Memang demikian. Namun, sayang sekali, itu bukanlah sikap yang langka.

Akan tetapi, apakah sekadar mengejar kesenangan dan perkara-perkara materi memuaskan kebutuhan untuk menemukan arti dalam kehidupan seseorang? Tidak. Apabila kesenangan merupakan satu-satunya sasaran kita, kesenangan tersebut tidak mendatangkan kepuasan. Orang-orang yang menetapkan perkara-perkara materi sebagai tujuan hidup yang utama biasanya menggemakan dalam hati mereka perasaan seorang raja kaya-raya di zaman dahulu, yang menggunakan kekuasaan dan kekayaannya untuk meneliti berbagai segi kesenangan yang ada pada waktu itu. Dengarkan kesimpulan yang ia buat:

”Aku mengumpulkan bagiku juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Aku mencari bagiku biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik. . . . lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.”—Pengkhotbah 2:8, 11.

Banyak orang mendapatkan kepuasan dalam karier atau dengan menggunakan kekuatan mental dan fisik untuk memperjuangkan apa yang tampaknya merupakan sasaran yang berharga. Akan tetapi, setelah beberapa saat, karier tidak sepenuhnya memuaskan kebutuhan untuk memiliki tujuan dalam kehidupan. Peter Lynch, yang dilukiskan sebagai ”mahabintang investasi” meninggalkan kariernya yang menguntungkan sewaktu ia menyadari bahwa ada sesuatu yang benar-benar hilang dari kehidupannya. Apa? Hubungan dengan keluarganya. Ia mengaku, ”Saya menyukai apa yang saya lakukan, tetapi saya sampai kepada suatu kesimpulan, dan begitu pula halnya dengan orang-orang lain: Untuk apa . . . kita lakukan semua ini? Belum pernah saya bertemu orang yang dalam keadaan sekarat berkata bahwa ia sebenarnya ingin menggunakan lebih banyak waktu di kantor.”

Karena itu, seorang gadis remaja memperlihatkan kadar keseimbangan sewaktu ia memikirkan tujuan hidupnya dan berkata, ”Salah satu cita-cita saya adalah memiliki suatu karier. Namun saya pikir, cita-cita utama saya adalah memiliki keluarga yang bahagia.” Ya, keluarga kita dapat memberikan arti dan tujuan dalam kehidupan. Seorang wanita muda yang telah menikah mengatakan, ”Sejak semula saya melihat bahwa menjadi orang-tua merupakan salah satu alasan seseorang dilahirkan, salah satu tujuan hidup, dan saya tidak pernah meragukan hal itu.”

Orang-orang lain mencari tujuan hidup dalam bidang-bidang lain. Beberapa orang—kemungkinan termasuk para ilmuwan yang mengatakan bahwa kehidupan hanyalah suatu kebetulan yang tidak berarti—menemukan suatu tujuan dalam mengejar ilmu pengetahuan. Ahli evolusi Michael Ruse menulis, ”Kita merasa haus akan pengetahuan, dan ini membuat derajat kita lebih tinggi dari binatang-binatang. . . . Di antara kebutuhan dan tugas-tugas terbesar kita adalah untuk mewariskan, kepada anak-anak kita, kumpulan hikmat di masa lalu, disertai kenikmatan dan upaya-upaya kita. . . . Pencarian akan pengetahuan, dan sukses-sukses yang dicapai merupakan salah satu ciri menonjol dari semangat manusia.”

Beberapa mendapati bahwa berupaya mencapai apa yang mereka yakini memberikan tujuan pada kehidupan mereka. Mereka berupaya melestarikan spesies binatang langka. Atau mereka memerangi polusi dan penghancuran lingkungan. Orang-orang yang prihatin memperjuangkan hak anak-anak atau berupaya demi kepentingan para tuna wisma atau orang-orang miskin. Atau mereka bekerja keras untuk mencegah meluasnya ketagihan narkotik. Orang-orang demikian kadang-kadang menghasilkan banyak kebaikan. Dan apa yang mereka lakukan memperkaya kehidupan mereka dengan tujuan.

Frustrasi dan Kekecewaan

Akan tetapi, kita harus mengakui bahwa manusia sering frustrasi dalam mengejar tujuan hidup bahkan apabila tujuan tersebut berfaedah. Orang-tua yang mencurahkan banyak kasih sayang dan upaya dalam membesarkan anak-anak mereka kadang-kadang kehilangan anak-anak mereka karena kecelakaan, kejahatan, penyakit atau kecanduan narkotik. Atau sewaktu anak-anak dewasa, mereka kadang-kadang dipengaruhi semangat mementingkan diri dari dunia ini dan gagal membalas kasih sayang orang-tua mereka.

Orang-orang yang bekerja tanpa pamrih untuk memperbaiki lingkungan sering dibuat frustrasi oleh kepentingan-kepentingan dagang atau oleh kenyataan bahwa orang-orang lain sama sekali tidak peduli. Mereka yang bekerja untuk perbaikan nasib orang-orang miskin merasa kewalahan karena tugas mereka begitu banyak. Seseorang yang mendapati kariernya memberi kepuasan merasa frustrasi sewaktu ia terpaksa harus pensiun. Seorang peneliti yang mendapati bahwa mengejar ilmu pengetahuan benar-benar memberikan kepuasan merasa frustrasi sewaktu ajalnya kian mendekat dan masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Seorang pria yang menghabiskan kehidupannya untuk menumpuk kekayaan mendapati bahwa, pada akhirnya, ia harus meninggalkan hartanya untuk orang lain.

Raja zaman dahulu yang dikutip sebelumnya melukiskan beberapa frustrasi tersebut sewaktu ia menulis, ”Aku mulai membenci segala kerja keras dan jerih payahku di bawah matahari, karena aku harus meninggalkan hasilnya kepada ahli warisku. Orang macam apakah ia yang datang sesudah aku, yang mewarisi apa yang telah diperoleh orang lain? Siapakah yang mengetahui apakah orang itu akan berhikmat atau bodoh? Meskipun demikian ia akan berkuasa atas segala hasil kerja keras dan keterampilanku.”—Pengkhotbah 2:18, 19, The New English Bible.

Lalu, apakah kehidupan betul-betul tanpa tujuan, seperti tercermin dari kata-kata yang sangat tepat ini? Apakah beragam tujuan yang dapat dikejar manusia hanya sekadar membantu mereka melewatkan masa hidup 70, 80, atau 90 tahun yang dikaruniakan kepadanya? Terlepas dari itu, apakah tujuan-tujuan ini pada dasarnya tidak ada arti? Tidak. Sebenarnya, tujuan-tujuan tersebut menunjukkan adanya sesuatu yang sangat penting tentang cara kita dibuat, dan tujuan-tujuan demikian memberikan bukti bahwa kehidupan, sesungguhnya, memang memiliki tujuan yang menakjubkan. Namun bagaimana kita dapat menemukan tujuan ini?

[Gambar di hlm. 7]

Beberapa orang mendapati bahwa mengejar ilmu pengetahuan memberi arti dan tujuan pada kehidupan mereka

Manusia tidak membangun sesuatu yang rumit tanpa memiliki suatu tujuan di dalam pikirannya

[Keterangan]

NASA photo

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan