PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Kekristenan Masa Awal dan Negara
    Menara Pengawal—1996 | 1 Mei
    • Bayar kepada Kaisar ”Hak-Hak”-nya

      Yesus menyediakan patokan yang mengatur tingkah laku orang-orang Kristen terhadap Negara Romawi atau, dalam hal ini, pemerintah lain mana pun, sewaktu ia menyatakan, ”Bayarlah kembali perkara-perkara Kaisar kepada Kaisar, tetapi perkara-perkara Allah kepada Allah.” (Matius 22:21) Nasihat kepada para pengikut Yesus ini sangat bertentangan dengan sikap banyak orang Yahudi yang nasionalistis yang membenci dominasi Romawi dan menentang pembayaran pajak-pajak yang sah menurut hukum kepada penguasa asing.

      Belakangan, Paulus memberi tahu orang-orang Kristen yang tinggal di Roma, ”Karena itu ada alasan yang mendesak bagi kamu sekalian untuk tunduk, tidak hanya karena kemurkaan itu tetapi juga karena hati nuranimu. Sebab itulah alasannya kamu juga membayar pajak; karena mereka [”kalangan berwenang yang lebih tinggi” pemerintah] adalah hamba Allah untuk umum yang terus melayani justru untuk tujuan ini. Berikanlah kepada semua orang hak mereka, kepada dia yang menuntut pajak, pajak; kepada dia yang menuntut upeti, upeti.” (Roma 13:5-7) Meskipun orang-orang Kristen bukan bagian dari dunia, mereka wajib menjadi warga negara yang berlaku jujur, membayar pajak, membayar Negara atas pelayanan yang diberikan.​—Yohanes 17:16.

      Tetapi apakah kata-kata Yesus terbatas pada membayar pajak? Karena Yesus tidak mendefinisikan secara jelas apa yang menjadi milik Kaisar dan apa yang menjadi milik Allah, ada kasus-kasus khusus yang harus diputuskan menurut latar belakangnya atau menurut pengertian kita akan seluruh Alkitab. Dengan kata lain, memutuskan perkara-perkara apa yang seorang Kristen dapat bayarkan kepada Kaisar kadang-kadang melibatkan hati nurani orang Kristen, sebagaimana yang dijelaskan oleh prinsip-prinsip Alkitab.

      Keseimbangan yang Cermat antara Dua Tuntutan yang Bersaing

      Banyak orang cenderung lupa bahwa setelah menyatakan bahwa perkara-perkara Kaisar seharusnya dibayarkan kembali kepadanya, Yesus menambahkan, ”Tetapi [bayarlah kembali] perkara-perkara Allah kepada Allah.” Rasul Petrus memperlihatkan mana yang harus diprioritaskan oleh orang-orang Kristen. Segera setelah menasihati tentang ketundukan kepada ”raja”, atau kaisar, dan ”gubernur”nya, Petrus menulis, ”Jadilah sebagai umat yang merdeka, namun demikian memegang kemerdekaanmu, bukan sebagai selubung untuk keburukan, melainkan sebagai budak-budak Allah. Hormatilah segala macam orang, milikilah kasih kepada segenap persekutuan saudara-saudara, takutlah akan Allah, hormatilah raja.” (1 Petrus 2:16, 17) Sang rasul memperlihatkan bahwa orang-orang Kristen adalah budak-budak dari Allah, bukan dari seorang penguasa manusia. Meskipun mereka hendaknya memperlihatkan hormat dan respek yang sepatutnya kepada wakil-wakil Negara, mereka melakukan ini karena takut akan Allah, yang hukum-hukum-Nya adalah yang tertinggi.

      Bertahun-tahun sebelumnya Petrus tidak meninggalkan keraguan sehubungan dengan keunggulan hukum Allah atas hukum manusia. Sanhedrin Yahudi merupakan lembaga administratif yang telah diberikan wewenang sipil maupun agama oleh pemerintahan Romawi. Sewaktu lembaga ini memerintahkan para pengikut Yesus untuk berhenti mengajar dalam nama Kristus, Petrus dan rasul-rasul lainnya menjawab dengan penuh respek namun teguh, ”Kita harus menaati Allah sebagai penguasa sebaliknya daripada manusia.” (Kisah 5:29) Jelaslah, orang-orang Kristen masa awal harus memelihara suatu keseimbangan yang cermat antara ketaatan kepada Allah dan ketundukan yang sepatutnya kepada penguasa manusia. Pada awal abad ketiga M, Tertullian menyatakan hal ini sebagai berikut, ”Jika semuanya adalah milik Kaisar, apa yang tersisa untuk Allah?”

  • Allah dan Kaisar
    Menara Pengawal—1996 | 1 Mei
    • Allah dan Kaisar

      ”Jika demikian, bayarlah kembali perkara-perkara Kaisar kepada Kaisar, tetapi perkara-perkara Allah kepada Allah.”​—LUKAS 20:25.

      1. (a) Kedudukan yang sangat tinggi apa yang dimiliki Yehuwa? (b) Kita berutang apa kepada Yehuwa yang tidak pernah dapat kita berikan kepada Kaisar?

      SEWAKTU Yesus Kristus memberikan perintah tersebut, tidak ada keraguan dalam benaknya bahwa segala tuntutan Allah kepada hamba-hamba-Nya harus lebih diutamakan daripada segala sesuatu yang mungkin dituntut oleh Kaisar, atau Negara. Yesus mengerti lebih baik daripada siapa pun juga tentang kebenaran dari doa sang pemazmur kepada Yehuwa, ”Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan [kedaulatan]-Mua tetap melalui segala keturunan.” (Mazmur 145:13) Sewaktu si Iblis menawarkan kepada Yesus wewenang atas semua kerajaan dari bumi yang berpenduduk, Yesus menjawab, ”Ada tertulis, ’Yehuwa Allahmu yang harus engkau sembah, dan kepada dia saja engkau harus memberikan dinas suci.’” (Lukas 4:5-8) Penyembahan tidak pernah boleh diberikan kepada ”Kaisar”, tidak soal apakah Kaisar adalah kaisar Romawi, penguasa manusia lain, atau Negara itu sendiri.

      2. (a) Bagaimana kedudukan Setan di dunia ini bersifat relatif? (b) Atas izin siapa Setan menempati kedudukannya?

      2 Yesus tidak menyangkal bahwa kerajaan-kerajaan dunia ini adalah milik Setan. Belakangan, ia menjuluki Setan, ”penguasa dunia ini”. (Yohanes 12:31; 16:11) Menjelang akhir abad pertama M, rasul Yohanes menulis, ”Kita tahu kita berasal dari Allah, tetapi seluruh dunia terletak dalam kuasa si fasik.” (1 Yohanes 5:19) Ini tidak berarti bahwa Yehuwa telah melepaskan kedaulatan-Nya atas bumi. Ingat bahwa Setan, sewaktu menawarkan kekuasaan atas kerajaan-kerajaan politik kepada Yesus, menyatakan, ”Aku akan memberikan kepadamu semua wewenang ini . . . karena hal itu telah diserahkan kepadaku.” (Lukas 4:6) Setan menjalankan wewenang atas kerajaan-kerajaan dunia ini hanya atas izin Allah.

      3. (a) Kedudukan apa dimiliki oleh pemerintah dari bangsa-bangsa di hadapan Yehuwa? (b) Bagaimana kita dapat mengatakan bahwa ketundukan kepada pemerintah dunia ini tidak berarti menundukkan diri kita kepada Setan, allah dunia ini?

      3 Demikian pula, Negara menjalankan wewenangnya hanya karena Allah sebagai Penguasa Universal mengizinkannya melakukan hal tersebut. (Yohanes 19:11) Oleh karena itu, ”wewenang-wewenang yang ada” dapat dikatakan ”ditempatkan dalam kedudukan mereka yang relatif oleh Allah”. Dibandingkan dengan wewenang kedaulatan Yehuwa yang tertinggi, wewenang mereka jauh lebih rendah. Akan tetapi, mereka adalah ”pelayan Allah”, ”hamba Allah untuk umum”, dalam arti bahwa mereka menyediakan kebutuhan yang diperlukan, menegakkan hukum dan peraturan, dan menghukum pelaku-pelaku kejahatan. (Roma 13:1, 4, 6) Maka orang-orang Kristen perlu memahami bahwa meskipun Setan adalah penguasa yang tidak kelihatan dari dunia ini, atau sistem ini, tidak berarti bahwa mereka menundukkan diri kepadanya bila mereka mengakui ketundukan mereka yang relatif kepada Negara. Mereka menaati Allah. Pada tahun 1996 ini, Negara politik masih menjadi bagian dari ”pengaturan Allah”, pengaturan sementara yang Allah izinkan ada, dan itu harus diakui sebagaimana adanya oleh hamba-hamba Yehuwa di bumi.—Roma 13:2.

      Hamba-Hamba Yehuwa pada Zaman Dahulu dan Negara

      4. Mengapa Yehuwa membiarkan Yusuf menjadi terkemuka dalam pemerintah Mesir?

      4 Pada zaman pra-Kristen, Yehuwa mengizinkan beberapa hamba-Nya untuk menduduki jabatan yang terkemuka dalam pemerintah Negara. Misalnya, pada abad ke-18 SM, Yusuf menjadi perdana menteri Mesir, kedudukan nomor dua setelah Firaun yang memerintah saat itu. (Kejadian 41:39-43) Peristiwa-peristiwa yang menyusul membuktikan bahwa Yehuwa memanuver hal ini sehingga Yusuf dapat melayani sebagai alat dalam memelihara ’benih Abraham’, keturunannya, demi terlaksananya maksud-tujuan-Nya. Tentu saja, harus diingat bahwa Yusuf dijual menjadi budak di Mesir, dan ia hidup manakala hamba-hamba Allah belum memiliki Hukum Musa ataupun ”hukum Kristus”.—Kejadian 15:5-7; 50:19-21; Galatia 6:2.

      5. Mengapa orang-orang Yahudi buangan diperintahkan untuk ’mencari perdamaian’ Babilon?

      5 Berabad-abad selanjutnya, nabi Yeremia yang setia diilhami oleh Yehuwa untuk memberi tahu orang-orang Yahudi buangan untuk tunduk kepada para penguasa sewaktu berada dalam pembuangan di Babilon dan bahkan untuk berdoa demi perdamaian dari kota tersebut. Dalam suratnya kepada mereka, ia menulis, ”Beginilah firman [Yehuwa] semesta alam, Allah Israel, kepada semua orang buangan . . . ’Usahakanlah kesejahteraan [”Carilah perdamaian”, NW] kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada [Yehuwa], sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.’” (Yeremia 29:4, 7) Umat Yehuwa senantiasa memiliki alasan untuk ’mencari perdamaian’ bagi diri mereka dan negara tempat tinggal mereka, agar memiliki kebebasan untuk menyembah Yehuwa.—1 Petrus 3:11.

      6. Meskipun diberi jabatan yang tinggi dalam pemerintah, dengan cara-cara apa Daniel dan ketiga rekannya menolak berkompromi sehubungan dengan Hukum Yehuwa?

      6 Selama pembuangan di Babilon, Daniel dan tiga orang Yahudi yang setia lainnya yang menjadi tawanan dalam perbudakan kepada Babilon, tunduk kepada pelatihan dari Negara dan menjadi pegawai sipil berpangkat tinggi di Babilon. (Daniel 1:3-7; 2:48, 49) Akan tetapi, bahkan selama pelatihan mereka, mereka mengambil sikap yang kukuh dalam soal makanan dan minuman yang dapat mengakibatkan mereka melanggar Hukum yang Allah mereka, Yehuwa, telah sediakan melalui Musa. Sebagai hasilnya mereka mendapat berkat. (Daniel 1:8-17) Sewaktu Raja Nebukadnezar mendirikan patung Negara, ketiga rekan Ibrani Daniel rupanya dipaksa menghadiri upacara bersama dengan rekan-rekan mereka, para pejabat Negara. Akan tetapi, mereka menolak untuk ”sujud menyembah” berhala Negara tersebut. Sekali lagi, Yehuwa mengupahi integritas mereka. (Daniel 3:1-6, 13-28) Demikian pula dewasa ini, Saksi-Saksi Yehuwa menghormati bendera dari negara tempat tinggal mereka, namun mereka tidak akan melakukan tindakan penyembahan kepada bendera itu.—Keluaran 20:4, 5; 1 Yohanes 5:21.

      7. (a) Pendirian yang bagus apa diambil oleh Daniel, meskipun memiliki kedudukan yang ditinggikan dalam struktur pemerintah Babilon? (b) Perubahan-perubahan apa terjadi pada zaman kekristenan?

      7 Setelah kejatuhan dinasti Neo-Babilon, Daniel diberikan jabatan tinggi dalam pemerintahan di bawah rezim Media-Persia yang baru yang menggantikan dinasti yang jatuh tersebut di Babilon. (Daniel 5:31; 6:1-4) Namun ia tidak membiarkan kedudukannya yang tinggi membuatnya mengkompromikan integritasnya. Sewaktu hukum Negara menuntut agar ia menyembah Raja Darius sebaliknya daripada Yehuwa, ia menolak. Akibatnya ia dilemparkan kepada singa-singa, namun Yehuwa membebaskannya. (Daniel 6:5-25) Tentu saja, ini terjadi pada zaman pra-Kristen. Setelah sidang Kristen didirikan, hamba-hamba Allah berada ”di bawah hukum terhadap Kristus”. Banyak hal yang diperbolehkan di bawah sistem Yahudi harus dipandang secara berbeda, berdasarkan cara Yehuwa sekarang berurusan dengan umat-Nya.—1 Korintus 9:21; Matius 5:31, 32; 19:3-9.

      Sikap Yesus terhadap Negara

      8. Insiden apa memperlihatkan bahwa Yesus bertekad untuk menghindari keterlibatan politik?

      8 Sewaktu Yesus Kristus berada di bumi, ia menetapkan standar yang lebih tinggi bagi para pengikutnya, dan ia menolak segala keterlibatan dalam urusan politik atau militer. Setelah Yesus secara mukjizat memberi makan beberapa ribu orang dengan beberapa roti dan dua ikan kecil, orang-orang Yahudi ingin membawanya dengan paksa dan menjadikan dia raja politik. Namun Yesus menghindari mereka dengan cepat mengundurkan diri ke gunung. (Yohanes 6:5-15) Tentang insiden ini, The New International Commentary on the New Testament menyatakan, ”Terdapat kerinduan nasionalistis yang berkobar-kobar di kalangan orang-orang Yahudi pada periode itu, dan tidak disangsikan banyak di antara mereka yang melihat mukjizat itu merasa bahwa dialah pemimpin yang diangkat ilahi, yang cocok untuk memimpin mereka melawan orang-orang Romawi. Maka mereka bertekad menjadikan dia raja.” Buku ini menambahkan bahwa Yesus ”dengan tegas menolak” tawaran kepemimpinan politik ini. Kristus tidak memberikan dukungan apa pun kepada pemberontakan Yahudi melawan penguasaan Romawi. Sebenarnya, ia menubuatkan apa yang bakal menjadi akibat dari pemberontakan yang akan terjadi setelah kematiannya—celaka yang tidak terlukiskan bagi penduduk Yerusalem dan kebinasaan kota tersebut.—Lukas 21:20-24.

      9. (a) Bagaimana Yesus melukiskan hubungan Kerajaannya dengan dunia ini? (b) Pedoman apa yang Yesus berikan kepada para pengikutnya sehubungan dengan cara mereka berurusan dengan pemerintah dunia ini?

      9 Tidak lama sebelum kematiannya, Yesus memberi tahu wakil-wakil khusus dari kaisar Romawi di Yudea, ”Kerajaanku bukan bagian dari dunia ini. Jika kerajaanku bagian dari dunia ini, pelayan-pelayanku pasti sudah akan berjuang agar aku tidak diserahkan kepada orang-orang Yahudi. Tetapi, sesungguhnya, kerajaanku bukan dari sumber ini.” (Yohanes 18:36) Sampai Kerajaannya mengakhiri kekuasaan pemerintah-pemerintah politik, murid-murid Kristus mengikuti teladannya. Mereka memperlihatkan ketaatan kepada orang-orang yang menegakkan wewenang, tetapi tidak campur tangan dalam pelaksanaan politik mereka. (Daniel 2:44; Matius 4:8-10) Yesus menyediakan pedoman bagi murid-muridnya, dengan menyatakan, ”Bayarlah kembali perkara-perkara Kaisar kepada Kaisar, tetapi perkara-perkara Allah kepada Allah.” (Matius 22:21) Sebelumnya, dalam Khotbahnya di atas Gunung, Yesus telah mengatakan, ”Jika seseorang yang mempunyai wewenang memaksamu bertugas sejauh satu mil, pergilah bersamanya dua mil.” (Matius 5:41) Dalam konteks dari khotbah ini, Yesus sedang mengilustrasikan prinsip ketundukan yang rela kepada tuntutan-tuntutan sah, apakah dalam hubungan manusia atau dalam tuntutan pemerintah yang selaras dengan hukum Allah.—Lukas 6:27-31; Yohanes 17:14, 15.

      Orang-Orang Kristen dan Kaisar

      10. Menurut seorang sejarawan, posisi sesuai hati nurani apa diambil oleh orang-orang Kristen sehubungan dengan Kaisar?

      10 Pedoman singkat ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara orang-orang Kristen dan Negara. Dalam bukunya, The Rise of Christianity, sejarawan E. W. Barnes menulis, ”Kapan pun, selama berabad-abad selanjutnya, seorang Kristen merasa ragu-ragu sehubungan dengan kewajibannya terhadap Negara, ia berpaling kepada pengajaran Kristus yang berwenang. Ia membayar pajak: kewajiban yang dibebankan mungkin berat—pajak menjadi tidak dapat ditoleransi lagi sebelum kejatuhan dari Imperium Barat—namun orang-orang Kristen bertahan menanggungnya. Ia juga menerima semua kewajiban lain kepada Negara, asalkan ia tidak dituntut untuk memberikan kepada Kaisar perkara-perkara yang adalah milik Allah.”

      11. Bagaimana Paulus menasihati orang-orang Kristen untuk berurusan dengan para penguasa duniawi?

      11 Selaras dengan prinsip inilah bahwa, 20 tahun lebih sedikit setelah kematian Kristus, rasul Paulus memberi tahu orang-orang Kristen di Roma, ”Hendaklah setiap jiwa tunduk kepada kalangan berwenang yang lebih tinggi.” (Roma 13:1) Kira-kira sepuluh tahun kemudian, tidak lama sebelum pemenjaraannya yang kedua dan eksekusinya di Roma, Paulus menulis kepada Titus, ”Teruslah ingatkan mereka [orang-orang Kristen di Kreta] untuk tunduk dan taat kepada pemerintah-pemerintah dan kalangan berwenang sebagai para penguasa, siap untuk setiap pekerjaan baik, tidak berbicara secara merugikan tentang siapa pun, tidak suka berkelahi, bersikap masuk akal, mempertunjukkan segala kelemahlembutan terhadap semua orang.”—Titus 3:1, 2.

      Pemahaman yang Progresif tentang ”Kalangan Berwenang yang Lebih Tinggi”

      12. (a) Apa yang dipandang oleh Charles Taze Russell sebagai kedudukan yang patut dari seorang Kristen sehubungan dengan kalangan berwenang pemerintah? (b) Sehubungan dengan berdinas dalam angkatan bersenjata, sikap yang berbeda apa diambil oleh orang-orang Kristen terurap selama Perang Dunia I?

      12 Sudah semenjak tahun 1886, Charles Taze Russell menulis dalam buku The Plan of the Ages, ”Yesus maupun para Rasul sama sekali tidak campur tangan dengan para penguasa dunia. . . . Mereka mengajarkan kepada Gereja untuk menaati hukum, dan untuk merespek orang-orang yang berwenang karena jabatan mereka, . . . untuk membayar pajak mereka yang ditetapkan, dan kecuali hukum bertentangan dengan hukum-hukum Allah (Kis. 4:19; 5:29), mereka tidak boleh melawan hukum mana pun yang ditegakkan. (Rm. 13:1-7; Mat. 22:21) Yesus dan para Rasul serta gereja masa awal semuanya mematuhi hukum, meskipun mereka terpisah dari, dan tidak ambil bagian dalam pemerintah dunia ini.” Buku ini dengan benar mengidentifikasi ”kekuasaan yang lebih tinggi”, atau ”kalangan berwenang yang lebih tinggi”, yang disebutkan oleh rasul Paulus, sebagai kalangan berwenang pemerintah manusia. (Roma 13:1, King James Version) Pada tahun 1904, buku The New Creation menyatakan bahwa orang-orang Kristen yang sejati ”seharusnya didapati di antara orang-orang yang paling mematuhi hukum pada masa ini—bukan pembuat kerusuhan, bukan orang-orang yang suka bertengkar, bukan pencari kesalahan”. Ini dipahami oleh beberapa orang sebagai ketundukan total kepada kuasa pemerintah, bahkan sampai ke taraf menerima dinas dalam angkatan bersenjata selama Perang Dunia I. Akan tetapi, orang-orang lain memandangnya sebagai bertentangan dengan pernyataan Yesus, ”Semua orang yang mengangkat pedang akan binasa oleh pedang.” (Matius 26:52) Jelaslah, suatu pemahaman yang lebih jelas tentang ketundukan Kristen kepada kalangan berwenang yang lebih tinggi dibutuhkan.

      13. Perubahan apa dalam pemahaman atas identitas kekuasaan yang lebih tinggi diberikan pada tahun 1929, dan bagaimana hal ini terbukti bermanfaat?

      13 Pada tahun 1929, ketika hukum dari berbagai pemerintah mulai melarang hal-hal yang Allah perintahkan atau menuntut dilakukannya apa yang hukum Allah larang, dipercayai bahwa kekuasaan yang lebih tinggi haruslah Allah Yehuwa dan Yesus Kristus.b Ini adalah apa yang dipahami hamba-hamba Yehuwa selama periode genting sebelum dan selama Perang Dunia II dan terus sampai Perang Dingin, dengan keseimbangan kekuatan senjatanya dan kesiagaan militernya. Menengok kembali ke masa itu, harus dikatakan bahwa sudut pandangan ini, yang meninggikan keunggulan Yehuwa dan Kristus-Nya, membantu umat Allah untuk memelihara sikap netral yang tidak kenal kompromi selama periode yang sulit ini.

      Ketundukan yang Relatif

      14. Bagaimana terang yang bertambah dipancarkan atas Roma 13:1, 2 dan ayat-ayat yang berkaitan pada tahun 1962?

      14 Pada tahun 1961 New World Translation of the Holy Scriptures diselesaikan. Persiapannya menuntut penyelidikan yang dalam atas bahasa teks Alkitab. Terjemahan yang tepat dari kata-kata yang digunakan tidak hanya dalam Roma pasal 13 namun juga dalam ayat-ayat seperti Titus 3:1, 2 dan 1 Petrus 2:13, 17 membuktikan bahwa istilah ”kalangan berwenang yang lebih tinggi” memaksudkan, bukan kepada Wewenang Tertinggi, Yehuwa, dan kepada Putra-Nya, Yesus, tetapi kepada kalangan berwenang pemerintah manusia. Pada akhir tahun 1962, artikel-artikel diterbitkan dalam The Watchtower yang memberikan penjelasan yang akurat mengenai Roma pasal 13 dan juga menyediakan pandangan yang lebih jelas daripada pandangan yang dimiliki pada zaman C. T. Russell. Artikel-artikel ini memperlihatkan bahwa ketundukan orang-orang Kristen kepada kalangan berwenang tidak bisa mutlak. Ini harus bersifat relatif, bergantung apakah hal itu tidak membawa hamba-hamba Allah kepada pelanggaran hukum-hukum Allah. Artikel-artikel selanjutnya dalam Menara Pengawal telah menekankan pokok penting ini.c

      15, 16. (a) Keseimbangan yang lebih baik apa dihasilkan oleh pemahaman yang baru atas Roma pasal 13? (b) Pertanyaan-pertanyaan apa masih perlu dijawab?

      15 Kunci kepada pemahaman yang benar atas Roma pasal 13 ini telah memungkinkan umat Yehuwa untuk menyeimbangkan respek yang sepatutnya kepada wewenang politik dengan sikap yang tidak kenal kompromi dalam prinsip-prinsip Alkitab yang penting. (Mazmur 97:11; Yeremia 3:15) Ini telah memungkinkan mereka untuk memiliki pandangan yang patut terhadap hubungan mereka dengan Allah dan cara mereka berurusan dengan Negara. Ini telah menjamin bahwa meskipun mereka membayar perkara-perkara Kaisar kepada Kaisar, mereka tidak lalai untuk membayar perkara-perkara Allah kepada Allah.

      16 Namun apa sebenarnya perkara-perkara Kaisar? Apa tuntutan sah yang dapat dibuat Negara terhadap seorang Kristen? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dibahas dalam artikel berikut.

  • Membayar Kembali Perkara-Perkara Kaisar kepada Kaisar
    Menara Pengawal—1996 | 1 Mei
    • Membayar Kembali Perkara-Perkara Kaisar kepada Kaisar

      ”Berikanlah kepada semua orang hak mereka.”​—ROMA 13:7.

      1, 2. (a) Menurut Yesus, bagaimana orang-orang Kristen hendaknya menyeimbangkan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah dan kepada Kaisar? (b) Apa perhatian yang utama dari Saksi-Saksi Yehuwa?

      MENURUT Yesus, ada perkara-perkara yang harus kita berikan kepada Allah dan perkara-perkara yang harus kita berikan kepada Kaisar, atau Negara. Yesus mengatakan, ”Bayarlah kembali perkara-perkara Kaisar kepada Kaisar, tetapi perkara-perkara Allah kepada Allah.” Dengan beberapa patah kata ini, ia membingungkan musuh-musuhnya dan dengan singkat meringkaskan sikap yang seimbang yang harus kita miliki dalam hubungan kita dengan Allah dan dalam cara kita berurusan dengan Negara. Itulah sebabnya para pendengarnya ”mulai sangat heran akan dia”!​—Markus 12:17.

      2 Tentu saja, perhatian utama dari hamba-hamba Yehuwa adalah bahwa mereka membayar kembali perkara-perkara Allah kepada Allah. (Mazmur 116:​12-​14) Akan tetapi, dengan melakukan hal tersebut mereka tidak melupakan bahwa Yesus mengatakan bahwa mereka harus memberikan hal-hal tertentu kepada Kaisar. Hati nurani mereka yang dilatih Alkitab menuntut agar mereka dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan sejauh mana mereka dapat membayar kembali apa yang Kaisar tuntut. (Roma 13:7) Pada zaman modern, banyak hakim telah menyadari bahwa kuasa pemerintah memiliki batas dan bahwa orang-orang dan pemerintah di mana-mana dibatasi oleh hukum alam.

      3, 4. Komentar-komentar menarik apa yang telah dibuat tentang hukum alam, hukum yang disingkapkan, dan hukum manusia?

      3 Rasul Paulus merujuk kepada hukum alam ini ketika ia menulis tentang orang-orang di dunia, ”Apa yang dapat diketahui tentang Allah nyata di antara mereka, sebab Allah membuatnya nyata kepada mereka. Sebab sifat-sifatnya yang tidak kelihatan dengan jelas terlihat sejak penciptaan dunia, karena sifat-sifat tersebut dimengerti melalui perkara-perkara yang diciptakan, bahkan kuasa yang kekal dan Keilahiannya, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” Jika mereka menanggapinya, hukum alam bahkan akan menggerakkan hati nurani dari orang-orang yang tidak percaya tersebut. Oleh karena itu, Paulus selanjutnya mengatakan, ”Apabila orang-orang dari bangsa-bangsa yang tidak memiliki hukum melakukan secara alami perkara-perkara dari hukum, orang-orang ini, walaupun tidak memiliki hukum, adalah suatu hukum bagi diri mereka sendiri. Merekalah orang-orang yang mempertunjukkan bahwa hal ikhwal hukum ada tertulis dalam hati mereka, sementara hati nurani mereka memberi kesaksian bersama mereka.”​—Roma 1:​19, 20; 2:​14, 15.

      4 Pada abad ke-18, hakim Inggris yang terkenal William Blackstone menulis, ”Hukum alam ini, yang sama tuanya dengan [umur] umat manusia dan ditetapkan oleh Allah sendiri, tentu saja lebih unggul dalam hal kewajiban dibandingkan dengan hukum lain mana pun. Ini bersifat mengikat atas semua di seluruh dunia, di semua negeri, dan pada segala zaman: tidak ada hukum manusia yang absah, jika bertentangan dengan ini.” Blackstone selanjutnya berbicara tentang ”hukum yang disingkapkan”, yang terdapat dalam Alkitab, dan ia mengomentari, ”Atas dua dasar ini, hukum alam dan hukum yang disingkapkan, semua hukum manusia bersandar; dengan kata lain, tidak ada hukum manusia yang boleh bertentangan dengan ini.” Ini selaras dengan apa yang Yesus katakan tentang Allah dan Kaisar, seperti yang dicatat di Markus 12:17. Jelaslah, terdapat bidang-bidang di mana Allah membatasi apa yang Kaisar boleh tuntut dari seorang Kristen. Sanhedrin melampaui bidang semacam ini sewaktu mereka memerintahkan para rasul untuk berhenti mengabar tentang Yesus. Oleh karena itu, rasul-rasul itu dengan tepat menanggapi, ”Kita harus menaati Allah sebagai penguasa sebaliknya daripada manusia.”​—Kisah 5:​28, 29.

      ”Perkara-Perkara Allah”

      5, 6. (a) Mengingat kelahiran Kerajaan pada tahun 1914, apa yang hendaknya senantiasa diingat oleh orang-orang Kristen? (b) Bagaimana seorang Kristen memberikan bukti bahwa ia adalah seorang pelayan?

      5 Khususnya sejak tahun 1914, sewaktu Allah Yehuwa, Yang Mahakuasa, mulai memerintah sebagai raja melalui Kerajaan Mesias Kristus, orang-orang Kristen harus memastikan untuk tidak memberikan perkara-perkara Allah kepada Kaisar. (Penyingkapan 11:15, 17) Seperti belum pernah sebelumnya, hukum Allah kini menuntut agar orang-orang Kristen ”bukan bagian dari dunia”. (Yohanes 17:16) Karena telah berbakti kepada Allah, Pemberi Kehidupan mereka, mereka harus mempertunjukkan dengan jelas bahwa mereka bukan lagi milik diri mereka sendiri. (Mazmur 100:​2, 3) Seperti yang ditulis Paulus, ”kita adalah milik Yehuwa”. (Roma 14:8) Lagi pula, pada saat pembaptisan seorang Kristen, ia dilantik sebagai pelayan Allah, sehingga ia dapat mengatakan bersama Paulus, ”Allah . . . memang telah membuat kami cukup cakap untuk menjadi pelayan-pelayan.”​—2 Korintus 3:​5, 6.

      6 Rasul Paulus juga menulis, ”Aku memuliakan pelayananku.” (Roma 11:13) Tentu kita harus melakukan hal yang sama. Tidak soal kita ambil bagian dalam pelayanan sepenuh waktu atau penggal waktu, kita ingat bahwa Yehuwa sendiri yang menugaskan kita kepada pelayanan kita. (2 Korintus 2:​17) Karena beberapa orang mungkin mempertanyakan kedudukan kita, setiap orang Kristen yang berbakti dan dibaptis harus siap untuk menyediakan bukti yang jelas dan positif bahwa ia benar-benar seorang pelayan dari kabar baik. (1 Petrus 3:​15) Pelayanannya hendaknya juga nyata dalam tingkah lakunya. Sebagai pelayan Allah, seorang Kristen hendaknya menganjurkan dan mempraktekkan moral yang bersih, menjunjung persatuan keluarga, berlaku jujur, dan memperlihatkan respek kepada hukum dan peraturan. (Roma 12:17, 18; 1 Tesalonika 5:​15) Hubungan seorang Kristen dengan Allah dan pelayanannya yang ditugaskan ilahi adalah perkara-perkara yang paling penting dalam kehidupannya. Ia tidak dapat berhenti melakukan ini atas perintah Kaisar. Jelaslah, hal-hal tersebut harus termasuk di antara ”perkara-perkara Allah”.

      ”Perkara-Perkara Kaisar”

      7. Bagaimana reputasi Saksi-Saksi Yehuwa sehubungan dengan membayar pajak?

      7 Saksi-Saksi Yehuwa mengetahui bahwa mereka harus ”tunduk kepada kalangan berwenang yang lebih tinggi”, para penguasa pemerintah. (Roma 13:1) Oleh karena itu, sewaktu Kaisar, Negara, membuat tuntutan-tuntutan yang sah, hati nurani mereka yang dilatih Alkitab mengizinkan mereka untuk memenuhi tuntutan-tuntutan ini. Misalnya, orang-orang Kristen yang sejati berada di antara para pembayar pajak teladan di bumi. Di Jerman, surat kabar Münchner Merkur mengatakan tentang Saksi-Saksi Yehuwa, ”Mereka adalah pembayar pajak yang paling jujur dan paling tepat waktu di Republik Federal.” Di Italia surat kabar La Stampa menulis, ”Mereka [Saksi-Saksi Yehuwa] adalah warga yang paling loyal yang jelas diinginkan: mereka tidak mengelak pajak atau berupaya menghindari undang-undang yang tidak menyenangkan demi keuntungan mereka sendiri.” Hamba-hamba Yehuwa melakukan hal ini ’karena hati nurani mereka’.​—Roma 13:​5, 6.

      8. Apakah hal yang kita harus berikan kepada Kaisar terbatas pada pajak berupa uang?

      8 Apakah ”perkara-perkara Kaisar” terbatas hanya kepada membayar pajak? Tidak. Paulus mencantumkan hal-hal lain, seperti rasa takut dan hormat. Dalam bukunya Critical and Exegetical Hand-Book to the Gospel of Matthew, sarjana Jerman Heinrich Meyer menulis, ”Sehubungan dengan [perkara-perkara Kaisar] . . . kita jangan menganggap itu hanya pajak sipil, tetapi segala sesuatu yang Kaisar berhak terima mengingat pemerintahannya yang absah.” Sejarawan E. W. Barnes, dalam bukunya, The Rise of Christianity, menyatakan bahwa seorang Kristen membayar pajak jika ia memang harus membayarnya dan ”juga menerima semua kewajiban lain kepada Negara, asalkan ia tidak dituntut untuk memberikan kepada Kaisar perkara-perkara yang adalah milik Allah”.

      9, 10. Keraguan apa mungkin dimiliki seorang Kristen mengenai membayar kembali apa yang berhak Kaisar tuntut, namun fakta-fakta apa harus senantiasa diingat?

      9 Perkara-perkara apa yang mungkin dituntut Negara tanpa mengganggu perkara-perkara yang secara sah adalah milik Allah? Beberapa telah merasa bahwa mereka dapat dibenarkan untuk memberikan uang kepada Kaisar dalam bentuk pajak tetapi tidak dalam bentuk-bentuk lain. Mereka tentu saja tidak merasa nyaman memberikan apa pun kepada Kaisar yang mungkin menyita waktu yang dapat digunakan untuk kegiatan teokratis. Akan tetapi, meskipun memang benar bahwa kita hendaknya ’mengasihi Yehuwa Allah kita dengan segenap hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan kita’, Yehuwa mengharapkan agar kita menggunakan waktu untuk perkara-perkara lain selain daripada dinas suci kita. (Markus 12:30; Filipi 3:3) Misalnya, seorang Kristen yang telah menikah dinasihatkan untuk membaktikan waktu untuk menyenangkan teman hidupnya. Kegiatan ini tidak salah, namun rasul Paulus mengatakan bahwa itu adalah ”perkara-perkara dunia” bukan ”perkara-perkara Tuan”.​—1 Korintus 7:​32-​34; bandingkan 1 Timotius 5:8.

      10 Selanjutnya, Kristus memerintahkan para pengikutnya untuk ’membayar kembali’ pajak, dan ini tentu saja berarti menggunakan waktu yang dibaktikan kepada Yehuwa​—karena segenap kehidupan kita dibaktikan dengan cara ini. Jika pajak rata-rata di suatu negeri adalah 33 persen dari pendapatan (di beberapa negeri lebih tinggi), ini berarti bahwa setiap tahun seorang pekerja biasa akan membayar kepada Departemen Keuangan Negara empat bulan dari pendapatannya. Dengan kata lain, pada akhir dari masa bekerjanya, seorang pekerja telah menggunakan kira-kira 15 tahun untuk mendapatkan uang pajak yang dituntut oleh ”Kaisar”. Juga, pertimbangkan soal pendidikan. Di kebanyakan negeri hukum menuntut agar orang-tua memasukkan anak mereka ke sekolah selama sejumlah tahun minimum. Jumlah tahun sekolah berbeda-beda dari satu negeri ke negeri lain. Di kebanyakan tempat hal ini mencakup suatu jangka waktu yang panjang. Memang, pendidikan demikian biasanya bermanfaat, namun adalah Kaisar yang memutuskan periode mana dari kehidupan seorang anak yang harus digunakan dengan cara ini, dan orang-tua Kristen harus menyesuaikan diri dengan keputusan Kaisar.

      Wajib Militer

      11, 12. (a) Tuntutan apa dibuat oleh Kaisar di banyak negeri? (b) Bagaimana orang-orang Kristen masa awal memandang dinas militer?

      11 Sebuah tuntutan lain yang dibuat Kaisar di beberapa negeri adalah wajib militer. Pada abad ke-20 ini, penyelenggaraan ini telah dimulai oleh kebanyakan bangsa pada masa perang dan oleh beberapa bangsa juga pada masa damai. Di Prancis kewajiban ini selama bertahun-tahun dijuluki pajak darah, yang berarti bahwa setiap pria muda harus rela mengorbankan kehidupannya untuk Negara. Apakah ini sesuatu yang dapat dilakukan sesuai dengan hati nurani oleh orang-orang yang berbakti kepada Yehuwa? Bagaimana orang-orang Kristen pada abad pertama memandang hal ini?

      12 Meskipun orang-orang Kristen pada masa awal berupaya menjadi warga negara yang baik, iman mereka menahan mereka untuk mengambil kehidupan orang lain atau mengorbankan kehidupan mereka sendiri bagi Negara. The Encyclopedia of Religion menyatakan, ”Para bapak gereja yang mula-mula, termasuk Tertullian dan Origen, menyatakan bahwa orang-orang Kristen dilarang mengambil nyawa manusia, suatu prinsip yang menahan mereka untuk ambil bagian dalam bala tentara Romawi.” Dalam bukunya The Early Church and the World, Profesor C. J. Cadoux menulis, ”Setidak-tidaknya sampai kepada pemerintahan Marcus Aurelius [161-​180 M], tidak ada orang Kristen yang mau menjadi seorang prajurit setelah pembaptisannya.”

      13. Mengapa kebanyakan orang dalam Susunan Kristen tidak memandang dinas militer sebagaimana orang-orang Kristen pada masa awal memandangnya?

      13 Mengapa anggota-anggota gereja dari Susunan Kristen tidak memandang hal ini dengan cara demikian dewasa ini? Karena perubahan radikal yang terjadi pada abad keempat. Publikasi Katolik A History of the Christian Councils menjelaskan, ”Banyak orang Kristen, . . . di bawah kaisar-kaisar kafir, memiliki etika agama sehubungan dengan dinas militer, dan dengan positif menolak memanggul senjata, atau kalau tidak meninggalkan dinas militer. Sinode [dari Arles, yang diadakan pada tahun 314 M], dalam mempertimbangkan perubahan yang diperkenalkan oleh Konstantin, mengeluarkan kewajiban bahwa orang-orang Kristen harus melayani dalam peperangan, . . . karena Gereja berdamai (in pace) di bawah seorang pangeran yang bersahabat dengan orang-orang Kristen.” Sebagai hasil dari ditinggalkannya ajaran Yesus ini, semenjak itu sampai sekarang, para pendeta Susunan Kristen telah menganjurkan jemaat mereka untuk berdinas dalam angkatan bersenjata dari bangsa-bangsa, meskipun beberapa orang telah mengambil sikap sebagai orang yang menolak karena hati nurani.

      14, 15. (a) Atas dasar apa orang-orang Kristen di beberapa tempat menuntut pengecualian dari dinas militer? (b) Di tempat-tempat yang tidak memberikan pengecualian, prinsip-prinsip Alkitab apa akan membantu seorang Kristen untuk membuat keputusan yang benar sehubungan dengan dinas militer?

      14 Apakah orang-orang Kristen dewasa ini wajib mengikuti mayoritas orang dalam hal ini? Tidak. Jika seorang Kristen yang berbakti dan dibaptis tinggal di sebuah negeri yang mengecualikan para rohaniwan dari dinas militer, ia dapat memanfaatkan persediaan ini, karena ia sebenarnya adalah seorang pelayan. (2 Timotius 4:5) Sejumlah negeri, termasuk Amerika Serikat dan Australia, telah memberikan pengecualian demikian bahkan pada masa perang. Dan selama masa damai, di banyak negeri yang mempertahankan wajib militer, Saksi-Saksi Yehuwa, sebagai pelayan-pelayan agama, diberi pengecualian. Oleh karena itu, mereka dapat terus membantu orang-orang dengan dinas mereka kepada umum.

      15 Namun, bagaimana jika seorang Kristen hidup di sebuah negeri yang tidak memberikan pengecualian kepada para rohaniwan? Maka ia harus membuat keputusan pribadi mengikuti hati nuraninya yang dilatih Alkitab. (Galatia 6:5) Seraya mempertimbangkan wewenang Kaisar, ia akan mempertimbangkan dengan saksama apa yang ia harus berikan kepada Yehuwa. (Mazmur 36:10; 116:12-14; Kisah 17:28) Orang Kristen akan mengingat bahwa ciri orang Kristen yang sejati adalah kasih kepada rekan seimannya, bahkan orang-orang yang hidup di negeri-negeri lain atau yang berasal dari suku-suku lain. (Yohanes 13:34, 35; 1 Petrus 2:​17) Selanjutnya, ia tidak akan melupakan prinsip-prinsip Alkitab yang terdapat dalam ayat-ayat seperti Yesaya 2:​2-4; Matius 26:52; Roma 12:18; 14:19; 2 Korintus 10:4; dan Ibrani 12:14.

      Dinas Sipil

      16. Di beberapa negeri, dinas nonmiliter apa dituntut Kaisar dari orang-orang yang tidak menerima dinas militer?

      16 Akan tetapi, ada negeri-negeri yang Negara, meskipun tidak memberikan pengecualian bagi para rohaniwan, mengakui bahwa beberapa orang mungkin boleh menolak dinas militer. Banyak negeri seperti ini membuat persediaan bagi orang-orang yang karena hati nurani agar tidak dipaksa untuk memasuki dinas militer. Di beberapa tempat, suatu dinas sipil dituntut, seperti pekerjaan yang berguna dalam masyarakat, dipandang sebagai dinas nasional nonmiliter. Dapatkah seorang Kristen yang berbakti mengambil dinas demikian? Di sini sekali lagi, seorang Kristen yang berbakti dan dibaptis harus membuat keputusannya sendiri atas dasar hati nuraninya yang dilatih Alkitab.

      17. Apakah ada contoh Alkitab bagi dinas sipil nonmiliter?

      17 Tampaknya dinas wajib dipraktekkan pada zaman Alkitab. Sebuah buku sejarah menyatakan, ”Selain pajak dan kewajiban yang dituntut dari penduduk Yudea, juga terdapat kerja paksa [pekerjaan yang tidak dibayar yang dituntut oleh kalangan berwenang]. Ini adalah sebuah praktek di Timur, yang terus dipelihara oleh kalangan berwenang Hellenistik dan Romawi. . . . Perjanjian Baru, juga, menyebutkan contoh-contoh dari kerja paksa di Yudea, yang memperlihatkan betapa menyebarluasnya hal itu. Selaras dengan kebiasaan ini, para prajurit mendesak Simon dari Kirene untuk membawa salib [tiang siksaan] Yesus (Matius 5:​41; 27:32; Markus 15:21; Lukas 23:26).”​

      18. Dengan jasa kemasyarakatan apa yang bersifat nonmiliter dan nonagama Saksi-Saksi Yehuwa sering bekerja sama?

      18 Demikian pula, warga negara di beberapa negeri dewasa ini dituntut oleh Negara atau oleh kalangan berwenang setempat untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk dinas kepada masyarakat. Kadang-kadang ini untuk tugas spesifik, seperti menggali sumur atau membangun jalan; kadang-kadang ini dilakukan secara tetap tentu, seperti partisipasi setiap minggu untuk membersihkan jalan, sekolah, atau rumah sakit. Jika dinas sipil demikian adalah demi kebaikan masyarakat dan tidak berkaitan dengan agama palsu atau dengan cara lain tidak bertentangan dengan hati nurani Saksi-Saksi Yehuwa, mereka sering melakukannya. (1 Petrus 2:​13-​15) Ini biasanya menghasilkan kesaksian yang baik dan kadang-kadang telah membungkamkan orang-orang yang dengan palsu menuduh Saksi-Saksi sebagai antipemerintah.​—Bandingkan Matius 10:18.

      19. Bagaimana seorang Kristen hendaknya menangani masalahnya jika Kaisar memintanya untuk menjalankan dinas nasional nonmiliter untuk suatu jangka waktu tertentu?

      19 Namun, bagaimana jika Negara menuntut seorang Kristen untuk selama suatu jangka waktu menjalankan dinas sipil yang adalah bagian dari dinas nasional di bawah administrasi sipil? Di sini sekali lagi, orang-orang Kristen harus membuat keputusan mereka sendiri berdasarkan hati nurani yang terlatih. ”Kita semua akan berdiri di hadapan kursi penghakiman Allah.” (Roma 14:10) Orang-orang Kristen yang menghadapi suatu tuntutan Kaisar hendaknya dengan sungguh-sungguh mempelajari masalah ini dan merenungkannya.a Akan bijaksana juga untuk membicarakan masalahnya dengan orang-orang Kristen yang matang di sidang. Setelah ini, suatu keputusan pribadi harus dibuat.​—Amsal 2:​1-5; Filipi 4:5.

      20. Pertanyaan-pertanyaan dan prinsip-prinsip Alkitab apa membantu orang-orang Kristen untuk bernalar sehubungan dengan masalah dinas sipil nasional nonmiliter?

      20 Sewaktu melakukan riset demikian, orang-orang Kristen akan mempertimbangkan sejumlah prinsip Alkitab. Paulus mengatakan bahwa kita harus ”taat kepada pemerintah-pemerintah dan kalangan berwenang sebagai para penguasa, siap untuk setiap pekerjaan baik . . . bersikap masuk akal, mempertunjukkan segala kelemahlembutan terhadap semua orang”. (Titus 3:​1, 2) Pada waktu yang sama, orang-orang Kristen sebaiknya menyelidiki pekerjaan sipil yang diajukan. Jika mereka menerimanya, apakah mereka akan dapat mempertahankan kenetralan Kristen? (Mikha 4:​3, 5; Yohanes 17:16) Apakah ini akan melibatkan mereka dengan agama palsu? (Penyingkapan 18:​4, 20, 21) Apakah menjalankan hal itu akan mencegah atau secara tidak masuk akal membatasi mereka dari memenuhi tanggung jawab Kristen mereka? (Matius 24:14; Ibrani 10:24, 25) Di lain pihak, apakah mereka akan sanggup untuk terus membuat kemajuan rohani, bahkan mungkin ambil bagian dalam pelayanan sepenuh waktu seraya menjalankan dinas yang dituntut ini?​—Ibrani 6:​11, 12.

      21. Apa pun keputusannya, bagaimana hendaknya sidang memandang seorang saudara yang menangani masalah dinas sipil nasional nonmiliter?

      21 Bagaimana jika jawaban yang jujur dari seorang Kristen atas pertanyaan-pertanyaan demikian membawanya kepada kesimpulan bahwa dinas sipil nasional adalah suatu ”pekerjaan baik” yang dapat ia lakukan dalam menaati kalangan berwenang? Ini adalah keputusannya di hadapan Yehuwa. Para penatua yang dilantik dan orang-orang lain hendaknya menghormati sepenuhnya hati nurani dari saudara tersebut dan terus memandangnya sebagai seorang Kristen dengan kedudukan yang baik. Akan tetapi, jika seorang Kristen merasa bahwa ia tidak dapat menjalankan dinas sipil ini, kedudukannya hendaknya juga dihormati. Ia juga tetap berada dalam kedudukan yang baik dan hendaknya menerima dukungan yang pengasih.​—1 Korintus 10:29; 2 Korintus 1:24; 1 Petrus 3:16.

      22. Apa pun keadaan yang kita hadapi, apa yang akan terus kita lakukan?

      22 Sebagai orang-orang Kristen kita tidak akan berhenti memberikan ”kepada dia yang menuntut hormat, hormat yang demikian”. (Roma 13:7) Kita akan menghormati ketertiban dan berupaya menjadi warga negara yang suka damai dan mematuhi hukum. (Mazmur 34:15) Kita bahkan mungkin berdoa ”sehubungan dengan raja-raja dan semua yang dalam kedudukan tinggi” bila pria-pria ini dituntut untuk membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan dan pekerjaan Kristen kita. Sebagai hasil karena kita membayar kembali perkara-perkara Kaisar kepada Kaisar, kita berharap agar ”kita dapat terus menempuh kehidupan tenang dan senyap dengan penuh pengabdian yang saleh dan keseriusan”. (1 Timotius 2:​1, 2) Di atas segalanya, kita akan terus memberitakan kabar baik Kerajaan sebagai satu-satunya harapan umat manusia, dengan sungguh-sungguh membayar kembali perkara-perkara Allah kepada Allah.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan