PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Saat Manakala Tidak Ada Kejahatan
    Sedarlah!—1998 | 22 Februari
    • Saat Manakala Tidak Ada Kejahatan

      DAPATKAH Anda membayangkan suatu dunia tanpa kejahatan? Mungkin tidak jika Anda telah membaca laporan berita seperti yang muncul dalam harian Jerman Süddeutsche Zeitung, ”Para kriminolog sedang berbicara mengenai suatu dimensi baru kejahatan. Pernyataan mereka penuh kesuraman dan gambarannya mengerikan.”

      Menurut sebuah survei atas ribuan orang Eropa pada tahun 1995, hampir setiap orang merasa khawatir akan menjadi korban kejahatan. Di Inggris, Jerman, Negeri Belanda, Polandia, dan Rusia, kejahatan berada di urutan pertama dalam daftar hal-hal yang paling ditakuti orang. Ketakutan akan kejahatan berada pada tingkat kedua di Denmark, Finlandia, dan Swiss, dan ketiga di Italia, Prancis, dan Yunani. Dari 12 bangsa yang disurvei, hanya di Spanyol kejahatan tidak termasuk tiga alasan utama untuk merasa takut.

      Tingkat kejahatan telah naik secara dramatis di Eropa Timur selama tujuh tahun terakhir. Di sejumlah negeri ini, kenaikannya antara 50 dan 100 persen, sementara di negeri-negeri lain, kenaikannya bahkan berkisar dari 193 hingga 401 persen!

      Namun, suatu dunia yang bebas dari kejahatan pernah ada. Kapankah itu, dan bagaimana dunia itu menjadi rusak?

      Dari Mana Kejahatan Berasal?

      Kejahatan, yang didefinisikan sebagai ”pelanggaran hukum secara terang-terangan”, memiliki asal usul dari alam roh. Manusia pertama, Adam dan Hawa, diciptakan​—tanpa memiliki kecenderungan kriminal, dan mereka juga tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas diperkenalkannya kejahatan ke dalam masyarakat manusia. Salah satu putra rohani Allah yang sempurna membiarkan pikiran-pikiran yang salah berakar dalam hatinya, yang, apabila dipupuk, melahirkan kejahatan. Pribadi itulah yang bertanggung jawab dalam merusak dunia yang semula bebas dari kejahatan. Dengan melanggar hukum Allah, ia menjadikan dirinya seorang penjahat, dan ia diidentifikasi dalam Alkitab sebagai Setan si Iblis.​—Yakobus 1:13-15; Penyingkapan (Wahyu) 12:9.

      Setelah memulai haluan menentang Allah di surga yang tidak kelihatan, Setan bertekad untuk menyebarkan haluan kriminalnya kepada manusia di bumi. Secara singkat dan sederhana, namun faktual, Alkitab mengisahkan caranya Iblis melakukan hal ini. (Kejadian, pasal 2-4) Adam dan Hawa, yang disesatkan oleh penjahat adimanusiawi yang licik ini, menolak untuk taat pada standar-standar Allah. Dengan tidak taat kepada Allah, mereka menjadi penjahat. Belakangan, tidak diragukan mereka merasa kecut dan ngeri sewaktu putra sulung mereka, Kain, mengambil tindakan keterlaluan dengan merampas milik paling berharga dari saudaranya, Habel, yakni kehidupan itu sendiri!

      Jadi, dari empat orang pertama yang mendiami bumi, tiga berubah menjadi penjahat. Adam, Hawa, dan Kain dengan demikian mereka kehilangan kesempatan untuk hidup dalam suatu dunia yang bebas dari kejahatan. Mengapa, setelah sekian lama, kita dapat merasa pasti bahwa dunia semacam itu kini sudah dekat?

  • Perang yang Mustahil Dimenangkan Melawan Kejahatan
    Sedarlah!—1998 | 22 Februari
    • Perang yang Mustahil Dimenangkan Melawan Kejahatan

      ”KEJAHATAN dapat dikendalikan dalam waktu semalam seandainya semua orang bersedia mengerahkan upaya,” demikian kutipan kata-kata seorang mantan kepala Kepolisian Metropolitan dalam Liverpool Daily Post dari Inggris. Ya, seandainya semua orang menaati hukum, kejahatan akan lenyap.

      Namun, di kebanyakan tempat, kejahatan sedang meningkat. Kata-kata yang diucapkan ribuan tahun yang lalu berlaku pada zaman kita, ”Bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan.” (Kejadian 6:11)​—Lihat kotak pada halaman berikut.

      Kejahatan Berawal dari Hal-Hal Kecil

      Dengan melanggar hukum dalam hal-hal kecil, seseorang dapat dibentuk untuk melanggarnya dalam hal-hal yang lebih besar. Untuk mengesankan fakta ini pada siswa-siswanya, seorang guru menjelaskan, ”Para perampok bank awalnya hanya pencuri pensil di sekolah.”

      Kemudian, apa yang sering kali terjadi di tempat kerja? Orang-orang tinggal di rumah, tidak bekerja karena mengaku sakit, dan menikmati bantuan finansial yang bukan hak mereka. Praktek tidak jujur ini lebih umum daripada yang mungkin Anda pikir. Misalnya, di Jerman, 6 persen absen sakit yang dilaporkan para pekerja jatuh pada hari Rabu, 10 persen pada hari Selasa, dan 16 persen pada hari Kamis, tetapi lonjakan 31 persen jatuh pada hari Senin, meskipun masih kalah dengan 37 persen pada hari Jumat! Apakah memang orang-orang lebih sering sakit pada hari Senin dan Jumat, atau ini sekadar bentuk lain dari pencurian?

      Siapakah Para Penjahat Itu?

      Tentu saja, tindak kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang biasa umumnya tidak sama dampaknya dengan yang dilakukan oleh orang-orang dalam kedudukan berkuasa. Pada awal tahun 1970-an, Amerika Serikat diguncang oleh sebuah kejahatan politis dengan bobot sedemikian rupa sehingga nama yang dikaitkan dengannya bahkan menjadi bagian dari bahasa Inggris.

      ”Watergate”, menurut Barnhart Dictionary of New English, adalah suatu ”skandal, khususnya yang melibatkan upaya menyembunyikan informasi yang merugikan atau kegiatan yang ilegal”.a Kemudian menambahkan, ”Skandal Watergate meninggalkan kesan yang kuat pada bahasa Inggris di tahun 1970-an. Kata tersebut menghasilkan berbagai istilah baru dan bentuk gabungan -gate, yang digunakan untuk mengartikan skandal atau korupsi.”

      Sejak waktu itu, sejumlah skandal serupa telah memperlihatkan bahwa kejahatan sedang menyebar luas, bahkan di kalangan orang-orang yang seharusnya menjadi teladan dalam menegakkan hukum. Di Jepang, korupsi politis telah begitu tersebar luas sehingga undang-undang baru harus dikeluarkan pada awal tahun 1990-an untuk memeranginya. Pada tahun 1992, presiden Brasil diturunkan atas tuduhan korupsi.

      Bukankah jelas bahwa perbuatan salah dari orang-orang dalam kedudukan yang berwenang, termasuk orang-tua, guru sekolah, dan pejabat penegak hukum, turut menyebabkan kegiatan kriminal di kalangan massa?

      Niat Baik Saja Tidak Cukup

      Kebanyakan orang sependapat bahwa pemerintah ingin memberantas kejahatan. Namun, seorang pejabat yang telah mengundurkan diri mengomentari mengenai negerinya, ”Terlalu sedikit upaya pemerintah untuk membuat aparat penegak keadilan bekerja dengan cepat dan efisien. Tidak ada cukup hakim, jadi segelintir hakim yang kita miliki bekerja terlalu berat. Pasukan polisi kekurangan tenaga dan perlengkapan. Adakalanya polisi tidak mendapat gaji pada waktunya, sehingga godaan menerima suap sangat kuat.”

      Majalah Italia, La Civiltà Cattolica, mengeluhkan ”ketidakmampuan Negara dalam menghadapi kejahatan terorganisasi” dan kemudian mengomentari, ”Komitmen di pihak lembaga penegak hukum dan sistem pengadilan dalam memerangi kejahatan memang diakui dan dihargai, tetapi tampak jelas bahwa kejahatan terorganisasi tidak terpengaruh sedikit pun; sebaliknya kekuatan dan kekuasaannya terus bertumbuh.”

      Niat baik pemerintah untuk memerangi kejahatan jelaslah tidak cukup. Anita Gradin, pejabat tinggi urusan imigrasi dan pengadilan di Eropa, dengan tepat mengamati, ”Kita membutuhkan metode kerja yang lebih baik dan lebih efektif untuk bekerja sama dalam memerangi penyelundupan dan perdagangan obat bius, penyelundupan manusia dan imigrasi ilegal, kejahatan terorganisasi, penipuan, dan korupsi.”

      Seberapa Besarkah Komitmen Pejabat Hukum?

      Beberapa orang mempertanyakan seberapa jauh sebenarnya komitmen kalangan berwenang dalam memerangi kejahatan. Mantan inspektur jenderal kepolisian di sebuah negara mengomentari bahwa semua orang, setidaknya di hadapan publik, ”mengutuk korupsi dan kejahatan ekonomi”. Namun, katanya, tidak ada seorang pun yang memiliki hasrat yang tulus untuk memberantas kejahatan dan korupsi. Semakin banyak orang​—termasuk pejabat hukum​—yang tampaknya memandang penyuapan, penipuan, dan pencurian sebagai cara-cara yang dapat diterima untuk maju.

      Fakta bahwa banyak orang ”yang melakukan kejahatan bebas sama sekali dari hukuman”, sebagaimana pernyataan seorang pejabat bea cukai, tidak diragukan merupakan salah satu alasan meningkatnya kejahatan. Misalnya, sebuah publikasi Rusia melaporkan tentang ”betapa mudahnya bagi para penjahat untuk lolos dari hukuman”. Publikasi itu menambahkan bahwa ini ”tampaknya mengilhami warga biasa untuk melakukan kejahatan yang paling brutal”. Ini persis seperti apa yang dinyatakan penulis Alkitab sekitar 3.000 tahun yang lalu, ”Oleh karena hukuman terhadap perbuatan jahat tidak segera dilaksanakan, maka hati manusia penuh niat untuk berbuat jahat.”​—Pengkhotbah 8:11.

      Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa perjuangan pemerintah melawan kejahatan sedang menuju ambang kekalahan. Surat kabar Jerman, Rheinischer Merkur, mengomentari, ”Ketakutan publik akan meningkatnya kejahatan dan kekerasan telah berurat-berakar dan tidak dapat diredakan oleh percekcokan biasa antar-partai-politik maupun oleh statistik yang memperlihatkan bahwa situasinya tidak seburuk yang terlihat.”

      Kejahatan bukannya tidak seburuk yang terlihat, kemungkinan besar justru sebaliknya. Namun, Anda bisa bersikap optimis. Suatu dunia yang bebas dari kejahatan semakin mendekat, dan Anda bisa hidup untuk menyaksikannya. Artikel berikut akan memperlihatkan mengapa kami mengatakannya demikian.

      [Catatan Kaki]

      a Skandal Watergate dinamakan demikian karena perkara itu dibawa ke perhatian publik oleh pembobolan sebuah gedung dengan nama tersebut. Skandal tersebut akhirnya menyebabkan Presiden AS, Richard Nixon, mengundurkan diri, dan beberapa penasihat utamanya dipenjarakan.

      [Blurb di hlm. 6]

      Banyak orang memandang kejahatan sebagai salah satu cara yang dapat diterima untuk maju

      [Kotak di hlm. 5]

      Bumi Penuh dengan Kekerasan

      BRASIL: ”Sebagai reaksi terhadap meningkatnya gelombang kekerasan, ratusan ribu orang memenuhi jalan-jalan di pusat kota [Rio de Janeiro], menyatakan rasa takut dan marah terhadap kejahatan yang telah menawan kota mereka.”​—International Herald Tribune.

      CINA: ”Para anggota geng kejahatan muncul kembali di Cina dan kejahatan utama tampaknya di luar kendali. . . . Para pakar dari Cina mengatakan bahwa jumlah geng dan ’perkumpulan rahasia’ bertambah lebih cepat daripada yang dapat dihitung oleh polisi.”​—The New York Times.

      JERMAN: ”Kesenjangan antara kesiapan untuk melakukan tindak kekerasan dan situasi yang mendorong seseorang untuk melakukannya telah kian sempit. Jadi, tidak mengherankan bahwa kekerasan telah menjadi peristiwa sehari-hari.”​—Rheinischer Merkur.

      INGGRIS RAYA: ”Ambang kejahatan telah meningkat dan terdapat peningkatan kecenderungan bahwa para pelanggar akan menggunakan kekerasan sebagai sarana pertama.”​—The Independent.

      IRLANDIA: ”Keluarga penjahat ala mafia telah berakar di kawasan kumuh kota Dublin dan daerah pinggiran kota yang lebih miskin di sebelah barat. Persenjataan geng-geng tersebut semakin baik.”​—The Economist.

      MEKSIKO: ”Kejahatan telah meningkat begitu pesat dalam waktu yang sedemikian singkat hingga tingkat yang menggegerkan.”​—The Wall Street Journal.

      NIGERIA: ”Unit keluarga, gereja, mesjid, sekolah, dan klub telah gagal dalam tugas mereka mencegah kaum muda terlibat dalam kejahatan, demikian menurut juru bicara kepolisian, Tn. Frank Odita.”​—Daily Champion.

      FILIPINA: ”Enam dari setiap sepuluh keluarga di Filipina mengaku merasa tidak aman di rumah mereka atau di jalan.”​—Asiaweek.

      RUSIA: ”Geng-geng ala mafia telah mengubah kota yang pada zaman Soviet adalah salah satu kota paling aman di dunia menjadi bagaikan kota kriminopolitan. . . . ’Selama 17 tahun saya berpatroli,’ kata letnan polisi Gennadi Groshikov, ’saya belum pernah menyaksikan begitu banyak kejahatan di Moskwa, maupun keganasan yang sama kejinya.’”​—Time.

      AFRIKA SELATAN: ”Kekerasan yang tak terbendung dan nyaris tak terkendali mengancam kita masing-masing, dan apa pun yang kita lakukan​—dan sesuatu yang radikal harus dilakukan.”​—The Star.

      TAIWAN: ”Di Taiwan . . . bertambahnya tingkat perampokan, penyerangan, dan pembunuhan telah merembet ke dalam masyarakat . . . Sebenarnya, tingkat kejahatan meningkat secara pasti dan dalam beberapa kasus melebihi tingkat kejahatan di negeri-negeri Barat.”​—The New York Times.

      AMERIKA SERIKAT: ”AS adalah bangsa yang paling penuh kekerasan dalam dunia negara maju. . . . Tidak ada negara maju lain yang tingkat kejahatannya setinggi AS.”​—Time.

  • Suatu Dunia yang Bebas dari Kejahatan Segera Tiba!
    Sedarlah!—1998 | 22 Februari
    • Suatu Dunia yang Bebas dari Kejahatan Segera Tiba!

      SEWAKTU kita melihat situasi dunia dewasa ini, tampak jelas bahwa pengaruh untuk melakukan apa yang buruk sangat sulit dihindari. Sesungguhnya, kita semua terlahir tidak sempurna, cenderung melakukan perkara-perkara yang buruk. (1 Raja 8:46; Ayub 14:4; Mazmur 51:7) Dan karena Setan si Iblis telah diusir dari surga, ia sedang mengerahkan upaya yang lebih keras daripada yang sudah-sudah untuk mendatangkan kesusahan.​—Penyingkapan 12:7-12.

      Konsekuensinya mengerikan. Misalnya, sebuah survei terhadap 4.000 anak di Skotlandia menyingkapkan bahwa dua pertiga dari anak-anak berusia antara 11 dan 15 tahun telah melakukan kejahatan. Sebuah survei di seluruh Inggris menunjukkan bahwa hampir sepertiga remaja tidak segan-segan untuk mengutil. Dan lebih dari setengah mengakui bahwa jika mereka mendapat uang kembali yang terlalu besar, mereka tidak akan mengembalikannya.

      Buku Lʹoccasione e lʹuomo ladro (Kesempatan dan Pencuri) dari Italia memberikan pemahaman sehubungan dengan mengapa orang-orang mencuri. Buku tersebut mengatakan bahwa para pencuri memiliki ”tingkat pengendalian diri yang rendah” dan bahwa mereka ”tidak sanggup menunda pemuasan diri”. Buku tersebut menambahkan bahwa sebagian besar pencuri bukanlah pencuri profesional tetapi sekadar ”oportunis yang tidak segan-segan untuk mengeksploitasi situasi”.

      Menarik, buku tersebut juga mengamati mengapa banyak orang ”menahan diri dari melanggar hukum”. Disimpulkan bahwa alasannya bukan karena mereka ”takut akan sanksi hukum tetapi karena mereka mempunyai nilai-nilai moral yang menghalangi mereka melakukannya”. Di mana orang-orang bisa belajar nilai-nilai moral yang patut seperti itu?

      Pendidikan yang Dibutuhkan

      Nah, perhatikan apa yang dipelajari dari banyak saluran komunikasi. Misalnya, pesan yang umumnya disampaikan melalui film dan televisi adalah bahwa kekerasan, perzinaan, dan perilaku yang sewenang-wenang merupakan hal yang dapat diterima. Jadi, tidak heran bila orang-orang memiliki tingkat pengendalian diri yang sedemikian rendahnya. Di pihak lain, Alkitab dengan bijaksana mengajarkan, ”Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”​—Amsal 16:32.

      Bila Anda memperhatikan propaganda dewasa ini, tidaklah mengejutkan bahwa banyak orang yang ”tidak sanggup menunda untuk mencapai kepuasan”. Berulang-kali, orang-orang mendengar, ”Beli sekarang, bayar belakangan.” ”Manjakan diri Anda.” ”Anda layak mendapat yang terbaik.” ”Utamakan diri sendiri.” Pelampiasan nafsu disajikan sebagai sesuatu yang wajar dan patut. Tetapi, pandangan yang berpusat pada diri sendiri semacam itu bertentangan dengan ajaran Alkitab mengenai ”menaruh perhatian, bukan dengan minat pribadi kepada persoalanmu sendiri saja, tetapi juga dengan minat pribadi kepada persoalan orang lain”.​—Filipi 2:4.

      Tidakkah Anda setuju bahwa sebagian besar orang yang tidak jujur tergolong oportunis? Sayang sekali, semakin banyak orang yang tidak segan-segan memanfaatkan situasi demi keuntungan diri sendiri. Mereka tidak mempersoalkan benar-tidaknya tindakan tertentu secara moral. Keprihatinan mereka hanyalah, ’Dapatkah saya luput dari hukuman nantinya?’

      Apa yang dibutuhkan? Seperti yang dicatat di atas, dibutuhkan nilai-nilai moral. Ini akan mengurungkan niat orang-orang dari melakukan tindak kejahatan, dari bersikap tidak peduli terhadap kesucian kehidupan, dari melanggar kesucian perkawinan, dari melangkahi batas-batas perilaku yang patut, dan dari melanggar hak-hak orang lain. Orang-orang yang tidak mempelajari nilai-nilai semacam itu, sebagaimana dikatakan Alkitab, ”telah melampaui semua batas perasaan moral”. (Efesus 4:19) Perilaku kriminal dari orang-orang yang tidak saleh semacam itulah yang mencegah kita menikmati suatu dunia yang bebas kejahatan.

      Cara Suatu Dunia Baru Akan Datang

      Tentu saja, banyak orang berupaya sebaik-baiknya untuk bersikap jujur, memperlakukan sesama mereka dengan respek dan timbang rasa, dan menahan diri dari melakukan tindakan yang tidak selaras dengan hukum. Tetapi, adalah tidak masuk akal untuk berpikir bahwa semua orang di dunia akan membuat upaya ini. Banyak orang yang tidak akan melakukannya, sama seperti sebagian besar orang yang hidup pada zaman pria yang adil-benar, Nuh, tidak bersedia melakukan apa yang benar. Dalam dunia yang penuh dengan kekerasan itu, hanya Nuh dan keluarganya yang menahan diri dari tingkah laku tidak saleh, dengan demikian mendapatkan perkenan Allah. Dengan melenyapkan orang-orang yang tidak saleh dalam Air Bah seluas dunia, Pencipta kita mendatangkan suatu dunia yang bebas dari kejahatan untuk sementara waktu.

      Penting untuk mengingat bahwa kisah Alkitab mengenai Air Bah dan pembinasaan orang-orang yang tidak saleh lebih daripada sekadar kisah yang menarik. Yesus Kristus menjelaskan, ”Sama seperti yang terjadi pada hari-hari Nuh, demikian juga kelak pada hari-hari Putra manusia.” (Lukas 17:26; 2 Petrus 2:5; 3:5-7) Sama seperti Allah menghancurkan dunia yang penuh dengan kekerasan sebelum Air Bah itu, Ia juga akan menghancurkan dunia yang penuh dengan kejahatan ini.

      Kita memiliki fakta berikut yang berdasarkan wewenang yang dapat dipercaya, sebagaimana dinyatakan oleh rasul yang dikasihi Yesus, Yohanes, ”Dunia ini sedang berlalu dan demikian pula keinginannya, tetapi dia yang melakukan kehendak Allah tetap selama-lamanya.” (1 Yohanes 2:17) Akhir dunia ini akan membuka jalan bagi suatu dunia baru yang di dalamnya, kata Alkitab, ”[Allah] akan diam bersama [umat manusia], dan mereka akan menjadi umatnya. Dan Allah sendiri akan ada bersama mereka. Dan ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan kematian tidak akan ada lagi, juga tidak akan ada lagi perkabungan atau jeritan atau rasa sakit.”​—Penyingkapan 21:3, 4.

      Sewaktu melukiskan bagaimana dunia baru itu akan datang, Alkitab juga mengatakan, ”Tetapi orang fasik akan dipunahkan dari tanah itu, dan pengkhianat akan dibuang dari situ.” (Amsal 2:22) Karena orang-orang jujur saja yang masih ada di bumi, nubuat Alkitab ini akan tergenap, ”Orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah.”​—Mazmur 37:11.

      Dalam dunia baru Allah, bahkan binatang akan meninggalkan kekerasan. Alkitab menubuatkan, ”Serigala akan tinggal bersama domba, dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya. . . . Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya.”​—Yesaya 11:6-9; 65:17; 2 Petrus 3:13.

      Dunia Baru Allah Sudah Dekat

      Kabar baiknya adalah bahwa kondisi penuh damai semacam itu akan segera terwujud di seluas bumi. Mengapa kita dapat merasa sedemikian pasti? Karena apa yang Yesus nubuatkan akan terjadi tepat sebelum akhir dunia ini. Antara lain, ia menubuatkan, ”Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan, dan akan ada kekurangan makanan dan gempa-gempa bumi dari satu tempat ke tempat lain.” Ia menambahkan, ”Oleh karena bertambahnya pelanggaran hukum, kasih kebanyakan orang akan mendingin.”​—Matius 24:7, 12.

      Seorang rasul dari Yesus juga menubuatkan, ”Pada hari-hari terakhir [dari dunia ini] akan tiba masa kritis yang sulit dihadapi. Karena orang-orang akan menjadi pencinta diri sendiri, pencinta uang, congkak, angkuh, penghujah, tidak taat kepada orang-tua, tidak berterima kasih, tidak loyal, tidak memiliki kasih sayang alami, . . . tanpa pengendalian diri, garang, tanpa kasih akan kebaikan, . . . pencinta kesenangan sebaliknya daripada pencinta Allah.” (2 Timotius 3:1-5) Tidak diragukan, kita sedang hidup pada ”hari-hari terakhir” dari dunia ini! Oleh karena itu, dunia ini akan segera digantikan dengan dunia baru Allah yang adil-benar!

      Pengajaran Alkitab telah meyakinkan jutaan orang bahwa suatu dunia tanpa kejahatan adalah mungkin, dan mereka bertindak selaras dengan undangan untuk diajar menurut jalan-jalan dari Pencipta kita, Allah Yehuwa. (Yesaya 2:3) Inginkah Anda bergabung bersama mereka? Apakah Anda siap mengadakan upaya guna mendapatkan kehidupan dalam suatu dunia yang bebas kejahatan?

      Yesus memperlihatkan apa yang pertama-tama dibutuhkan. Ia menjelaskan, ”Ini berarti kehidupan abadi, bahwa mereka terus memperoleh pengetahuan mengenai dirimu, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenai pribadi yang engkau utus, Yesus Kristus.” Jadi, kesejahteraan abadi Anda bergantung pada mempelajari Firman Allah dan bertindak selaras dengan apa yang Anda pelajari.​—Yohanes 17:3.

      [Gambar di hlm. 8, 9]

      Alkitab melukiskan suatu dunia yang bebas dari kejahatan dan memberitahukan bagaimana kita dapat menikmatinya

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan