PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Bersih, Kebersihan
    Pemahaman Alkitab, Jilid 1
    • Melahirkan juga menyebabkan sang ibu menjadi najis. Apabila yang lahir adalah bayi laki-laki, wanita itu menjadi najis selama tujuh hari, sama seperti pada waktu ia sedang haid. Pada hari kedelapan si bayi disunat, tetapi sampai 33 hari setelahnya sang ibu masih dianggap najis sehubungan dengan menyentuh perkara-perkara kudus atau masuk ke tempat kudus, meskipun ia tidak membuat segala sesuatu yang ia sentuh menjadi najis. Apabila yang lahir adalah bayi perempuan, periode 40 hari itu dilipatgandakan menjadi 14 hari dan ditambah dengan 66 hari. Jadi, sejak lahir, Hukum membedakan pria dengan wanita, menetapkan bagi wanita kedudukan yang lebih rendah. Tidak soal bayinya laki-laki atau perempuan, pada akhir masa pentahiran sang wanita harus membawa seekor domba jantan berumur kurang dari satu tahun untuk persembahan bakaran dan seekor tekukur muda atau seekor burung dara untuk persembahan dosa. Apabila orang tua si bayi terlalu miskin sehingga tidak dapat menyediakan domba jantan, seperti halnya Maria dan Yusuf, dua ekor burung dara atau dua ekor tekukur dapat digunakan untuk korban pentahiran.—Im 12:1-8; Luk 2:22-24.

      Mengapa menurut Hukum Musa, hubungan seks dan melahirkan anak membuat seseorang ”najis”?

      Timbul pertanyaan: Mengapa hal-hal yang wajar dan pantas seperti haid, hubungan seks di antara orang-orang yang menikah, dan melahirkan anak membuat seseorang ”najis” menurut Hukum? Antara lain, hal itu mengangkat martabat hubungan yang paling intim dalam perkawinan ke tingkat yang suci, mengajarkan pengendalian diri kepada kedua belah pihak, penghargaan yang tinggi terhadap organ-organ reproduksi, dan respek terhadap kesucian kehidupan dan darah. Ada juga yang mengatakan bahwa ada manfaat-manfaat higienis karena mengindahkan peraturan-peraturan ini dengan cermat. Namun, masih ada aspek lain lagi.

      Pada awal mula, Allah menciptakan dalam diri pria dan wanita pertama dorongan seks dan kesanggupan untuk menghasilkan keturunan serta memerintahkan mereka untuk mengadakan hubungan dan mempunyai keturunan. Oleh karena itu, hubungan seks bukanlah suatu perbuatan dosa bagi pasangan yang sempurna itu. Namun, sewaktu Adam dan Hawa tidak menaati Allah, dalam hal yang tidak ada kaitannya dengan hubungan seks tetapi dengan memakan buah terlarang, perubahan-perubahan drastis pun terjadi. Tiba-tiba hati nurani mereka yang diliputi perasaan bersalah karena telah berdosa membuat mereka sadar bahwa mereka telanjang, dan mereka langsung menutupi alat kelamin mereka agar tidak terlihat oleh Allah. (Kej 3:7, 10, 11) Sejak saat itu, manusia tidak dapat melaksanakan mandat untuk menghasilkan keturunan dalam kesempurnaan; sebaliknya, mereka meneruskan cacat dosa dan hukuman mati kepada anak-anak mereka. Bahkan orang tua yang paling lurus hati dan takut akan Allah melahirkan anak-anak yang tercemar oleh dosa.—Mz 51:5.

  • Bersih, Kebersihan
    Pemahaman Alkitab, Jilid 1
    • Apabila seseorang mengeluarkan lelehan yang tidak normal dan berkepanjangan akibat penyakit, ia harus menjalani masa kenajisan yang lebih ekstensif; dan pada akhir masa itu, ia tidak saja harus mandi tetapi seperti halnya seorang ibu yang melahirkan, ia harus membawa persembahan dosa, agar imam Allah dapat mengadakan pendamaian demi kepentingannya. Dengan mempersembahkan korban pendamaian bagi dosa setelah melahirkan anaknya yang sulung, Maria, ibu Yesus, mengakui keadaan berdosa yang ia warisi dan dengan demikian menyatakan bahwa ia bukannya tanpa dosa dan tanpa noda.—Luk 2:22-24.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2026)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan