PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g 6/06 hlm. 3
  • Anak-Anak yang Diteror

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Anak-Anak yang Diteror
  • Sedarlah!—2006
  • Bahan Terkait
  • Menghadapi Ancaman Terorisme
    Sedarlah!—2001
  • Apakah Terorisme Bisa Berakhir?
    Topik Menarik Lainnya
  • ”Saya Cuma Mau Ambil Surat”
    Sedarlah!—2011
  • Damai di Bumi Akhirnya!
    Sedarlah!—2006
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—2006
g 6/06 hlm. 3

Anak-Anak yang Diteror

Pada waktu senja di Uganda bagian utara, tampak ribuan anak bertelanjang kaki menyusuri jalanan. Mereka meninggalkan desa mereka sebelum malam tiba dan masuk ke kota-kota yang lebih besar, seperti Gulu, Kitgum, dan Lira. Sesampainya di sana, mereka menyebar ke bangunan, terminal bus, taman, dan halaman gedung. Sewaktu matahari terbit, mereka terlihat lagi di jalanan, pulang ke rumah mereka. Mengapa mereka menjalani rutin yang ganjil ini?

BEBERAPA orang menyebut mereka komuter malam. Tetapi, anak-anak muda ini bukan pekerja malam. Mereka meninggalkan rumah pada waktu senja karena ketika malam menyelimuti daerah pedalaman, rumah mereka menjadi tempat yang berbahaya.

Selama hampir dua dasawarsa, pasukan gerilya telah menyerbu daerah pedesaan dan menculik anak-anak. Setiap tahun, mereka merenggut ratusan anak laki-laki dan perempuan dari rumah mereka lalu menghilang di rimba raya. Anak-anak itu biasanya diculik pada malam hari untuk dijadikan tentara, kuli barang, dan budak seks oleh para pemberontak. Jika anak yang diculik itu tidak mau bekerja sama, para penculik tidak segan-segan menebas hidung atau bibir mereka. Mereka yang tertangkap sewaktu mencoba melarikan diri dibunuh dengan cara yang terlalu mengerikan untuk dilukiskan.

Masih ada anak-anak lain yang menjadi korban terorisme. Para remaja yang buntung di Sierra Leone masih balita sewaktu pria-pria bersenjatakan parang menebas tangan dan kaki mereka. Anak laki-laki dan perempuan di Afghanistan bermain-main dengan ranjau berbentuk kupu-kupu lalu kehilangan jari dan mata mereka sewaktu ”mainan” berwarna-warni itu meledak.

Beberapa anak muda korban terorisme mengalami nasib yang berbeda. Misalnya, pada serangan teroris tahun 1995 di Oklahoma City, AS, di antara 168 orang yang tewas terdapat 19 anak-anak, sebagian di antaranya masih bayi. Bagaikan angin kencang menerpa nyala lilin yang berkelip-kelip, bom tersebut merenggut nyawa anak-anak kecil itu dalam sekejap. Aksi teroris merampas hak anak-anak untuk menikmati masa kanak-kanak, bermain, tertawa, dan merasakan hangatnya dekapan ibu dan ayah mereka.

Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi belum lama ini, tetapi aksi teroris telah merongrong umat manusia selama berabad-abad, seperti yang akan kita lihat.

MENGANTISIPASI KEMATIAN SALAH SATU ANAK

”Pagi ini, sewaktu saya membangunkan putra saya yang berusia sebelas tahun, ia bertanya, ’Apakah serangan teroris hari ini sudah terjadi?’” Demikian tulis pengarang David Grossman tentang tindak kekerasan yang merongrong negerinya. Ia selanjutnya mengatakan, ”Putra saya dicekam ketakutan.”

Belakangan ini, ada begitu banyak anak yang tewas dalam serangan teroris sehingga beberapa orang tua membuat rencana untuk mengantisipasi jika salah satu anak mereka tewas mengenaskan. ”Saya tidak akan pernah melupakan penuturan sepasang suami istri muda tentang rencana masa depan mereka,” tulis Grossman. ”Mereka hendak menikah dan memiliki tiga anak. Bukan dua, tapi tiga. Jadi, kalau yang satu meninggal, masih ada dua yang hidup.”

Mereka tidak mengatakan apa rencana mereka seandainya dua anak yang meninggal​—atau ketiga-tiganya.a

a Kutipan dalam bagian ini diambil dari buku Death as a Way of Life (Kematian sebagai Jalan Hidup), karya David Grossman.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan