-
Krisis yang Dihadapi Para PetaniSedarlah!—2003 | 8 Oktober
-
-
Krisis yang Dihadapi Para Petani
RICHARD membajak lahan yang sama dengan yang digarap kakek buyutnya sekitar 100 tahun yang lalu. Namun, pada tahun 2001, petani Kanada ini adalah yang pertama dalam empat generasi keluarganya yang sama sekali tidak menuai panenan. Lahan mereka hancur oleh musim kering. Rendahnya harga panenan pada tahun-tahun sebelumnya dan naiknya biaya produksi telah menambah kesukarannya. Richard mengeluh, ”Situasinya terus memburuk dan tidak ada jalan keluar.”
Di Corn Belt, Amerika Serikat, Larry mempunyai sebuah lahan pertanian yang dimiliki keluarganya selama 115 tahun. ”Saya merasa bertanggung jawab untuk terus menjalankan lahan pertanian ini, mengolahnya agar menguntungkan . . . , dan saya tidak sanggup melakukannya,” katanya. Larry dan istrinya kehilangan lahan pertanian mereka.
Larry dan Richard tidak sendirian. Di Inggris, wabah penyakit kaki-dan-mulut di antara hewan pertanian telah mengakibatkan kerugian finansial dan dampak emosi yang amat besar atas para petani. Suatu laporan berita menyatakan, ”Kehidupan sehari-hari di lahan pertanian Inggris—bahkan di lahan yang tidak terjamah penyakit—ditandai dengan kekhawatiran, keterasingan, dan perjuangan tanpa harapan untuk mengusir para rentenir.” Di beberapa negara berkembang, perang, musim kering, pertumbuhan penduduk yang pesat, dan banyak faktor lainnya telah menggagalkan upaya kaum petani. Pemerintah terpaksa mengimpor makanan—makanan yang tak terbeli oleh banyak keluarga.
Jadi, problem kaum petani berdampak luas. Meskipun demikian, hanya sedikit penduduk kota yang mempedulikan tantangan-tantangan yang dihadapi pertanian. Hampir 50 tahun yang lalu, Presiden AS Dwight D. Eisenhower dengan tepat menyatakan, ”Bertani kelihatan sangat mudah apabila bajak Anda adalah sebatang pensil [bekerja di kantor], dan Anda berada ribuan mil dari ladang jagung.” Kaum petani dewasa ini juga merasakan bahwa sebagian besar penduduk dunia kurang pengetahuan tentang pertanian dan peranan penting para petani. ”Orang-orang tidak berminat mengetahui dari mana makanan kita berasal,” keluh seorang petani Kanada. ”Sebelum makanan dibungkus plastik dan disimpan di rak penyimpanan, banyak tangan orang yang telah menyentuhnya.”
Karena kita semua bergantung pada industri pertanian, problem kaum petani tidak dapat diabaikan. Sosiolog Don A. Dillman dan Daryl J. Hobbs memperingatkan, ”Dalam masyarakat kita yang sangat saling tergantung, problem pedesaan dengan cepat menjadi problem perkotaan, dan sebaliknya. Tidak ada perkotaan maupun pedesaan dari masyarakat kita yang dapat makmur untuk waktu yang lama apabila yang lainnya merana.” Selain itu, dalam perkampungan global dewasa ini, kemerosotan ekonomi sebuah bangsa dapat dengan drastis mempengaruhi penjualan panenan dan biaya produksi di negeri lain.
Maka, tidak heran kalau Pusat Obat-obatan Agraris dan Kesehatan New York melaporkan, ”Pertanian adalah salah satu dari 10 pekerjaan yang paling menekan di Amerika Serikat.” Apa beberapa faktor di balik krisis pertanian? Bagaimana kaum petani dapat menanggulanginya? Adakah alasan untuk percaya bahwa krisis ini dapat dipecahkan?
[Kutipan di hlm. 4]
”Bertani kelihatan sangat mudah apabila bajak Anda adalah sebatang pensil, dan Anda berada ribuan mil dari ladang jagung”
-
-
Ada Apa di Balik Krisis Pertanian?Sedarlah!—2003 | 8 Oktober
-
-
Ada Apa di Balik Krisis Pertanian?
”Karyawan pada Jalur Telepon Petani Stres dilatih untuk membantu Anda mengatasi stres pertanian. Kami adalah petani dan mantan petani—sama seperti Anda—dan kami mengerti tantangan yang dihadapi keluarga pedesaan. Kami dapat menghubungkan Anda dengan orang yang dapat membantu. . . . Semua percakapan telepon bersifat konfidensial.”—Dari sebuah situs Web pemerintah Kanada.
STRES kini diakui oleh banyak pakar kesehatan sebagai bahaya pekerjaan pertanian. Untuk membantu para petani menanggulanginya, ada psikolog klinis yang berspesialisasi pada stres pertanian, yang menawarkan layanan sebagai kelompok pendukung dan sambungan-khusus stres bagi komunitas pertanian.
Jane, istri seorang petani, menghadiri suatu sesi kelompok konseling Kamis malam. ”Saya datang karena suami saya bunuh diri,” jelas Jane. ”Impiannya sejak dulu ialah mengolah lahan pertanian keluarga, dan saya kira jika ia tidak dapat melakukan itu, ia tidak mau melakukan apa pun yang lain.”
Banyak orang memperhatikan peningkatan luar biasa dalam jumlah petani yang mencari kelegaan dari stres. Sebenarnya, ada apa di balik krisis yang dihadapi banyak petani?
Bencana Alam dan Penyakit
Situs Web pemerintah yang dikutip di awal menyatakan, ”Sifat dasar pekerjaan pertanian berarti bahwa sebagian besar kehidupan sehari-hari Anda—cuaca, harga pasar, tingkat suku bunga, peralatan yang rusak—tidak di bawah kendali Anda. Bahkan memilih antara dua hal seperti tanaman yang mana untuk ditanam atau memilih antara menjual tanah [versus] mengalihkannya kepada rentenir dapat menciptakan stres, karena hasilnya bisa positif atau negatif.” Apabila faktor-faktor ini diperparah oleh ancaman musim kering atau penyakit atau kehilangan ladang, stresnya bisa tak tertanggulangi.
Musim kering, contohnya, bisa menjadi pedang bermata dua. Petani Howard Paulsen menjelaskan bahwa musim kering tahun 2001, salah satu yang terburuk dalam sejarah Kanada, mengimbas panenan dan ternaknya. Tanpa padang rumput untuk merumput atau panenan untuk dituai, makanan hewan harus dibeli. ”Saya sudah membelanjakan 10.000 dolar Kanada untuk pakan ternak dan kini saya memberi mereka pakan yang seharusnya digunakan pada musim dingin,” katanya. ”Jika Anda mulai melakukan itu, memelihara ternak pun tidak ada untungnya.” Di wilayah lain, banjir telah menghancurkan banyak lahan pertanian—merusak seluruh panenan.
Merajalelanya penyakit kaki-dan-mulut di Inggris pada tahun 2001 hanyalah rangkaian problem terbaru yang dialami para petani Inggris, termasuk penyakit sapi gila dan demam babi. Penyakit ini—dan rasa takut yang ditimbulkannya pada publik—tidak sekadar menimbulkan kerugian ekonomi. Agence France-Presse melaporkan, ”Orang-orang desa yang kekar, bukan tipe orang yang cengeng, tampak terisak seraya mereka mengamati dokter hewan pemerintah menumpukkan ternak yang telah mereka pelihara seumur hidup ke atas tumpukan kayu yang menyala-nyala.” Menyusul merebaknya penyakit sapi ini, polisi bahkan mulai menyita senapan berburu dari para petani yang tampaknya bakal bunuh diri. Layanan-layanan konseling dibanjiri telepon dari para petani yang cemas.
Ketidakstabilan Ekonomi
Ada juga perubahan dramatis dalam panggung ekonomi. ”Antara tahun 1940 dan pertengahan 1980-an,” bunyi sampul belakang buku Broken Heartland, ”biaya produksi pertanian di Daerah Utama Amerika melonjak tiga kali lipat, pembelian modal melonjak empat kali, pembayaran bunga melonjak sepuluh kali lipat, keuntungan turun 10 persen, jumlah petani berkurang dua pertiga, dan hampir setiap komunitas pertanian kehilangan populasi, bisnis, dan stabilitas ekonomi.”
Mengapa keuntungan tidak mengimbangi biaya yang membubung? Dalam komunitas global dewasa ini, para petani dipengaruhi oleh kekuatan pasar internasional. Dengan demikian, para petani harus bersaing dengan produsen makanan yang jauhnya ribuan kilometer. Memang, perdagangan internasional juga telah membuka pasar baru untuk barang-barang pertanian, tetapi pasar global bisa sangat labil. Contohnya, pada tahun 1998, beberapa produsen biji-bijian dan babi di Kanada menghadapi kebangkrutan ketika pelanggan mereka di Asia menderita kemunduran ekonomi.
Hilangnya Komunitas
Profesor Mike Jacobsen dari University of Iowa, yang berspesialisasi pada permasalahan pedesaan, mengamati bahwa krisis pertanian juga merupakan krisis komunitas pedesaan. Ia mengatakan, ”Desa-desa pertanian adalah tempat yang tepat bagi anak, bersih, tempat Anda ingin menikah dan membesarkan anak-anak Anda. Sekolah-sekolahnya cukup bersahaja. Aman. Itu gambarannya, bukan? Nah, status ekonomi desa-desa ini sangat bergantung pada jumlah lahan pertanian kecil milik keluarga di daerah sekitarnya.” Alhasil, krisis pertanian juga tampak dari ditutupnya rumah sakit, sekolah, restoran, kios, dan gereja di desa-desa pertanian. Salah satu pesona terbesar kehidupan masyarakat petani, komunitasnya yang terjalin erat, sedang raib.
Maka, tidak mengherankan bahwa menurut majalah Newsweek, hampir 16 persen orang Amerika di pedesaan berada di bawah garis kemiskinan. Dalam laporannya ”The Rural Crisis Downunder”, Geoffrey Lawrence menulis bahwa di Australia, ”tingkat pengangguran, pengangguran terselubung, dan kemiskinan, jauh lebih tinggi di daerah pedesaan daripada di kota”. Ketidakstabilan ekonomi telah memaksa banyak keluarga—terutama orang yang lebih muda—pindah ke kota. Sheila, yang mengolah lahan pertanian bersama keluarganya, bertanya, ”Sejauh mana hal ini dapat berlanjut sebelum kita kehabisan orang yang mau mengolah tanah?”
Karena eksodus generasi-generasi yang lebih muda ke kota, populasi banyak desa pertanian terlihat hanya berupa orang-orang lansia. Komunitas ini tidak hanya telah kehilangan kekuatan anak mudanya, tetapi juga ketersediaan dukungan bagi yang lansia—sering kali sewaktu pemeliharaan ini paling dibutuhkan. Tidak heran, banyak penduduk lansia merasa bingung dan takut oleh perubahan pesat ini.
Oleh karena itu, krisis pertanian berdampak menghancurkan dan berjangkauan luas. Hal itu mempengaruhi kita semua. Meskipun demikian, sebagaimana yang akan diperlihatkan dalam artikel berikut, ada alasan untuk percaya bahwa krisis pertanian akan berakhir.
[Kutipan di hlm. 6]
Dalam masyarakat global dewasa ini, para petani tunduk kepada tekanan pasar internasional
[Kutipan di hlm. 6]
”Sejauh mana hal ini dapat berlanjut sebelum kita kehabisan orang yang mau mengolah tanah?”
[Kotak/Gambar di hlm. 7]
PERTANIAN ORGANIK
Makanan organik semakin disukai. Pasar eceran makanan organik di Kanada sedang meningkat pada taraf sekitar 15 persen setiap tahun.
Apa makanan organik itu? Sebuah laporan oleh Departemen Pertanian, Makanan, dan Pengembangan Pedesaan Alberta mendefinisikannya sebagai ”makanan yang dihasilkan di bawah sistem produksi yang, selain menghindari bahan kimia sintetis, juga mempromosikan kesehatan tanah, keanekaragaman hayati, perawatan rendah stres untuk hewan dan praktek-praktek yang ramah lingkungan”.
Hal ini, kata para petani organik, bertentangan dengan produksi makanan melalui kegiatan pertanian komersial yang besar. ”Keberadaan lahan-lahan pertanian yang sangat besar melahirkan suatu tren untuk menanam satu jenis tanaman secara besar-besaran, dengan hasil yang besar diproduksi melalui mekanisasi intensif serta pestisida dan pupuk buatan secara berlebihan,” tulis Katharine Vansittart dalam Canadian Geographic. ”Selain residu yang dapat ditinggalkan zat kimia semacam itu pada makanan, kandungan nutrisi merosot sewaktu hasilnya dipetik sebelum matang, yang memang diperlukan karena hasil itu harus menempuh perjalanan jarak jauh untuk mencapai pasarnya. Untuk memastikan agar panenan tiba secara utuh di tujuannya, panenan itu juga bisa diberi gas kimiawi, dilapis lilin, atau diradiasi dengan produk sampingan nuklir.”
Siapa yang membeli makanan organik? Laporan dari Alberta tersebut mengatakan bahwa para pembeli ”berkisar dari kaum remaja yang sadar kesehatan, kaum ibu yang peduli, hingga para baby boomer yang menua. . . . Mereka bukan lagi sekadar stereotip kaum hippie tahun enam puluhan”.
Akan tetapi, tidak semua orang yakin bahwa makanan organik lebih baik. Canadian Geographic menyatakan, ”Harga makanan organik yang umumnya lebih tinggi menyebabkan orang-orang yang skeptis mempertanyakan nilainya tanpa hasil riset ilmiah untuk membuktikan faedahnya. Yang lain mengkhawatirkan sistem makanan standar ganda yang mengucilkan orang miskin.” Para pendukung makanan organik berargumen bahwa perubahan dalam pola makan, pemasaran, dan pengiriman dapat membuat makanan organik tersedia bagi setiap orang, tidak soal keadaan ekonomi mereka. Mengingat begitu beragamnya opini dan data ilmiah, debat mengenai makanan organik tampaknya tidak akan segera mereda.
[Kotak/Gambar di hlm. 8]
PESTISIDA—DILEMA PETANI
Hama dan penyakit tanaman di beberapa bagian dunia telah merusak hingga 75 persen bakal panenan. Solusinya yang pasti ialah menanam lebih banyak tanaman. Surat kabar Globe and Mail melaporkan, ”Para petani Kanada telah mencoba untuk berada di depan dalam persaingan dengan mengadopsi metode produksi yang dirancang untuk meningkatkan hasil, sehingga lebih banyak yang bisa mereka jual.” Namun, Terence McRae dari biro lingkungan Kanada memperingatkan, ”Banyak perubahan ini telah meningkatkan potensi risiko lingkungan karena pertanian.”
Bagaimana dengan penggunaan pestisida? Ini juga menciptakan dilema bagi para petani, karena perdebatan masih panas mengenai keefektifan pestisida dan risiko-risikonya terhadap kesehatan. Suatu laporan oleh Organisasi Kesehatan Dunia mengakui bahwa racun dan risiko kebanyakan pestisida masih belum sepenuhnya diketahui. Bahaya-bahaya laten kemungkinan menumpuk seraya pestisida melewati rantai makanan. Hewan memakan tumbuh-tumbuhan yang disemproti pestisida. Selanjutnya, manusia mengkonsumsi hewan.
[Keterangan]
USDA Photo by Doug Wilson
-
-
Krisis Pertanian Akan BerakhirSedarlah!—2003 | 8 Oktober
-
-
Krisis Pertanian Akan Berakhir
”BEBERAPA orang yang melihat dari luar situasi yang dihadapi para petani pasti heran mengapa mereka mau terus bertani,” kata Rodney, seorang petani generasi ketiga. Namun, jutaan orang di seluruh dunia masih terus bertani. Di beberapa negara berkembang, mungkin hanya ada sedikit pilihan pekerjaan; pertanian setidaknya dapat menolong sebuah keluarga untuk memiliki sesuatu yang dapat dimakan pada pengujung hari.
Selain itu, banyak keluarga merasa bahwa pertanian bukan sekadar pekerjaan melainkan jalan hidup. Jumlah orang yang terus bertani tidak soal adanya musim kering, penyakit, kondisi ekonomi yang sukar, dan krisis lain membuktikan ketangguhan dan kasih mereka akan gaya hidup di pertanian. Sebelum mengulas solusi krisis pertanian, mari kita lihat bagaimana beberapa petani telah terbantu untuk bertahan.
Cara Beberapa Petani Bertahan
Pertanian mendatangkan beberapa tantangan yang tak terelakkan. Mesti diakui bahwa cuaca, ekonomi, dan banyak faktor lainnya benar-benar di luar kendali. ”Pelajaran yang pahit bagi banyak petani ialah bahwa kerja keras tidak selalu mengarah ke keberhasilan,” kata sebuah laporan yang diterbitkan oleh Layanan Kerja Sama Universitas Terbuka Karolina Utara, AS. ”Etos kerja yang berurat berakar dalam kehidupan setiap petani tidak selalu membuahkan hasil yang dijanjikannya. Bagi setiap petani, ada kondisi dan faktor yang di luar kendalinya.” Sewaktu menggambarkan bagaimana ia berhasil untuk tetap bahagia, seorang petani lansia mengatakan, ”Saya telah belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang tak terelakkan.”
Sebuah amsal klasik menyatakan, ”Ia yang memperhatikan angin tidak akan menabur benih; dan ia yang memandang awan-awan tidak akan menuai.” (Pengkhotbah 11:4) Ketidakpastian dan kebimbangan dapat membuat seseorang tidak berdaya. Mengganti pikiran negatif dengan tindakan positif dapat membantu mengurangi stres yang tidak perlu.
Pola makan yang tepat, istirahat yang memadai, dan olahraga yang cocok juga dapat membuahkan hasil. The Western Producer melaporkan bahwa para petani yang tetap sehat ”mengambil keputusan yang lebih baik”. Seorang petani bernama Eugene dan istrinya, Candace, memberi tahu Sedarlah!, ”Istirahat yang memadai membantu kami menanggulangi stres. Problem tampak lebih kecil dan lebih mudah dipecahkan apabila kami telah beristirahat. Makanan yang tepat juga membantu, khususnya apabila disantap bersama sebagai satu keluarga.” Saran ini selaras dengan apa yang Alkitab katakan, ”Setiap orang hendaknya makan dan tentu saja minum serta menikmati hal-hal baik untuk semua kerja kerasnya. Itu pun pemberian Allah.”—Pengkhotbah 3:13.
Mendukung Keluarga
Seorang petani memberi tahu Sedarlah!, ”Banyak keluarga petani harus memenuhi kebutuhan mereka dengan bekerja di luar pertanian. Meskipun hal ini bertujuan untuk menanggulangi stres keuangan, stres lain yang berkaitan dengan hubungan keluarga dapat berkembang. Beberapa keluarga petani yang pernah memiliki jalinan yang erat kini berdiri sendiri-sendiri.” Bagaimana keluarga-keluarga dapat menanggulanginya?
Sekitar 2.700 tahun yang lalu, para kepala keluarga dinasihati, ”Persiapkanlah pekerjaanmu di luar rumah, dan siapkanlah itu di ladang. Setelah itu, bangunlah rumah tanggamu.” (Amsal 24:27) Randy, seorang ayah dan petani generasi keempat, mengatakan, ”Meluangkan waktu untuk memperlihatkan penghargaan kepada seluruh keluarga merupakan suatu keharusan. Setiap anggota keluarga membutuhkan dukungan dan kasih. Kata-kata dan tindakan yang simpatik membuat setiap orang merasa dibutuhkan dan dihargai.”
Anak-anak khususnya perlu ditenteramkan sewaktu terjadi perubahan drastis. Kehilangan yang dirasakan anak-anak setelah penyitaan lahan pertanian keluarga disamakan dengan kehilangan yang dirasakan anak-anak yang orang tuanya bercerai atau meninggal. Mereka perlu tahu bahwa problem itu bukan salah mereka dan bahwa keluarga itu akan tetap bersama.
Cara Orang Lain Dapat Membantu
Para petani yang stres mungkin menjadi penyendiri, menghindari kontak bahkan dengan sahabat mereka. (Amsal 18:1) Akan tetapi, selama masa-masa kesukaran, seseorang justru membutuhkan lebih banyak dukungan dari orang lain dibanding sebelumnya!
Apakah Anda punya sahabat atau tetangga yang menderita akibat krisis pertanian? Sekadar memperlihatkan empati kepada orang demikian dapat membantu. ”Fakta bahwa sahabat-sahabat kami menyadari kesukaran yang sedang kami lalui adalah suatu penghiburan juga,” kata seorang petani bernama Ron. Ya, ambillah inisiatif untuk mengunjungi sahabat-sahabat Anda dan mendengarkan seraya mereka mencurahkan perasaannya.
Jack memperoleh manfaat dari kunjungan semacam itu. Ia menceritakan, ”Saya senang mengenang saat-saat manakala sahabat-sahabat saya mengamati situasi saya yang menekan dan mengadakan kunjungan yang pengasih untuk membesarkan hati saya.” Untuk memberikan dukungan emosi, seseorang tidak perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang kegiatan pertanian. Rodney, yang dikutip di awal, mengatakan, ”Sekadar fakta bahwa sahabat-sahabat saya sadar bahwa saya memiliki beban kerja yang berat memberi saya kekuatan dan keinginan untuk melakukan apa yang dapat saya lakukan.” Kita diingatkan akan amsal Alkitab, ”Teman sejati penuh kasih setiap waktu, dan menjadi saudara yang dilahirkan untuk waktu kesesakan.”—Amsal 17:17.
Solusi Permanen
Krisis pertanian hanyalah satu dari banyak bukti ketidaksanggupan manusia untuk mengurus bumi dan kekayaannya secara berhasil. Nabi Yeremia mengatakan, ”Aku tahu benar, oh, Yehuwa, bahwa manusia tidak mempunyai kuasa untuk menentukan jalannya sendiri. Manusia, yang berjalan, tidak mempunyai kuasa untuk mengarahkan langkahnya.” (Yeremia 10:23) Jelaslah, manusia membutuhkan pertolongan Allah. Dan, Anda dapat yakin bahwa pertolongan itu akan segera datang.
Catatan Alkitab menyatakan, ”Allah Yehuwa membawa manusia itu dan menempatkan dia di taman Eden untuk menggarap dan mengurusnya.” (Kejadian 2:15) Ya, melalui perintah Pencipta kitalah pertanian terlahir! Berabad-abad kemudian, Allah membawa umat-Nya bangsa Israel menuju tanah Kanaan. Sehubungan dengan tanah itu, catatan yang terilham menyatakan, ”Negeri itu minum dari hujan yang turun dari langit; suatu negeri yang dipelihara oleh Yehuwa, Allahmu. Mata Yehuwa, Allahmu, terus mengamatinya, dari awal sampai akhir tahun.” (Ulangan 11:11, 12) Yehuwa juga menyediakan hukum-hukum yang melindungi Tanah Perjanjian dari penyalahgunaan. Contohnya, orang Israel harus membiarkan ladang, kebun anggur, dan kebun zaitun mereka tidak digarap setiap tahun ketujuh. (Keluaran 23:10, 11) Dengan demikian, kesuburan tanah terpelihara.
Kita dapat yakin bahwa di masa depan di bawah pemerintahan Kerajaan Allah—pemerintahan surgawi yang dikepalai oleh Yesus Kristus—bumi akan menikmati produktivitas agraris yang tiada duanya. (Yesaya 35:1-7) Sewaktu berada di bumi, Penguasa terlantik dari Kerajaan ini, Yesus Kristus, mempertunjukkan kesanggupannya untuk mengendalikan kekuatan alam yang mempengaruhi pertanian. (Markus 4:37-41) Mazmur 72 menggambarkan kondisi-kondisi yang akan ada sewaktu ia menjalankan kuasanya untuk menyembuhkan bumi dan penduduknya. Mazmur itu meyakinkan kita, ”Akan ada banyak biji-bijian di bumi; di puncak pegunungan akan ada kelimpahan. Buahnya akan seperti di Lebanon, dan orang-orang yang berasal dari kota akan berbunga seperti tumbuh-tumbuhan di bumi.” (Mazmur 72:16) Hasil panen yang luar biasa limpah, yang dituai dengan sukacita besar, menanti umat Allah dalam dunia baru yang dijanjikan itu.
[Kutipan di hlm. 9]
”Pelajaran yang pahit bagi banyak petani ialah bahwa kerja keras tidak selalu mengarah ke keberhasilan”
[Gambar di hlm. 10]
Kepedulian akan kebutuhan emosi dan rohani anggota keluarga dapat membantu mereka untuk bertahan
[Gambar di hlm. 10]
Di bawah pemerintahan Allah, bumi akan menghasilkan makanan yang luar biasa berlimpah
[Keterangan Gambar di hlm. 9]
Garo Nalbandian
-