PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w93 15/9 hlm. 14-19
  • Tambahkanlah kepada Ketekunanmu Pengabdian Ilahi

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Tambahkanlah kepada Ketekunanmu Pengabdian Ilahi
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1993
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Apa Sebenarnya Pengabdian Ilahi
  • Bagaimana Kita Memperoleh Pengabdian Ilahi?
  • Mempraktekkan Pengabdian Ilahi di Rumah
  • Pengabdian Ilahi dan Pelayanan
  • Tambahkanlah Pengabdian yang Saleh kepada Ketekunan Saudara
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2002
  • Kejarlah Pengabdian Ilahi sebagai Umat Kristiani yang Dibaptis
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1990
  • Ikutilah Teladan Yesus dalam Pengabdian Ilahi
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1990
  • Selamat Datang pada Kebaktian Distrik ”Pengabdian Ilahi”
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1989
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1993
w93 15/9 hlm. 14-19

Tambahkanlah kepada Ketekunanmu Pengabdian Ilahi

”Tambahkanlah kepada imanmu . . . ketekunan, kepada ketekunanmu pengabdian ilahi.”—2 PETRUS 1:5, 6, ”NW”.

1, 2. (a) Sejak tahun 1930-an, apa yang terjadi dengan Saksi-Saksi Yehuwa di negeri-negeri yang berada di bawah kekuasaan Nazi, dan mengapa? (b) Bagaimana keadaan umat Yehuwa di bawah perlakuan yang kejam ini?

SUATU masa kegelapan dalam sejarah abad ke-20 sedang terjadi di kala itu. Sejak tahun 1930-an, ribuan Saksi-Saksi Yehuwa di negeri-negeri di bawah kendali Nazi ditangkap dengan tidak adil dan dimasukkan ke dalam kamp-kamp konsentrasi. Mengapa? Karena mereka berani tetap netral dan menolak untuk mengucapkan kata sanjungan kepada Hitler. Bagaimana mereka diperlakukan? ”Tidak ada kelompok tawanan lain . . . yang menjadi sasaran sadisme dari serdadu-serdadu SS sebegitu rupa seperti halnya Siswa-Siswa Alkitab [Saksi-Saksi Yehuwa]. Sadisme itu ditandai oleh serentetan penyiksaan fisik dan mental yang tidak ada hentinya, yang padanannya tidak dapat dilukiskan dengan istilah bahasa mana pun di dunia.”—Karl Wittig, mantan pejabat pemerintah Jerman.

2 Bagaimana keadaan Saksi-Saksi ini? Dalam bukunya The Nazi State and the New Religions: Five Case Studies in Non-Conformity, Dr. Christine E. King mencatat, ”Hanya terhadap Saksi-Saksi [sebagai kontras dengan kelompok-kelompok agama lainnya] pemerintah tidak berhasil.” Ya, Saksi-Saksi Yehuwa secara keseluruhan berdiri teguh, sekalipun bagi ratusan dari mereka, hal ini berarti bertekun sampai mati.

3. Apa yang memungkinkan Saksi-Saksi Yehuwa bertekun menanggung cobaan-cobaan yang keji?

3 Apa yang memungkinkan Saksi-Saksi Yehuwa menanggung dengan tekun cobaan-cobaan demikian bukan hanya di Jerman Nazi tetapi di seluruh dunia? Bapa surgawi mereka telah membantu mereka bertekun karena pengabdian ilahi mereka. Rasul Petrus menjelaskan, ”Yehuwa tahu bagaimana melepaskan orang-orang yang berpengabdian ilahi dari cobaan.” (2 Petrus 2:9, NW) Sebelumnya dalam surat yang sama, Petrus menasihati orang-orang Kristen, ”Tambahkanlah kepada imanmu . . . ketekunan, kepada ketekunanmu pengabdian ilahi.” (2 Petrus 1:5, 6, NW) Maka, ketekunan erat hubungannya dengan pengabdian ilahi. Sebenarnya, untuk bertekun sampai akhir, kita harus ’mengejar pengabdian ilahi’ dan menunjukkannya. (1 Timotius 6:11) Namun, apa sebenarnya pengabdian ilahi itu?

Apa Sebenarnya Pengabdian Ilahi

4, 5. Apakah pengabdian ilahi itu?

4 Kata benda Yunani untuk ”pengabdian ilahi” (eu·seʹbei·a) dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai ”penghormatan yang sangat besar dan sepatutnya”.a (2 Petrus 1:6, Kingdom Interlinear) Ini memperlihatkan perasaan sepenuh hati yang hangat terhadap Allah. Menurut W. E. Vine, kata sifat eu·se·besʹ, secara harfiah berarti ”bersifat penghormatan yang sangat besar dan sepatutnya”, mengartikan ”tenaga yang, dibimbing oleh rasa hormat yang kudus kepada Allah, diwujudkan dalam kegiatan yang dibaktikan.”—2 Petrus 2:9, Int.

5 Oleh karena itu, pernyataan ”pengabdian ilahi” merujuk kepada rasa hormat atau pengabdian kepada Yehuwa yang menggerakkan kita melakukan hal-hal yang menyenangkan Dia. Ini dilakukan bahkan pada waktu menghadapi cobaan yang sulit karena kita mengasihi Allah dari hati. Ini merupakan keakraban pribadi yang loyal kepada Yehuwa yang dinyatakan dengan cara kita menempuh kehidupan kita. Umat Kristen sejati didesak untuk berdoa agar mereka dapat menempuh ”kehidupan tenang dan senyap dengan penuh pengabdian ilahi”. (1 Timotius 2:1, 2, NW) Menurut leksikograf J. P. Louw dan E. A. Nida, ”dalam sejumlah bahasa [eu·seʹbei·a] di 1 Tim 2.2 dengan tepat dapat diterjemahkan sebagai ’hidup selaras dengan cara Allah berkehendak kita hidup’ atau ’hidup sebagaimana Allah memberi tahu kita bagaimana kita selayaknya hidup.’”

6. Apa hubungan antara ketekunan dan pengabdian ilahi?

6 Kini kita dapat lebih memahami kaitan antara ketekunan dan pengabdian ilahi. Karena kita hidup sebagaimana Allah berkehendak kita hidup—dengan pengabdian ilahi—kita menjadi sasaran kebencian dunia, yang terus-menerus membawa ujian iman. (2 Timotius 3:12) Namun, tidak ada yang dapat menggerakkan kita untuk bertekun menghadapi cobaan demikian kalau bukan demi keakraban pribadi kita dengan Bapa surgawi kita. Selain itu, Yehuwa menanggapi pengabdian tulus demikian. Coba bayangkan bagaimana seharusnya perasaan Dia untuk melihat ke bawah dari surga dan mengamati orang-orang yang, karena pengabdian mereka kepada-Nya, berupaya menyenangkan Dia tidak soal segala macam tentangan yang mereka hadapi. Tidak heran Ia bersedia ”melepaskan orang-orang yang berpengabdian ilahi dari cobaan”!

7. Mengapa pengabdian ilahi harus dipupuk?

7 Namun, kita tidak dilahirkan dengan pengabdian ilahi, dan kita juga tidak memperolehnya secara otomatis dari orang-tua yang saleh. (Kejadian 8:21) Sebaliknya, hal ini harus dipupuk. (1 Timotius 4:7, 10) Kita harus berupaya menambahkan pengabdian ilahi kepada ketekunan kita dan kepada iman kita. Hal ini, menurut Petrus, menuntut ”upaya yang sungguh-sungguh”. (2 Petrus 1:5, NW) Maka, bagaimana kita dapat memperoleh pengabdian ilahi?

Bagaimana Kita Memperoleh Pengabdian Ilahi?

8. Menurut rasul Petrus, apa kunci untuk memperoleh pengabdian ilahi?

8 Rasul Petrus menjelaskan kunci untuk memperoleh pengabdian ilahi. Ia mengatakan, ”Semoga kebaikan hati yang tidak layak diterima dan kedamaian bertambah bagimu melalui pengetahuan yang saksama akan Allah akan Yesus Tuhan kita, sebab kuasa ilahinya telah dengan cuma-cuma memberi kita segala perkara yang menyangkut kehidupan pengabdian ilahi, melalui pengetahuan yang saksama akan pribadi yang memanggil kita melalui kemuliaan dan kebajikan.” (2 Petrus 1:2, 3, NW) Maka, untuk menambahkan pengabdian ilahi kepada iman dan ketekunan kita, kita harus bertumbuh dalam pengetahuan yang saksama, yaitu pengetahuan yang penuh atau lengkap tentang Allah Yehuwa dan Yesus Kristus.

9. Bagaimana dapat digambarkan bahwa memiliki pengetahuan yang saksama tentang Allah dan Kristus mencakup lebih daripada sekadar mengetahui siapa Mereka?

9 Apa yang dimaksud dengan memiliki pengetahuan yang saksama tentang Allah dan Kristus? Jelaslah, ini mencakup lebih banyak daripada sekadar mengetahui siapa mereka. Sebagai contoh: Saudara mungkin mengetahui siapa tetangga sebelah rumah saudara dan bahkan menyapa dengan menyebut namanya. Namun apakah saudara akan meminjamkan kepadanya sejumlah besar uang? Tidak, kecuali saudara benar-benar mengetahui orang macam apa ia sebenarnya. (Bandingkan Amsal 11:15.) Demikian pula, mengenal Yehuwa dan Yesus dengan saksama, atau sepenuhnya, berarti lebih daripada sekadar percaya bahwa mereka ada dan telah mengetahui nama mereka. Untuk dapat bertekun menghadapi cobaan demi kepentingan mereka bahkan sampai mati, kita harus benar-benar mengenal mereka secara intim. (Yohanes 17:3) Hal ini mencakup apa?

10. Memiliki pengetahuan yang saksama tentang Yehuwa dan Yesus mencakup dua hal apa, dan mengapa?

10 Memiliki pengetahuan yang saksama, atau lengkap, tentang Yehuwa dan Yesus mencakup dua hal: (1) mulai mengenal Mereka sebagai pribadi-pribadi—sifat-sifat, perasaan-perasaan, dan jalan-jalan Mereka—dan (2) meniru teladan Mereka. Pengabdian ilahi mencakup keakraban pribadi yang sepenuh hati kepada Yehuwa dan ini dinyatakan dengan cara kita menempuh kehidupan kita. Oleh karena itu, untuk memperolehnya kita harus mengenal Yehuwa secara pribadi dan mengenal kehendak dan jalan-jalan-Nya dengan saksama sampai sejauh yang dapat dilakukan manusia. Untuk benar-benar mengenal Yehuwa, pribadi yang menurut gambar-Nya kita diciptakan, kita harus menggunakan pengetahuan demikian dan berupaya menjadi seperti Dia. (Kejadian 1:26-28; Kolose 3:10) Dan karena Yesus dengan sempurna meniru Yehuwa dalam apa yang ia katakan dan lakukan, mengenal Yesus dengan saksama merupakan bantuan yang berharga dalam memperkembangkan pengabdian ilahi.—Ibrani 1:3.

11. (a) Bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan yang saksama tentang Allah dan Kristus? (b) Mengapa penting untuk merenungkan apa yang kita baca?

11 Namun, bagaimana, kita dapat memperoleh pengetahuan yang saksama tentang Allah dan Kristus? Dengan rajin mempelajari Alkitab dan publikasi-publikasi yang berdasarkan Alkitab.b Akan tetapi, agar pelajaran Alkitab pribadi kita memungkinkan kita memperoleh pengabdian ilahi, penting agar kita menggunakan waktu untuk merenungkan, yaitu, mencerminkan, atau mempertimbangkan dengan saksama, apa yang kita baca. (Bandingkan Yosua 1:8.) Mengapa hal ini penting? Ingatlah bahwa pengabdian ilahi adalah perasaan sepenuh hati yang hangat terhadap Allah. Di dalam Alkitab, renungan berulang kali dikaitkan dengan hati kiasan—batin. (Mazmur 19:15; 49:4; Amsal 15:28) Sewaktu kita merenungkan dengan penuh penghargaan apa yang kita baca, hal ini menembus batin, dengan demikian menggugah perasaan kita, menyentuh emosi kita, dan mempengaruhi cara berpikir kita. Hanya dengan cara demikian pelajaran dapat menguatkan keakraban pribadi kita kepada Yehuwa dan menggerakkan kita untuk menempuh haluan yang menyenangkan Allah bahkan dalam menghadapi keadaan-keadaan yang menantang atau cobaan-cobaan yang sulit.

Mempraktekkan Pengabdian Ilahi di Rumah

12. (a) Menurut Paulus, bagaimana seorang Kristen dapat mempraktekkan pengabdian ilahi di rumah? (b) Mengapa orang-orang Kristen yang sejati merawat orang-tua mereka yang lanjut usia?

12 Pengabdian ilahi hendaknya pertama-tama dipraktekkan di rumah. Menurut rasul Paulus, ”Jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti [”mempraktekkan pengabdian ilahi”, NW] kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi [”apa yang terutang”, NW] orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah.” (1 Timotius 5:4) Merawat orang-tua yang lanjut usia merupakan, seperti yang Paulus katakan, suatu pernyataan pengabdian ilahi. Orang-orang Kristen yang sejati menyediakan perawatan demikian tidak semata-mata karena rasa tanggung jawab, namun juga karena kasih kepada orang-tua mereka. Namun, lebih daripada itu, mereka mengakui bahwa Yehuwa menganggap penting masalah mengurus keluarga. Mereka sepenuhnya sadar bahwa menolak membantu orang-tua mereka pada saat dibutuhkan akan sama dengan ”tidak beriman”.—1 Timotius 5:8.

13. Mengapa mempraktekkan pengabdian ilahi di rumah dapat benar-benar menjadi tantangan, namun kepuasan apa dihasilkan bila seseorang merawat orang-tuanya?

13 Memang, tidak selalu mudah mempraktekkan pengabdian ilahi di rumah. Anggota-anggota keluarga mungkin dipisahkan oleh jarak yang cukup jauh. Anak-anak yang sudah dewasa mungkin membesarkan keluarga mereka sendiri dan barangkali berjuang mengatasi problem ekonomi. Jenis atau tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh orang-tua dapat membebani kesehatan fisik, mental, dan emosi orang-orang yang menyediakan perawatan tersebut. Meskipun demikian, terdapat kepuasan sejati karena mengetahui bahwa mengurus orang-tua saudara tidak hanya sama dengan ”apa yang terutang” namun juga menyenangkan Pribadi ”yang dari padaNya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya”.—Efesus 3:14, 15.

14, 15. Ceritakan suatu contoh mengenai perawatan yang saleh di pihak anak-anak bagi orang-tua.

14 Pertimbangkan sebuah contoh yang benar-benar menyentuh hati. Ellis dan lima saudara laki-laki dan perempuannya menghadapi tantangan besar dalam merawat ayah mereka di rumah. Ellis menjelaskan, ”Pada tahun 1986 ayah saya mengalami stroke, yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh.” Keenam anak ambil bagian dalam mengurus kebutuhan ayah mereka, mulai dari memandikannya sampai memastikan bahwa posisinya di tempat tidur secara teratur diubah agar punggungnya tidak luka karena terus berbaring. ”Kami membacakan untuknya, berbicara kepadanya, memainkan musik baginya. Kami tidak merasa pasti apakah ia menyadari apa yang terjadi di sekelilingnya, namun kami memperlakukannya seolah ia sepenuhnya sadar akan segala sesuatu.”

15 Mengapa anak-anak ini merawat ayah mereka seperti itu? Ellis melanjutkan, ”Setelah ibu kami meninggal pada tahun 1964, Ayah membesarkan kami sendirian. Pada waktu itu, umur kami berkisar antara 5 sampai 14 tahun. Ia selalu siap membantu kami ketika itu; kami siap membantunya sekarang.” Jelaslah, tidak mudah menyediakan perawatan demikian, dan anak-anak ini kadang-kadang merasa patah semangat. ”Namun, kami menyadari bahwa kondisi ayah kami hanyalah problem sementara,” menurut Ellis. ”Kami menatap ke masa depan kepada saat manakala ayah kami dipulihkan kepada kesehatan yang baik dan kami dapat bersatu kembali dengan ibu kami.” (Yesaya 33:24; Yohanes 5:28, 29) Tentu saja, perawatan penuh pengabdian demikian kepada orang-tua pasti menghangatkan hati Pribadi yang memerintahkan anak-anak untuk menghormati orang-tua mereka!c—Efesus 6:1, 2.

Pengabdian Ilahi dan Pelayanan

16. Apa hendaknya yang menjadi alasan utama untuk apa yang kita lakukan dalam pelayanan?

16 Sewaktu kita menerima undangan Yesus untuk ’terus mengikutinya’, kita berada dalam tugas ilahi untuk memberitakan kabar baik Kerajaan dan menjadikan murid. (Matius 16:24, NW; 24:14; 28:19, 20) Jelaslah, ambil bagian dalam pelayanan adalah kewajiban Kristen pada ”hari-hari terakhir ini”. (2 Timotius 3:1) Namun, motivasi kita untuk mengabar dan mengajar harus lebih daripada sekadar merasa bertanggung jawab atau wajib. Kasih yang dalam kepada Yehuwa harus menjadi alasan utama atas apa yang kita lakukan dan berapa banyak yang kita lakukan dalam pelayanan. ”Yang diucapkan mulut meluap dari hati,” kata Yesus. (Matius 12:34) Ya, sewaktu hati kita melimpah dengan kasih kepada Yehuwa, kita merasa terdorong untuk memberi kesaksian tentang-Nya kepada orang-orang lain. Bila kasih kepada Allah menjadi motivasi kita, maka pelayanan kita menjadi pernyataan yang berarti bagi pengabdian ilahi kita.

17. Bagaimana kita dapat memupuk motivasi yang benar untuk pelayanan?

17 Bagaimana kita dapat memupuk motivasi yang benar untuk pelayanan? Dengan penuh penghargaan renungkanlah tiga alasan yang Yehuwa berikan untuk mengasihi Dia. (1) Kita mengasihi Yehuwa karena apa yang telah Ia lakukan bagi kita. Tidak ada kasih lebih besar yang telah Ia perlihatkan daripada menyediakan tebusan. (Matius 20:28; Yohanes 15:13) (2) Kita mengasihi Yehuwa karena apa yang kini Ia lakukan bagi kita. Kita memiliki kebebasan berbicara dengan Yehuwa, yang menjawab doa-doa kita. (Mazmur 65:3; Ibrani 4:14-16) Seraya kita memprioritaskan kepentingan-kepentingan Kerajaan, kita menikmati kebutuhan-kebutuhan hidup. (Matius 6:25-33) Kita menerima persediaan yang tetap berupa makanan rohani yang membantu kita mengatasi masalah-masalah yang kita hadapi. (Matius 24:45) Dan kita memiliki berkat dengan menjadi bagian dari persaudaraan Kristen seluruh dunia yang benar-benar memisahkan kita dari seluruh bagian lain dari dunia ini. (1 Petrus 2:17) (3) Kita juga mengasihi Yehuwa karena apa yang masih akan Ia lakukan bagi kita. Karena kasih-Nya, kita memiliki ”hidup yang sebenarnya”—kehidupan kekal di masa depan. (1 Timotius 6:12, 19) Sewaktu kita mempertimbangkan kasih Yehuwa demi kepentingan kita, tentu hati kita akan menggerakkan kita memiliki bagian yang dibaktikan dalam memberi tahu orang-orang lain tentang Dia dan maksud-tujuan-Nya yang berharga! Orang-orang lain tidak perlu memberi tahu kita apa yang harus kita lakukan atau seberapa banyak yang harus kita lakukan dalam pelayanan. Hati kita akan menggerakkan kita untuk melakukan apa yang dapat kita lakukan.

18, 19. Rintangan apa diatasi oleh seorang saudari agar dapat ambil bagian dalam pelayanan?

18 Bahkan dalam menghadapi keadaan-keadaan yang menantang, hati yang digerakkan oleh pengabdian ilahi akan terdorong untuk berbicara. (Bandingkan Yeremia 20:9.) Hal ini diperlihatkan oleh kasus Stella, seorang wanita Kristen yang sangat pemalu. Sewaktu ia pertama kali mempelajari Alkitab, ia berpikir, ’Saya tidak akan pernah pergi dari rumah ke rumah!’ Ia menjelaskan, ”Saya selalu sangat pendiam. Saya tidak pernah bisa mendekati orang lain untuk memulai percakapan.” Seraya ia terus belajar, kasihnya kepada Yehuwa bertumbuh, dan ia mengembangkan keinginan yang bernyala-nyala untuk berbicara kepada orang-orang lain tentang Dia. ”Saya ingat ketika memberi tahu guru Alkitab saya, ’Saya begitu ingin berbicara, tetapi saya tidak dapat, dan hal ini benar-benar mengganggu saya.’ Saya tidak pernah lupa apa yang ia katakan kepada saya, ’Stella, bersyukurlah bahwa kau ingin berbicara.’”

19 Tidak lama kemudian, Stella memberi kesaksian kepada tetangga sebelah rumahnya. Kemudian, ia mengambil langkah yang baginya sangat bersejarah—ia ambil bagian dalam pelayanan dari rumah ke rumah untuk pertama kali. (Kisah 20:20, 21) Ia mengenang, ”Saya menulis kata pengantar saya. Namun saya begitu takut sehingga meskipun catatan itu ada di hadapan saya, saya begitu gugup untuk melihat ke catatan saya!” Kini, setelah lebih dari 35 tahun kemudian, watak Stella masih sangat pemalu. Namun, ia mengasihi dinas pelayanan dan terus memiliki bagian yang berarti di dalamnya.

20. Teladan apa yang memperlihatkan bahwa bahkan penindasan atau pemenjaraan tidak dapat membungkamkan Saksi-Saksi yang berbakti dari Yehuwa?

20 Bahkan penindasan atau pemenjaraan tidak dapat membungkamkan Saksi-Saksi Yehuwa yang berbakti. Pertimbangkan teladan Ernst dan Hildegard Seliger dari Jerman. Karena iman mereka, masa mereka berada di kamp konsentrasi Nazi dan penjara Komunis jika dijumlahkan ada lebih dari 40 tahun. Bahkan di penjara, mereka terus memberi kesaksian kepada tahanan-tahanan lain. Hildegard mengenang, ”Para pejabat penjara menggolongkan saya sebagai seorang yang sangat berbahaya, karena, seperti yang dikatakan seorang penjaga wanita, saya berbicara tentang Alkitab sepanjang hari. Maka saya ditempatkan di sel bawah tanah.” Setelah mereka pada akhirnya dibebaskan, Saudara dan Saudari Seliger membaktikan waktu mereka sepenuhnya kepada pelayanan Kristen. Keduanya melayani dengan setia sampai akhir hayat mereka, Saudara Seliger pada tahun 1985 dan istrinya pada tahun 1992.

21. Apa yang harus kita lakukan untuk menambahkan pengabdian ilahi kepada ketekunan kita?

21 Dengan rajin mempelajari Firman Allah dan menggunakan waktu untuk dengan penuh penghargaan merenungkan apa yang kita pelajari, kita akan bertumbuh dalam pengetahuan yang saksama tentang Allah Yehuwa dan Yesus Kristus. Selanjutnya, hal ini akan memungkinkan kita dalam tingkat yang lebih penuh, memperoleh sifat yang bernilai ini—pengabdian ilahi. Tanpa pengabdian ilahi, tak ada cara lain untuk bertekun menghadapi berbagai cobaan yang menimpa kita sebagai orang-orang Kristen. Maka, marilah kita mengikuti nasihat rasul Petrus, terus ’menambahkan kepada iman kita ketekunan, dan kepada ketekunan kita pengabdian ilahi.’—2 Petrus 1:5, 6, NW.

[Catatan Kaki]

a Berkenaan eu·seʹbei·a, William Barclay mencatat, ”Itu adalah bagian seb- [akar] kata ini yang berarti rasa hormat atau ibadat. Eu adalah kata Yunani untuk baik; oleh karena itu, eusebeia adalah ibadat, rasa hormat yang diberikan dengan baik dan benar.”—New Testament Words.

b Untuk pembahasan tentang bagaimana memperdalam pengetahuan kita tentang Firman Allah, lihat Menara Pengawal 15 Agustus 1993, halaman 12-17.

c Untuk pembahasan yang lengkap mengenai bagaimana mempraktekkan pengabdian ilahi terhadap orang-tua yang lanjut usia, lihat Menara Pengawal s-37 hlm. 6-11.

Apa Jawaban Saudara?

◻ Apakah pengabdian ilahi itu?

◻ Apa hubungan antara ketekunan dan pengabdian ilahi?

◻ Apa kunci untuk memperoleh pengabdian ilahi?

◻ Bagaimana seorang Kristen dapat mempraktekkan pengabdian ilahi di rumah?

◻ Apa yang seharusnya menjadi alasan utama untuk apa yang kita lakukan dalam pelayanan?

[Gambar di hlm. 18]

Ketekunan dan pengabdian ilahi diperlihatkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa yang ditahan dalam kamp konsentrasi Nazi di Ravensbrück

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan