-
Bagaimana Asal Mula Kehidupan?Apakah Ada Pencipta yang Mempedulikan Anda?
-
-
Pasal Tiga
Bagaimana Asal Mula Kehidupan?
BUMI kita penuh dengan kehidupan. Dari Kutub Utara yang bersalju sampai ke hutan hujan tropis Amazon, dari Gurun Sahara sampai ke rawa Everglades, dari dasar lautan yang gelap sampai ke puncak-puncak gunung yang cemerlang—di mana-mana ada kehidupan. Dan kehidupan sarat dengan potensi yang akan membuat kita takjub.
Kehidupan ada dalam berbagai jenis, ukuran, dan kuantitas yang tidak terbayangkan. Satu juta spesies serangga mendengung-dengung dan menggeliat-geliat di planet kita. Dalam perairan di sekitar kita, lebih dari 20.000 spesies ikan berenang—ada yang sekecil butiran beras, yang lain sepanjang truk. Sedikit-dikitnya 350.000 spesies tanaman—ada yang aneh, namun kebanyakan mengagumkan—menghiasi tanah. Dan lebih dari 9.000 spesies burung terbang di angkasa. Makhluk-makhluk ini, termasuk manusia, membentuk panorama dan simfoni yang kita sebut sebagai kehidupan.
Namun, yang lebih menakjubkan daripada variasi yang menyenangkan di sekitar kita adalah kesatuan yang sangat hebat yang mengaitkan mereka. Para ahli biokimia, yang dengan saksama meneliti makhluk-makhluk di bumi, menjelaskan bahwa semua makhluk hidup—entah itu amuba atau manusia—bergantung pada suatu interaksi yang luar biasa: kerja sama antara asam nukleat (ADN dan ARN) dan molekul protein. Proses pelik yang melibatkan komponen-komponen ini terjadi dalam hampir semua sel tubuh kita, sebagaimana dalam sel burung kolibri, singa, dan ikan paus. Interaksi yang seragam ini menghasilkan suatu mosaik kehidupan yang indah. Bagaimana munculnya kehidupan yang sedemikian harmonis? Sebenarnya, bagaimana asal mula kehidupan?
Kemungkinan Anda setuju bahwa dahulu pernah tidak ada kehidupan di bumi. Gagasan ilmiah, maupun banyak buku agama menyetujui hal ini. Namun, Anda mungkin sadar bahwa dua sumber tersebut—sains dan agama—tidak sepakat dalam menjelaskan bagaimana kehidupan mulai di bumi.
Jutaan orang dari segala tingkat pendidikan percaya bahwa Pencipta yang cerdas, Perancang yang semula, menghasilkan kehidupan di bumi. Sebaliknya, banyak ilmuwan mengatakan bahwa kehidupan muncul dari benda mati, secara bertahap melewati berbagai reaksi kimia, semata-mata secara kebetulan. Mana yang benar?
Kita hendaknya tidak berpikir bahwa masalah ini tidak ada sangkut-pautnya dengan kita atau dengan pencarian kita akan kehidupan yang lebih bermakna. Seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya, salah satu pertanyaan paling fundamental yang jawabannya dicari oleh manusia adalah: Dari mana kita sebagai makhluk hidup berasal?
Kebanyakan mata kuliah sains berfokus pada adaptasi dan kelangsungan hidup beberapa bentuk kehidupan sebaliknya daripada pertanyaan yang lebih utama tentang asal mula kehidupan. Anda mungkin telah memperhatikan bahwa upaya untuk menjelaskan dari mana kehidupan berasal biasanya disajikan secara umum seperti, ’Selama jutaan tahun, molekul-molekul yang bertabrakan entah bagaimana menghasilkan kehidupan.’ Namun, apakah penjelasan ini benar-benar memuaskan? Hal ini akan berarti bahwa di hadapan energi matahari, kilat, atau gunung-gunung berapi, beberapa benda mati bergerak, menjadi terorganisasi, dan pada akhirnya mulai hidup—semua ini tanpa adanya bantuan langsung. Ini suatu lompatan yang amat jauh! Dari benda mati menjadi benda hidup! Mungkinkah itu terjadi dengan cara demikian?
Pada Abad Pertengahan, menyetujui konsep seperti itu mungkin tampaknya tidak menjadi masalah karena generatio spontanea—konsep bahwa kehidupan dapat muncul secara spontan dari benda mati—merupakan suatu kepercayaan yang populer. Akhirnya, pada abad ke-17, seorang dokter dari Italia bernama Francesco Redi membuktikan bahwa belatung muncul pada daging yang busuk hanya setelah lalat bertelur di atasnya. Tidak ada belatung yang muncul pada daging yang tidak dapat dihinggapi lalat. Jika binatang sebesar lalat tidak muncul dengan sendirinya, bagaimana dengan mikrobe yang selalu ada pada makanan—tidak soal makanan tersebut terlindung atau tidak? Meskipun eksperimen belakangan menunjukkan bahwa mikrobe-mikrobe tidak muncul secara spontan, permasalahannya masih kontroversial. Kemudian, muncullah karya Louis Pasteur.
Banyak orang mengingat upaya Pasteur dalam memecahkan problem yang menyangkut fermentasi dan penyakit menular. Ia juga melakukan eksperimen untuk menentukan apakah bentuk kehidupan yang sangat kecil dapat muncul dengan sendirinya. Seperti yang mungkin pernah Anda baca, Pasteur memperlihatkan bahwa bentuk kehidupan yang sangat kecil sekalipun tidak terbentuk dalam air steril yang terlindung dari kontaminasi. Pada tahun 1864 ia mengumumkan, ”Generatio Spontanea tidak akan pernah pulih dari pukulan memautkan yang diberikan oleh eksperimen sederhana ini.” Pernyataan tersebut masih berlaku. Tidak pernah ada eksperimen yang menghasilkan kehidupan dari benda mati.
Maka, bagaimana kehidupan sampai ada di bumi? Upaya-upaya modern untuk menjawab pertanyaan tersebut mulai terlihat pada tahun 1920-an, pada karya ahli biokimia Rusia bernama Alexander I. Oparin. Semenjak itu, ia dan para ilmuwan lainnya telah menyajikan sesuatu yang menyerupai naskah sebuah drama tiga babak yang menggambarkan apa yang dinyatakan muncul di panggung planet Bumi. Babak pertama melukiskan unsur-unsur bumi, atau bahan-bahan mentah, ditransformasikan menjadi kelompok-kelompok molekul. Kemudian terjadilah loncatan dari kelompok-kelompok molekul menjadi molekul-molekul yang besar. Dan babak akhir drama ini berupa lompatan molekul-molekul yang besar menjadi sel hidup yang pertama. Namun, apakah benar-benar demikian yang terjadi?
Penjelasan bahwa atmosfer bumi yang mula-mula sangat berbeda dari yang ada sekarang, adalah hal yang fundamental untuk drama tersebut. Sebuah teori berasumsi bahwa oksigen bebas sebenarnya tidak ada dan bahwa unsur-unsur nitrogen, hidrogen, serta karbon membentuk amonia dan metana. Konsepnya adalah sewaktu kilat dan sinar ultraviolet menyambar atmosfer gas-gas ini dan uap air, maka gula serta asam-asam amino berkembang. Namun, ingatlah bahwa ini adalah teori.
Menurut drama teoretis ini, senyawa molekuler demikian mengalir ke samudra atau ke perairan lain. Selama jangka waktu yang panjang, gula, asam, dan senyawa-senyawa lain mengental menjadi kaldu ”sup prabiotik” tempat asam-asam amino, misalnya, bergabung menjadi protein-protein. Meluaskan perkembangan teoretis ini, senyawa lain yang disebut nukleotida membentuk suatu mata rantai dan menjadi asam nukleat, seperti ADN. Semua ini konon mempersiapkan jalan bagi babak terakhir drama molekuler ini.
Seseorang dapat menggambarkan babak terakhir ini, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, sebagai kisah cinta. Molekul protein dan molekul ADN kebetulan bertemu, saling memandang, dan berpelukan. Kemudian, tepat sebelum tirai panggung ditutup, sel hidup pertama lahir. Jika Anda mengikuti drama ini, Anda mungkin bertanya-tanya, ’Apakah ini kenyataan atau fiksi? Mungkinkah asal mula kehidupan di bumi benar-benar dengan cara demikian?’
Asal Mula Dalam Laboratorium?
Pada awal tahun 1950-an, para ilmuwan mulai menguji teori Alexander Oparin. Sudah merupakan kenyataan yang pasti bahwa kehidupan berasal hanya dari kehidupan, namun, para ilmuwan berspekulasi bahwa jika kondisi berbeda di masa lalu, kehidupan mungkin telah muncul secara perlahan dari benda mati. Dapatkah itu diperlihatkan? Ilmuwan Stanley L. Miller, ketika bekerja di laboratorium Harold Urey, mengambil hidrogen, amonia, metana, dan uap air (berasumsi bahwa inilah atmosfer primitif), menutupnya rapat-rapat dalam sebuah tabung dengan air mendidih di dasarnya (untuk menggambarkan lautan), dan mengalirkan bunga-bunga api listrik (seperti kilat) melalui uap itu. Dalam waktu satu minggu, terdapat sesuatu yang lengket berwarna kemerah-merahan, yang kemudian dianalisis dan didapati Miller, kaya asam-asam amino—unsur dasar protein. Anda juga mungkin pernah mendengar tentang eksperimen ini karena selama bertahun-tahun telah tercantum dalam buku sains dan buku pelajaran sekolah, seolah-olah eksperimen tersebut menjelaskan bagaimana mulainya kehidupan di bumi. Namun, apakah memang demikian?
Sebenarnya, nilai eksperimen Miller dipertanyakan dengan serius dewasa ini. (Lihat ”Klasik namun Dipertanyakan”, halaman 36-7.) Akan tetapi, kesuksesan yang tampaknya dicapai, mengarah ke uji coba lain yang bahkan memproduksi senyawa-senyawa yang terdapat dalam asam nukleat (ADN atau ARN). Para spesialis dalam bidang ini (kadang-kadang disebut ilmuwan asal mula kehidupan) merasa optimis, karena mereka tampaknya meniru babak pertama drama molekuler. Dan tampaknya seolah-olah versi laboratorium dua babak lainnya akan menyusul. Seorang dosen kimia menyatakan, ”Penjelasan tentang asal mula sistem kehidupan yang primitif melalui mekanisme evolusi akan segera diperoleh.” Dan seorang penulis sains mengatakan, ”Para ahli berspekulasi bahwa para ilmuwan, seperti Dr. Frankenstein dalam karya Mary Shelley, tidak lama lagi akan merancang organisme hidup dalam laboratorium mereka dan dengan demikian mempertunjukkan secara terperinci bagaimana kehidupan muncul.” Banyak orang menyangka bahwa misteri asal mula kehidupan secara spontan, telah terpecahkan.—Lihat ”Tangan Kanan, Tangan Kiri”, halaman 38.
Pikiran Berubah—Teka-Teki Tetap Ada
Akan tetapi, bertahun-tahun kemudian, optimisme telah menguap. Puluhan tahun telah berlalu, dan rahasia kehidupan tetap sulit dipahami. Sekitar 40 tahun setelah eksperimennya, Profesor Miller memberi tahu Scientific American, ”Problem asal mula kehidupan telah terbukti jauh lebih sulit daripada yang saya, dan kebanyakan orang, bayangkan.” Para ilmuwan lain juga berubah pikiran. Misalnya, pada tahun 1969, Profesor Biologi bernama Dean H. Kenyon turut menulis buku Biochemical Predestination. Namun, belakangan ini, ia menyimpulkan bahwa ”pada dasarnya mustahil bahwa zat dan energi yang tidak dibantu dapat mengorganisasi diri sendiri menjadi sistem yang hidup”.
Memang, hasil penelitian laboratorium mendukung perkiraan Kenyon bahwa terdapat ”kesalahan fundamental dalam semua teori yang berlaku sekarang berkenaan asal mula kehidupan dari sudut kimiawi”. Setelah Miller dan orang-orang lain membuat sintesis asam-asam amino, para ilmuwan mulai membuat protein-protein dan ADN, yang kedua-duanya penting bagi kehidupan di bumi. Setelah ribuan eksperimen dengan apa yang disebut keadaan-keadaan prabiotik, apa hasilnya? The Mystery of Life’s Origin: Reassessing Current Theories menulis, ”Terdapat kontras yang mengesankan antara kesuksesan besar dalam mensintesiskan asam-asam amino dan kegagalan yang konsisten untuk mensintesiskan protein dan ADN.” Upaya-upaya yang disebut belakangan, berciri ”kegagalan yang seragam”.
Secara realistis, misterinya mencakup lebih daripada bagaimana molekul protein dan molekul asam nukleat yang pertama (ADN atau ARN) menjadi ada. Ini mencakup bagaimana mereka bekerja sama. ”Hanya kemitraan dua molekul ini yang memungkinkan adanya kehidupan di bumi sekarang ini,” kata The New Encyclopædia Britannica. Namun, ensiklopedia ini menyatakan bahwa bagaimana kemitraan tersebut dapat terjadi masih menjadi ”suatu problem penentu dan tidak terpecahkan dalam asal mula kehidupan”. Benar sekali.
Apendiks A, ”Kerja Sama yang Perlu untuk Kehidupan” (halaman 45-7), meninjau beberapa perincian dasar yang menggugah rasa ingin tahu mengenai kerja sama antara protein dan asam-asam nukleat dalam sel-sel kita. Bahkan melihat dunia sel tubuh kita sekilas saja, dapat membangkitkan kekaguman kita pada karya para ilmuwan dalam bidang ini. Mereka telah memberikan informasi tentang proses-proses yang luar biasa pelik yang hanya terpikir oleh sedikit orang dari antara kita, namun yang beroperasi setiap saat dalam kehidupan kita. Akan tetapi, dari sudut pandangan lain, karena dituntut kerumitan dan ketepatan yang menakjubkan, kita kembali pada pertanyaan: Bagaimana semua ini terjadi?
Anda mungkin tahu bahwa para ilmuwan asal mula kehidupan tidak berhenti berupaya merumuskan skenario yang masuk akal untuk drama tentang bagaimana kehidupan pertama kali muncul. Akan tetapi, naskah baru mereka, terbukti tidak meyakinkan. (Lihat Apendiks B, ”Dari ’Dunia ARN’ atau Dunia Lain?” halaman 48.) Misalnya, Klaus Dose dari Institut Biokimia di Mainz, Jerman, mengamati, ”Saat ini, semua diskusi tentang teori-teori dasar dan eksperimen dalam bidang ini, menemui jalan buntu atau berakhir dengan pengakuan akan kurangnya pengetahuan.”
Bahkan pada Konferensi Internasional 1996 tentang Asal Mula Kehidupan, tidak diperoleh jalan keluar. Sebaliknya, jurnal Science melaporkan bahwa ke-300 ilmuwan yang bersidang telah ”berjuang menjelaskan teka-teki tentang bagaimana molekul-molekul [ADN dan ARN] pertama kali muncul dan bagaimana molekul-molekul tersebut berkembang menjadi sel-sel yang mereproduksi diri sendiri”.
Dituntut kecerdasan dan pendidikan tinggi untuk mempelajari dan bahkan untuk mulai menjelaskan apa yang terjadi pada tingkat molekuler dalam sel-sel kita. Apakah masuk akal untuk percaya bahwa tahap-tahap rumit yang mula-mula terjadi dalam suatu ”sup prabiotik”, tidak diarahkan, terjadi secara spontan, dan secara kebetulan? Atau, apakah lebih banyak yang terlibat?
Mengapa Ada Teka-Teki Ini?
Dewasa ini, orang dapat meninjau kembali hampir lebih dari setengah abad yang penuh dengan spekulasi dan ribuan upaya untuk membuktikan bahwa kehidupan muncul sendiri. Jika seseorang melakukan hal itu, kemungkinan besar ia akan sependapat dengan penerima hadiah Nobel, Francis Crick. Berbicara tentang teori-teori asal mula kehidupan, Crick mengamati bahwa ada ”terlalu banyak spekulasi yang didasarkan atas terlalu sedikit fakta”. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa beberapa ilmuwan yang menyelidiki fakta-fakta menyimpulkan bahwa kehidupan terlalu kompleks untuk tiba-tiba muncul sendiri sekalipun dalam sebuah laboratorium yang teratur, apalagi dalam lingkungan yang tidak terkontrol.
Jika sains yang maju tidak dapat membuktikan bahwa kehidupan dapat muncul sendiri, mengapa beberapa ilmuwan terus berpegang pada teori-teori semacam itu? Beberapa dekade yang lalu, Profesor J. D. Bernal mengemukakan beberapa penjelasan dalam buku The Origin of Life, ”Dengan menerapkan pertimbangan metode ilmiah yang ketat atas masalah ini [generatio spontanea kehidupan], adalah mungkin untuk mempertunjukkan dengan efektif pada beberapa bagian kisah itu, bagaimana kehidupan tidak muncul; kemustahilannya terlalu besar, kemungkinan munculnya kehidupan terlalu kecil.” Ia menambahkan, ”Sungguh disayangkan dari sudut pandangan ini, kehidupan ada di Bumi ini dengan segala keanekaragaman bentuk serta kegiatannya dan argumen-argumen harus diputarbalikkan demi mendukung eksistensinya.” Dan ternyata tidak menjadi lebih jelas.
Pertimbangkan makna dasar penalaran demikian. Itu sama seperti mengatakan, ’Secara ilmiah adalah tepat untuk menyatakan bahwa kehidupan tidak dapat muncul dengan sendirinya. Namun, kehidupan yang muncul secara spontan adalah satu-satunya kemungkinan yang akan kita pertimbangkan. Maka, perlu untuk memutarbalikkan argumen-argumen demi mendukung hipotesis bahwa kehidupan muncul secara spontan.’ Apakah Anda merasa puas dengan logika semacam itu? Bukankah penalaran semacam itu menuntut banyak ’pemutarbalikan’ fakta?
Akan tetapi, ada para ilmuwan yang berpengetahuan luas dan disegani yang tidak melihat perlunya memutarbalikkan fakta-fakta agar cocok dengan filsafat populer tentang asal mula kehidupan. Sebaliknya, mereka mengizinkan fakta-fakta menunjuk pada suatu kesimpulan yang masuk akal. Fakta-fakta apa dan kesimpulan apa?
Informasi dan Kecerdasan
Sewaktu diwawancarai dalam sebuah film dokumenter, Profesor Maciej Giertych, seorang ahli genetika yang terkenal dari Institut Dendrologi Akademi Sains Polandia, menjawab,
”Kita sadar bahwa ada banyak informasi yang terdapat di dalam gen. Sains tidak dapat menjelaskan bagaimana informasi itu dapat muncul secara spontan. Diperlukan kecerdasan; itu tidak mungkin muncul dari kejadian-kejadian kebetulan. Semata-mata mengacak huruf-huruf tidak menghasilkan kata-kata.” Ia menambahkan, ”Misalnya, ADN, ARN, sistem penggandaan protein yang sangat pelik di dalam sel, pasti sempurna sejak semula. Jika tidak, sistem kehidupan tidak mungkin ada. Satu-satunya penjelasan yang logis adalah bahwa jumlah informasi yang sangat banyak tersebut berasal dari suatu kecerdasan.”
Semakin banyak Anda mempelajari keajaiban kehidupan, semakin logis untuk menyetujui kesimpulan tersebut: Asal mula kehidupan memerlukan sumber yang cerdas. Sumber apa?
Seperti yang ditulis sebelumnya, jutaan orang berpendidikan menyimpulkan bahwa kehidupan di atas bumi pasti dihasilkan oleh kecerdasan yang lebih tinggi, seorang perancang. Ya, setelah menyelidiki masalahnya dengan jujur, mereka telah menerima bahwa bahkan dalam era kita yang serbailmiah, adalah masuk akal untuk setuju dengan pujangga Alkitab yang lama berselang mengatakan tentang Allah, ”Sebab pada-Mu ada sumber hayat.”—Mazmur 36:9.
Entah Anda telah mencapai kesimpulan yang teguh tentang hal itu atau belum, marilah kita mengalihkan perhatian kita pada beberapa keajaiban yang menyangkut Anda secara pribadi. Melakukan hal itu akan sangat memuaskan dan dapat memberikan cukup banyak keterangan tentang masalah yang mempengaruhi kehidupan kita ini.
[Kotak di hlm. 30]
Seberapa Besarkah Kemungkinan Terjadinya Suatu Kebetulan?
”Kebetulan, dan kebetulan saja, yang membentuk semuanya, dari sup prasejarah menjadi manusia,” kata penerima hadiah Nobel, Christian de Duve, ketika berbicara tentang asal mula kehidupan. Namun, apakah kebetulan sebagai penyebab kehidupan merupakan penjelasan yang rasional?
Apa itu kebetulan? Beberapa orang memandangnya dari sudut probabilitas matematika, sebagaimana kemungkinan munculnya salah satu sisi uang logam bila dilemparkan. Akan tetapi, bukan demikian caranya banyak ilmuwan menggunakan kata ”kebetulan” berkenaan asal mula kehidupan. Kata ”kebetulan” yang maknanya mengambang ini digunakan sebagai pengganti untuk kata ”penyebab” yang maknanya lebih tepat, khususnya sewaktu penyebabnya tidak diketahui.
”Untuk mempersonifikasi ’kebetulan’ seolah-olah kita sedang berbicara tentang suatu agen penyebab,” tulis seorang ahli biofisika Donald M. MacKay, ”sama dengan membuat peralihan yang tidak sah dari konsep ilmiah menjadi suatu konsep mitologis yang bersifat religius.” Demikian pula, Robert C. Sproul menandaskan, ”Setelah sekian lama menyebut ’kebetulan’ sebagai penyebab yang tidak diketahui, orang-orang mulai melupakan adanya penggantian kata tersebut. . . . Bagi banyak orang, anggapan bahwa ’kebetulan sama dengan penyebab yang tidak diketahui’, kemudian diartikan menjadi ’kebetulan sama dengan penyebab’.”
Misalnya, penerima hadiah Nobel, Jacques L. Monod, menggunakan jalur penalaran, bahwa kebetulan sama dengan penyebab. ”Kebetulan semata-mata, bebas mutlak namun membabi buta, [adalah] akar struktur menakjubkan dari evolusi,” tulisnya. ”Manusia akhirnya tahu bahwa ia seorang diri dalam jagat raya yang luar biasa luas dan tidak berperasaan ini, yang darinya ia muncul hanya secara kebetulan.” Perhatikan bahwa ia mengatakan, ’SECARA kebetulan.’ Monod melakukan apa yang banyak orang lakukan—ia menjunjung kebetulan sebagai pencipta. Kebetulan diajukan sebagai sarana yang melaluinya kehidupan ada di atas bumi.
Sesungguhnya, kamus-kamus memperlihatkan bahwa ”kebetulan” adalah ”sesuatu yang tidak berkepribadian dan tanpa tujuan yang dianggap sebagai penentu kejadian-kejadian yang tidak dapat dijelaskan”. Jadi, sewaktu seseorang mengatakan bahwa kehidupan terjadi secara kebetulan, ia sebenarnya mengatakan bahwa kehidupan muncul oleh suatu kuasa penyebab yang tidak diketahui. Mungkinkah beberapa orang sesungguhnya menjadikan ”Kebetulan” sebagai suatu pribadi—yakni Pencipta?
[Kotak di hlm. 35]
”[Bakteri yang paling kecil] memiliki lebih banyak persamaan dengan orang daripada campuran bahan kimia Stanley Miller, karena sebuah bakteri telah memiliki sifat-sifat sistem ini. Jadi, lebih mudah bagi sebuah bakteri untuk berkembang menjadi orang daripada bagi suatu campuran asam amino untuk membentuk bakteri itu.”—Profesor Biologi Lynn Margulis
[Kotak di hlm. 36, 37]
Klasik namun Dipertanyakan
Eksperimen Stanley Miller pada tahun 1953 sering dirujuk sebagai bukti bahwa generatio spontanea bisa saja terjadi di masa lampau. Akan tetapi, keabsahan penjelasannya, didasarkan atas anggapan bahwa atmosfer yang mula-mula ”mengalami proses reduksi”. Hal itu berarti bahwa atmosfer memuat oksigen bebas (tidak dicampur secara kimia) hanya dalam jumlah terkecil. Mengapa?
The Mystery of Life’s Origin: Reassessing Current Theories menandaskan bahwa jika terdapat banyak oksigen bebas, ’tidak ada asam amino yang bahkan dapat dibentuk dan jika secara kebetulan mereka terbentuk, mereka akan cepat diceraiberaikan’.a Seberapa kuatkah dugaan Miller tentang apa yang disebut atmosfer primitif?
Dalam sebuah karya ilmiah klasik yang diterbitkan dua tahun setelah eksperimennya, Miller menulis, ”Gagasan-gagasan ini tentu saja adalah spekulasi, karena kita tidak tahu apakah Bumi memiliki atmosfer yang mengalami proses reduksi sewaktu dibentuk. . .. Belum ditemukan bukti langsung.”—Journal of the American Chemical Society, 12 Mei 1955.
Apakah bukti-bukti pernah ditemukan? Sekitar 25 tahun kemudian, penulis sains Robert C. Cowen melaporkan, ”Para ilmuwan harus memikirkan kembali beberapa asumsi mereka. . . Sedikit bukti telah muncul untuk mendukung konsep mengenai atmosfer yang mengalami proses reduksi sewaktu dibentuk yang sangat tinggi dan kaya akan hidrogen, sebaliknya beberapa bukti menentangnya.”—Technology Review, April 1981
Dan, bagaimana semenjak itu? Pada tahun 1991, John Horgan menulis dalam Scientific American, ”Selama kira-kira beberapa dekade yang lalu, keraguan telah berkembang mengenai asumsi Urey dan Miller sehubungan dengan atmosfer. Eksperimen di laboratorium dan rekonstruksi atmosfer menggunakan komputer . . . memperlihatkan bahwa radiasi ultraviolet dari matahari, yang dewasa ini dihalangi oleh ozon atmosfer, akan menghancurkan molekul-molekul berunsur dasar hidrogen dalam atmosfer. . .. Atmosfer demikian [karbon dioksida dan nitrogen] tidak akan menghasilkan peluang untuk sintesis asam amino dan prekusor lain kehidupan.”
Kalau begitu, mengapa banyak orang masih percaya bahwa atmosfer bumi yang mula-mula mengalami proses reduksi, memuat sedikit oksigen? Dalam Molecular Evolution and the Origin of Life, Sydney W. Fox dan Klaus Dose menjawab: Atmosfer pasti akan kekurangan oksigen, karena antara lain, ”eksperimen laboratorium memperlihatkan bahwa evolusi kimia . . . sebagian besar akan dihentikan oleh oksigen” dan karena senyawa seperti asam-asam amino ”tidak akan stabil melewati waktu geologi bila ada oksigen”.
Bukankah ini penalaran yang berputar-putar? Dikatakan bahwa atmosfer yang mula-mula mengalami proses reduksi, karena kalau tidak generatio spontanea kehidupan tidak dapat terjadi. Namun, sebenarnya tidak ada jaminan bahwa atmosfer mengalami proses reduksi.
Ada lagi perincian lain yang menarik: Jika campuran gas menggambarkan atmosfer, bunga api elektris meniru kilat, dan air yang mendidih menggambarkan laut, apa atau siapakah yang digambarkan sebagai ilmuwan yang mengatur dan melakukan eksperimen tersebut?
[Catatan Kaki]
a Oksigen sangat reaktif. Misalnya, bila bergabung dengan besi terbentuklah karat atau bila bergabung dengan hidrogen terbentuklah air. Jika terdapat banyak oksigen bebas di atmosfer sewaktu asam amino berkumpul, oksigen akan segera bergabung dengan molekul-molekul organik dan membongkarnya sewaktu terbentuk.
[Kotak di hlm. 38]
Tangan Kanan, Tangan Kiri
Kita tahu bahwa ada sarung tangan untuk tangan kiri dan untuk tangan kanan. Demikian pula dengan molekul-molekul asam amino. Dari sekitar 100 asam amino yang diketahui, hanya 20 yang digunakan dalam protein-protein, dan semuanya adalah asam amino tangan kiri. Sewaktu para ilmuwan membuat asam amino di dalam laboratorium, meniru apa yang mereka duga muncul dalam sebuah sup prabiotik, mereka mendapati persentase yang sama antara molekul-molekul tangan kanan dan tangan kiri. ”Pembagian 50-50 ini,” lapor The New York Times, ”bukan karakteristik kehidupan, yang bergantung pada asam-asam amino tangan kiri saja.” Mengapa organisme hidup terdiri dari asam-asam amino tangan kiri saja, merupakan ”suatu misteri besar”. Bahkan asam-asam amino yang terdapat dalam meteor-meteor ”memperlihatkan adanya kelebihan bentuk tangan kiri”. Dr. Jeffrey L. Bada, yang mempelajari problem-problem yang berkaitan dengan asal mula kehidupan, mengatakan bahwa ”beberapa pengaruh dari luar bumi mungkin telah memainkan peran tertentu dalam menentukan kecenderungan penggunaan tangan asam-asam amino biologis”.
[Kotak di hlm. 40]
”Melalui eksperimen-eksperimen ini . . . apa yang sebenarnya adalah hasil rancangan manusia yang sangat cerdas dan biotik dinyatakan sebagai hasil sintesis abiotik, demi meneguhkan gagasan yang untuknya ia telah mencurahkan sebagian besar hidupnya.”—Origin and Development of Living Systems.
[Kotak/Gambar di hlm. 41]
”Tindakan Intelektual yang Disengaja”
Ahli astronomi Inggris Sir Fred Hoyle, telah puluhan tahun mempelajari jagat raya dan kehidupan di dalamnya, ia bahkan mendukung bahwa kehidupan di bumi datang dari luar angkasa. Sewaktu memberikan ceramah di Institut Teknologi Kalifornia, ia membahas susunan asam amino di dalam protein-protein.
”Problem besar dalam biologi,” kata Hoyle, ”bukan sekadar fakta yang agak mentah bahwa sebuah protein terdiri dari suatu rantai asam amino yang saling berkaitan dengan cara tertentu, tetapi bahwa susunan asam-asam amino secara eksplisit memberi rantai tersebut sifat-sifat yang luar biasa . . . Jika asam amino berkaitan secara acak, akan terbentuk luar biasa banyaknya susunan yang tidak berguna dalam memenuhi fungsi sebuah sel hidup. Seandainya Anda membayangkan bahwa suatu enzim memiliki rantai yang terdiri dari, katakanlah 200 mata rantai asam amino dan bahwa terdapat 20 kemungkinan bagi setiap mata rantai, tidak sulit untuk melihat bahwa jumlah susunan yang tidak berguna akan luar biasa banyaknya, lebih daripada jumlah atom di semua galaksi yang tampak melalui teleskop-teleskop yang paling besar. Ini baru satu enzim, dan ada lebih dari 2000 enzim, sebagian besar memiliki tujuan yang sangat berbeda. Maka, bagaimana dapat tercapai situasi sebagaimana yang kita dapati sekarang?”
Hoyle menambahkan, ”Sebaliknya daripada menerima kemungkinan yang sangat kecil bahwa kehidupan muncul melalui kekuatan alam yang membabi buta, tampaknya lebih baik mengandaikan bahwa asal mula kehidupan merupakan tindakan intelektual yang disengaja.”
[Kotak di hlm. 44]
Profesor Michael J. Behe menyatakan, ”Bagi orang yang tidak merasa wajib untuk membatasi penelitiannya pada penyebab yang tidak cerdas, kesimpulan yang terus terang adalah bahwa banyak sistem biokimia dirancang. Sistem biokimia dirancang bukan oleh hukum alam, bukan secara kebetulan dan karena terpaksa; sebaliknya, karena direncanakan. . . . Kehidupan di atas bumi pada tingkat fundamentalnya, dalam komponen-komponennya yang paling kritis, adalah hasil kegiatan yang cerdas.”
[Diagram/Gambar di hlm. 42]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
Bahkan melihat sekilas ke dalam dunia yang rumit dan fungsi yang pelik dalam setiap sel tubuh menimbulkan pertanyaan: Bagaimana semua ini bisa terjadi?
• Membran Sel
Mengawasi apa yang masuk dan keluar dari sel
• Nukleus
Pusat pengendalian sel
• Kromosom
Berisi ADN, rencana induk genetikanya
• Ribosom
Tempat protein dibuat
• Nukleolus
Tempat ribosom dirakit
• Mitokondria
Pusat produksi molekul-molekul yang menjadi sumber energi sel
[Gambar di hlm. 33]
Banyak ilmuwan kini mengakui bahwa molekul-molekul yang penting bagi kehidupan tidak dapat dihasilkan secara spontan dalam suatu sup prabiotik
-
-
Alangkah Uniknya Anda!Apakah Ada Pencipta yang Mempedulikan Anda?
-
-
Pasal Empat
Alangkah Uniknya Anda!
SEBELUM memulai kegiatan Anda setiap pagi, apakah Anda melihat ke cermin sepintas lalu untuk memeriksa penampilan Anda? Anda mungkin tidak punya waktu untuk merenung pada saat itu. Namun, kini pikirkan sejenak apa yang tersangkut sewaktu Anda melihat dengan sepintas lalu ke cermin.
Mata Anda memungkinkan Anda melihat diri Anda sendiri dalam tata warna penuh, meskipun kemampuan melihat warna bukan sesuatu yang penting bagi kehidupan. Posisi telinga Anda memungkinkan Anda mendengar secara stereofonis; dengan demikian Anda dapat mengetahui sumber suara, seperti suara orang yang dikasihi. Kita mungkin menganggap kesanggupan itu sudah semestinya, namun sebuah buku untuk para ahli ilmu suara mengomentari, ”Bagaimanapun juga, pada waktu mempelajari sistem pendengaran manusia secara mendalam, sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa fungsi dan strukturnya yang pelik menunjukkan adanya seorang perancang yang pemurah.”
Hidung Anda juga adalah rancangan yang luar biasa. Melaluinya Anda dapat menghirup udara, yang membuat Anda tetap hidup. Juga, hidung memiliki jutaan reseptor, yang memungkinkan Anda mengenali sekitar 10.000 nuansa aroma. Sewaktu Anda menikmati makanan, indra lain ikut bekerja. Ribuan saraf pengecap menyampaikan berbagai rasa kepada Anda. Reseptor lain di lidah, membantu Anda merasakan apakah gigi Anda bersih.
Ya, Anda memiliki lima indra—penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan peraba. Memang, beberapa binatang memiliki penglihatan yang lebih tajam pada malam hari, memiliki penciuman yang lebih sensitif, atau pendengaran yang lebih peka, namun kesanggupan manusia untuk menggunakan semua indra ini secara seimbang, pasti membuatnya unggul dalam banyak hal.
Namun, marilah kita mempertimbangkan mengapa kita dapat memperoleh manfaat dari kesanggupan dan kapasitas ini. Semua itu bergantung pada organ seberat 1,4 kilogram di dalam kepala kita—otak kita. Binatang memiliki otak yang berfungsi. Namun, otak manusia memiliki kelas tersendiri, yang tak dapat disangkal membuat kita unik. Mengapa demikian? Dan, bagaimana keunikan ini berkaitan dengan minat kita akan kehidupan yang langgeng dan bermakna?
Otak Anda yang Menakjubkan
Selama bertahun-tahun, otak manusia telah disamakan dengan sebuah komputer, namun penemuan-penemuan belakangan ini memperlihatkan bahwa perbandingan ini sama sekali tidak seimbang. ”Bagaimana seseorang dapat mulai mengerti fungsi sebuah organ yang memiliki kira-kira 50 miliar neuron dengan satu juta miliar sinapsis (sambungan), dan dengan tingkat kecepatan pembakaran secara umum barangkali 10 juta miliar kali per detik?” tanya Dr. Richard M. Restak. Jawabannya? ”Kinerja jaringan saraf komputer yang paling canggih sekalipun . . . memiliki satu sepersepuluhribu kapasitas mental seekor lalat.” Maka, pikirkanlah betapa tertinggalnya sebuah komputer bila dibandingkan dengan otak manusia, yang jauh lebih unggul.
Apakah ada komputer buatan manusia yang dapat memperbaiki diri sendiri, menulis kembali programnya, atau mengembangkan diri seraya tahun-tahun berlalu? Bila sebuah sistem komputer perlu disesuaikan, seorang pemrogram harus menulis dan memasukkan perintah berkode yang baru. Otak kita mengerjakan hal itu secara otomatis, baik pada tahun-tahun awal kehidupan maupun pada usia tua. Tidak berlebihan bila Anda mengatakan bahwa komputer yang paling mutakhir pun sangat primitif bila dibandingkan dengan otak. Para ilmuwan telah menjulukinya ”struktur yang paling rumit yang pernah diketahui” dan ”objek yang paling kompleks di jagat raya”. Pertimbangkan beberapa penemuan yang telah membuat banyak orang menyimpulkan bahwa otak manusia adalah karya Pencipta yang penuh perhatian.
Gunakan Otak Anda atau Kemampuannya Akan Hilang
Temuan yang berguna seperti mobil dan pesawat jet, pada dasarnya dibatasi oleh mekanisme dan sistem-sistem elektris yang tetap yang dirancang dan dipasang manusia. Sebaliknya, otak kita, setidak-tidaknya, adalah suatu mekanisme atau sistem biologi yang sangat fleksibel. Otak dapat berubah-ubah menurut cara penggunaannya—atau penyalahgunaannya. Dua faktor utama tampaknya bertanggung jawab atas perkembangan otak seumur hidup kita—apa yang kita biarkan memasukinya melalui indra-indra dan apa yang kita putuskan untuk pikirkan.
Meskipun faktor keturunan mungkin mempengaruhi kinerja mental, riset modern memperlihatkan bahwa otak kita tidak dibuat statis oleh gen kita pada saat pembuahan. ”Tidak ada yang menduga bahwa otak dapat berubah-ubah sebagaimana yang kini diketahui oleh sains,” tulis Ronald Kotulak, pengarang yang memenangkan hadiah Pulitzer. Setelah mewawancarai lebih dari 300 peneliti, ia menyimpulkan, ”Otak bukanlah suatu organ yang statis; otak merupakan sekumpulan sambungan sel yang berubah-ubah yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman.”—Inside the Brain.
Namun, pengalaman kita bukanlah satu-satunya yang membantu membentuk otak kita. Otak juga dipengaruhi oleh cara kita berpikir. Para ilmuwan mendapati bahwa otak orang yang tetap aktif secara mental memiliki sampai 40 persen lebih banyak sambungan (sinapsis) antarsel saraf (neuron) daripada otak orang yang malas secara mental. Para ilmuwan saraf menyimpulkan: Anda harus menggunakan otak Anda atau kemampuannya akan hilang. Namun, bagaimana dengan orang-orang yang lanjut usia? Tampaknya sel-sel otak seseorang berkurang seraya usia seseorang bertambah, dan usia lanjut dapat menyebabkan berkurangnya daya ingat. Namun, berkurangnya sel otak tidak sebanyak yang pernah dipercayai. Sebuah laporan National Geographic tentang otak manusia mengatakan, ”Orang-orang yang lebih tua . . . mempertahankan kapasitas untuk menghasilkan sambungan-sambungan baru dan untuk memelihara sambungan-sambungan lama melalui aktivitas mental.”
Penemuan-penemuan belum lama ini tentang fleksibilitas otak kita selaras dengan nasihat yang terdapat di dalam Alkitab. Buku yang berhikmat tersebut mendesak para pembaca untuk ’berubah dengan membentuk kembali pikiran mereka’ atau ”dijadikan baru” melalui ”pengetahuan yang saksama” yang dimasukkan ke dalam pikiran. (Roma 12:2; Kolose 3:10) Saksi-Saksi Yehuwa telah melihat hal ini terjadi seraya orang-orang mempelajari Alkitab dan menerapkan nasihatnya. Ribuan orang—dari beraneka ragam latar belakang sosial dan pendidikan—telah melakukan hal itu. Mereka masih individu-individu yang berbeda, namun mereka menjadi lebih berbahagia dan lebih seimbang, mempertunjukkan apa yang seorang penulis abad pertama sebut ”pikiran yang sehat”. (Kisah 26:24, 25) Perbaikan seperti ini sebagian besar dihasilkan karena seseorang memanfaatkan sebagian dari korteks serebral yang terletak di bagian depan kepala.
Lobus Frontalis Anda
Di lapisan luar otak, korteks serebral, kebanyakan neuron tidak berkaitan langsung dengan otot dan organ-organ sensoris. Misalnya, pertimbangkan miliaran neuron yang membentuk lobus frontalis. (Lihat gambar, halaman 56.) Scan (pemindaian) otak membuktikan bahwa lobus frontalis aktif bila Anda memikirkan sebuah kata atau membangkitkan kenangan. Bagian depan otak memainkan peranan khusus dalam membuat Anda menjadi pribadi yang unik.
”Korteks anterior . . . paling berkaitan dengan pengembangan pikiran, kecerdasan, motivasi, dan kepribadian. Korteks anterior menghubung-hubungkan pengalaman yang diperlukan untuk menghasilkan gagasan abstrak, penilaian, kegigihan, perencanaan, keprihatinan kepada orang-orang lain, dan hati nurani. . . . Pengembangan bagian inilah yang membedakan manusia dari binatang-binatang lain.” (Human Anatomy and Physiology oleh Marieb) Kita pasti melihat bukti perbedaan ini pada apa yang telah dicapai manusia dalam bidang-bidang yang khususnya melibatkan korteks anterior, seperti matematika, filsafat, dan peradilan.
Mengapa manusia memiliki korteks anterior yang besar dan fleksibel, yang memungkinkan fungsi mental yang lebih tinggi, sedangkan pada binatang, daerah ini sangat sederhana atau tidak ada? Kontrasnya begitu besar sehingga para ahli biologi yang menyatakan bahwa kita berevolusi, berbicara tentang ”misteri ledakan ukuran otak”. Profesor Biologi Richard F. Thompson, yang memperhatikan perkembangan yang luar biasa pada korteks serebral kita, mengakui, ”Hingga sekarang, kita belum memiliki pemahaman yang jelas sekali tentang mengapa ini terjadi.” Mungkinkah alasannya terletak pada fakta bahwa manusia diciptakan dengan kapasitas otak yang tiada bandingnya ini?
Keahlian Berkomunikasi yang Tidak Tertandingi
Bagian-bagian lain dari otak juga membuat kita unik. Di belakang korteks anterior kita terdapat lapisan korteks motoris. Korteks motoris memiliki bermiliar-miliar neuron yang berhubungan dengan otot-otot kita. Korteks motoris juga mempunyai keistimewaan yang membuat kita sangat berbeda dengan kera atau binatang-binatang lain. Korteks motoris yang utama memberi kita ”(1) kesanggupan yang luar biasa untuk menggunakan tangan, jari, dan ibu jari untuk melakukan tugas-tugas tangan yang cekatan, dan (2) kemampuan untuk menggunakan mulut, bibir, lidah, dan otot-otot muka untuk berbicara”.—Textbook of Medical Physiology oleh Guyton.
Pertimbangkan sejenak bagaimana korteks motoris mempengaruhi kesanggupan berbicara Anda. Lebih dari setengah korteks motoris mengendalikan organ-organ komunikasi. Itulah sebabnya mengapa manusia memiliki keterampilan berkomunikasi yang tidak tertandingi. Meskipun tangan kita berperan dalam komunikasi (untuk menulis, untuk memberikan isyarat normal, atau untuk berbahasa isyarat), mulut biasanya mempunyai peran utama. Tutur kata manusia—dari sebuah kata pertama seorang bayi sampai suara seorang lanjut usia—tidak diragukan lagi merupakan sesuatu yang sangat menakjubkan. Sekitar 100 otot di lidah, bibir, rahang, tenggorokan, dan dada bekerja sama untuk menghasilkan begitu banyak suara. Perhatikan kontras ini: Satu sel otak dapat mengatur 2.000 serat otot betis seorang atlet, namun sel-sel otak untuk pangkal tenggorokan berkonsentrasi pada 2 atau 3 serat otot saja. Bukankah itu memperlihatkan bahwa otak kita khususnya diperlengkapi untuk berkomunikasi?
Setiap frase singkat yang Anda ucapkan memerlukan sebuah pola pergerakan otot yang spesifik. Makna sebuah pernyataan dapat berubah bergantung pada tingkat pergerakan dan banyaknya otot berbeda yang digunakan dalam waktu yang sangat singkat. ”Pada tingkat yang normal,” demikian penjelasan ahli kemampuan bicara Dr. William H. Perkins, ”kita mengucapkan kira-kira 14 suara per detik. Dua kali lebih cepat daripada kecepatan kendali kita atas lidah, bibir, rahang atau bagian-bagian lain dari mekanisme ujaran kita bila ini digerakkan secara terpisah. Tetapi, bila semuanya digunakan secara bersamaan untuk menghasilkan bunyi ujaran, mereka bekerja sebagaimana halnya jari-jari juruketik yang mahir dan pianis konser. Gerakan mereka saling tumpang-tindih dalam suatu simfoni dengan ketepatan waktu yang akurat.”
Informasi aktual yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan sederhana, ”Apa kabar?” disimpan dalam sebagian dari lobus frontalis otak Anda yang disebut area Broca, yang dianggap oleh beberapa orang sebagai pusat ujaran Anda. Penerima hadiah Nobel, ahli ilmu saraf Sir John Eccles menulis, ”Pada kera, tidak ditemui area yang sama dengan area ujaran Broca.” Bahkan seandainya di kemudian hari beberapa area yang serupa ditemukan pada binatang, faktanya adalah para ilmuwan tidak dapat mengajar kera untuk menghasilkan lebih daripada sekadar beberapa bunyi ujaran yang sederhana. Namun, Anda dapat berbicara dalam bahasa yang rumit. Untuk melakukan itu, Anda menyusun kata-kata menurut tata bahasa dari bahasa Anda. Area Broca membantu Anda melakukan hal itu, baik secara lisan maupun tulisan.
Tentu saja, Anda tidak dapat melakukan mukjizat ujaran kalau Anda tidak mengetahui setidaknya satu bahasa dan memahami arti kata-katanya. Ini melibatkan bagian khusus lain dari otak Anda, yang dikenal sebagai area Wernicke. Di area ini, bermiliar-miliar neuron memahami arti kata-kata yang diucapkan atau yang ditulis. Area Wernicke membantu Anda untuk mengerti kalimat-kalimat dan untuk memahami apa yang Anda dengar atau baca; dengan demikian Anda dapat memperoleh informasi dan dapat menanggapinya dengan akal sehat.
Bahkan lebih banyak faktor terlibat dalam kefasihan Anda bertutur kata. Misalnya, kata ”Halo” yang diucapkan dapat mempunyai berbagai macam makna. Nada suara Anda memperlihatkan apakah Anda bahagia, gembira, bosan, terburu-buru, terganggu, sedih, atau ketakutan, dan bahkan dapat menyingkapkan kadar keadaan emosi-emosi tersebut. Area lain pada otak Anda menyediakan informasi bagi emosi tutur kata. Jadi, berbagai bagian otak Anda berperan sewaktu Anda berkomunikasi.
Simpanse telah diajar bahasa isyarat yang terbatas, namun mereka hanya dapat menggunakannya untuk membuat permintaan yang sederhana akan makanan atau kebutuhan pokok lain. Dr. David Premack, yang telah berupaya mengajarkan komunikasi nonverbal sederhana kepada simpanse, menyimpulkan, ”Bahasa manusia telah mempermalukan teori evolusi karena bahasa manusia jauh lebih hebat daripada yang dapat dijelaskan seseorang.”
Kita mungkin merenung, ’Mengapa manusia memiliki keterampilan yang luar biasa ini untuk mengkomunikasikan gagasan dan perasaan, untuk mencari keterangan dan untuk memberi tanggapan?’ The Encyclopedia of Language and Linguistics mengatakan bahwa ”tutur kata [manusia] itu, istimewa” dan mengakui bahwa ”pencarian akan pelopor komunikasi binatang tidak akan banyak membantu menjembatani jurang pemisah yang sangat besar antara perilaku hewan dengan bahasa dan tutur kata”. Profesor Ludwig Koehler meringkaskan perbedaannya, ”Tutur kata manusia merupakan suatu rahasia; ini adalah karunia ilahi, suatu mukjizat.”
Alangkah berbedanya isyarat yang digunakan seekor kera dan kesanggupan anak-anak untuk berbahasa yang rumit! Sir John Eccles menunjuk pada apa yang kebanyakan dari antara kita juga telah amati, yaitu kesanggupan ”yang diperlihatkan bahkan oleh anak-anak berusia 3 tahun untuk mengajukan pertanyaan yang bertubi-tubi karena hasrat mereka untuk mengerti dunia mereka”. Ia menambahkan, ”Sebagai kontras, kera tidak mengajukan pertanyaan.” Ya, hanya manusia yang membuat pertanyaan, termasuk pertanyaan tentang makna kehidupan.
Daya Ingat dan Lebih Banyak Lagi!
Sewaktu Anda memandang sepintas lalu ke sebuah cermin, Anda mungkin memikirkan bagaimana rupa Anda sewaktu Anda lebih muda, bahkan membandingkannya dengan bagaimana rupa Anda kelak atau bagaimana rupa Anda setelah menggunakan kosmetik. Pikiran ini dapat muncul tanpa disadari, namun sesuatu yang sangat istimewa sedang terjadi, sesuatu yang tidak dapat dialami oleh seekor binatang pun.
Tidak seperti binatang, yang sebagian besar hidup dan bertindak menurut kebutuhan saat ini, manusia dapat merenungkan masa lampau dan merencanakan masa depan. Kunci untuk melakukan itu adalah kapasitas daya ingat otak yang nyaris tidak terbatas. Memang, binatang memiliki daya ingat dalam tingkat tertentu, sehingga mereka dapat menemukan jalan pulang atau mengingat di mana makanan dapat ditemukan. Daya ingat manusia jauh lebih besar. Seorang ilmuwan memperkirakan bahwa otak kita dapat menampung informasi yang ”akan mengisi kira-kira dua puluh juta jilid buku, sama banyaknya seperti dalam perpustakaan-perpustakaan yang terbesar di dunia”. Beberapa ilmuwan saraf memperkirakan bahwa selama suatu jangka hidup rata-rata, seseorang menggunakan hanya 1/100 dari 1 persen (0,0001) kapasitas otaknya yang potensial. Anda mungkin bertanya, ’Mengapa kita memiliki otak dengan kapasitas yang begitu besar sehingga selama masa hidup yang normal, kita hampir tidak menggunakan satu bagian daripadanya?’
Otak kita juga bukan sekadar suatu tempat penyimpanan informasi yang luas, seperti sebuah supercomputer. Dua profesor biologi, Robert Ornstein dan Richard F. Thompson, menulis, ”Kesanggupan pikiran manusia untuk belajar—untuk menyimpan dan mengingat informasi—adalah fenomena terhebat dalam dunia makhluk hidup. Segala sesuatu yang membuat kita menjadi manusia—seperti bahasa, pikiran, pengetahuan, kebudayaan—adalah hasil kesanggupan yang luar biasa ini.”
Lagi pula, Anda memiliki pikiran yang tanggap. Pernyataan itu mungkin tampak mendasar namun, meringkaskan sesuatu yang tidak diragukan membuat Anda unik. Pikiran telah digambarkan sebagai ”wujud yang sulit dipahami tempat kecerdasan, pengambilan keputusan, persepsi, kewaspadaan dan kesadaran akan diri Anda, berdiam”. Seperti anak-anak sungai, sungai-sungai kecil, dan sungai-sungai besar mengalir ke laut, demikian pula daya ingat, gagasan, gambar, suara, dan perasaan senantiasa mengalir ke dalam atau melalui pikiran kita. Kesadaran, menurut sebuah definisi, adalah ”persepsi mengenai apa yang melewati pikiran manusia sendiri”.
Para peneliti modern telah membuat kemajuan besar dalam upaya untuk mengerti susunan fisik otak dan beberapa proses elektrokimia yang terjadi di dalamnya. Mereka juga dapat menjelaskan rangkaian arus listrik dan bekerjanya sebuah komputer mutakhir. Namun, terdapat perbedaan yang sangat besar antara otak dan komputer. Dengan otak Anda, Anda sadar dan tanggap akan eksistensi Anda, namun tidak demikian dengan sebuah komputer. Mengapa berbeda?
Terus terang, bagaimana dan mengapa kesadaran muncul dalam proses fisik pada otak kita adalah suatu misteri. ”Saya tidak menemukan bidang sains mana pun yang dapat menjelaskan hal itu,” demikian komentar seorang ahli biologi saraf. Juga, Profesor James Trefil mengamati, ”Sebenarnya, apa makna kesadaran bagi manusia . . . adalah satu-satunya pertanyaan utama dalam sains yang bahkan tidak kita ketahui cara menanyakannya.” Salah satu alasannya adalah karena para ilmuwan menggunakan otak untuk mencoba mengerti otak. Dan, sekadar mempelajari fisiologi otak boleh jadi tidak cukup. Kesadaran adalah ”salah satu misteri terbesar dari eksistensi”, demikian pengamatan Dr. David Chalmers, ”namun pengetahuan mengenai otak saja mungkin tidak membantu [para ilmuwan] untuk memecahkan misteri tersebut”.
Meskipun demikian, kita masing-masing mengalami kesadaran. Misalnya, kenangan kita akan peristiwa-peristiwa di masa lalu bukanlah sekadar fakta-fakta yang disimpan, seperti informasi dalam satuan bit komputer. Kita dapat merenungkan pengalaman kita, menimba pelajaran darinya, dan menggunakannya untuk membentuk masa depan kita. Kita juga dapat mempertimbangkan beberapa skenario untuk masa depan dan mengevaluasi dampak yang mungkin dapat diakibatkan olehnya. Kita memiliki kapasitas untuk menganalisis, menciptakan, menghargai, dan mengasihi. Kita dapat menikmati percakapan yang menyenangkan tentang masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Kita mempunyai nilai-nilai moral berkenaan perilaku dan dapat menggunakannya untuk membuat keputusan yang dapat atau tidak dapat mendatangkan manfaat langsung. Kita tertarik dengan keindahan seni dan moral. Dalam benak kita, kita dapat membentuk dan memurnikan gagasan kita serta mengantisipasi reaksi orang lain bila kita melaksanakan gagasan tersebut.
Faktor-faktor demikian menghasilkan kesadaran yang membedakan manusia dengan bentuk-bentuk kehidupan yang lain di atas bumi. Seekor anjing, seekor kucing, atau seekor burung melihat ke cermin dan menanggapinya seolah-olah melihat binatang lain yang sejenis dengannya. Namun, bila Anda melihat ke sebuah cermin, Anda sadar akan diri Anda sebagai suatu pribadi dengan kapasitas yang disebutkan tadi. Anda dapat merenungkan dilema-dilema, seperti: ’Mengapa beberapa penyu hidup 150 tahun dan beberapa pohon hidup lebih dari 1.000 tahun, namun manusia yang cerdas menjadi berita jika ia mencapai usia 100 tahun?’ Dr. Richard Restak menyatakan, ”Otak manusia, dan otak manusia saja, yang memiliki kapasitas untuk merenungkan, meninjau fungsinya sendiri, dan dengan demikian mencapai beberapa taraf yang sangat sulit dipahami. Memang, kapasitas kita untuk menulis ulang naskah kita sendiri dan meluruskan kembali diri kita dalam dunia adalah apa yang membedakan kita dari semua makhluk lain di dunia.”
Kesadaran manusia membingungkan beberapa orang. Buku Life Ascending, meskipun mendukung penjelasan biologis semata, mengakui, ”Bila kita menganalisis bagaimana suatu proses [evolusi] yang menyerupai sebuah permainan untung-untungan, dengan hukuman yang mengerikan bagi yang kalah, dapat menghasilkan sifat-sifat seperti kasih akan keindahan dan kebenaran, keibaan hati, kemerdekaan, dan, di atas segalanya, kapasitas yang ekstensif dari semangat manusia, kita merasa bingung. Semakin banyak kita memikirkan sumber daya rohani kita, kita semakin heran.” Benar sekali. Oleh karena itu, kita dapat melengkapi pandangan kita akan keunikan manusia dengan beberapa bukti tentang kesadaran kita yang memberikan gambaran mengapa banyak orang merasa yakin bahwa pasti ada Perancang, atau Pencipta, yang cerdas, yang mempedulikan kita.
Seni dan Keindahan
”Mengapa orang-orang begitu antusias menekuni seni?” tanya Profesor Michael Leyton dalam Symmetry, Causality, Mind. Seperti yang ia jelaskan, beberapa orang mungkin mengatakan bahwa aktivitas mental seperti matematika jelas bermanfaat bagi manusia, namun apa manfaat seni? Leyton memberikan gambaran tentang apa yang ia maksudkan dengan mengatakan bahwa orang-orang bersedia mengadakan perjalanan yang jauh ke pameran seni dan konser. Perasaan batin apa yang mendorong mereka? Demikian pula, orang-orang di seputar bola bumi menggantungkan gambar-gambar atau lukisan-lukisan yang menarik pada dinding rumah atau kantor mereka. Atau, pertimbangkanlah soal musik. Kebanyakan orang senang mendengarkan beberapa jenis musik di rumah dan di mobil mereka. Mengapa? Tentu saja bukan karena musik pernah menjadi faktor penentu kelangsungan hidup bagi yang paling kuat. Leyton mengatakan, ”Seni mungkin merupakan fenomena yang paling tidak dapat dijelaskan dalam diri spesies manusia.”
Namun, kita semua mengetahui bahwa menikmati seni dan keindahan adalah bagian dari apa yang membuat kita merasa menjadi ”manusia”. Seekor binatang mungkin duduk di sebuah bukit dan melihat langit yang beraneka warna, namun apakah karena ia tertarik akan keindahan langit? Kita melihat aliran air yang deras di gunung yang berkilauan diterpa sinar matahari, memperhatikan keanekaragaman yang memesonakan dalam hutan hujan tropis, memandangi pantai yang ditumbuhi banyak pohon nyiur, atau mengagumi bintang-bintang yang bertaburan di langit yang gelap bagaikan beludru. Sering kali, kita merasa takjub, bukan? Keindahan semacam itu membuat hati kita berbunga-bunga dan semangat kita membubung. Mengapa?
Mengapa kita memiliki hasrat batin untuk hal-hal yang, sebenarnya, kecil peranannya secara materi bagi kelangsungan hidup kita? Dari manakah nilai-nilai estetika kita? Jika kita tidak mempertimbangkan Pencipta yang membentuk nilai-nilai ini pada waktu menciptakan manusia, tidak akan ada jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan ini. Hal ini juga berlaku untuk keindahan nilai-nilai moral.
Nilai-Nilai Moral
Banyak orang mengakui bahwa perbuatan baik adalah bentuk keindahan yang tertinggi. Misalnya, bersikap loyal pada prinsip sewaktu menghadapi penganiayaan, bertindak tidak mementingkan diri dengan memberikan kelegaan kepada orang-orang lain yang menderita, dan mengampuni seseorang yang melukai hati kita adalah tindakan yang memikat perasaan moral orang-orang yang rasional di mana-mana. Ini adalah jenis keindahan yang disebutkan di dalam amsal Alkitab pada zaman purba, ”Pemahaman seseorang pasti memperlambat kemarahannya, dan adalah keindahan di pihaknya untuk memaafkan pelanggaran.” Atau, sebagaimana dinyatakan oleh amsal lain, ”Hal yang berharga pada diri manusia adalah kebaikan hatinya yang penuh kasih.”—Amsal 19:11, 22, NW.
Kita mengetahui bahwa beberapa orang, dan bahkan kelompok-kelompok orang, mengabaikan atau menginjak-injak nilai-nilai moral yang luhur, namun mayoritas tidak. Dari manakah sumber nilai-nilai moral yang sesungguhnya terdapat pada hampir semua bidang dan pada segala periode? Jika tidak ada Sumber moralitas, tidak ada Pencipta, apakah standar benar dan salah semata-mata berasal dari orang-orang, masyarakat manusia? Pertimbangkan sebuah contoh: Banyak orang dan kelompok menganggap pembunuhan itu salah. Namun, seseorang dapat bertanya, ’Salah bila dibandingkan dengan apa?’ Jelaslah terdapat suatu perasaan moralitas yang mendasari masyarakat manusia secara umum dan yang telah dimasukkan ke dalam undang-undang di banyak negeri. Apa sumber standar moralitas ini? Mungkinkah itu adalah Pencipta yang cerdas yang memiliki nilai-nilai moral dan yang menempatkan kesanggupan hati nurani, atau kesadaran etika, dalam diri manusia?—Bandingkan Roma 2:14, 15.
Anda Dapat Merenungkan Masa Depan dan Merencanakannya
Segi lain dari kesadaran manusia adalah kesanggupan kita untuk mempertimbangkan masa depan. Sewaktu ditanya apakah manusia memiliki sifat-sifat yang membedakan mereka dengan binatang, Profesor Richard Dawkins mengakui bahwa manusia, memang memiliki sifat-sifat yang unik. Setelah menyebutkan ”kesanggupan untuk membuat rencana di muka dengan sadar, membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan”, Dawkins menambahkan, ”Dalam evolusi, manfaat jangka pendek selalu merupakan satu-satunya hal yang diperhitungkan; manfaat jangka panjang tidak pernah diperhitungkan. Sesuatu tidak akan mungkin berevolusi jika itu tidak mendatangkan manfaat jangka pendek yang segera atas individu tersebut. Paling tidak, sekali selama hidupnya, beberapa orang dapat mengatakan, ’Jangan pikirkan keuntungan jangka pendek yang akan Anda peroleh dengan menebang hutan ini; pikirkan apakah ada manfaat jangka panjangnya?’ Nah, menurut saya, kesanggupan ini benar-benar baru dan unik.”
Para peneliti lain meneguhkan bahwa kesanggupan manusia untuk perencanaan yang sadar dan berjangka panjang tidak ada bandingnya. Ahli fisiologi saraf William H. Calvin memperhatikan, ”Selain persiapan untuk musim dingin dan untuk kawin, yang dipicu hormon, bukti menunjukkan bahwa binatang hanya merencanakan tidak lebih dari beberapa menit di muka.” Binatang mungkin menyimpan makanan sebelum musim dingin, namun mereka tidak menganalisis segala sesuatu dengan saksama dan membuat rencana. Sebagai kontras, manusia mempertimbangkan masa depan, bahkan masa depan yang sangat jauh. Beberapa ilmuwan merenungkan apa yang mungkin terjadi atas jagat raya bermiliar-miliar tahun yang akan datang. Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa manusia—begitu berbeda dengan binatang—dapat memikirkan masa depan dan membuat rencana?
Alkitab mengatakan tentang manusia, ”Bahkan Ia [Pencipta] memberikan kekekalan dalam hati mereka.” Revised Standard Version menerjemahkannya, ”Ia telah menaruh kekekalan dalam pikiran manusia.” (Pengkhotbah 3:11) Kita menggunakan kesanggupan khas ini setiap hari, bahkan sewaktu melakukan hal yang sangat umum seperti bercermin dan membayangkan rupa kita 10 atau 20 tahun lagi. Dan kita meneguhkan apa yang Pengkhotbah 3:11 katakan, sewaktu kita memikirkan walaupun hanya secara sepintas lalu konsep-konsep seperti tidak terbatasnya ruang dan waktu. Fakta bahwa kita memiliki kesanggupan ini saja, selaras dengan komentar bahwa Pencipta telah menaruh ”kekekalan dalam pikiran manusia”.
Tertarik kepada Pencipta
Akan tetapi, banyak orang tidak sepenuhnya puas dengan menikmati keindahan, melakukan hal yang baik kepada sesama manusia, dan berpikir tentang masa depan. ”Anehnya,” tulis Profesor C. Stephen Evans, ”bahkan pada saat-saat yang paling bahagia dan penuh kenangan manis, kita sering kali merasa ada sesuatu yang kurang. Kita mendapati diri menginginkan lebih banyak namun tidak tahu apa yang kita inginkan.” Memang, manusia yang sadar—tidak seperti binatang yang menghuni planet ini bersama kita—memiliki kebutuhan lain.
”Agama berurat-berakar dalam perangai manusia dan semangat keagamaan terdapat pada segala lapisan status ekonomi dan latar belakang pendidikan.” Kata-kata ini menyimpulkan hasil penelitian Profesor Alister Hardy dalam The Spiritual Nature of Man. Hal ini meneguhkan apa yang telah dihasilkan oleh banyak penelitian lain—manusia sadar akan Allah. Meskipun beberapa individu mungkin ateis, namun tidak semuanya. Buku Is God the Only Reality? mengamati, ”Pencarian melalui agama untuk memperoleh makna . . . adalah pengalaman yang umum dalam setiap kebudayaan dan setiap zaman sejak munculnya manusia.”
Dari manakah kesadaran akan Allah ini yang tampaknya sudah ada sejak manusia lahir? Jika manusia hanya semata-mata kumpulan asam nukleat dan molekul protein yang muncul secara kebetulan, mengapa kumpulan molekul ini memperkembangkan kecintaan akan seni dan keindahan, menjadi religius, dan memikirkan kekekalan?
Sir John Eccles menyimpulkan bahwa sebuah penjelasan evolusioner untuk eksistensi manusia ”gagal dalam suatu hal yang paling penting. Evolusi tidak dapat menerangkan eksistensi kita masing-masing sebagai makhluk-makhluk unik yang memiliki kesadaran-diri.” Semakin banyak kita belajar tentang cara otak dan pikiran kita bekerja, semakin mudah bagi kita untuk melihat mengapa jutaan orang telah menyimpulkan bahwa eksistensi manusia yang sadar merupakan bukti adanya Pencipta yang mempedulikan kita.
Dalam pasal berikut, kita akan melihat mengapa orang-orang dari segala lapisan masyarakat telah mendapati bahwa kesimpulan yang rasional ini menjadi dasar untuk menemukan jawaban yang memuaskan bagi pertanyaan-pertanyaan penting: Mengapa kita berada di sini, dan ke mana kita akan pergi?
[Kotak di hlm. 51]
Juara Catur versus Komputer
Sewaktu komputer mutakhir, Deep Blue, mengalahkan juara dunia catur, timbul pertanyaan, ”Bukankah kita terpaksa menyimpulkan bahwa Deep Blue pasti memiliki pikiran?”
Profesor David Gelernter dari Universitas Yale menjawab, ”Tidak. Deep Blue hanyalah sebuah mesin. Ia sama sekali tidak memiliki pikiran, ia seperti sebuah pot bunga. . . . Makna utamanya: manusia adalah pembuat mesin yang piawai.”
Profesor Gelernter menunjuk perbedaan utama ini, ”Otak adalah mesin yang dapat menciptakan seorang ’Saya’. Otak dapat mewujudkan apa yang dibayangkan, dan komputer tidak dapat melakukannya.”
Ia menyimpulkan, ”Kesenjangan antara manusia dan [komputer] bersifat permanen dan tidak akan pernah terjembatani. Mesin akan terus membuat kehidupan lebih mudah, lebih sehat, lebih menarik, dan lebih membingungkan. Dan, umat manusia akan terus berminat pada hal-hal sama yang mereka selalu minati: tentang diri mereka, tentang satu sama lain, dan kebanyakan dari antara mereka berminat, akan Allah. Mesin tidak pernah melakukan hal-hal ini. Dan tidak akan pernah.”
[Kotak di hlm. 53]
Supercomputer Sama dengan Siput
”Komputer-komputer zaman sekarang bahkan tidak dapat menyamai manusia berusia 4 tahun dalam kesanggupan mereka untuk melihat, berbicara, bergerak, atau menggunakan akal sehat. Salah satu alasan, tentunya, adalah kemampuan pengolahan data. Diperkirakan bahwa kapasitas pengolahan informasi supercomputer yang paling canggih sekalipun sama dengan sistem saraf seekor siput—suatu bagian kecil saja dari tenaga yang tersedia di supercomputer di dalam tempurung kepala [kita].”—Steven Pinker, direktur Pusat Kognitif Ilmu Saraf di Institut Teknologi Massachusetts.
[Kotak di hlm. 54]
”Otak manusia hampir seluruhnya terdiri dari korteks [serebral]. Otak seekor simpanse, misalnya, juga memiliki korteks, namun dalam proporsi yang jauh lebih kecil. Korteks memungkinkan kita untuk berpikir, mengingat, membayangkan. Pada dasarnya, kita adalah manusia karena korteks kita.”—Edoardo Boncinelli, direktur riset biologi molekuler, Milan, Italia.
[Kotak di hlm. 55]
Dari Fisika Partikel sampai Otak Anda
Profesor Paul Davies merenungkan kesanggupan otak untuk mempergunakan matematika sebagai bidang yang abstrak. ”Matematika bukanlah sesuatu yang Anda dapati tergeletak begitu saja di halaman belakang rumah Anda. Matematika dihasilkan oleh pikiran manusia. Namun, jika kita bertanya di manakah matematika paling efektif diterapkan, jawabannya adalah dalam bidang-bidang seperti fisika partikel dan astrofisika, bidang ilmu dasar yang sangat, sangat jauh terpisah dari kehidupan sehari-hari.” Apa yang diartikan oleh hal ini? ”Ini memperlihatkan kepada saya bahwa kesadaran dan kesanggupan kita untuk melakukan matematika bukan datang secara kebetulan saja, bukan hal kecil yang dapat dikesampingkan, bukan produk sampingan yang tidak berarti dari evolusi.”—Are We Alone?
[Kotak/Gambar di hlm. 56, 57]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
Lobus Frontalis
Korteks anterior
Area Broca
Area Wernicke
Korteks motoris
● Korteks Serebral adalah wilayah permukaan otak yang berhubungan erat dengan kecerdasan. Korteks serebral manusia, jika dipipihkan, akan menutupi empat halaman kertas ketik; korteks seekor simpanse akan menutupi hanya satu halaman; dan korteks seekor tikus akan menutupi sebuah perangko.—Scientific American.
[Kotak di hlm. 58]
Setiap Orang Memiliki Suatu Bahasa
Sepanjang sejarah, setiap kali sekelompok orang bertemu dengan kelompok lain, masing-masing mendapati kelompok lain berbicara dengan bahasa tertentu. The Language Instinct mengomentari, ”Tidak ada suku bisu yang pernah dijumpai, dan tidak ada bukti bahwa ada suatu wilayah yang menjadi ’tempat lahirnya’ bahasa-bahasa yang kemudian menyebar ke kelompok-kelompok yang sebelumnya tidak memiliki bahasa. . . . Keuniversalan bahasa yang rumit merupakan suatu temuan yang membuat para ahli linguistik merasa takjub, dan menjadi alasan pertama mereka untuk menduga bahwa bahasa adalah . . . produk naluri istimewa manusia.”
[Kotak di hlm. 59]
Bahasa dan Kecerdasan
Mengapa kecerdasan manusia jauh melebihi kecerdasan binatang, seperti kera? Jawabannya adalah penggunaan sintaksis kita—menggabungkan bunyi untuk membentuk kata-kata dan menggunakan kata-kata untuk membentuk kalimat. Ahli fisiologi saraf teoretis, Dr. William H. Calvin menjelaskan:
”Simpanse liar menggunakan sekitar tiga lusin bunyi bahasa untuk menyampaikan sekitar tiga lusin arti. Mereka mungkin mengulangi suatu bunyi untuk menekankan artinya, namun mereka tidak merangkai tiga bunyi menjadi satu untuk menambah kata baru bagi kosakata mereka.
”Kita, manusia, juga menggunakan tiga lusin bunyi bahasa, yang disebut fonem. Namun, hanya kombinasi-kombinasi fonem itulah yang memiliki arti: kita merangkai bunyi-bunyi yang tidak memiliki arti menjadi kata-kata yang penuh arti.” Dr. Calvin memperhatikan bahwa ”belum ada yang pernah menjelaskan” cara terjadinya lompatan dari ”satu bunyi/satu arti” binatang ke kapasitas unik yang dimiliki manusia untuk menggunakan sintaksis.
[Kotak di hlm. 60]
Anda Dapat Melakukan Lebih daripada Sekadar Mencoret-coret
”Apakah hanya manusia, Homo sapiens, yang dapat berkomunikasi melalui bahasa? Jelaslah, jawabannya bergantung pada apa yang dimaksud dengan ’bahasa’—karena semua hewan yang tingkatnya lebih tinggi tentu berkomunikasi dengan beragam variasi seperti isyarat, bau, lolongan, jeritan serta kicauan, dan bahkan tarian yang dilakukan lebah. Namun, tidak ada hewan yang seperti manusia yang memiliki tata bahasa berstruktur. Dan, mungkin yang patut diperhatikan adalah bahwa binatang tidak membuat gambar-gambar. Yang terbaik yang dapat mereka lakukan hanyalah mencoret-coret.”—Profesor R. S. dan Profesor D. H. Fouts.
[Kotak di hlm. 61]
”Bila kita memperhatikan pikiran manusia, kita juga menemukan struktur yang luar biasa rumit,” tulis Profesor A. Noam Chomsky. ”Bahasa merupakan salah satu contoh, namun ini bukan satu-satunya contoh. Bayangkan kapasitas otak untuk memanfaatkan konsep abstrak sistem angka [yang tampaknya] hanya dimiliki manusia.”
[Kotak di hlm. 62]
”Dianugerahi” Hasrat untuk Bertanya
Sehubungan dengan masa depan jagat raya kita, ahli fisika Lawrence Krauss, menulis, ”Kita memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang tidak pernah kita lihat secara langsung karena kita dapat menanyakannya. Anak-anak kita, atau anak-anak mereka, pada suatu hari akan menjawabnya. Kita dianugerahi imajinasi.”
[Kotak di hlm. 69]
Jika jagat raya dan kehidupan kita di dalamnya terjadi secara kebetulan, kehidupan kita tidak dapat memiliki makna yang langgeng. Namun, jika kehidupan kita dalam jagat raya ini merupakan hasil rancangan, pasti ada makna yang memuaskan bagi kehidupan.
[Kotak di hlm. 72]
Apakah Kesanggupan Ilmiah Manusia karena Mengelak Harimau Bertaring Panjang?
John Polkinghorne, dari Universitas Cambridge, Inggris mengamati:
”Ahli fisika teoretis Paul Dirac menemukan sesuatu yang dijuluki teori medan kuantum yang sangat fundamental bagi pengertian kita akan dunia fisik. Saya tidak dapat percaya bahwa kesanggupan Dirac untuk menemukan teori tersebut, atau kesanggupan Einstein untuk menemukan teori umum relativitas, muncul karena nenek moyang kita dahulu harus bisa mengelak harimau bertaring panjang agar dapat tetap hidup. Sesuatu yang jauh lebih dalam, yang jauh lebih misterius, terjadi. . . .
”Sewaktu kita melihat ketertiban yang logis dan keindahan alam yang tampak jelas, yang disingkapkan melalui ilmu alam, kita melihat sebuah dunia yang penuh dengan bukti adanya kecerdasan. Bagi seseorang yang beragama, kecerdasan Pencipta diperlihatkan dengan cara ini.”—Commonweal.
[Gambar di hlm. 63]
Hanya manusia yang menyusun pertanyaan. Beberapa adalah pertanyaan tentang makna kehidupan
[Gambar di hlm. 64]
Tidak seperti binatang, manusia memiliki kesadaran akan diri mereka dan akan masa depan
[Gambar di hlm. 70]
Hanya manusia yang menghargai keindahan, memikirkan masa depan, dan tertarik kepada Pencipta
-
-
Hasil Karya Ini—Apa Penyebabnya?Apakah Ada Pencipta yang Mempedulikan Anda?
-
-
Pasal Lima
Hasil Karya Ini—Apa Penyebabnya?
SEPERTI yang ditulis pada pasal-pasal sebelumnya, penemuan ilmiah modern memberikan berlimpah bukti yang meyakinkan bahwa jagat raya maupun kehidupan di bumi memiliki suatu permulaan. Apa penyebab permulaan ini?
Setelah mempelajari bukti-bukti yang ada, banyak orang menyimpulkan bahwa pasti ada Penyebab Awal. Meskipun demikian, mereka mungkin enggan menganggap Penyebab ini sebagai suatu pribadi. Keengganan untuk berbicara tentang Pencipta merupakan sikap beberapa ilmuwan.
Misalnya, Albert Einstein yakin bahwa jagat raya memiliki suatu permulaan, dan ia menyatakan hasratnya ”untuk mengetahui bagaimana Allah menciptakan dunia ini”. Namun, Einstein tidak mengakui kepercayaan akan suatu pribadi Allah; ia berbicara tentang ’perasaan religius yang berhubungan dengan kosmos, yang tidak mengenal dogma maupun konsep Allah yang dianggap memiliki citra manusia’. Demikian pula, penerima hadiah Nobel, seorang ahli kimia bernama Kenichi Fukui, menyatakan kepercayaan akan suatu kerangka besar di jagat raya. Ia mengatakan bahwa ”mata rantai dan kerangka besar ini mungkin dinyatakan dengan kata-kata seperti ’Mutlak’ atau ’Allah’”. Namun, ia menjulukinya sebagai ”keganjilan alam”.
Sadarkah Anda bahwa kepercayaan akan penyebab yang bukan suatu pribadi sangat mirip dengan pemikiran religius orang Timur? Banyak orang Timur percaya bahwa alam ada dengan sendirinya. Gagasan ini bahkan dinyatakan dalam huruf-huruf Cina untuk kata alam, yang secara harfiah berarti ”tercipta sendiri” atau ”ada dengan sendirinya”. Einstein yakin bahwa perasaan religiusnya yang berhubungan dengan kosmos dinyatakan dengan baik dalam Buddhisme. Agama Buddha percaya bahwa campur tangan Pencipta dalam menghasilkan jagat raya dan manusia tidaklah penting. Demikian pula, agama Shinto tidak menjelaskan bagaimana alam terwujud, dan para penganut agama Shinto percaya bahwa dewa-dewa adalah roh-roh orang mati yang berasimilasi dengan alam.
Menarik, pemikiran seperti itu tidak jauh berbeda dengan pandangan yang populer di Yunani purba. Filsuf Epikuros (341-270 SM) konon percaya bahwa ’para allah terlalu jauh untuk dapat mempengaruhi kita’. Ia percaya bahwa manusia adalah produk alam, mungkin melalui generatio spontanea dan seleksi alam. Dari keterangan tersebut Anda mungkin sadar bahwa gagasan yang serupa dewasa ini sama sekali tidak modern.
Sezaman dengan orang-orang Epikuros terdapat orang-orang Yunani Stoa, yang memandang alam sebagai Allah. Mereka beranggapan bahwa pada saat manusia mati, energinya yang tidak berkepribadian diserap kembali ke dalam lautan energi yang membentuk Allah. Mereka merasa bahwa bekerja sama dengan hukum-hukum alam adalah wujud kebaikan yang tertinggi. Pernahkah Anda mendengar pandangan yang serupa pada zaman kita?
Ujian terhadap Suatu Pribadi Allah
Akan tetapi, kita hendaknya tidak memandang semua informasi dari Yunani purba sebagai sejarah kuno yang menarik belaka. Dalam lingkungan orang-orang yang memiliki kepercayaan-kepercayaan seperti yang disebutkan dalam paragraf sebelumnya, seorang guru yang terkenal pada abad pertama mempersembahkan salah satu ceramah terpenting sepanjang sejarah. Tabib dan sejarawan Lukas mencatat ceramah ini, dan kita menemukannya dalam buku Kisah Para Rasul pasal 17. Ceramah ini dapat membantu meluruskan pandangan kita tentang Penyebab Awal dan dapat membantu kita untuk mengetahui kedudukan kita. Namun, bagaimana suatu ceramah yang diberikan 1.900 tahun yang lalu dapat mempengaruhi kehidupan orang-orang pada masa ini seraya orang-orang yang tulus mencari makna kehidupan?
Guru yang terkenal itu, Paulus, diundang ke Mahkamah Agung di Athena. Di sana ia menghadapi orang-orang Epikuros dan Stoa, yang tidak mempercayai suatu pribadi Allah. Dalam kata-kata pembukaannya, Paulus mengatakan bahwa ia melihat sebuah altar di kota mereka dengan tulisan ”Kepada Suatu Allah yang Tidak Dikenal” (bahasa Yunani, A·gnoʹstoi The·oiʹ). Menarik, ada yang berpikir bahwa ahli biologi Thomas H. Huxley (1825-95) menyinggung hal ini sewaktu ia menciptakan istilah ”agnostik”. Huxley menerapkan kata ini kepada orang-orang yang percaya bahwa ”penyebab awal (Allah) dan asal mula segala sesuatu tidak diketahui atau tidak dapat dikenal”. Namun, apakah Pencipta benar-benar ”tidak dapat dikenal” seperti yang dipercayai banyak orang?
Terus terang, ungkapan Paulus disalahterapkan; meleset dari apa yang Paulus maksudkan. Sebaliknya, daripada mengatakan bahwa Sang Pencipta tidak dapat dikenal, Paulus sekadar mengatakan bahwa Ia tidak dikenal oleh orang-orang Athena tersebut. Paulus tidak memiliki bukti ilmiah sebanyak yang kita miliki dewasa ini mengenai eksistensi Pencipta. Namun, Paulus tidak memiliki keraguan bahwa ada suatu pribadi, Perancang yang cerdas, yang sifat-sifat-Nya hendaknya membuat kita tertarik kepada-Nya. Perhatikan apa yang Paulus katakan selanjutnya,
”Apa yang kepadanya kamu memberi pengabdian yang saleh tanpa mengenalnya, inilah yang aku beritakan kepadamu. Allah yang menjadikan dunia dan segala perkara di dalamnya, karena ia adalah, sebagaimana Pribadi ini adanya, Tuan atas langit dan bumi, tidak tinggal di kuil-kuil buatan tangan, ia juga tidak dilayani oleh tangan manusia seolah-olah ia membutuhkan sesuatu, karena ia sendiri memberikan kepada semua orang kehidupan dan napas dan segala sesuatu. Dan ia menjadikan dari satu pria setiap bangsa manusia, untuk tinggal di atas segenap permukaan bumi.” (Kisah 17:23-26) Tidakkah Anda setuju bahwa ini adalah cara penalaran yang menarik?
Ya, sebaliknya daripada memperlihatkan bahwa Allah tidak dapat dikenal, Paulus menekankan bahwa orang-orang yang membuat altar di Athena tersebut, serta banyak orang dari antara hadirinnya, belum mengenal Dia. Paulus kemudian mendesak mereka—dan semua orang yang kemudian membaca ceramahnya—untuk berupaya mengenal Sang Pencipta, karena ”dia tidak jauh dari kita masing-masing”. (Kisah 17:27) Anda dapat melihat bahwa Paulus secara bijaksana memperkenalkan fakta bahwa kita dapat melihat bukti adanya Pencipta segala sesuatu dengan cara mengamati ciptaan-Nya. Dengan melakukan hal ini, kita juga dapat memahami beberapa dari antara sifat-sifat-Nya.
Kita telah memeriksa berbagai bukti yang mengarah kepada Pencipta. Salah satunya adalah jagat raya yang sangat luas, yang diorganisasi secara cerdas, yang jelas memiliki suatu permulaan. Bukti lain lagi adalah kehidupan di atas bumi, termasuk rancangan yang tampak dalam sel-sel tubuh kita. Dan bukti yang ketiga adalah otak kita, dan yang terkait dengannya yaitu kesadaran diri dan minat kita akan masa depan. Namun, marilah kita pertama-tama melihat dua contoh lain hasil karya Sang Pencipta yang mempengaruhi kita setiap hari. Sambil melakukan hal ini, tanyakan kepada diri Anda, ’Apa yang diperlihatkan oleh hal ini kepada saya tentang kepribadian dari Pribadi yang merancang dan menyediakannya?’
Belajar dari Hasil Karya-Nya
Sekadar mengamati ciptaan-Nya sudah memberi tahu banyak hal tentang Sang Pencipta. Pada kesempatan lain, Paulus menyebutkan sebuah contoh mengenai hal ini sewaktu ia memberi tahu sekumpulan orang di Asia Kecil, ”Pada generasi-generasi yang lampau ia [Sang Pencipta] mengizinkan semua bangsa berjalan pada jalan-jalan mereka, meskipun, sesungguhnya, ia tidak membiarkan dirinya tanpa kesaksian dalam hal ia melakukan kebaikan, dengan memberi kamu hujan dari langit dan musim-musim dengan hasil yang limpah, memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan yang limpah.” (Kisah 14:16, 17) Perhatikan contoh yang Paulus berikan tentang cara Sang Pencipta, dalam hal menyediakan makanan bagi umat manusia, telah memberikan kesaksian tentang kepribadian-Nya.
Di beberapa negeri dewasa ini, orang-orang mungkin menganggap tersedianya makanan sebagai sesuatu yang sudah semestinya. Di tempat lain, banyak orang berjuang untuk memperoleh cukup makanan. Apa pun keadaannya, bahkan kemungkinan untuk memperoleh makanan yang memelihara hidup kita ini saja, bergantung pada hikmat dan kebaikan Pencipta kita.
Makanan bagi manusia maupun binatang dihasilkan dari siklus-siklus yang pelik—termasuk siklus air, siklus karbon, siklus fosfor, dan siklus nitrogen. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dalam proses fotosintesis yang sangat penting ini, tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air sebagai bahan mentah untuk menghasilkan gula, dan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi. Kebetulan, selama fotosintesis, tumbuhan melepaskan oksigen. Dapatkah ini disebut ”limbah”? Bagi kita, produk sampingan ini tentu saja bukan limbah. Produk ini benar-benar penting sehingga kita dapat menghirup oksigen dan menggunakannya untuk metabolisme, atau pembakaran makanan dalam tubuh kita. Kita mengembuskan karbon dioksida yang dihasilkan dari metabolisme tersebut, yang didaur ulang oleh tumbuhan sebagai bahan mentah untuk fotosintesis. Kita mungkin telah mempelajari proses ini pada bidang studi ilmu pengetahuan alam dasar, namun tidak berarti proses ini kurang penting dan biasa-biasa saja. Ini baru permulaannya.
Dalam sel-sel tubuh kita dan tubuh binatang, fosfor berguna untuk memindahkan energi. Dari mana kita mendapatkan fosfor? Sekali lagi, dari tumbuhan. Mereka menyerap fosfat anorganik dari tanah dan mengubahnya menjadi fosfat organik. Kita makan tumbuhan yang mengandung fosfor bentuk organik ini dan menggunakannya untuk kegiatan yang penting. Kemudian, fosfor kembali ke tanah dalam bentuk ”kotoran” yang dapat diserap lagi oleh tumbuhan.
Kita juga membutuhkan nitrogen, yang merupakan bagian dari setiap protein dan molekul ADN dalam tubuh kita. Bagaimana kita memperoleh unsur yang begitu penting bagi kehidupan ini? Meskipun sekitar 78 persen udara di sekitar kita berupa nitrogen, tidak ada tumbuhan ataupun binatang yang dapat menyerapnya secara langsung. Jadi, nitrogen di dalam udara harus diubah menjadi bentuk-bentuk lain sebelum dapat diambil oleh tumbuhan dan kemudian digunakan oleh manusia dan binatang. Bagaimana pengubahan, atau pengikatan nitrogen demikian, terjadi? Dengan berbagai cara. Satu cara adalah melalui kilat.a Pengikatan nitrogen juga terlaksana karena bakteri yang hidup dalam akar polong-polongan, seperti kacang polong, kacang kedelai, dan alfalfa. Bakteri ini mengubah nitrogen bebas menjadi zat-zat yang dapat digunakan tumbuhan. Dengan cara ini, sewaktu Anda makan sayur-sayuran hijau, Anda memperoleh nitrogen, yang dibutuhkan tubuh Anda untuk memproduksi protein. Yang amat mengherankan, kita menemukan spesies polong-polongan dalam hutan hujan tropis, gurun, dan bahkan tundra. Dan bila suatu daerah terbakar, polong-polongan biasanya adalah tanaman pertama yang tumbuh kembali.
Sungguh luar biasa sistem-sistem daur ulang ini! Setiap sistem memanfaatkan limbah dari siklus lain. Energi yang dibutuhkan pada dasarnya datang dari matahari kita—sebuah sumber energi yang bersih, tiada habisnya, dan tetap. Benar-benar kontras dengan upaya manusia untuk mendaur ulang sumber daya! Bahkan produk-produk buatan manusia yang dikatakan ramah-lingkungan tidak dapat membantu membuat bumi menjadi planet yang lebih bersih karena kerumitan sistem daur ulang manusia. Mengenai hal ini, U.S.News & World Report menjelaskan bahwa produk-produk hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga komponen mereka yang bernilai tinggi dapat dengan mudah dipulihkan melalui daur ulang. Bukankah hal ini yang kita lihat dalam siklus-siklus alami? Maka, apa yang disingkapkan oleh hal ini tentang pemikiran jauh ke depan serta hikmat Sang Pencipta?
Tidak Berat Sebelah dan Adil
Untuk membantu kita melihat secara lebih mendalam beberapa dari antara sifat-sifat Sang Pencipta, marilah kita mempertimbangkan satu sistem lagi—sistem kekebalan dalam tubuh kita. Termasuk bakteri.
”Meskipun minat manusia terhadap bakteri sering terpusat pada pengaruh mereka yang merugikan,” demikian pengamatan The New Encyclopædia Britannica, ”sebagian besar bakteri tidak berbahaya bagi manusia, dan kebanyakan dari antaranya justru bermanfaat.” Sebenarnya, bakteri memegang peran penting yang menyangkut soal hidup dan mati. Bakteri memainkan peran yang sangat penting dalam siklus nitrogen seperti yang baru saja disebutkan di atas, sebagaimana juga dalam siklus-siklus yang menyangkut karbon dioksida dan beberapa unsur lain. Kita juga membutuhkan bakteri di dalam organ-organ pencernaan kita. Dalam usus bagian bawah kita saja, terdapat sekitar 400 spesies bakteri, dan mereka membantu menyatukan vitamin K dan membantu pemrosesan kotoran. Manfaat lain bagi kita adalah, bakteri membantu sapi mengubah rumput menjadi susu. Bakteri lain penting untuk fermentasi—untuk membuat keju, yoghurt, pickles (acar timun), sauerkraut (kol yang diasamkan), dan kimchi. Namun, bagaimana jika bakteri mencapai suatu bagian dalam tubuh kita yang bukan tempatnya?
Maka, lebih dari dua triliun sel darah putih dalam tubuh kita akan memerangi bakteri yang dapat mencelakakan kita. Daniel E. Koshland, Jr., redaktur majalah Science, menjelaskan, ”Sistem kekebalan dirancang untuk mengenali datangnya para penyerbu asing. Untuk melakukan hal itu, sistem kekebalan ini menghasilkan sekitar 1011 [100.000.000.000] jenis reseptor kekebalan, sehingga tidak soal ukuran atau bentuk penyerbu asing yang datang, akan terdapat beberapa reseptor tambahan untuk mengenali dan menyingkirkannya.”
Satu jenis sel yang digunakan tubuh kita untuk memerangi penyerang adalah makrofag; namanya berarti ”pelahap besar” dan namanya cocok sekali karena, ia melahap zat-zat asing dalam darah kita. Misalnya, setelah menyantap suatu virus yang menyerang, makrofag memecah-mecahkannya menjadi bagian-bagian kecil. Maka tampaklah beberapa protein virus dari pecahan-pecahan tubuhnya. Sedikit protein penanda ini berfungsi sebagai tanda peringatan bagi sistem kekebalan kita, memberi peringatan bahwa organisme asing sedang berkeliaran di dalam diri kita. Jika sel lain dalam sistem kekebalan, yaitu sel T penolong, mengenali protein virus tersebut, sel ini bertukar sinyal kimiawi dengan makrofag. Bahan-bahan kimia ini sendiri adalah protein luar biasa yang memiliki sederetan fungsi yang sangat kompleks, untuk menertibkan dan meningkatkan kepekaan sistem kekebalan kita terhadap datangnya serbuan. Proses ini menghasilkan pertarungan yang sengit melawan jenis virus tertentu. Oleh karena itu, kita biasanya dapat mengatasi infeksi.
Sebenarnya, lebih banyak lagi yang tersangkut, namun uraian singkat ini saja telah menyingkapkan kompleksitas sistem kekebalan kita. Bagaimana caranya kita memperoleh mekanisme yang pelik ini? Mekanisme ini terjadi secara cuma-cuma, tidak soal keadaan keuangan keluarga kita atau kedudukan sosial kita. Bandingkan hal itu dengan ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan yang tersedia bagi kebanyakan orang. ”Bagi WHO [Organisasi Kesehatan Dunia], ketidakadilan yang terus meningkat dalam pelayanan kesehatan, secara harfiah menjadi soal hidup dan mati, karena yang miskin membayar harga ketidakadilan sosial itu dengan kesehatan mereka,” tulis direktur jenderal WHO, Dr. Hiroshi Nakajima. Anda dapat memahami keluh kesah yang dinyatakan oleh salah seorang penghuni daerah kumuh di São Paulo ini, ”Bagi kami, pelayanan kesehatan yang baik bagaikan sebuah barang dalam etalase di sebuah pusat perbelanjaan mewah. Kami dapat memandangnya, namun tidak sanggup memperolehnya.” Jutaan orang di seluruh dunia merasakan hal yang sama.
Ketidakadilan demikian menggerakkan Albert Schweitzer untuk pergi ke Afrika guna menyediakan perawatan medis bagi orang-orang yang kurang mampu, dan hadiah Nobel menjadi imbalan atas upayanya. Apa sifat-sifat yang akan Anda kaitkan dengan pria dan wanita yang telah melakukan perbuatan baik semacam itu? Anda mungkin sadar bahwa mereka memiliki rasa kemanusiaan dan rasa keadilan, menganggap bahwa orang-orang di negeri-negeri berkembang juga berhak mendapatkan pelayanan medis. Kalau begitu, bagaimana dengan Pribadi yang menyediakan sistem kekebalan menakjubkan yang terbentuk dalam diri kita tanpa memandang keadaan keuangan dan kedudukan sosial kita? Bukankah hal ini terlebih lagi menunjukkan rasa kasih, sikap tidak berat sebelah, dan keadilan Sang Pencipta?
Mengenal Sang Pencipta
Sistem-sistem yang disebutkan di atas barulah contoh-contoh dasar hasil karya Sang Pencipta, namun bukankah hal itu menyingkapkan diri-Nya sebagai pribadi yang nyata dan cerdas yang sifat-sifat serta jalan-jalan-Nya membuat kita tertarik kepada-Nya? Banyak contoh lain dapat dipertimbangkan. Akan tetapi, kita mungkin telah mengalami dalam kehidupan sehari-hari bahwa sekadar mengamati pekerjaan seseorang sesungguhnya belum cukup untuk mengenalnya dengan baik. Bahkan bisa saja kita menyalahartikannya jika kita tidak memperoleh suatu gambaran lengkap tentang dirinya! Dan jika orang tersebut telah disalahgambarkan atau difitnah, bukankah lebih baik bila kita menjumpainya dan mendengarkan keterangan dari pihaknya? Kita dapat bercakap-cakap dengannya untuk memahami bagaimana reaksinya di bawah keadaan yang berbeda dan melihat sifat-sifat apa yang ia pertunjukkan.
Tentu saja, kita tidak dapat berbicara berhadapan muka dengan Pencipta jagat raya yang penuh kuasa ini. Namun, Dia telah menyingkapkan banyak hal tentang diri-Nya sebagai pribadi yang nyata dalam sebuah buku yang tersedia, secara keseluruhan atau sebagian, dalam lebih dari 2.000 bahasa, termasuk bahasa Anda. Buku tersebut—Alkitab—mengundang Anda untuk mengenal dan memupuk suatu hubungan dengan Sang Pencipta, ”Mendekatlah kepada Allah,” katanya, ”dan dia akan mendekat kepadamu.” Alkitab juga memperlihatkan caranya kita dapat menjadi sahabat-Nya. (Yakobus 2:23; 4:8) Apakah Anda berminat akan hal itu?
Untuk itu, kami mengundang Anda mempertimbangkan uraian yang sangat menarik dan berdasarkan fakta-fakta dari Sang Pencipta mengenai kegiatan penciptaan-Nya.
[Catatan Kaki]
a Kilat mengubah sejumlah nitrogen menjadi bentuk yang dapat diserap, yang jatuh ke bumi bersama hujan. Tumbuhan menggunakannya sebagai pupuk. Setelah manusia dan binatang makan tumbuhan dan menggunakan nitrogen ini, sisanya kembali ke tanah sebagai senyawa amonium dan beberapa pada akhirnya diubah kembali menjadi gas nitrogen.
[Kotak di hlm. 79]
Kesimpulan yang Masuk Akal
Terdapat kesepakatan umum di kalangan para ilmuwan bahwa jagat raya memiliki suatu permulaan. Kebanyakan ilmuwan juga bersepakat bahwa sebelum permulaan tersebut, sesuatu yang nyata haruslah ada. Beberapa ilmuwan berbicara tentang energi yang senantiasa ada. Yang lain-lain menyatakan bahwa kondisi sebelum permulaan itu adalah kekacauan purba. Apa pun istilah yang digunakan, kebanyakan memperkirakan eksistensi sesuatu—sesuatu yang tidak memiliki permulaan—yang telah ada jauh sebelumnya dalam waktu tidak terbatas.
Maka sekarang persoalannya hanyalah memperkirakan apakah penyebabnya sesuatu yang kekal atau pribadi yang kekal. Setelah mempertimbangkan apa yang telah diketahui sains tentang asal usul dan sifat jagat raya serta kehidupan di dalamnya, yang mana dari alternatif ini tampak lebih masuk akal bagi Anda?
[Kotak di hlm. 80]
”Tiap-tiap unsur yang penting bagi kehidupan—karbon, nitrogen, belerang—diubah oleh bakteri dari senyawa gas yang anorganik menjadi suatu bentuk yang dapat digunakan oleh tumbuhan dan binatang.”—The New Encyclopædia Britannica.
[Diagram/Gambar di hlm. 78]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
Apa Kesimpulan Anda?
Jagat Raya Kita
↓ ↓
Memiliki Tidak Memiliki
Permulaan Permulaan
↓ ↓
Tanpa Memiliki
Penyebab Penyebab
↓ ↓
Oleh SESUATU Oleh PRIBADI
yang Kekal yang Kekal
[Gambar di hlm. 75]
Banyak orang Timur percaya bahwa alam ada dengan sendirinya
[Gambar di hlm. 76]
Paulus membuat ceramah yang menggugah pikiran tentang Allah sewaktu berdiri di atas bukit ini, dengan Akropolis di latar belakang
[Gambar di hlm. 83]
Allah menyediakan bagi kita masing-masing suatu sistem kekebalan yang mengungguli pengobatan modern
-