PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Seorang Anak Bernama Miskin
    Sedarlah!—1998 | 8 Juni
    • Seorang Anak Bernama Miskin

      DI SEBUAH desa kecil di Afrika, seorang pria bernama Okot dan istrinya, Matina, bersukacita atas lahirnya anak pertama mereka, seorang anak perempuan. Sanak saudara dan handai taulan mengadakan perjalanan ke desa itu untuk membawakan hadiah dan menyatakan harapan mereka agar anak tersebut panjang umur dan berbahagia.

      Pasangan suami-istri itu hidup susah dan miskin. Mereka menggarap sebidang kecil lahan, dan rumah mereka, tempat Matina melahirkan, terbuat dari lumpur kering dan beratapkan lalang. Mereka bertekad untuk bekerja keras agar anak sulung mereka dapat hidup lebih senang, tidak seperti yang dialami orang-tuanya. Untuk mengingatkan diri akan cita-cita ini, mereka menamai putri mereka Acan, yang berarti ”Saya Miskin”.

      Apa masa depan yang terbentang bagi Acan? Jika kehidupannya mengikuti pola dari banyak orang di negerinya, barangkali ia tidak akan pernah belajar membaca dan menulis. Sewaktu ia dewasa, seandainya ia berhasil memperoleh pekerjaan, ia mungkin memperoleh hanya sekitar 190 dolar AS per tahun. Dan di negerinya, harapan hidup hanya 42 tahun.

      Keadaan Acan yang menyedihkan bukan hal unik. Dari hampir 6 miliar manusia di bumi, sekitar 1,3 miliar berpenghasilan kurang dari 370 dolar AS per tahun. Penghasilan rata-rata di negara-negara kaya adalah 21.598 dolar AS. Orang miskin yang sudah sedemikian banyaknya itu meningkat sebanyak 67.000 jiwa setiap hari, sekitar 25 juta jiwa setiap tahun. Sebagian besar tinggal di negara-negara berkembang​—di Afrika, Amerika Latin, dan Asia. Tetapi, bahkan di negara-negara kaya, terdapat kawasan-kawasan kecil yang melarat. Dan 7 dari 10 orang miskin di dunia adalah wanita.

      Sebagian besar orang tidak pernah lolos dari belenggu kemiskinan. Kondisi ini mempersulit mereka dalam memenuhi kebutuhan yang paling dasar​—pangan, sandang, dan papan. Ini dapat merampas kebebasan, harga diri, pendidikan, dan kesehatan yang baik dari mereka. Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan, ”Kemiskinan mengayunkan pengaruhnya yang destruktif pada setiap tahap kehidupan manusia, sejak dalam kandungan hingga ke liang kubur. Kemiskinan berkomplot dengan penyakit yang paling mematikan dan menyakitkan untuk mendatangkan kemalangan bagi semua orang yang menderita kemiskinan.”

      Tetapi, bukankah standar hidup di negara-negara berkembang sedang meningkat? Bagi beberapa orang, ya. Bagi banyak yang lain, tidak. Majalah pembangunan manusia, Choices, melukiskan konsep ”si miskin sedang mengejar ketinggalan” sebagai ’mitos yang berbahaya’. Sebaliknya, ia menyatakan, ”Kita hidup dalam dunia yang dalam kenyataannya telah semakin terbagi secara ekonomi, baik antarnegara maupun di dalam negara.”

      Apakah kemiskinan akan merongrong umat manusia selama-lamanya? Dalam dua artikel berikut, Sedarlah! memeriksa subjek yang kompleks ini dan memperlihatkan apa yang akan menjadi solusinya.

  • Terpenjara Kemiskinan
    Sedarlah!—1998 | 8 Juni
    • Terpenjara Kemiskinan

      PADA tahun 33 M, Yesus Kristus mengatakan kepada murid-muridnya, ”Orang miskin selalu ada bersamamu.” (Matius 26:11) Apa sebenarnya yang ia maksudkan? Apakah ia mengatakan bahwa kemiskinan tidak akan pernah teratasi?

      James Speth, administrator Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), menyatakan, ”Kita tidak dapat menerima bahwa [kemiskinan] akan selalu bersama kita. Dunia modern memiliki sumber daya, teknologi, dan keahlian untuk menyingkirkan kemiskinan, menjadikannya lembaran sejarah yang telah berlalu.” Tetapi, dapatkah dunia modern memberantas kemiskinan?

      Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa jelas berharap agar upaya-upaya manusia dapat menyingkirkan kemiskinan, karena ia mengumumkan tahun 1997 hingga tahun 2006 sebagai ”Dekade Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengentasan Kemiskinan” yang pertama. PBB hendak bekerja sama dengan pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga guna memperkuat pembangunan ekonomi, meningkatkan akses untuk memperoleh sarana-sarana dasar, meningkatkan status wanita, dan menghasilkan pemasukan serta lapangan kerja.

      Benar-benar tujuan yang luhur! Tetapi, apakah masyarakat dunia akan pernah mencapainya? Perhatikan beberapa kendala yang menghalangi pengentasan kemiskinan melalui upaya-upaya manusia.

      Kelaparan dan Kekurangan Gizi

      Ayembe, yang tinggal di Zaire, memiliki 15 anggota keluarga yang bergantung padanya. Kadang-kadang, keluarga itu mampu makan sekali sehari​—bubur jagung yang diberi daun singkong, garam, dan gula sebagai perasa. Kadang-kadang, mereka tidak punya apa-apa untuk dimakan selama dua atau tiga hari. ”Saya menunggu sampai anak-anak menangis minta makan baru saya memasak,” kata Ayembe.

      Situasi mereka bukan hal yang ganjil. Di negara-negara berkembang, 1 dari 5 orang tidur dengan perut kosong setiap malam. Di seluas dunia, sekitar 800 juta​—200 juta orang dari antaranya adalah anak-anak​—mengalami kekurangan gizi yang kronis. Anak-anak ini tidak tumbuh secara normal; mereka sakit-sakitan. Di sekolah, prestasi mereka buruk. Setelah dewasa, mereka menderita konsekuensi dari hal-hal ini. Dengan demikian, kemiskinan sering kali mengarah pada kekurangan gizi, yang selanjutnya turut menyebabkan kemiskinan.

      Sedemikian besarnya skala kemiskinan, kelaparan, dan kekurangan gizi yang ada sehingga menggagalkan upaya-upaya politik, ekonomi, dan sosial untuk mengentaskannya. Sesungguhnya, situasi bukannya membaik melainkan memburuk.

      Kesehatan yang Buruk

      Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kemiskinan adalah ”penyakit paling mematikan di dunia” dan ”penyebab tunggal utama yang mendasar dari kematian, penyakit, dan penderitaan”.

      Buku An Urbanizing World: Global Report on Human Settlements, 1996 mengomentari bahwa sekurang-kurangnya 600 juta orang di Amerika Latin, Asia, dan Afrika tinggal di perumahan yang sedemikian buruknya​—tanpa air, sanitasi, dan drainase (pelimbahan) yang memadai​—sehingga kehidupan dan kesehatan mereka senantiasa terancam. Di seluas dunia, lebih dari satu miliar orang tidak memiliki air bersih. Ratusan juta orang tidak mampu mendapatkan menu makanan yang seimbang. Semua faktor ini menyulitkan orang-orang miskin untuk mencegah penyakit.

      Sering kali, orang-orang miskin juga tidak sanggup mengobati penyakit. Sewaktu orang miskin jatuh sakit, mereka mungkin tidak mampu membayar obat atau perawatan medis yang tepat. Orang miskin mati muda; yang bertahan hidup boleh jadi hidup mengidap penyakit kronis.

      Zahida, seorang penjaja di pasar di Maladewa, mengatakan, ”Kemiskinan mengakibatkan kesehatan yang buruk, yang membuat kami tidak sanggup bekerja.” Tentu saja, tidak adanya pekerjaan memperburuk kemiskinan. Akibatnya adalah siklus yang kejam dan mematikan yang di dalamnya kemiskinan dan penyakit saling menunjang.

      Pengangguran dan Upah yang Rendah

      Aspek kemiskinan lain adalah pengangguran. Secara global, sekitar 120 juta orang yang dapat bekerja tidak sanggup memperoleh pekerjaan. Sementara itu, sekitar 700 juta orang lain sering kali memiliki jam kerja yang panjang dengan bayaran yang terlalu rendah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

      Rudeen adalah tukang becak di Kamboja. Ia mengatakan, ”Bagi saya, kemiskinan berarti saya harus bekerja lebih dari 18 jam per hari, tetapi itu pun belum cukup untuk memberi makan saya, istri, dan kedua anak saya.”

      Perusakan Lingkungan

      Kemiskinan berkaitan erat dengan degradasi lingkungan. Elsa, seorang peneliti di Guyana, Amerika Selatan, mengamati, ”Kemiskinan berarti perusakan alam: hutan, tanah, binatang, sungai, dan danau.” Inilah siklus tragis yang lain​—kemiskinan mengarah pada perusakan lingkungan, yang mengakibatkan terus meningkatnya kemiskinan.

      Menggarap lahan pertanian hingga tandus atau digunakan untuk tujuan lain adalah praktek yang sudah berabad-abad usianya. Demikian pula halnya dengan penggundulan hutan​—menebang hutan untuk diambil kayunya atau dijadikan bahan bakar atau untuk menanam palawija. Karena bertambahnya jumlah orang di bumi, situasinya telah mencapai proporsi yang kritis.

      Menurut Dana Internasional untuk Pembangunan Agraris, selama 30 tahun terakhir, hampir 20 persen lapisan humus dari lahan pertanian dunia telah lenyap, sebagian besar karena kurangnya dana maupun teknologi yang dibutuhkan untuk melaksanakan langkah-langkah konservasi. Selama periode yang sama, jutaan hektar telah menjadi lahan tandus akibat sistem irigasi yang tidak dibangun dan dipelihara dengan tepat. Dan, jutaan hektar hutan ditebang setiap tahun guna mengosongkan lahan untuk menanam palawija atau untuk memperoleh kayu gelondongan atau bahan bakar.

      Perusakan ini berkaitan dengan kemiskinan dalam dua segi. Pertama, orang miskin sering kali terpaksa mengeksploitasi lingkungan karena kebutuhan akan makanan dan bahan bakar. Bagaimana mungkin kita dapat bicara soal pembangunan yang tidak merusak lingkungan atau kesejahteraan generasi masa depan kepada orang-orang yang lapar dan miskin, serta yang terpaksa merusak sumber daya alam demi menyambung hidupnya sekarang? Kedua, orang kaya sering kali mengeksploitasi sumber daya lingkungan milik orang miskin demi mendapat keuntungan. Jadi, perusakan sumber daya alam oleh orang kaya dan miskin meningkatkan kemiskinan.

      Pendidikan

      Alicia, seorang pekerja sosial kota di Filipina, menyatakan, ”Kemiskinan membuat seorang wanita terpaksa menyuruh anak-anaknya mengemis di jalan, bukannya ke sekolah, karena kalau tidak demikian, tidak ada makanan. Sang ibu tahu bahwa ia sedang mengulangi siklus yang memerangkap dia, tetapi tidak ada jalan keluar yang tampak olehnya.”

      Sekitar 500 juta anak tidak punya tempat untuk bersekolah. Satu miliar orang dewasa kurang cakap membaca dan menulis. Tanpa pendidikan, sukar untuk memperoleh pekerjaan yang bagus. Jadi, kemiskinan mengarah pada tidak adanya pendidikan, yang mengarah pada lebih banyak kemiskinan.

      Perumahan

      Tidak adanya perumahan terjadi di negara-negara miskin, dan bahkan di beberapa negara kaya. Sebuah laporan mengatakan bahwa hampir seperempat juta penduduk New York City tinggal di tempat pengungsian bagi para tunawisma selama beberapa waktu dalam lima tahun terakhir. Eropa juga memiliki orang miskin. Di London, sekitar 400.000 orang terdaftar sebagai tunawisma. Di Prancis, setengah juta orang tidak memiliki rumah.

      Di mana-mana di negara-negara berkembang, situasinya lebih buruk. Orang berduyun-duyun ke kota, terpikat oleh impian akan makanan, pekerjaan, dan kehidupan yang lebih baik. Di beberapa kota, lebih dari 60 persen populasinya tinggal di daerah kumuh. Dengan demikian, kemiskinan di pedesaan menyebabkan kemiskinan di kota.

      Populasi

      Yang memperhebat semua problem ini adalah pertumbuhan populasi. Populasi dunia telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 45 tahun terakhir. Perserikatan Bangsa-Bangsa memprakirakan bahwa angkanya akan membengkak hingga 6,2 miliar orang pada tahun 2000 dan hingga 9,8 miliar orang pada tahun 2050. Daerah-daerah termiskin di dunia memiliki tingkat pertumbuhan populasi tertinggi. Dari sekitar 90 juta bayi yang lahir pada tahun 1995, 85 juta lahir di negeri-negeri yang paling tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka.

      Percayakah Anda bahwa umat manusia mendadak sontak akan bahu-membahu memberantas kemiskinan untuk selama-lamanya dengan menuntaskan problem kelaparan, penyakit, pengangguran, perusakan lingkungan, tidak adanya pendidikan, perumahan yang buruk, dan perang? Kemungkinan tidak.

      Apakah itu berarti bahwa situasinya tidak ada harapan? Tidak, karena solusinya sudah cukup dekat dan pasti akan tiba. Tetapi, bukan dengan upaya manusia. Kalau begitu, bagaimana? Dan bagaimana dengan kata-kata Yesus sewaktu ia mengatakan, ”Orang miskin selalu ada bersamamu”?

      [Kotak di hlm. 7]

      Yang Termiskin dari yang Miskin

      Pada tahun 1971, frase ”negara yang paling kurang berkembang” diciptakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melukiskan ”yang termiskin dan terlemah ekonominya dari negara-negara berkembang”. Pada saat itu, ada 21 negara semacam itu. Kini, jumlahnya 48 negara, 33 darinya berada di Afrika.

      [Gambar di hlm. 5]

      Jutaan orang memiliki jam kerja yang panjang dengan bayaran yang kecil

      [Keterangan]

      Godo-Foto

      [Gambar di hlm. 6]

      Kemewahan dan kemiskinan berjalan berdampingan

      [Gambar di hlm. 7]

      Jutaan orang tinggal di bangunan yang tidak memenuhi syarat

  • Akhir Kemiskinan Sudah Dekat
    Sedarlah!—1998 | 8 Juni
    • Akhir Kemiskinan Sudah Dekat

      APA yang Yesus maksudkan sewaktu ia mengatakan, ”Orang miskin selalu ada bersamamu?” (Matius 26:11) Apakah ia memaksudkan bahwa kemiskinan akan ada selama-lamanya, tanpa solusi apa pun?

      Yesus tahu bahwa sepanjang sistem pemerintahan manusia sekarang masih ada, kemiskinan akan selalu ada. Ia tahu bahwa kemiskinan tidak akan diberantas secara permanen oleh pemerintah manusia dalam bentuk apa pun atau sistem ekonomi atau sosial apa pun. Dan, catatan sejarah meneguhkan hal ini.

      Sepanjang ribuan tahun sejarah manusia, setiap jenis pemerintahan dan setiap jenis sistem ekonomi dan sosial telah dicoba, namun kita masih saja mengalami kemiskinan. Sesungguhnya, terlepas dari kemajuan di bidang-bidang seperti sains, industri, dan kedokteran, fakta yang tidak dapat dibantah adalah bahwa di seluruh dunia jumlah orang yang terperangkap dalam kemiskinan terus meningkat.

      Yesus benar-benar menyadari banyak faktor yang mengakibatkan kemiskinan, seperti bala kelaparan, kemarau, penyerbuan oleh bala tentara musuh, pemerintah yang buruk, ekonomi yang salah urus, penindasan orang miskin dan lemah oleh orang kaya dan berkuasa, kecelakaan dan penyakit, serta kematian suami-suami yang meninggalkan anak-anak yatim dan janda-janda yang jatuh miskin. Selain itu, ia tahu bahwa orang-orang dapat mendatangkan kemiskinan atas diri mereka dan keluarga sendiri melalui kebiasaan-kebiasaan buruk seperti kemalasan, pemabukan, perjudian, dan kecanduan obat bius.

      Jadi, sewaktu Yesus mengatakan bahwa ”orang miskin selalu ada bersamamu”, ia memaksudkan bahwa pemberantasan kemiskinan berada di luar kemampuan lembaga-lembaga dunia ini. Ia memaksudkan bahwa sepanjang sistem pemerintahan manusia dewasa ini masih ada, orang miskin akan selalu ada.

      Meskipun problem kemiskinan merupakan problem yang sudah ada sejak zaman purba, kita hendaknya tidak menyimpulkan bahwa Yesus maupun Bapak surgawinya tidak berperasaan terhadap orang miskin. Dari kata-kata Yesus kita juga hendaknya tidak menyimpulkan bahwa kemiskinan tidak akan pernah berakhir. Hal ini jelas dari apa yang Alkitab katakan mengenai perkara tersebut.

      Kemiskinan dan Hukum Musa

      Misalnya, perhatikan Hukum yang Allah berikan kepada bangsa Israel purba melalui Musa. Salah satu ketetapan Hukum adalah bahwa setiap keluarga Israel diberi warisan berupa tanah di Kanaan. (Ulangan 11:​8-15; 19:14) Satu-satunya pengecualian adalah suku Lewi, yang tidak menerima bagian. Sebaliknya, mengingat pekerjaan khusus mereka di bait, mereka ditunjang dengan menerima persepuluhan dari hasil negeri itu.​—Bilangan 18:20, 21, 24.

      Selain itu, hukum mengenai warisan di bawah Hukum Musa menjamin bahwa tanah akan terus dipegang oleh keluarga atau suku yang kepadanya tanah itu telah diberikan. (Bilangan 27:8-11) Bahkan, jika seseorang menjual tanahnya, itu hanya menjadi milik sementara dari pemilik yang baru. Pada waktunya, tanah itu akan dikembalikan kepada keluarga dari orang yang menjualnya.

      Bagi orang-orang yang menjadi miskin karena berbagai alasan, seperti salah mengurus tanah mereka atau menghamburkan sumber daya mereka, Hukum menjamin hak memungut apa yang tertinggal di ladang, kebun buah-buahan, dan kebun anggur orang lain. (Imamat 23:22) Selain itu, orang Israel yang kekurangan dapat meminjam uang tanpa harus membayar bunga. Sebenarnya, semangat kemurahan hati hendaknya diperlihatkan terhadap orang miskin.​—Keluaran 22:25.

      Yesus Peduli Akan Orang Miskin

      Berabad-abad kemudian sewaktu Yesus datang ke bumi, ia terus memperlihatkan semangat kemurahan hati yang telah ia pelajari dari Bapaknya, Yehuwa. Yesus memiliki perhatian pribadi terhadap orang-orang yang miskin secara materi. Ia dan murid-muridnya memiliki dana bersama yang darinya mereka berikan kepada orang Israel yang kekurangan.​—Yohanes 12:5-8.

      Setelah kematian Yesus, perhatian yang sama terhadap orang miskin diperlihatkan oleh orang-orang Kristen sewaktu mereka menyediakan bantuan materi khususnya kepada saudara-saudari rohani mereka yang lebih miskin. (Roma 15:26) Orang-orang Kristen sejati dewasa ini memperlihatkan perhatian pengasih yang sama satu sama lain.

      Tentu saja, meskipun menyatakan keibaan hati terhadap korban dari kondisi yang menindas, Alkitab menegur orang-orang yang karena kemalasan, seolah-olah ”memakan dagingnya sendiri”. (Pengkhotbah 4:1, 5) Rasul Paulus menulis, ”Jika seseorang tidak mau bekerja, biarlah ia juga tidak makan.” (2 Tesalonika 3:10) Demikian pula, orang-orang yang menghamburkan dana untuk kebiasaan-kebiasaan seperti kecanduan obat bius, tembakau, atau alkohol dapat jatuh ke dalam kemiskinan. Ini adalah akibat dari tindakan buruk mereka sendiri; mereka sebenarnya ’menuai apa yang telah mereka tabur’.—Galatia 6:7.

      Jaminan Kini

      Alkitab memperlihatkan bahwa Allah memiliki minat khusus atas kondisi orang-orang yang berupaya melakukan kehendak-Nya. Misalnya, di Mazmur 37:25, Daud menyatakan, ”Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti.” Orang-orang yang cenderung pada keadilbenaran tidak dijanjikan kekayaan, tetapi ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan memastikan bahwa mereka memiliki persediaan materi yang cukup untuk menyambung hidup. Dan ayat 28 dari mazmur yang sama menyatakan, ”TUHAN mencintai hukum, dan Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya [”orang-orangnya yang loyal”, NW].”

      Yesus melakukan lebih daripada memperlihatkan perhatian terhadap orang miskin dengan membantu mereka secara materi sewaktu ia hidup di bumi. Ia meyakinkan mereka bahwa selama mereka berupaya melakukan kehendak Allah, Allah akan memastikan agar setidaknya kebutuhan minimum mereka tersedia, sekarang maupun di masa depan. Yesus mengatakan sebagai berikut:

      ”Amati dengan saksama burung di langit, karena mereka tidak menabur benih atau menuai atau mengumpulkan ke dalam gudang-gudang; namun Bapak surgawimu tetap memberi mereka makan. Bukankah kamu lebih bernilai daripada mereka? . . . Juga, mengenai soal pakaian, mengapa kamu khawatir? Ambillah pelajaran dari bunga lili di ladang, bagaimana mereka tumbuh; mereka tidak berjerih lelah dan mereka juga tidak memintal; namun aku mengatakan kepadamu bahwa bahkan Salomo dalam segala kemuliaannya tidak berpakaian seperti salah satu dari mereka ini. Jika Allah secara demikian membajui tumbuh-tumbuhan di ladang, yang ada di sini hari ini dan besok dilemparkan ke dalam oven, bukankah ia terlebih lagi akan membajui kamu, kamu yang imannya kecil? Maka, jangan sekali-kali khawatir dan mengatakan, ’Apa yang akan kami makan?’ atau, ’Apa yang akan kami minum?’ atau, ’Apa yang akan kami kenakan?’ . . . Sebab Bapak surgawimu tahu kamu membutuhkan semua perkara ini.”​—Matius 6:26-32.

      Yesus menyimpulkan dengan mendesak para pengikutnya, ”Maka, teruslah cari dahulu kerajaan [Allah] dan keadilbenarannya, dan semua perkara yang lain ini akan ditambahkan kepadamu.” (Matius 6:33) Sungguh anjuran yang bagus bagi orang-orang yang miskin tetapi yang berupaya melakukan kehendak Allah! Perhatikan juga, Yesus memperlihatkan bahwa Kerajaan Allah harus menjadi perkara terpenting dalam kehidupan para pengikutnya. Yesus tahu bahwa sewaktu Kerajaan surgawi Allah mengambil kendali penuh atas seluruh bumi, pada waktu itulah​—dan hanya pada waktu itu—​kemiskinan akan dientaskan.

      Tidak Bersama Kita Selama-lamanya

      Oleh karena itu, Yesus memberikan harapan yang menakjubkan untuk masa depan. Jadi, sewaktu ia mengatakan ”orang miskin selalu ada bersamamu”, ia sedang merujuk pada kehidupan di bawah sistem pemerintahan manusia dewasa ini. Ia tidak memaksudkan kehidupan di masa depan di bawah pemerintahan Kerajaan surgawi Allah. Alkitab menubuatkan, ”Bukan untuk seterusnya orang miskin dilupakan, bukan untuk selamanya hilang harapan orang sengsara.” (Mazmur 9:19) Dan sebagai Raja dari Kerajaan Allah, Kristus Yesus tidak akan mentoleransi siapa pun yang mencoba memanfaatkan dan menindas orang lain.

      Yesus menjadikan pemerintahan Kerajaan surgawi Allah sebagai tema inti dari pengajarannya. (Matius 4:17) Di bawah pemerintahan Kerajaan, kondisi di atas bumi akan mencerminkan kondisi di surga. Itulah sebabnya ia mengajar para pengikutnya untuk berdoa kepada Allah, ”Biarlah kerajaanmu datang. Biarlah kehendakmu terjadi, seperti di surga, demikian pula di atas bumi.”​—Matius 6:10.

      Bagaimana itu akan terjadi? Maksud-tujuan Allah adalah untuk memusnahkan segenap sistem pemerintahan manusia dewasa ini dari bumi dan menggantikannya dengan pemerintahan dari Kerajaan surgawi-Nya. Nubuat di Daniel 2:44 menyatakan, ”Pada zaman raja-raja [yang ada sekarang], Allah semesta langit akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada bangsa lain [tidak ada pemerintahan manusia lagi]: kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan [yang ada sekarang] dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya.”

      Pada waktu itu, dalam dunia baru di bawah pemerintahan Kerajaan Allah, seluruh bumi akan diubah menjadi firdaus yang berkelimpahan, tanpa sisa-sisa kemiskinan apa pun. Perhatikan beberapa nubuat Alkitab mengenai kondisi yang akan ada pada waktu itu:

      ”TUHAN semesta alam akan menyediakan . . . bagi segala bangsa-bangsa . . . suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar, masakan yang bergemuk dan bersumsum.” (Yesaya 25:6) ”Biarlah tanaman gandum berlimpah-limpah di negeri, bergelombang di puncak pegunungan.” (Mazmur 72:16) ”Itu adalah hujan yang membawa berkat. Pohon-pohon di ladang akan memberi buahnya dan tanah itu akan memberi hasilnya. Mereka akan hidup aman tenteram di tanahnya.” (Yehezkiel 34:26, 27) ”Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita.” (Mazmur 67:7) ”Padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga.”​—Yesaya 35:1.

      Selain itu, Mikha 4:4 menjanjikan, ”Mereka masing-masing akan duduk di bawah pohon anggurnya dan di bawah pohon aranya dengan tidak ada yang mengejutkan.” Semua orang akan memiliki rumah sendiri, ”Mereka akan mendirikan rumah-rumah dan mendiaminya juga . . . Mereka tidak akan mendirikan sesuatu, supaya orang lain mendiaminya.” (Yesaya 65:21, 22) Tidak heran, Yesus dapat berjanji kepada orang-orang yang mempercayai ajarannya, ”Engkau akan bersamaku di Firdaus”!​—Lukas 23:43.

      Ya, Firman terilham dari Allah sendiri dengan jelas mengajarkan bahwa kemiskinan akan sepenuhnya berakhir. Dan waktu itu sedang mendekat, karena nubuat-nubuat Alkitab memperlihatkan bahwa dunia ini sekarang berada pada ”hari-hari terakhir”-nya, mengalami ”masa kritis yang sulit dihadapi”. (2 Timotius 3:1-5, 13) Tak lama lagi, sistem perkara dewasa ini akan disingkirkan untuk selama-lamanya dan kemiskinan akan dientaskan secara permanen—bukan melalui upaya manusia melainkan melalui campur tangan ilahi. Sang Raja Yesus Kristus ”akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin”.​—Mazmur 72:12, 13.

      [Gambar di hlm. 8, 9]

      Dalam dunia baru Allah, akan ada perumahan yang bagus dan makanan berlimpah bagi semua orang

      [Gambar di hlm. 10]

      Dalam dunia baru, tidak akan pernah ada anak-anak yang kelaparan

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan