PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w99 15/8 hlm. 30-31
  • Pertanyaan Pembaca

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Pertanyaan Pembaca
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1999
  • Bahan Terkait
  • Perkawinan—Karunia dari Allah yang Pengasih
    ”Tetaplah Berada dalam Kasih Allah”
  • Masa Berpacaran yang Sukses—Seberapa Pentingkah?
    Sedarlah!—1989 (No. 30)
  • Seberapa Bijaksanakah Perkawinan Remaja?
    Sedarlah!—1983 (No. 9)
  • Mempersiapkan Perkawinan yang Sukses
    Rahasia Kebahagiaan Keluarga
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1999
w99 15/8 hlm. 30-31

Pertanyaan Pembaca

Seberapa seriuskah hendaknya orang Kristen memandang pertunangan?

Pertunangan dapat mendatangkan kebahagiaan, namun itu juga adalah soal yang serius. Seorang Kristen yang matang hendaknya tidak menganggap remeh pertunangan, merasa bahwa ia dapat mengakhiri ikatan itu kapan saja sesukanya karena alasan yang sepele. Masa pertunangan juga adalah kesempatan bagi suatu pasangan untuk saling mengenal dengan lebih baik sebelum menikah.

Sewaktu membahas topik ini, kita perlu ingat bahwa kebiasaan masyarakat berkenaan dengan perkawinan, dan langkah-langkah ke arah itu sangat bervariasi menurut tempat dan zamannya. Alkitab menggambarkannya sebagai berikut.

Dua putri Lot, yang ”belum pernah dijamah laki-laki”, dapat dikatakan bertunangan dengan dua pria di daerah mereka. ’Kedua bakal menantu Lot akan mengawini kedua anak perempuannya’, namun Alkitab tidak memberi tahu kita mengapa atau bagaimana pertunangan itu terjadi. Apakah putri-putri Lot ini telah dewasa? Apakah mereka boleh menentukan sendiri siapa yang akan mereka nikahi? Apakah mereka bertunangan dengan mengambil langkah tertentu di hadapan umum? Kita tidak tahu. (Kejadian 19:​8-14) Yang kita ketahui adalah bahwa Yakub membuat kesepakatannya sendiri dengan ayah Rahel untuk mengawini Rahel setelah ia bekerja tujuh tahun pada sang ayah. Meskipun Yakub sudah menyebut Rahel sebagai ”istriku”, mereka tidak mengadakan hubungan seksual selama masa itu. (Kejadian 29:​18-21, NW) Contoh lainnya, sebelum dapat menikahi putri Saul, Daud harus menang melawan orang Filistin. Setelah mengabulkan tuntutan Saul, Daud dapat menikahi putrinya, Mikhal. (1 Samuel 18:​20-28) ”Pertunangan-pertunangan” itu tidak ada yang sama dan berbeda dengan yang umum di banyak negeri dewasa ini.

Hukum Musa memiliki peraturan sehubungan dengan perkawinan dan pertunangan. Sebagai contoh, seorang pria boleh memiliki lebih dari satu istri; ia dapat menceraikannya karena berbagai alasan, meskipun seorang istri tampaknya tidak dapat melakukan hal itu. (Keluaran 22:​16, 17; Ulangan 24:​1-4) Seorang pria yang merayu seorang gadis yang belum bertunangan harus menikahinya jika ayahnya mengizinkan, dan sang pria tidak dapat menceraikannya. (Ulangan 22:​28, 29) Hukum-hukum lain berlaku dalam perkawinan, seperti kapan hubungan seksual perlu dihindari. (Imamat 12:​2, 5; 15:24; 18:19) Apa peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pertunangan?

Seorang wanita Israel yang telah bertunangan berbeda status hukumnya dengan seorang wanita yang belum bertunangan; dalam beberapa segi, wanita yang bertunangan dianggap sudah menikah. (Ulangan 22:​23-​29; Matius 1:​18, 19) Orang Israel tidak dapat bertunangan atau menikahi kerabat tertentu. Biasanya, dengan kerabat yang ada pertalian darah, namun beberapa pertunangan dan perkawinan dilarang karena menyangkut hak-hak waris. (Imamat 18:​6-​20; lihat The Watchtower 15 Maret 1978, halaman 25-8.) Jelaslah, hamba-hamba Allah tidak boleh memandang remeh pertunangan.

Orang Israel berada di bawah semua peraturan Hukum tersebut, sedangkan orang Kristen tidak berada di bawah Hukum, termasuk peraturannya tentang pertunangan atau perkawinan. (Roma 7:​4, 6; Efesus 2:​15; Ibrani 8:​6, 13) Malah, Yesus mengajarkan bahwa norma Kristen mengenai perkawinan berbeda dengan yang terdapat di dalam Hukum. (Matius 19:​3-9) Namun, ia tidak mengecilkan bobot perkawinan, atau pertunangan. Maka, seberapa seriuskah pertunangan di kalangan orang Kristen?

Di banyak negeri, orang-orang memilih sendiri siapa yang akan mereka nikahi. Sewaktu seorang pria dan wanita berjanji untuk menikah, mereka dianggap bertunangan. Biasanya, tidak ada langkah resmi lain yang dituntut untuk meneguhkan pertunangan itu. Memang, di beberapa tempat, umum bagi pria untuk memberikan sebuah cincin tanda pertunangan kepada calon istrinya. Atau, ada kebiasaan untuk mengumumkan pertunangan kepada kerabat dan teman-teman, seperti pada acara makan bersama keluarga atau acara ramah-tamah. Itu adalah pilihan pribadi, bukan persyaratan Alkitab. Pertunangan itu sendiri artinya kesepakatan antara dua orang yang hendak menikah.a

Seorang Kristen hendaknya tidak buru-buru berpacaran, bertunangan, atau menikah. Kami telah menerbitkan bahan-bahan berdasarkan Alkitab untuk membantu orang-orang lajang memutuskan apakah bijaksana untuk mulai berpacaran atau untuk mengambil langkah-langkah ke arah pertunangan atau pernikahan.b Alasan utama dari nasihat ini adalah perkawinan Kristen bersifat permanen.​—Kejadian 2:​24; Markus 10:​6-9.

Sebelum mulai memikirkan untuk bertunangan, dua orang Kristen harus saling mengenal dengan cukup baik. Masing-masing dapat bertanya, ’Apakah saya benar-benar yakin akan kerohanian dan pengabdiannya kepada Allah? Dapatkah saya membayangkan diri saya melayani Allah bersama dia seumur hidup? Apakah kami sudah cukup banyak melihat sifat kepribadian masing-masing? Apakah saya yakin bahwa kami akan selalu seiring sejalan? Apakah kami sudah cukup banyak tahu tentang masa lalu dan keadaan satu sama lain sekarang ini?’

Sewaktu dua orang Kristen bertunangan, sudah selayaknya bila mereka dan orang-orang lain berharap mereka akan menikah. Yesus memperingatkan, ”Hendaklah perkataanmu Ya berarti Ya, Tidak, Tidak.” (Matius 5:37) Orang-orang Kristen yang bertunangan hendaknya tidak main-main. Akan tetapi, dalam kasus yang jarang terjadi, seorang Kristen yang bertunangan mungkin mengetahui bahwa sesuatu yang serius tidak diungkapkan sebelumnya atau ditutup-tutupi sampai saat pertunangan. Hal itu mungkin berupa fakta penting mengenai masa lalu salah satu dari mereka, bahkan mungkin tindakan kriminal atau amoral tertentu. Orang Kristen yang mengetahui hal ini harus memutuskan apa yang akan dilakukannya. Barangkali mereka berdua akan membahas masalahnya hingga tuntas serta sepakat untuk melanjutkan pertunangan. Atau, mereka mungkin akan sama-sama memutuskan untuk mengakhiri pertunangan. Meskipun hal ini dapat dikatakan sebagai urusan pribadi​—karena orang-orang lain tidak boleh mencoba mencampuri, menyangsikan, atau menghakimi​—ini adalah keputusan yang harus dipikirkan masak-masak. Kemungkinan lain, pihak yang mengetahui masalah serius itu bisa jadi secara pribadi ingin mengakhiri pertunangan itu, bahkan jika pihak lainnya tidak setuju.​—Lihat ”Pertanyaan Pembaca” dalam The Watchtower 15 Juni 1975.

Ada alasan yang baik untuk menuntaskan masalah itu sebelum menikah. Yesus mengatakan bahwa satu-satunya dasar Alkitab untuk perceraian yang membebaskan seseorang untuk menikah lagi adalah por·neiʹa, perbuatan seksual yang sangat amoral yang dilakukan teman hidup. (Matius 5:32; 19:9) Ia tidak mengatakan bahwa perkawinan yang sah dapat diakhiri dengan perceraian jika seseorang mengetahui problem serius atau perbuatan salah yang dilakukan oleh pasangannya itu sebelum mereka menikah.

Sebagai contoh, di zaman Yesus, siapa saja dapat tertular penyakit kusta. Jika seorang suami Yahudi belakangan mengetahui bahwa teman hidupnya (entah teman hidupnya ini sudah tahu atau belum) menderita kusta ketika ia menikahinya, apakah hal ini dapat dijadikan sebagai alasan untuk bercerai? Memang, seorang Yahudi di bawah Hukum dapat bercerai, tetapi Yesus tidak mengatakan bahwa hal ini berlaku juga untuk para pengikutnya. Pikirkan beberapa situasi di zaman modern. Seorang pria yang terinfeksi sifilis, herpes kelamin, HIV, atau penyakit menular lain yang parah mungkin menikah tanpa mengungkapkan fakta ini. Barangkali, ia mengidap infeksi karena perbuatan seksual yang amoral sebelum atau selama masa pertunangan. Terbongkarnya penyakit sang suami atau perbuatan amoralnya di masa lalu (termasuk adanya kemandulan atau impotensi) oleh sang istri, tidak akan mengubah fakta bahwa mereka sekarang sudah menikah. Masa lalu yang pahit sebelum upacara pernikahan bukanlah alasan yang berdasarkan Alkitab untuk mengakhiri perkawinan, termasuk jika sewaktu menikah si istri ternyata mengidap penyakit tertentu atau bahkan menyembunyikan kehamilannya karena pria lain. Mereka sekarang sudah menikah dan telah saling terikat.

Memang, situasi menyedihkan itu jarang terjadi, tetapi contoh ini hendaknya semakin menandaskan hal yang mendasar ini: Pertunangan hendaknya tidak dianggap remeh. Sebelum dan selama masa pertunangan, orang-orang Kristen harus berupaya mengenal satu sama lain dengan baik. Mereka harus saling terbuka mengenai apa yang ingin diketahui atau berhak diketahui oleh masing-masing. (Di beberapa negeri, pasangan calon suami-istri diwajibkan untuk memeriksakan kesehatan. Orang-orang lain mungkin ingin melakukan pemeriksaan kesehatan semacam itu sekadar sebagai bahan pertimbangan.) Dengan demikian, sukacita dan keseriusan suatu pertunangan akan memenuhi suatu tujuan yang terhormat seraya pasangan itu memasuki ikatan yang jauh lebih mendatangkan sukacita dan lebih serius, yakni perkawinan.​—Amsal 5:​18, 19; Efesus 5:​33.

[Catatan Kaki]

a Dalam masyarakat tertentu, orang-tua masih mengatur pertunangan anak-anak mereka. Hal ini mungkin dilakukan cukup lama sebelum kedua anak siap menikah. Sementara itu mereka dianggap telah bertunangan, atau saling berjanji, namun belum menikah.

b Lihat Pertanyaan Kaum Muda​—Jawaban yang Praktis, pasal 28-​32, dan Rahasia Kebahagiaan Keluarga, pasal 2, diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan