Memupuk Sikap Masuk Akal
”Biarlah sikap masuk akalmu diketahui oleh semua orang. TUHAN berada dekat.”—FILIPI 4:5, ”NW”.
1. Mengapa merupakan tantangan untuk bersikap masuk akal dalam dunia dewasa ini?
”ORANG yang bersikap masuk akal”—menurut jurnalis Inggris Sir Alan Patrick Herbert orang demikian adalah tokoh khayalan semata. Memang, kadang-kadang tampaknya tidak ada lagi orang yang bersikap masuk akal dalam dunia yang dilanda berbagai konflik ini. Alkitab menubuatkan bahwa pada ”hari-hari terakhir” yang kritis ini, orang-orang akan ”garang”, ”keras kepala”, dan ”tidak mau bersepakat”—dengan kata lain, sama sekali tidak bersikap masuk akal. (2 Timotius 3:1-5, NW) Akan tetapi, orang-orang Kristen sejati menjunjung tinggi sikap masuk akal, karena mengetahui bahwa sikap ini merupakan ciri dari hikmat ilahi. (Yakobus 3:17, NW) Kita tidak merasa bahwa adalah mustahil untuk bersikap masuk akal dalam dunia yang tidak masuk akal ini. Sebaliknya, kita tanpa keraguan menyambut tantangan dalam nasihat Paulus yang terilham yang terdapat dalam Filipi 4:5 (NW), ”Biarlah sikap masuk akalmu diketahui oleh semua orang.”
2. Bagaimana kata-kata rasul Paulus di Filipi 4:5 membantu kita menentukan apakah kita bersikap masuk akal?
2 Perhatikan bagaimana kata-kata Paulus membantu kita untuk menguji apakah kita bersikap masuk akal. Yang lebih dipertanyakan bukan bagaimana kita memandang diri sendiri; yang dipertanyakan adalah bagaimana orang-orang lain memandang diri kita, bagaimana kita dikenal. Terjemahan Phillips menerjemahkan ayat ini, ”Milikilah reputasi bersikap masuk akal.” Kita masing-masing sebaiknya bertanya, ’Bagaimana saya dikenal? Apakah saya memiliki reputasi bersikap masuk akal, lentuk, dan lembut? Atau apakah saya dikenal sebagai orang yang kaku, kasar, atau keras kepala?’
3. (a) Apa yang dimaksud dengan kata Yunani yang diterjemahkan ”bersikap masuk akal”, dan mengapa sikap ini menarik? (b) Bagaimana seorang Kristen dapat belajar untuk lebih bersikap masuk akal?
3 Reputasi kita dalam hal ini dengan jelas akan mencerminkan seberapa jauh kita meniru Yesus Kristus. (1 Korintus 11:1) Sewaktu berada di bumi ini, Yesus dengan sempurna mencerminkan teladan yang unggul dari Bapanya dalam bersikap masuk akal. (Yohanes 14:9) Malahan, sewaktu Paulus menulis tentang ’kelemahlembutan dan kebaikan hati Kristus’, kata Yunani yang ia gunakan untuk kebaikan hati (e·pi·ei·kiʹas) juga berarti ”sikap masuk akal” atau, secara harfiah, ”kelentukan”. (2 Korintus 10:1, NW) The Expositor’s Bible Commentary menyebut hal ini ”salah satu di antara kata-kata yang luar biasa mengenai gambaran watak dalam P[erjanjian] B[aru]”. Kata ini menjelaskan suatu sifat yang begitu menarik sehingga seorang sarjana menerjemahkan kata ini sebagai ”sikap masuk akal yang menyenangkan”. Oleh karena itu, marilah kita membahas tiga cara bagaimana Yesus, seperti Bapanya, Yehuwa, mempertunjukkan sikap masuk akal. Dengan demikian, kita dapat belajar bagaimana menjadi lebih bersikap masuk akal.—1 Petrus 2:21.
”Suka Mengampuni”
4. Bagaimana Yesus memperlihatkan dirinya ”suka mengampuni”?
4 Seperti Bapanya, Yesus memperlihatkan sikap masuk akal dengan berlaku ”suka mengampuni” berulang-ulang kali. (Mazmur 86:5) Pertimbangkan saat ketika Petrus, seorang sahabat karib, menyangkal Yesus tiga kali pada malam Yesus ditangkap dan diadili. Yesus sendiri sebelumnya telah berkata, ”Barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu.” (Matius 10:33) Apakah Yesus dengan kaku dan tanpa belas kasihan menerapkan prinsip tersebut atas Petrus? Tidak; setelah kebangkitan-Nya, Yesus mengunjungi Petrus secara pribadi, tak diragukan untuk menghibur dan menenteramkan rasul yang bertobat dan hancur hati ini. (Lukas 24:34; 1 Korintus 15:5) Tak lama kemudian, Yesus mengizinkan Petrus memiliki tanggung jawab yang besar. (Kisah 2:1-41) Di sinilah sikap masuk akal yang menyenangkan dipertunjukkan sepenuhnya! Bukankah sangat menghibur untuk mengetahui bahwa Yehuwa telah melantik Yesus sebagai Hakim atas segenap umat manusia?—Yesaya 11:1-4; Yohanes 5:22.
5. (a) Reputasi apa hendaknya dimiliki para penatua di antara domba-domba? (b) Bahan apa hendaknya ditinjau oleh para penatua sebelum menangani kasus-kasus pengadilan, dan mengapa?
5 Sewaktu para penatua bertindak sebagai hakim di dalam sidang, mereka berupaya mengikuti teladan Yesus yang bersikap masuk akal. Mereka tidak ingin domba-domba merasa takut kepada mereka sebagai pemberi hukuman. Sebaliknya, mereka berupaya meniru Yesus sehingga domba akan merasa aman bersama mereka sebagai gembala yang penuh kasih. Dalam kasus-kasus pengadilan, mereka membuat segala upaya untuk bersikap masuk akal, suka mengampuni. Sebelum menangani kasus demikian, beberapa penatua merasa dibantu dengan meninjau artikel-artikel Menara Pengawal 1 Juli 1992, ”Yehuwa, ’Hakim Segenap Bumi’ yang Tidak Memandang Muka” dan ”Para Penatua, Berilah Keputusan yang Adil-Benar”. Dengan demikian mereka mengingat inti dari cara Yehuwa mengadili, ”Tegas jika perlu, berbelaskasihan jika mungkin.” Bukan suatu kesalahan untuk cenderung berbelaskasihan dalam mengadili jika ada dasar yang masuk akal untuk berbuat demikian. (Matius 12:7) Justru adalah kesalahan yang serius untuk bersikap kasar atau tidak berbelaskasihan. (Yehezkiel 34:4) Dengan demikian, para penatua menghindari berbuat salah dengan secara aktif mencari haluan yang sebisa mungkin paling sarat dengan kasih dan belas kasihan dalam batas-batas keadilan.—Bandingkan Matius 23:23; Yakobus 2:13.
Bersikap Lentuk sewaktu Dihadapkan dengan Keadaan-Keadaan yang Berubah
6. Bagaimana Yesus mempertunjukkan sikap masuk akal dalam berurusan dengan wanita Kafir yang putrinya dirasuki hantu?
6 Seperti Yehuwa, Yesus membuktikan diri cepat mengubah haluan atau menyesuaikan diri dengan situasi-situasi baru sewaktu itu timbul. Pada suatu waktu, seorang wanita Kafir memohonnya untuk menyembuhkan putrinya yang dirasuki hantu dengan hebat. Dengan tiga cara yang berbeda, Yesus pada mulanya memperlihatkan bahwa ia tidak akan menolongnya—pertama, dengan tidak menjawabnya; kedua, dengan langsung mengatakan bahwa ia diutus, bukan kepada orang-orang Kafir, tetapi kepada orang-orang Yahudi; dan ketiga, dengan memberikan ilustrasi yang secara ramah menandaskan hal yang sama. Akan tetapi, wanita ini berkukuh menghadapi semua ini, membuktikan iman yang luar biasa. Mempertimbangkan keadaan khusus ini, Yesus dapat melihat bahwa saat itu bukan waktunya untuk melaksanakan suatu peraturan umum; itulah waktunya untuk bersikap lentuk dalam menanggapi prinsip-prinsip yang lebih tinggi.a Jadi, Yesus melakukan dengan tepat apa yang sebanyak tiga kali ia katakan tidak mau ia lakukan. Ia menyembuhkan putri wanita tersebut!—Matius 15:21-28.
7. Dengan cara-cara apa orang-tua dapat memperlihatkan sikap masuk akal, dan mengapa?
7 Apakah kita juga dikenal karena kesediaan kita bersikap lentuk jika cocok? Orang-tua berulang kali perlu memperlihatkan sikap masuk akal demikian. Karena setiap anak unik, metode yang berhasil diterapkan pada seorang anak mungkin tidak cocok untuk anak yang lain. Selain itu, seraya anak-anak bertambah besar, kebutuhan mereka berubah. Apakah jam malam yang berlaku perlu disesuaikan? Apakah pelajaran keluarga perlu dibuatkan perencanaan yang lebih hidup agar mendatangkan manfaat? Jika orang-tua memberi reaksi yang berlebihan atas beberapa pelanggaran kecil, apakah mereka bersikap rendah hati dan membereskan masalahnya? Orang-tua yang lentuk dalam hal-hal demikian, menghindari membuat anak-anak mereka kesal secara tidak perlu dan menjauhkan mereka dari Yehuwa.—Efesus 6:4.
8. Bagaimana para penatua sidang dapat mengambil pimpinan dalam menyesuaikan kebutuhan di daerah sidang?
8 Para penatua juga perlu menyesuaikan diri seraya keadaan-keadaan baru timbul, meskipun tidak mengkompromikan hukum-hukum Allah yang spesifik. Dalam mengawasi pekerjaan pengabaran, apakah saudara waspada terhadap perubahan-perubahan di daerah sidang? Karena gaya hidup orang-orang di daerah sidang berubah, barangkali kesaksian pada petang hari, kesaksian umum, atau kesaksian melalui telepon perlu dianjurkan. Menyesuaikan diri dengan cara-cara demikian membantu kita menunaikan tugas kita untuk mengabar dengan lebih efektif. (Matius 28:19, 20; 1 Korintus 9:26) Paulus juga berupaya keras menyesuaikan diri dengan segala macam orang dalam pelayanannya. Apakah kita melakukan hal yang sama, misalnya, dengan cukup mengenal agama-agama dan kebudayaan setempat sehingga dapat membantu orang-orang?—1 Korintus 9:19-23.
9. Mengapa seorang penatua hendaknya tidak berkukuh untuk selalu mengatasi problem dengan cara yang ia lakukan dahulu?
9 Seraya hari-hari terakhir ini menjadi semakin kritis, para gembala juga perlu menyesuaikan diri dengan kerumitan yang membingungkan dan keadaan yang tidak menyenangkan dari beberapa problem yang kini dihadapi kawanan mereka. (2 Timotius 3:1) Para penatua, sekarang bukan waktunya untuk bersikap kaku! Tentu saja seorang penatua tidak akan berkukuh mengatasi problem dengan menggunakan cara mereka yang dahulu jika metodenya telah menjadi tidak efektif atau jika ”hamba yang setia dan bijaksana” menganggap perlu untuk menerbitkan bahan baru berkenaan pokok-pokok demikian. (Matius 24:45; bandingkan Pengkhotbah 7:10; 1 Korintus 7:31.) Seorang penatua yang setia dengan tulus berupaya membantu seorang saudari yang sedang mengalami depresi dan sangat membutuhkan seorang pendengar yang baik. Akan tetapi, penatua ini mengambil pandangan yang sedikit menyepelekan depresinya dan memberikannya jalan keluar yang sederhana dengan mengabaikan problemnya. Kemudian, Lembaga Menara Pengawal menerbitkan beberapa keterangan yang berdasarkan Alkitab yang justru menyinggung problem saudari tersebut. Penatua itu mengatur untuk berbicara dengannya kembali, kali ini menerapkan bahan yang baru dan memperlihatkan empati terhadap penderitaannya. (Bandingkan 1 Tesalonika 5:14, 15.) Sungguh teladan yang bagus dari sikap masuk akal!
10. (a) Bagaimana para penatua hendaknya memperlihatkan sikap lentuk terhadap satu sama lain dan terhadap badan penatua secara keseluruhan? (b) Bagaimana hendaknya badan penatua memandang orang-orang yang memperlihatkan diri tidak bersikap masuk akal?
10 Para penatua juga perlu memperlihatkan sikap lentuk terhadap satu sama lain. Sewaktu badan penatua mengadakan rapat, betapa pentingnya agar tidak ada penatua yang mendominasi rapat tersebut! (Lukas 9:48) Saudara yang memimpin rapat khususnya perlu mengendalikan diri dalam bidang ini. Dan bila satu atau dua penatua tidak menyetujui sebuah keputusan dari badan penatua secara keseluruhan, mereka tidak akan memaksakan cara mereka. Sebaliknya, sejauh tidak ada prinsip Alkitab yang dilanggar, mereka akan mengalah, dengan mengingat bahwa sikap masuk akal dituntut dari para penatua. (1 Timotius 3:2, 3) Di lain pihak, badan penatua hendaknya senantiasa mengingat bahwa Paulus menegur sidang Korintus karena ”bertahan dengan sabar menghadapi orang-orang yang bersikap tidak masuk akal” yang memperkenalkan diri mereka sebagai ’rasul-rasul yang sangat hebat’. (2 Korintus 11:5, 19, 20, NW) Jadi mereka hendaknya bersedia menasihati seorang rekan penatua yang bertindak dengan cara yang keras kepala, tidak masuk akal, namun mereka sendiri harus melakukannya dengan lembut dan ramah.—Galatia 6:1.
Bersikap Masuk Akal dalam Menjalankan Wewenang
11. Terdapat kontras apa antara cara para pemimpin agama Yahudi pada zaman Yesus menjalankan wewenang dan cara yang dilakukan Yesus?
11 Sewaktu Yesus berada di bumi, sikap masuk akalnya benar-benar terpancar melalui cara ia menjalankan wewenang yang dikaruniakan Allah kepadanya. Betapa berbedanya ia dibandingkan para pemimpin agama pada zamannya! Perhatikan sebuah contoh. Hukum Allah memerintahkan bahwa tidak ada pekerjaan, bahkan mengumpulkan kayu api, yang boleh dilakukan pada hari Sabat. (Keluaran 20:10; Bilangan 15:32-36) Para pemimpin agama ingin mengendalikan tepatnya cara orang-orang menjalankan hukum tersebut. Maka mereka main hakim sendiri dengan memutuskan apa sebenarnya yang boleh diangkat oleh seseorang pada hari Sabat. Mereka menitahkan: tidak sesuatu pun yang lebih berat daripada dua buah ara yang dikeringkan. Mereka bahkan melarang mengenakan sandal yang berpaku, dengan mengatakan bahwa mengangkat beban ekstra dari paku akan berarti bekerja! Dikatakan bahwa, secara keseluruhan, para rabi menambahkan 39 peraturan kepada hukum Allah berkenaan Sabat dan kemudian membuat tambahan yang tak ada habisnya kepada peraturan-peraturan tersebut. Di lain pihak, Yesus tidak berupaya mengendalikan orang-orang melalui perasaan malu dengan meletakkan peraturan-peraturan yang membatasi yang tak ada habisnya atau dengan menetapkan standar-standar yang kaku dan tak terjangkau.—Matius 23:2-4; Yohanes 7:47-49.
12. Mengapa kita dapat mengatakan bahwa Yesus tidak pernah goyah bila hal itu menyangkut standar-standar Yehuwa yang adil-benar?
12 Maka, apakah kita akan menyimpulkan bahwa Yesus tidak dengan teguh menjunjung standar-standar Allah yang adil-benar? Tentu saja ia menjunjungnya! Ia mengerti bahwa hukum-hukum itu paling efektif bila manusia mencamkan prinsip di balik hukum-hukum tersebut. Orang-orang Farisi sibuk berupaya mengendalikan orang-orang dengan peraturan yang tidak terhitung banyaknya, sedangkan Yesus berupaya mencapai hati. Misalnya, ia tahu betul bahwa tidak ada sikap lentuk jika itu menyangkut hukum-hukum ilahi seperti ’jauhkanlah diri dari percabulan’. (1 Korintus 6:18) Maka Yesus memperingatkan orang-orang terhadap pikiran-pikiran yang dapat menuntun kepada perbuatan amoral. (Matius 5:28) Pengajaran demikian jauh lebih membutuhkan hikmat dan daya pengamatan daripada sekadar memerintahkan peraturan-peraturan yang kaku dan ketat.
13. (a) Mengapa para penatua hendaknya menghindari menciptakan hukum dan peraturan yang tidak lentuk? (b) Dalam beberapa bidang apa saja sangat penting untuk menghargai hati nurani orang-orang?
13 Saudara-saudara yang bertanggung jawab dewasa ini memiliki minat yang sama dalam mencapai hati. Maka, mereka menghindari memerintahkan peraturan-peraturan yang sewenang-wenang dan tidak lentuk atau mengubah sudut pandangan dan pendapat pribadi mereka menjadi hukum. (Bandingkan Daniel 6:8-17.) Dari waktu ke waktu, pengingat-pengingat yang penuh kasih berkenaan hal-hal seperti pakaian dan dandanan mungkin cocok dan tepat waktu, namun seorang penatua dapat membahayakan reputasinya sebagai seorang yang bersikap masuk akal jika ia terus mengulang-ulangi hal-hal demikian atau berupaya memaksakan sesuatu yang khususnya merupakan cerminan dari selera pribadinya. Sebenarnya, semua di dalam sidang hendaknya jangan mencoba mengendalikan orang-orang lain.—Bandingkan 2 Korintus 1:24; Filipi 2:12.
14. Bagaimana Yesus memperlihatkan bahwa ia bersikap masuk akal berkenaan hal-hal yang ia harapkan dari orang-orang lain?
14 Para penatua dapat memeriksa diri mereka dalam bidang lain lagi: ’Apakah saya bersikap masuk akal sehubungan hal-hal yang saya harapkan dari orang-orang lain?’ Yesus bersikap demikian. Ia dengan konsisten memperlihatkan kepada pengikut-pengikutnya bahwa ia tidak menuntut lebih daripada upaya mereka yang sepenuh jiwa dan bahwa ia sangat menghargai hal itu. Ia memuji janda miskin karena memberikan dua keping uangnya yang bernilai kecil. (Markus 12:42, 43) Ia memarahi murid-muridnya sewaktu mereka mengkritik sumbangan Maria yang sangat mahal, dengan berkata, ”Biarkanlah dia. . . . Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya.” (Markus 14:6, 8) Ia bahkan bersikap masuk akal sewaktu pengikut-pengikutnya mengecewakannya. Misalnya, meskipun ia mendesak tiga rasul yang paling akrab dengannya untuk tetap sadar dan berjaga-jaga bersamanya pada malam ia ditangkap, mereka mengecewakannya dengan tertidur berulang kali. Namun, ia mengatakan dengan simpatik, ”Roh memang penurut, tetapi daging lemah.”—Markus 14:34-38.
15, 16. (a) Mengapa para penatua hendaknya berhati-hati agar tidak memaksa atau memojokkan kawanan? (b) Bagaimana seorang saudari yang setia mulai menyesuaikan apa yang ia harapkan dari orang-orang lain?
15 Memang, Yesus menganjurkan pengikut-pengikutnya agar ’berusaha sekuat tenaga’. (Lukas 13:24, NW) Namun ia tidak pernah memaksa mereka melakukan hal demikian! Ia memberi pandangan kepada mereka, menyediakan teladan, mengambil pimpinan, dan berupaya mencapai hati mereka. Ia mengandalkan kuasa roh Yehuwa untuk melakukan hal selebihnya. Para penatua dewasa ini hendaknya juga menganjurkan kawanan untuk melayani Yehuwa dengan sepenuh hati namun hendaknya jangan memojokkan mereka sehingga mereka merasa bersalah atau merasa malu, dengan menyiratkan bahwa apa yang mereka lakukan sekarang dalam dinas kepada Yehuwa dalam beberapa hal tidak cukup atau tidak dapat diterima. Pendekatan kaku dengan mendesak agar ”berbuat lebih banyak, berbuat lebih banyak, berbuat lebih banyak!” dapat mengecilkan hati orang-orang yang telah berbuat sebisa mereka. Betapa sedihnya jika seorang penatua membuat reputasi sebagai orang yang ”sulit disenangkan”—jauh berbeda dibanding sikap masuk akal!—1 Petrus 2:18, NW.
16 Kita semua hendaknya bersikap masuk akal dalam hal-hal yang kita harapkan dari orang-orang lain! Seorang saudari, setelah ia dan suaminya meninggalkan penugasan mereka sebagai utusan injil untuk merawat ibunya yang sakit, menulis, ”Saat-saat seperti ini benar-benar sulit bagi kami penyiar-penyiar di sidang ini. Karena selama ini berada dalam pekerjaan wilayah dan distrik, terlindung dari banyak tekanan demikian, kami secara tiba-tiba dan secara menyedihkan disadarkan akan hal ini. Misalnya, saya sering mengatakan kepada diri sendiri, ’Mengapa saudari itu tidak menawarkan lektur yang cocok bulan ini? Apakah dia tidak membaca Pelayanan Kerajaan?’ Sekarang saya tahu alasannya. Bagi beberapa orang, sudah merupakan upaya maksimal mereka untuk dapat keluar [berdinas].” Betapa jauh lebih baik untuk memuji saudara-saudara kita atas apa yang mereka lakukan daripada menghakimi mereka atas apa yang tidak mereka lakukan!
17. Bagaimana Yesus memberikan teladan bagi kita berkenaan bersikap masuk akal?
17 Perhatikan sebuah teladan akhir berkenaan bagaimana Yesus menjalankan wewenangnya dengan cara yang masuk akal. Seperti Bapanya, Yesus tidak dengan dengki melindungi wewenangnya. Ia juga seorang pendelegasi yang mahir, melantik golongan hamba yang setia untuk mengurus ”segala miliknya” di bumi ini. (Matius 24:45-47) Dan ia tidak takut untuk mendengarkan gagasan orang-orang lain. Ia sering menanyakan para pendengarnya, ”Apakah pendapatmu?” (Matius 17:25; 18:12; 21:28; 22:42) Demikianlah hendaknya di antara pengikut-pengikut Kristus dewasa ini. Seberapa banyak pun wewenang yang mereka miliki hendaknya tidak menyebabkan mereka enggan mendengarkan. Orang-tua, bersedialah mendengarkan! Suami, bersedialah mendengarkan! Penatua, bersedialah mendengarkan!
18. (a) Bagaimana kita dapat mengetahui apakah kita memiliki reputasi bersikap masuk akal? (b) Kita semua sebaiknya bertekad untuk melakukan apa?
18 Jelaslah, kita semua ingin ’memiliki reputasi bersikap masuk akal’. (Filipi 4:5, Phillips) Namun bagaimana kita tahu apakah kita memiliki reputasi demikian? Nah, sewaktu Yesus ingin mengetahui apa yang orang-orang katakan tentang dirinya, ia bertanya kepada rekan-rekannya yang dapat dipercaya. (Matius 16:13) Mengapa tidak mengikuti teladannya? Kepada seseorang yang keterusterangannya dapat saudara andalkan, saudara dapat menanyakan apakah saudara memiliki reputasi sebagai orang yang bersikap masuk akal, orang yang lentuk. Tentu saja, banyak yang kita semua dapat lakukan untuk dengan lebih saksama lagi meniru teladan Yesus yang sempurna dalam hal bersikap masuk akal! Khususnya jika kita memiliki sejumlah wewenang atas orang-orang lain, marilah kita selalu meniru teladan Yehuwa dan Yesus, selalu menjalankan wewenang dalam cara yang masuk akal, senantiasa suka mengampuni, mengalah, atau tidak berkeras apabila keadaannya cocok. Tak diragukan, marilah kita semua berupaya ”bersikap masuk akal”!—Titus 3:2.
[Catatan Kaki]
a Buku New Testament Words mengomentari, ”Orang yang epieikēs [bersikap masuk akal] mengetahui bahwa ada saatnya apabila suatu hal dapat sepenuhnya dibenarkan secara hukum namun sepenuhnya salah secara moral. Seorang pria yang epieikēs mengetahui kapan meringankan hukum di bawah dorongan dari suatu kuasa yang lebih tinggi dan lebih besar daripada hukum.”
Bagaimana Saudara Menjawab?
◻ Mengapa orang-orang Kristen hendaknya ingin bersikap masuk akal?
◻ Bagaimana para penatua dapat meniru Yesus untuk suka mengampuni?
◻ Mengapa kita hendaknya berupaya untuk bersikap lentuk seperti Yesus?
◻ Bagaimana kita dapat memperlihatkan sikap masuk akal berkenaan cara kita menjalankan wewenang?
◻ Bagaimana kita dapat memeriksa diri kita berkenaan apakah kita benar-benar bersikap masuk akal?
[Gambar di hlm. 15]
Yesus bersedia mengampuni Petrus yang bertobat
[Gambar di hlm. 16]
Sewaktu seorang wanita memperlihatkan iman yang luar biasa, Yesus melihat bahwa saat itu bukan waktunya untuk melaksanakan suatu peraturan umum
[Gambar di hlm. 18]
Orang-tua, bersedialah mendengarkan!
[Gambar di hlm. 18]
Suami, bersedialah mendengarkan!
[Gambar di hlm. 18]
Penatua, bersedialah mendengarkan!