PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • fl psl. 3 hlm. 26-39
  • Setelah Hari Perkawinan

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Setelah Hari Perkawinan
  • Membina Keluarga Bahagia
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • APAKAH ANDA DAPAT MENYESUAIKAN DIRI?
  • SIKAP YANG SEPATUTNYA MENGENAI PERGAULAN SEKS
  • BERSELISIH PENDAPAT TANPA BERTENGKAR
  • JANGAN SEGAN-SEGAN BICARA SATU SAMA LAIN!
  • “LEMPARKANLAH ROTIMU KE AIR”
  • Menjalani Kehidupan Perkawinan
    Cara agar Tetap Dikasihi Allah
  • Perkawinan—Hadiah dari Allah
    Cara agar Tetap Dikasihi Allah
  • Membubuh Dasar yang Baik untuk Perkawinan Anda
    Membina Keluarga Bahagia
  • Perkawinan Anda Dapat Diselamatkan!
    Sedarlah!—2001
Lihat Lebih Banyak
Membina Keluarga Bahagia
fl psl. 3 hlm. 26-39

Pasal 3

Setelah Hari Perkawinan

1. Apakah faedahnya bagi suatu perkawinan, jika terdapat kerja sama seperti yang digambarkan dalam Pengkhotbah 4:9, 10?

HARI perkawinan anda sudah berlalu. Anda berdua sudah mulai hidup sebagai keluarga baru. Sempurnakah kebahagiaan anda sekarang? Anda tidak lagi seorang diri. Sekarang ada teman dengan siapa segala-galanya dapat dibagi, segala rahasia anda, segala kegembiraan maupun segala problem anda. Apakah keadaan ini cocok sekali dengan Pengkhotbah 4:9, 10?—“Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau [salah satu di antara, NW] mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!” Apakah perkawinan anda mencerminkan kerja sama seperti itu? Biasanya memerlukan banyak waktu dan jerih payah sebelum dua insan bersatu dengan bahagia. Sayang sekali dalam banyak perkawinan hal ini tidak pernah tercapai.

2, 3. (a) Kenyataan hidup apakah harus dihadapi setelah hari perkawinan? (b) Mengapa sudah sewajarnya orang harus saling menyesuaikan diri sesudah kawin?

2 Di dalam buku cerita roman, biasanya masalahnya adalah bagaimana dua insan yang jatuh cinta dapat bersatu. Akhir cerita selalu mereka hidup bahagia selama-lamanya. Tetapi dalam kehidupan sebenarnya, adalah bagaimana caranya untuk hidup bahagia sehari demi sehari, sebagai tantangan yang harus dihadapi. Sesudah pesta pernikahan yang meriah, mulailah kehidupan sehari-hari yang membosankan: bangun pagi-pagi, pergi bekerja, pergi ke pasar, masak, cuci piring, membersihkan rumah dan sebagainya.

3 Perkawinan menuntut penyesuaian. Setidak-tidaknya kalian telah memasuki jenjang perkawinan dengan harapan idaman-idaman tertentu yang belum tentu praktis dan wajar. Bila ini tidak terwujud, mulai terjadi sedikit kekecewaan selama minggu-minggu pertama. Tetapi jangan lupa, anda telah melakukan suatu perubahan besar dalam kehidupan anda. Anda tidak lagi seorang diri atau bersama keluarga dengan siapa anda tergabung sejak lahir. Sekarang ada orang baru yang mungkin baru sekarang anda betul-betul mengenalnya, ternyata lain dari apa yang anda duga sebelumnya. Sekarang kesibukan sehari-hari sudah lain, pekerjaan anda mungkin juga lain, biaya-biaya pun sudah berbeda. Dan ada pula kenal baru maupun keluarga mertua, sehingga perlu menyesuaikan diri. Sukses perkawinan dan kebahagiaan bergantung pada kerelaan anda untuk mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan.

APAKAH ANDA DAPAT MENYESUAIKAN DIRI?

4. Prinsip-prinsip Alkitab apa memudahkan orang untuk saling menyesuaikan diri dalam perkawinan? (1 Korintus 10:24; Filipi 4:5)

4 Karena keangkuhan, beberapa orang tidak mudah menyesuaikan diri. Tetapi, seperti dikatakan Alkitab, “kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.” Tetap berkeras kepala dapat mengakibatkan celaka. (Amsal 16:18) Yesus menganjurkan orang untuk mengalah dan menyesuaikan diri. Ia berpesan bilamana ada orang yang menginginkan “bajumu, berikanlah kepadanya jubahmu juga,” dan bila “seorang memaksamu untuk berjalan dengan dia sejauh satu kilometer, jalankan dengan dia sejauh dua kilometer.” Dari pada bertengkar dengan seorang yang anda cintai, “Mengapa kamu tidak lebih suka dirugikan?” tanya rasul Paulus (Matius 5:40, 41; 1 Korintus 6:7) Jika orang Kristen dapat mengatasi keadaan ekstrim yang terjadi di antara mereka, masakan dua orang yang sudah menikah dan saling mencintai tidak sanggup untuk menyesuaikan diri agar hubungan mereka selalu baik.

5. Sikap kita terhadap temah hidup dapat positip, dapat pula negatip. Bagaimana demikian?

5 Betapa banyaknya kesempatan yang dapat digunakan seseorang untuk bahagia atau sebaliknya. Mana yang lebih penting bagi anda? Apakah anda terlalu mementingkan hal-hal yang positip atau yang negatip? Orang yang baru bersuami mungkin berpikir: ‘Mengapa sesudah kawin, dia tidak begitu mesra lagi? Dulu ia selalu mengajak saya jalan-jalan dan banyak waktu untuk saya. Sekarang tidak pernah lagi. Saya ini dianggap apa. Ia sudah tidak sama seperti dulu!’ Atau apakah ia menyadari dan berterima kasih bahwa sekarang suaminya bekerja keras mencari nafkah bagi keluarganya? Dan di lain pihak, apakah suami memperhatikan bahwa isterinya rajin memasak dan membersihkan rumah, sehingga kadang-kadang terlalu lelah dan tidak ada banyak waktu lagi untuk bersolek seperti dulu? Ataukah ia berpikir: ‘Ada apa dengan gadis manis yang kukawini itu? Mengapa dia begitu berubah sesudah punya suami?’

6. Bagaimana hubungan suami-isteri jika keduanya benar-benar berusaha mensukseskan perkawinan mereka?

6 Kedua pihak harus lebih bersikap matang dan menyadari bahwa mereka tidak ada waktu atau tenaga lagi untuk melakukan semua hal seperti sebelum perkawinan mereka. Sekarang mereka harus pandai menyesuaikan diri. Tanggung jawab mereka yang membawa kepuasan batin adalah bagaimana mensukseskan perkawinan. Gara-gara satu pihak perkawinan dapat hancur, tetapi supaya berhasil kedua pihak harus bekerja sama. Sungguh tidak mudah untuk mensukseskan perkawinan. Sukses tersebut dicapai dengan mengatasi berbagai kesulitan. Bila kedua pihak benar-benar bekerja sama masing-masing memberikan suatu sumbangan yang kemudian berpadu bersama. Kerja sama atas dasar tujuan yang sama ini akan mengikat satu sama lain demikian eratnya, sehingga keduanya menjadi satu. Menjelang waktu akan terjalin suatu ikatan kasih yang melebihi apa pun juga yang pernah diharapkan dari perkawinan. Dengan kebahagiaan yang mempersatukan itu, akan menyenangkanlah untuk menyesuaikan diri dengan perbedaan masing-masing.

7. Dalam mengambil keputusan, kapankah seseorang harus mengalah?

7 Sifat tinggi hati lama-kelamaan hilang seraya kasih bertumbuh. Dan selain merasakan kebahagiaan bila saling memberi, kita juga merasakan kebahagiaan itu bila kita saling mengalah, terutama jika bukan mengenai masalah prinsip tetapi hanya menyangkut selera pribadi. Mungkin hanya soal membeli barang untuk keperluan rumah, atau ke mana pergi berlibur. Bila mereka saling memikirkan kebahagiaan pihak yang lain, mereka mulai menghayati pesan rasul Paulus: “Jangan memikirkan kepentingan diri sendiri saja; pikirkan juga kepentingan orang lain.”—Filipi 2:4.

SIKAP YANG SEPATUTNYA MENGENAI PERGAULAN SEKS

8, 9. Bagaimana pandangan Alkitab mengenai hubungan intim antara pria dan wanita sehubungan dengan perkawinan?

8 Alkitab tidak bersikap terlampau alim mengenai masalah pergaulan seks. Dengan peribahasa sanjak Alkitab melukiskan kepuasan yang diami oleh suami isteri. Alkitab juga menandaskan bahwa pergaulan seks harus dibatasi kepada suami dan isteri. Petunjuk ini terdapat dalam Amsal 5:15-21:

“Minumlah air dari kulahmu sendiri, minumlah air dari sumurmu yang membual. Patutkah mata airmu meluap ke luar seperti batang-batang air ke lapangan-lapangan? Biarlah itu menjadi kepunyaanmu sendiri, jangan juga menjadi kepunyaan orang lain. Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau selalu berahi karena cintanya. Hai anakku, mengapa engkau berahi akan perempuan jalang, dan mendekap dada perempuan asing? Karena segala jalan orang terbuka di depan mata TUHAN [Yehuwa], dan segala langkah orang diawasi-Nya.”

9 Di lain pihak tidak baik untuk mementingkan soal ini, seolah-olah berhasilnya suatu perkawinan bergantung kepada pergaulan seks semata-mata, atau seolah-olah ini dapat menutupi beberapa kelemahan pokok dalam segi-segi lain dari perkawinan. Membanjirnya bacaan, film-film atau iklan-iklan yang menonjolkan seks—kebanyakan dimaksudkan untuk membangkitkan nafsu—menimbulkan kesan seolah-olah seks itu begitu penting. Namun Firman Allah tidak membenarkannya dan justru menganjurkan pengendalian diri dalam tiap segi kehidupan. Demikian juga dalam perkawinan tidak baik untuk melampiaskan segala keinginan secara tak terkendali, sebab ini dapat mengakibatkan kebiasaan-kebiasaan yang menurunkan martabat perkawinan.—Galatia 5:22, 23; Ibrani 13:4.

10. Hal-hal apa yang patut diingat supaya suami-isteri bisa lebih mudah menyesuaikan diri sehubungan dengan kebutuhan seks?

10 Sungguh tidak mudah dan membutuhkan banyak waktu untuk dapat saling menyesuaikan diri dalam soal seks. Umumnya hal itu karena kurangnya penerangan dan kurang menyadari kebutuhan dari pihak yang lain. Mungkin ada baiknya untuk membicarakan sial ini dengan seorang yang dapat dipercayai, sebelum perkawinan. Soalnya memang ada perbedaan antara pria dan wanita, bukan saja bentuk tetapi juga perasaan masing-masing. Wanita lebih merasakan kebutuhan akan perlakuan lembut. Tetapi mengenai soal seks ini kita tidak perlu merasa malu-malu dan berlagak suci seolah-olah hal yang memalukan. Jangan pula pihak pria memaksakan kehendaknya atau pihak wanita seperti dilakukan oleh kebanyakan pria. “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya,” kata Alkitab, dan “demikian pula isteri terhadap suaminya.” Dalam hal ini berlaku juga prinsip: “Janganlah seorangpun mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.” Bilamana ada kasih seperti itu dan keinginan untuk menyenangkan satu sama lain, suatu penyelesaian yang baik akan tercapai.—1 Korintus 7:3; 10:24.

BERSELISIH PENDAPAT TANPA BERTENGKAR

11-13. Bila terjadi perbedaan pendapat, hal apa yang perlu diingat supaya jangan terjadi perpecahan dalam keluarga?

11 Tidak ada dua insan di bumi yang persis sama. Tiap orang mempunyai sifat tersendiri. Karena itu tidak mungkin dua orang selalu sepaham mengenai segala hal. Seringkali kita berbeda pendapat hanya dalam soal kecil, kadang-kadang juga soal besar. Dalam sebagian rumah tangga perbedaan pendapat dapat makin meruncing sehingga mereka saling berteriak, dorong-mendorong, pukul-memukul dan melempar-lemparkan barang. Salah seorang mungkin lari dari rumah selama beberapa hari atau minggu, atau mereka tidak mau bicara satu sama lain. Sebenarnya perbedaan pendapat bisa terjadi tanpa membiarkan keadaan menjadi demikian. Bagaimana caranya? Caranya dengan mengingat suatu prinsip penting yang merupakan kenyataan.

12 Kita semuanya manusia yang tidak sempurna, masing-masing mempunyai kekurangan. Dan meskipun kita bermaksud baik, kelemahan akan selalu nampak juga. Rasul Paulus sendiri mengakui hal itu: “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.” (Roma 7:19) Kita mewarisi dosa dari nenek moyang kita yang pertama. Kesempurnaan ada di luar jangkauan kita. Jadi “siapakah dapat berkata: ‘Aku telah membersihkan hatiku, aku tahir dari pada dosaku’?”—Amsal 20:9; Mazmur 51:5; Roma 5:12.

13 Kita biasanya mengakui kelemahan kita sendiri dan memaafkannya. Mengapa kita tidak dapat memaafkan kelemahan teman hidup kita? Kita semua selalu mengaku berdosa, tetapi apakah kita suka membela diri dan enggan mengakui suatu kesalahan yang telah kita lakukan? Dan apakah kita cukup dewasa untuk menyadari bahwa memang sudah sifat manusia, termasuk teman hidup kita, untuk enggan mengakui kesalahan sendiri, dan apakah kita mau memaafkannya? “Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran,” begitulah bunyi Amsal terilham. Kami percaya bahwa sama seperti semua orang lain, anda juga menyetujui “peraturan emas” yang diucapkan Yesus dalam Khotbahnya di bumi yang terkenal: “Buatlah untuk orang lain apa yang kalian ingin mereka buat untuk kalian.” Kebanyakan orang hanya setuju di bibir saja, sedikit yang menghayatinya. Padahal jika dipraktekkan segala masalah hubungan antar-manusia termasuk perkawinan dapat diatasi.—Amsal 19:11; Matius 7:12, BIS.

14, 15. (a) Apa akibatnya jika seseorang menjelek-jelekkan teman hidupnya dibandingkan dengan orang lain? (b) Tetapi mengenai soal apa saja itu sering terjadi?

14 Setiap orang ingin dipandang dan diperlakukan sebagai satu individu. Bila ada orang mencoba membandingkan diri kita dengan orang lain, seolah-olah sifat atau kemampuan kita kurang baik, bagaimana reaksi kita? Umumnya kita tersinggung atau kurang senang. Dengan kata lain kita berpendapat, ‘Aku bukan orang itu. Terimalah DIRIKU apa adanya.’ Memang kurang baik untuk membanding-bandingkan orang karena kita mau diperlakukan dengan pengertian.

15 Sebagai contoh: Apakah anda sebagai suami menghargai hidangan makanan yang disediakan isteri, ataukah anda mengeluh bahwa ia tidak bisa masak sehebat ibu anda? Dari mana anda tahu betapa enak masakan ibu anda ketika ia baru menikah? Siapa tahu justru masakan isteri anda lebih enak. Berikanlah isteri anda kesempatan untuk mengembangkan diri dalam tugasnya yang baru sampai ia mahir. Dan apakah anda sebagai isteri suka mengeluh bahwa gaji yang diterima suami anda tidak sebesar gaji ayah anda dulu? Dari mana anda tahu berapa gaji ayah anda pada waktu ia baru menikah? Bukankah semua itu tidak menjadi soal. Yang penting adalah bagaimana anda membantu suami. Apakah anda bangun pagi-pagi dan menyiapkan makan paginya sebelum suami berangkat kerja, sehingga ia merasa didukung dan dihargai oleh isteri? Apakah salah satu suka bertengkar mengenai keluarga mertua, atau cekcok soal pergaulan dengan beberapa teman lain atau soal rekreasi yang dipilih? Hal-hal ini maupun perbedaan pendapat lain bisa saja timbul. Bagaimana anda harus mengatasinya?

16. Apa yang salah dengan teori bahwa pertengkaran membantu untuk menyelesaikan suatu persoalan?

16 Ada ahli ilmu jiwa yang berpendapat bahwa bertengkar untuk mengatasi suatu persoalan itu baik. Menurut teori mereka berbagai kekecewaan yang timbul mengakibatkan tekanan sehingga akhirnya meledak menjadi suatu pertengkaran hebat. Pada waktu mencapai puncaknya, rasa tidak puas yang lama terpendam itu dapat dilampiaskan sampai habis—begitulah teori mereka. Sebelumnya segala kekecewaan itu ditahan-tahan sampai beberapa lama, kemudian meledak pada suatu waktu. Namun betapa besar kemungkinan bahwa pada saat amarah meluap-luap itu kita tanpa sengaja mengucapkan hal-hal yang seharusnya tidak dimaksudkan, dan mengakibatkan sakit hati yang sulit disembuhkan. Begitu mudahnya melakukan kesalahan berat sehingga menimbulkan perpecahan yang tidak mungkin diperbaiki lagi. Seperti diperingatkan Amsal 18:19: “Saudara yang dikhianati lebih sulit dihampiri dari pada kota yang kuat, dan pertengkaran adalah seperti palang gapura sebuah puri.” Nasihat yang benar terdapat di dalam Alkitab: “Undurlah sebelum perbantahan mulai.”—Amsal 17:14.

JANGAN SEGAN-SEGAN BICARA SATU SAMA LAIN!

17. Apa yang dapat dilakukan agar kita tidak menyimpan di hati perbedaan pendapat sehingga sampai meledak?

17 Dari pada membiarkan suatu perbedaan pendapat dipendam dalam hati sehingga akhirnya meledak ke luar, lebih baik segera membicarakan tiap masalah sewaktu timbul. Masalah biasanya tambah berat bisa terus-menerus dipikirkan dan disimpan dalam hati. Lebih baik dibicarakan sekarang atau lupakanlah. Apakah yang dipersoalkan hanyalah kata-kata yang dicetuskan sambil lalu? Janganlah dipedulikan. Apakah perlu untuk dibicarakan? Apakah teman hidup anda telah melakukan sesuatu sehingga anda merasa tidak enak? Janganlah langsung menyalahkannya. Cobalah bicarakan dengan jalan bertanya atau menyarankan sesuatu yang secara halus mulai menyinggung masalah itu. Misalnya, anda dapat berkata: ‘Ada sesuatu yang aku tidak mengerti, sayang. Apa kau bisa membantuku?’ Kemudian dengarkanlah. Cobalah mengerti sudut pandangan teman hidup anda. Perhatikan peringatan dalam Amsal 18:13: “Jikalau seorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya.” Orang biasanya tidak suka jika kita terlalu cepat mengadili mereka. Jadi jangan terlalu cepat mengambil sikap tetapi cobalah mencari tahu apa maksud-tujuan sebenarnya. Ikutilah anjuran dalam Amsal 20:5: “Rancangan di dalam hati manusia itu seperti air yang dalam, tetapi orang yang pandai tahu menimbanya.”

18. Bagaimana caranya kita dapat menghalau perasaan murung dan kesal dalam hati kita?

18 Apakah pikiran anda sering berubah-ubah? Tidak mudah untuk hidup dengan orang yang demikian. Ada pendapat bahwa sifat seperti ini sesuatu yang di luar kekuasaan kita sendiri, timbulnya karena zat-zat kimia dalam otak kita. Entah benar atau tidak, perasaan seseorang banyak menentukan suasana. Orang-orang di sekitar kita dapat mempengaruhi kita menjadi gembira atau sedih. Musik dapat menggugah berbagai macam perasaan dalam diri kita. Demikian pula dengan suatu cerita yang kita baca. Apa yang terkandung dalam pikiran mempengaruhi perasaan. Bila terus-menerus memikirkan hal-hal yang negatip anda dapat merasa kecil hati. Tetapi asal saja anda mau memaksakan diri, pikiran dapat diarahkan kepada hal-hal yang positip dan optimis. Pusatkanlah pikiran anda kepada perkara-perkara seperti itu. (Filipi 4:8) Jika ini terasa susah bagi anda, cobalah lakukan gerak badan secukupnya—pokoknya apa saja untuk mengalihkan perhatian dan menyalurkan tenaga anda. Lebih baik memupuk perasaan gembira dari pada perasaan murung. Lebih menyenangkan bagi diri anda dan tentu saja juga untuk teman hidup anda!

19. Cara bagaimana kita dapat menunjukkan pengertian terhadap perasaan tidak menentu yang sedang dialami oleh teman hidup?

19 Namun ada juga saat-saat di mana anda sedih karena sesuatu yang terjadi atau anda menderita sakit keras. Bagi isteri anda mungkin masa haid atau masa hamil menyebabkan timbulnya banyak hormon kuat yang mempengaruhi susunan saraf dan emosinya. Wanita kadang-kadang tanpa sadar mengalami ketegangan menjelang haid. Ini hal penting yang perlu diingat oleh suami, sehingga tidak lekas jengkel tetapi justru menunjukkan pengertian. Dalam keadaan seperti itu suami-isteri harus pandai menyelami apa yang menjadikan teman hidupnya marah-marah dan harus bersikap sabar. “Hati orang bijak menjadikan mulutnya berakal budi, dan menjadikan bibirnya lebih dapat meyakinkan.” “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.”—Amsal 16:23; 17:17.

20-22. (a) Mengapa rasa cemburu yang tidak beralasan harus kita jauhi? (b) Apa yang dapat dilakukan supaya teman hidup jangan menjadi cemburu?

20 Apakah teman hidup anda mudah cemburu? Sebenarnya memang baik jika seorang hati-hati dan kuatir mengenai nama baiknya maupun perkawinannya. Seperti zat adrenalin membantu jantung berdebar lagi, demikian pula rasa cemburu membangkitkan dalam diri kita keinginan untuk tetap memiliki apa yang kita cintai. Kebalikan dari rasa cemburu adalah sikap masa bodoh. Dan kita tidak boleh masa bodoh terhadap perkawinan kita.

21 Tetapi ada jenis lain dari sifat cemburu, yang timbulnya karena kurang kepercayaan diri dan kecenderungan untuk berkhayal. Cemburu yang tidak masuk akal itu terlalu ingin memiliki, sehingga perkawinan akhirnya berubah seperti penjarah yang menyedihkan, di mana rasa saling percaya dan cinta sejati tidak dapat tumbuh. “Kasih tidak meluap dengan kecemburuan” demikian, dan cemburu yang terlalu ingin memiliki “membusukkan tulang.”—1 Korintus 13:4; Amsal 14:30.

22 Jika timbulnya rasa kuatir dan cemburu di pihak teman hidup anda memang beralasan, jauhkanlah apa yang menimbulkan rasa cemburu demikian. Bila tidak beralasan, berusahalah sungguh-sungguh untuk memperoleh kepercayaannya, dengan kata-kata dan bahkan lebih penting lagi dengan perbuatan. Cobalah menggugah hatinya!

23. Apakah yang sebaiknya diingat bila seseorang ingin meminta bantuan orang luar untuk menyelesaikan masalah keluarga?

23 Sekiranya terjadi perbedaan pendapat antara suami-isteri, dapatkah orang luar campur tangan? Mengapa tidak? Tetapi sebaiknya jangan memanggil orang luar tanpa persetujuan kedua belah pihak. Terlebih dahulu, “belalah perkaramu terhadap sesamamu itu, tetapi jangan membuka rahasia orang lain.” (Amsal 25:9) Bahkan berbahaya jika mertua diminta menjadi penengah. Besar kemungkinan mereka berat sebelah. Dengan bijaksana Alkitab menganjurkan: “Seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya.” (Kejadian 2:24) Ini juga berlaku bagi isteri yang harus meninggalkan orang tuanya untuk bersatu dengan suami. Suami-isteri harus tetap bersatu dan jangan meminta orang tua atau mertua untuk turut campur dan saling memihak. Mereka harus menganggap segala masalah sebagai masalah mereka sendiri yang harus diselesaikan sendiri. Dengan meminta bantuan orang lain tanpa persetujuan kedua belah pihak, penghargaan orang luar terhadap mereka akan menurun. Sebenarnya tidak sulit mengatasi sendiri segala persoalan jika anda saling berbicara dengan terbuka, jujur dan penuh cinta kasih. Boleh saja anda meminta nasihat kepada orang lain yang cukup matang, tetapi anda sendiri sebagai suami-isteri yang harus memecahkan persoalannya.

24, 25. Apa yang dapat dilakukan bila keangkuhan menghalangi usaha untuk menanggulangi problem keluarga?

24 “Janganlah merasa diri lebih tinggi dari yang sebenarnya,” demikian bunyi nasihat rasul Paulus. (Roma 12:3, BIS) Lalu ia menambahkan: “Hendaklah saudara saling mendahului memberi hormat.” (Roma 12:10) Bila suatu waktu kita merasa tersinggung, kadang-kadang lebih mudah untuk menahan perasaan dengan mengingat betapa kecilnya kita sebenarnya. Betapa kecilnya kita ini dibandingkan bola bumi. Bola bumi itu sendiri demikian kecil dibandingkan tata surya kita, tata surya pun belum apa-apa dibandingkan seluruh alam semesta. Di mata Yehuwa “segala bangsa seperti tidak ada di hadapan-Nya, mereka dianggap-Nya hampa dan sia-sia saja.” (Yesaya 40:17) Cara berpikir demikian membantu kita bersikap seimbang, sehingga sadarlah kita bahwa selisih paham itu sebenarnya tidak berarti.

25 Bila kita cukup memiliki rasa humor, mungkin kita bisa tertawa melihat ulah kita sendiri. Jika kita dapat menertawakan diri sendiri, itu menandakan kematangan dan akan membantu kita mengatasi berbagai kesulitan dalam hidup ini.

“LEMPARKANLAH ROTIMU KE AIR”

26, 27. Bila salah satu pihak menolak penyelesaian masalah keluarga secara damai, prinsip-prinsip Alkitab apa yang perlu diterapkan, dan mengapa?

26 Tetapi bagaimana jika teman hidup anda menolak usaha anda untuk menyelesaikan suatu persoalan secara damai? Ikutilah pesan Alkitab: “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan.” Dalam hal ini Yesus memberikan contoh bagi kita: “Pada waktu ia dicaci makin, ia tidak membalas dengan caci maki.” Memang, umumnya orang suka balas-membalas. Tetapi jika anda suka membalas, berarti anda membiarkan orang lain menentukan sikap anda, membentuk kepribadian anda. Dengan demikian orang-orang itu justru berhasil, sebab anda sudah meniru mereka. Bila anda biarkan ini terjadi, berarti anda menyangkal diri dan prinsip-prinsip yang anda junjung tinggi selama ini. Mengapa anda tidak meniru Yesus yang tetap mempertahankan keasliannya, tidak berubah sekalipun dipengaruhi oleh kelemahan dari orang-orang di sekitarnya: “Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.”—Roma 12:17; 1 Petrus 2:23; 2 Timotius 2:13.

27 Jika anda kuat menghentikan suatu lingkaran setan, yaitu balas-membalas kejahatan, mengapa tidak memulai lingkaran kebaikan? “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman.” (Amsal 15:1) Jawaban lemah lembut bukan pertanda kelemahan, tetapi justru pertanda kekuatan. Dan teman hidup anda akan menyadari ini. Kebanyakan orang membalas kejahatan dengan kejahatan. Tetapi karena menyimpang dari kebiasaan dan membalas dengan kebaikan, siapa tahu anda akhirnya mendapat kebaikan sebagai balasan. Beberapa ayat Alkitab menunjukkan hal ini. “Siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.” “Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” “Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatinya kembali lama setelah itu.” (Amsal 11:25; Lukas 6:38; Pengkhotbah 11:1) Mungkin makan waktu sebelum kebaikan anda dibalas dengan kebaikan oleh teman hidup anda. Mana ada orang yang menabur benih hari ini, lalu memetik hasilnya esok hari. Bagaimanapun juga, “apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. . . . Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”—Galatia 6:7-9.

28. Sebutkan beberapa prinsip luhur yang terdapat di buku Amsal yang menjamin kebahagiaan keluarga. Jelaskan

28 Berikut ini terdapat beberapa ayat dan sejumlah pertanyaan untuk dipelajari oleh semua suami-isteri:

Amsal 14:29: “Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.” Pernahkah anda berpikir cukup lama, sehingga anda sendiri mulai sadar bahwa sebenarnya tidak perlu marah?

Amsal 17:27: “Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin.” Apakah anda selalu berkepala dingin dan menahan mulut supaya tidak membikin panas teman hidup anda?

Amsal 25:11: “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya, adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.” Kata-kata yang cocok pada waktu ini belum tentu cocok pada waktu lain. Apakah anda cukup waspada untuk mengetahui apakah kata-kata anda cocok waktunya?

Amsal 12:18: “Ada orang yang lancang mulutnya seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan.” Apakah anda selalu berpikir dahulu sebelum bicara, bagaimana akibat kata-kata anda kepada teman hidup anda??

Amsal 10:19: “Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.” Bila sedang marah, kadang-kadang kita mengatakan sesuatu tanpa berpikir, kemudian kita menyesal. Waspadakah anda terhadap hal ini?

Amsal 20:3: “Terhormatlah seorang yang menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak.” Bertengkar itu harus ada dua orang. Apakah anda cukup matang untuk mengakhirinya?

Amsal 10:12: “Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran.” Apakah anda suka membangkit-bangkitkan soal lama? Atau anda rela melupakannya, demi kasih kepada teman hidup anda?

Amsal 14:9, “New English Bible”: “Orang bodoh dengan angkuh menolak untuk memperbaiki kesalahannya; orang yang baik menghargai saling rujuk.” Apakah anda terlalu angkuh untuk mengalah demi perdamaian keluarga?

Amsal 26:20: “Bila kayu habis, padamlah api.” Apakah anda rela mengalah, ataukah ingin menang sendiri?

Efesus 4:26: “Janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu.” Apakah anda tidak dapat melupakan suatu perselisihan, sehingga menyebabkan kesedihan tiada habis-habisnya bagi anda berdua?

29. Hal-hal pokok manakah yang perlu diperhatikan untuk menjamin kebahagiaan keluarga?

29 Nasihat yang bijaksana hanya berfaedah jika dituruti. Mengapa anda tidak mencobanya? Cobalah juga mengikuti saran teman hidup anda. Siapa tahu mungkin berhasil. Lalu, salah siapa jika ternyata tidak cocok? Tidak menjadi soal. Yang penting bagaimana persoalan diselesaikan. Bersikaplah lentuk, bicarakan masalahnya, jangan disimpan di hati, Dan jangan menganggap diri paling utama. Cobalah bertukar pikiran. Jika anda ‘mengasihi teman hidup seperti diri sendiri,’ tidaklah terlalu sulit untuk saling menyesuaikan diri dan menciptakan keluarga bahagia.—Matius 19:19.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan