PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • ct psl. 7 hlm. 103-119
  • Apa yang Dapat Anda Pelajari tentang Sang Pencipta melalui Sebuah Buku?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apa yang Dapat Anda Pelajari tentang Sang Pencipta melalui Sebuah Buku?
  • Apakah Ada Pencipta yang Mempedulikan Anda?
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Ramalan-Ramalan yang Tergenap
  • Apakah Benar-Benar Ramalan?
  • Mengenal Sang Pencipta dengan Lebih Baik
  • Maksud-tujuan-Nya—Tujuan Anda
  • Dapatkah Anda Menemukan Dia?
  • Nabi Allah Membawa Terang bagi Umat Manusia
    Nubuat Yesaya—Terang bagi Seluruh Umat Manusia II
  • Buku Alkitab Nomor 23​—Yesaya
    “Segenap Alkitab Diilhamkan Allah dan Bermanfaat”
  • Pencipta Saudara—Pelajarilah Pribadi Macam Apa Dia
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1999
  • Di Manakah Bimbingan Dapat Diperoleh?
    Kebahagiaan—Cara Memperolehnya
Lihat Lebih Banyak
Apakah Ada Pencipta yang Mempedulikan Anda?
ct psl. 7 hlm. 103-119

Pasal Tujuh

Apa yang Dapat Anda Pelajari tentang Sang Pencipta melalui Sebuah Buku?

ANDA mungkin setuju bahwa sebuah buku yang informatif dan menarik sangatlah bernilai. Alkitab adalah buku seperti itu. Di dalamnya, Anda menemukan kisah-kisah nyata yang memikat perhatian dan memaparkan nilai-nilai moral yang luhur. Anda juga menemukan berbagai ilustrasi yang hidup tentang kebenaran-kebenaran penting. Salah satu penulis Alkitab yang terkenal karena hikmatnya, mengatakan bahwa ia ”berusaha mendapat kata-kata yang menyenangkan dan menulis kata-kata kebenaran secara jujur”.​—Pengkhotbah 12:10.

Buku yang kita sebut sebagai ”Alkitab” sebenarnya adalah kumpulan 66 buku yang lebih kecil yang ditulis dalam kurun waktu lebih dari 1.500 tahun. Misalnya, antara tahun 1513 dan 1473 SM, Musa menulis lima buku pertama, mulai dari Kejadian. Yohanes, salah seorang rasul Yesus, adalah orang terakhir yang menulis Alkitab. Ia menulis sejarah kehidupan Yesus (Injil Yohanes) serta surat-surat yang lebih singkat dan buku Penyingkapan, yang merupakan buku terakhir dalam kebanyakan Alkitab.

Selama 1.500 tahun dari Musa sampai ke Yohanes, kira-kira 40 orang turut menulis Alkitab. Mereka adalah pria-pria yang tulus dan saleh yang ingin membantu orang-orang lain belajar tentang Pencipta kita. Dari tulisan-tulisan mereka, kita dapat memperoleh pemahaman tentang kepribadian Allah dan kita belajar cara untuk menyenangkan Dia. Alkitab juga memungkinkan kita memahami mengapa kefasikan merajalela dan bagaimana kefasikan itu akan ditiadakan. Para penulis Alkitab menunjuk ke suatu waktu kelak manakala umat manusia akan hidup di bawah kepemimpinan Allah secara lebih langsung, dan mereka melukiskan beberapa dari antara keadaan yang mendebarkan yang dapat kita nikmati kelak.​—Mazmur 37:10, 11; Yesaya 2:2-4; 65:17-25; Penyingkapan 21:3-5.

Anda mungkin sadar bahwa banyak orang meremehkan Alkitab, menganggapnya sebagai sebuah buku kuno yang memuat hikmat manusia. Akan tetapi, jutaan orang yakin bahwa Pengarang Alkitab yang sebenarnya adalah Allah, yakin bahwa Dia menuntun pikiran para penulisnya. (2 Petrus 1:20, 21) Bagaimana Anda dapat memastikan bahwa apa yang ditulis para penulis Alkitab benar-benar berasal dari Allah?

Nah, terdapat sejumlah bukti terpadu yang dapat Anda pertimbangkan. Banyak orang telah mempertimbangkannya sebelum menyimpulkan bahwa Alkitab lebih daripada sebuah buku manusia belaka, bahwa Alkitab berasal dari sumber adimanusiawi. Marilah kita mencoba melakukan hal ini dengan mempertimbangkan satu bentuk bukti saja. Dengan melakukan hal itu, kita dapat belajar lebih banyak tentang Sang Pencipta jagat raya kita, Sumber kehidupan manusia.

Ramalan-Ramalan yang Tergenap

Ada banyak penulis Alkitab yang mencatat nubuat. Sebaliknya daripada mengaku bahwa mereka sendiri dapat menubuatkan masa depan, para penulis ini menyatakan Sang Pencipta sebagai sumber nubuat. Misalnya, Yesaya mengidentifikasi Allah sebagai ”yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian”. (Yesaya 1:1; 42:8, 9; 46:8-11) Kesanggupan untuk menubuatkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi beberapa dekade atau bahkan beberapa abad di masa depan memperlihatkan bahwa Allahnya Yesaya bukan sembarang allah; Dia bukan sekadar berhala, seperti yang dipuja oleh orang-orang di masa lampau dan masa sekarang. Nubuat memberi kita bukti yang meyakinkan bahwa Alkitab bukan karangan manusia. Perhatikan bagaimana buku Yesaya meneguhkan fakta ini.

Perbandingan antara isi buku Yesaya dengan data sejarah memperlihatkan bahwa buku ini ditulis sekitar tahun 732 SM. Yesaya menubuatkan bahwa malapetaka akan menimpa penduduk Yerusalem dan Yehuda karena mereka bersalah dalam hal menumpahkan darah dan menyembah berhala. Yesaya meramalkan bahwa negeri tersebut akan dihancurkan, Yerusalem dan baitnya akan dibinasakan, dan orang-orang yang selamat akan dibawa sebagai tawanan ke Babilon. Namun, Yesaya juga menubuatkan bahwa Allah tidak akan melupakan bangsa yang ada dalam penawanan. Buku ini menubuatkan bahwa seorang raja asing bernama Kores akan menaklukkan Babilon dan membebaskan orang-orang Yahudi untuk kembali ke tanah air mereka. Sebenarnya, Yesaya menggambarkan Allah sebagai ”yang berkata tentang Koresy [”Kores”, NW]: Dia gembala-Ku; segala kehendak-Ku akan digenapinya dengan mengatakan tentang Yerusalem: Baiklah ia dibangun! dan tentang Bait Suci: Baiklah diletakkan dasarnya!”—Yesaya 2:8; 24:1; 39:5-7; 43:14; 44:24-28; 45:1.

Di zaman Yesaya, pada abad ke delapan SM, ramalan demikian kelihatannya tidak dapat dipercaya. Pada saat itu, Babilon bahkan belum memiliki kekuatan militer yang berarti. Babilon masih berada di bawah kuasa dunia yang sebenarnya pada waktu itu, Imperium Asyur. Yang tak kalah anehnya adalah gagasan bahwa suatu bangsa yang ditaklukkan dan dibuang ke sebuah negeri yang jauh dapat dibebaskan serta memperoleh kembali negeri mereka. ”Siapakah yang telah mendengar hal yang seperti itu?” tulis Yesaya.—Yesaya 66:8.

Namun, apa yang kita dapati dua abad kemudian? Sejarah orang-orang Yahudi purba selanjutnya membuktikan bahwa nubuat Yesaya digenapi hingga perincian yang terkecil. Babilon menjadi kuat, dan membinasakan Yerusalem. Nama raja Persia (Kores), penaklukannya atas Babilon, dan kepulangan orang-orang Yahudi merupakan fakta sejarah yang diterima umum. Penggenapan nubuat tersebut begitu tepat sehingga pada abad ke-19, para kritikus berpendapat bahwa buku Yesaya adalah sebuah tipuan; dengan kata lain mereka sebenarnya mengatakan, ’Yesaya mungkin menulis pasal-pasal pertama, namun kemudian seorang penulis lain pada zaman Raja Kores menulis kelanjutan buku tersebut sehingga seolah-olah seperti sebuah nubuat.’ Seseorang mungkin membuat pernyataan yang menyepelekan demikian, namun apa fakta-faktanya?

Apakah Benar-Benar Ramalan?

Ramalan dalam buku Yesaya tidak terbatas pada peristiwa-peristiwa yang melibatkan Kores dan orang-orang Yahudi buangan. Yesaya juga menubuatkan keadaan akhir Babilon, dan bukunya memberikan banyak perincian tentang Mesias yang akan datang, atau sang Pembebas, yang akan menderita dan kemudian dimuliakan. Dapatkah kita membuktikan bahwa ramalan-ramalan tersebut ditulis jauh sebelumnya, sehingga dapat disebut sebagai nubuat-nubuat yang digenapi?

Pertimbangkan pokok ini. Yesaya menulis mengenai situasi akhir Babilon, ”Babel, yang permai di antara kerajaan-kerajaan, perhiasan orang Kasdim yang megah, akan sama seperti Sodom dan Gomora pada waktu Allah menunggangbalikkannya: tidak ada penduduk untuk seterusnya, dan tidak ada penghuni turun-temurun.” (Yesaya 13:19, 20; pasal 47) Bagaimana akhirnya?

Faktanya adalah Babilon telah lama bergantung pada suatu sistem irigasi yang rumit berupa bendungan dan saluran air antara Sungai Tigris dan Sungai Efrat. Kelihatannya sekitar tahun 140 SM, sistem pengairan ini dirusak oleh orang-orang Partia selama penaklukan mereka yang menghancurkan dan yang pada akhirnya meruntuhkan. Apa akibatnya? The Encyclopedia Americana menjelaskan, ”Tanahnya menjadi jenuh dengan garam mineral, dan kerak alkali terbentuk di permukaan, sehingga tanah tidak mungkin digunakan untuk pertanian.” Sekitar 200 tahun kemudian, Babilon masih menjadi sebuah kota yang banyak penduduknya, namun keadaan itu tidak berlangsung lebih lama lagi. (Bandingkan 1 Petrus 5:13.) Pada abad ketiga M, sejarawan Dio Cassius (±150-235 M) mengatakan tentang seseorang yang mengunjungi Babilon dan tidak mendapati apa-apa selain ”tumpukan tanah dan batu serta puing-puing”. (LXVIII, 30) Menarik sekali, pada saat itu, Yesaya telah mati dan kitabnya yang lengkap telah beredar selama berabad-abad. Dan, jika kini Anda mengunjungi Babilon, Anda hanya akan melihat puing-puing kota yang pernah berjaya. Meskipun kota-kota zaman purba seperti Roma, Yerusalem, dan Athena masih ada sampai zaman kita, Babilon merupakan kota yang tandus, tidak berpenghuni, tinggal reruntuhan saja; tepat seperti yang dinubuatkan Yesaya. Ramalannya menjadi kenyataan.

Kini, marilah kita memusatkan perhatian pada uraian Yesaya tentang Mesias yang akan datang. Menurut Yesaya 52:13, hamba Allah yang istimewa ini pada akhirnya akan ’ditinggikan dan dimuliakan’. Akan tetapi, pasal berikutnya (Yesaya 53) menubuatkan bahwa sebelum dimuliakan, Mesias ini akan menjalani pengalaman yang sangat berbeda. Anda akan mengagumi perincian yang dicatat pada pasal tersebut, yang diakui secara luas sebagai nubuat tentang Mesias.

Seperti yang dapat Anda baca di sana, sang Mesias akan dipandang hina oleh orang-orang senegerinya. Karena yakin bahwa hal ini pasti terjadi, Yesaya menulis seolah-olah hal itu telah terjadi, ”Ia dihina dan dihindari orang”. (Ayat 3) Perlakuan yang buruk ini sama sekali tidak dapat dibenarkan karena sang Mesias akan berbuat baik bagi orang-orang. ”Penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya,” demikian cara Yesaya menggambarkan tindakan penyembuhan oleh sang Mesias. (Ayat 4) Sekalipun demikian, sang Mesias akan diadili dan dihukum secara tidak adil, pada saat itu ia tetap diam di hadapan para penuduhnya. (Ayat 7, 8) Ia akan membiarkan dirinya diserahkan untuk dibunuh bersama-sama dengan penjahat; selama eksekusinya, tubuhnya akan ditusuk. (Ayat 5, 12) Meskipun mati dengan cara seperti seorang penjahat, ia akan dikubur seperti pria yang kaya. (Ayat 9, NW) Dan Yesaya berulang-ulang menyatakan bahwa kematian Mesias yang tidak adil akan memiliki kuasa pendamaian, menutupi dosa-dosa manusia lain.—Ayat 5, 8, 11, 12.

Semua itu menjadi kenyataan. Sejarah yang dicatat oleh orang-orang yang pernah hidup sezaman dengan Yesus—Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes—meneguhkan bahwa apa yang telah Yesaya nubuatkan benar-benar terjadi. Beberapa dari antara peristiwa tersebut terjadi setelah kematian Yesus, sehingga keadaannya tidak dapat disiasati. (Matius 8:16, 17; 26:67; 27:14, 39-44, 57-60; Yohanes 19:1, 34) Penggenapan keseluruhan nubuat Yesaya tentang Mesias sangat mempengaruhi para pembaca Alkitab yang tulus selama berabad-abad, termasuk orang-orang yang sebelumnya tidak menerima Yesus. Sarjana William Urwick menyatakan, ”Banyak orang Yahudi, sewaktu menuliskan alasan mereka menjadi Kristen, mengakui penyebabnya adalah karena mereka membaca pasal [Yesaya 53] ini yang telah mengguncangkan iman mereka akan kredo dan guru-guru mereka sebelumnya.”—The Servant of Jehovah.a

Urwick membuat komentar tersebut pada akhir tahun 1800-an, sewaktu beberapa orang mungkin masih meragukan apakah Yesaya pasal 53 telah ditulis berabad-abad sebelum kelahiran Yesus. Akan tetapi, temuan-temuan semenjak saat itu pada dasarnya telah menyingkirkan alasan apa pun untuk ragu. Pada tahun 1947, seorang gembala Badui di dekat Laut Mati menemukan sebuah gulungan kuno seluruh kitab Yesaya. Para ahli tulisan kuno memperkirakan gulungan tersebut berasal dari tahun 125 sampai 100 SM. Kemudian pada tahun 1990, analisa karbon 14 pada gulungan tersebut memberikan suatu tanggal antara tahun 202 dan 107 SM. Ya, gulungan kitab Yesaya yang terkenal ini telah cukup tua sewaktu Yesus lahir. Apa hasil perbandingannya dengan Alkitab-Alkitab modern?

Jika Anda mengunjungi Yerusalem, Anda dapat melihat fragmen-fragmen Gulungan Laut Mati. Sebuah dokumen oleh seorang ahli arkeologi, Profesor Yigael Yadin, menjelaskan, ”Tidak lebih dari sekitar lima atau enam ratus tahun telah berlalu antara diucapkannya kata-kata Yesaya dan ketika gulungan ini disalin pada abad ke-2 SM. Sungguh mengherankan bahwa meskipun gulungan asli yang tersimpan dalam museum berusia lebih dari 2.000 tahun, isi gulungan itu begitu mirip dengan Alkitab yang kita baca dewasa ini baik dalam bahasa Ibrani ataupun dalam terjemahan-terjemahan dari bahasa asli.”

Jelaslah, ini hendaknya mempengaruhi pandangan kita. Pandangan kita tentang apa? Nah, ini hendaknya menyingkirkan keraguan kritis yang mengatakan bahwa buku Yesaya hanya sekadar nubuat setelah peristiwanya terjadi. Kini terdapat bukti ilmiah bahwa salinan tulisan-tulisan Yesaya dibuat bahkan lebih dari seratus tahun sebelum Yesus lahir dan lama sebelum penghancuran Babilon. Oleh karena itu, bagaimana mungkin ada keraguan bahwa tulisan-tulisan Yesaya meramalkan hasil akhir dari Babilon dan penderitaan yang tidak adil, jenis kematian, maupun perlakuan yang dialami sang Mesias? Dan fakta-fakta sejarah melenyapkan dasar apa pun untuk membantah bahwa Yesaya secara akurat meramalkan penawanan orang-orang Yahudi dan kelepasan mereka dari Babilon. Ramalan yang tergenap demikian hanyalah salah satu dari antara banyak bukti bahwa Pengarang Alkitab yang sebenarnya adalah Sang Pencipta dan bahwa Alkitab ”diilhamkan Allah”.—2 Timotius 3:16.

Terdapat banyak petunjuk lain yang membuktikan bahwa Alkitab adalah tulisan ilahi. Ini termasuk kesaksamaan Alkitab dalam bidang astronomi, geologi, dan medis; keselarasan isi kitab-kitabnya, yang ditulis oleh sejumlah pria dalam jangka waktu beratus-ratus tahun; keselarasannya dengan banyak fakta sejarah dunia dan arkeologi; serta kaidah moralnya yang lebih unggul daripada kaidah yang dimiliki bangsa-bangsa pada zaman tersebut dan kini masih diakui sebagai kaidah yang tidak tertandingi. Hal ini dan bukti-bukti lain telah meyakinkan begitu banyak orang yang rajin dan jujur bahwa Alkitab adalah buku yang autentik dari Pencipta kita.b

Bukti-bukti ini juga dapat membantu kita untuk mengambil kesimpulan yang benar tentang Sang Pencipta—membantu kita melihat sifat-sifat-Nya. Bukankah kesanggupan-Nya untuk melihat jauh ke masa depan membuktikan bahwa Dia memiliki kesanggupan pemahaman melampaui apa yang kita sebagai manusia miliki? Manusia tidak tahu apa yang akan terjadi jauh di masa depan, dan tidak dapat mengendalikannya. Sang Pencipta dapat melakukannya. Dia dapat mengantisipasi masa depan dan juga mengatur peristiwa-peristiwa sehingga kehendak-Nya terlaksana. Dengan tepat, Yesaya melukiskan Sang Pencipta sebagai ”[Pribadi, NW] yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan”.—Yesaya 46:10; 55:11.

Mengenal Sang Pencipta dengan Lebih Baik

Kita mengenal orang lain dengan cara bercakap-cakap dengannya dan dengan melihat bagaimana ia bereaksi pada keadaan yang berbeda. Kedua cara ini dapat dilakukan untuk mengenal manusia lain, namun bagaimana dengan mengenal Sang Pencipta? Kita tidak mungkin mengadakan percakapan langsung dengan Dia. Namun, seperti yang telah kita bahas, Dia menyingkapkan banyak hal tentang diri-Nya di dalam Alkitab—mengenai apa yang telah Dia katakan maupun mengenai cara Dia bertindak. Selain itu, buku unik ini mengajak kita untuk memupuk suatu hubungan dengan Sang Pencipta. Alkitab mendesak kita, ”Mendekatlah kepada Allah dan dia akan mendekat kepadamu.”—Yakobus 2:23; 4:8.

Pertimbangkan langkah penting ini: Jika Anda ingin menjadi sahabat seseorang, Anda tentu saja harus mengetahui namanya. Nah, siapakah nama Sang Pencipta, dan apa yang disingkapkan oleh nama tersebut tentang diri-Nya?

Bagian berbahasa Ibrani dalam Alkitab (sering kali disebut Perjanjian Lama) memberi tahu kita nama unik Sang Pencipta. Dalam manuskrip-manuskrip kuno, nama ini diwakili oleh empat konsonan huruf Ibrani yang dapat ditransliterasikan sebagai YHWH atau JHVH. Nama Sang Pencipta muncul sekitar 7.000 kali, jauh lebih sering daripada gelar seperti Allah atau Tuan. Selama berabad-abad, orang-orang yang membaca Alkitab Ibrani menggunakan nama pribadi ini. Namun, akhirnya, banyak orang Yahudi memperkembangkan rasa takut yang bersifat takhayul untuk menyatakan nama ilahi, sehingga mereka tidak melestarikan pelafalannya.

”Pelafalan yang asli akhirnya hilang; upaya zaman modern untuk memulihkan pengucapan yang asli hanya terkaan semata,” tulis sebuah ulasan Yahudi tentang buku Keluaran. Memang, kita tidak dapat memastikan cara Musa melafalkan nama ilahi, yang kita jumpai di Keluaran 3:16 dan 6:2. Namun, terus terang, siapa dewasa ini yang merasa wajib untuk mencoba melafalkan nama Musa atau nama Yesus dengan bunyi dan intonasi persis seperti yang digunakan pada waktu mereka berada di bumi? Meskipun demikian, kita tidak menahan diri untuk menyebut nama Musa dan Yesus. Intinya adalah, sebaliknya daripada terlalu memusingkan bagaimana tepatnya orang-orang zaman purba yang berbicara bahasa lain melafalkan nama Allah, mengapa tidak menggunakan pelafalan yang umum dalam bahasa kita? Misalnya, ”Jehovah” telah digunakan dalam bahasa Inggris selama 400 tahun, dan dalam bahasa Inggris, ini masih diterima dengan luas sebagai nama Sang Pencipta.

Namun, ada sesuatu yang lebih penting daripada perincian tentang pelafalan nama ini. Yaitu makna nama tersebut. Nama tersebut dalam bahasa Ibrani adalah suatu bentuk kausatif dari kata kerja ha·wahʹ, yang berarti ”jadi” atau ”ada”. (Kejadian 27:29; Pengkhotbah 11:3, NW) The Oxford Companion to the Bible memberi tahu bahwa maknanya adalah ”’Dia menyebabkan’ atau ’akan menyebabkan menjadi’”. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa nama pribadi Sang Pencipta secara harfiah berarti ”Dia yang Menjadikan Ada”. Perhatikan bahwa penekanannya bukan pada kegiatan Sang Pencipta jauh di masa lalu, sebagaimana yang mungkin ada dalam benak orang-orang bila menggunakan istilah ”Penyebab Awal”. Mengapa tidak?

Karena nama ilahi dikaitkan dengan maksud-tujuan Sang Pencipta. Pada dasarnya hanya terdapat dua bentuk waktu kata kerja Ibrani, dan yang berhubungan dengan nama Sang Pencipta ”mengartikan tindakan . . . sebagaimana dalam proses perkembangan. Yang dinyatakan oleh hal itu, bukan sekadar suatu kelangsungan suatu tindakan . . . namun perkembangan dari awalnya sampai akhir”. (A Short Account of the Hebrew Tenses) Ya, melalui nama-Nya, Yehuwa menyingkapkan diri-Nya sebagai seorang penggenap yang aktif. Dengan cara ini, kita tahu bahwa—melalui tindakan yang progresif—Dia menjadi Penggenap janji. Banyak orang menjadi puas dan tenteram karena tahu bahwa Sang Pencipta senantiasa mewujudkan maksud-tujuan-Nya.

Maksud-tujuan-Nya—Tujuan Anda

Meskipun nama Allah mencerminkan maksud-tujuan, banyak orang merasa sulit untuk melihat tujuan yang sebenarnya dari eksistensi mereka sendiri. Mereka memperhatikan umat manusia terperosok dari satu krisis ke krisis yang lain—bencana alam, epidemi penyakit, kemiskinan, dan kejahatan. Bahkan beberapa orang yang beruntung, yang entah bagaimana luput dari pengaruh-pengaruh merugikan demikian, sering kali mengaku memiliki keraguan yang terus mengganggu diri mereka tentang masa depan dan makna kehidupan.

Alkitab membuat komentar ini, ”Dunia jasmani ditundukkan pada frustrasi, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Sang Pencipta, yang pada waktu membuatnya demikian . . . dan mendapat kemerdekaan yang mulia sebagai anak-anak Allah.” (Roma 8:20, 21, The New Testament Letters, oleh J. W. C. Wand) Catatan dalam buku Kejadian memperlihatkan bahwa suatu waktu manusia pernah berdamai dengan Pencipta mereka. Karena perbuatan salah manusia, Allah dengan adil menaruh umat manusia dalam suatu keadaan yang, bila dilihat dari sudut pandangan tertentu, adalah keadaan yang menyebabkan frustrasi. Marilah kita melihat bagaimana keadaan ini berkembang, apa yang diperlihatkan oleh keadaan ini tentang Sang Pencipta, dan apa yang dapat kita antisipasi untuk masa depan.

Menurut sejarah tertulis itu, yang telah terbukti kebenarannya dengan berbagai cara, pasangan manusia pertama yang diciptakan diberi nama Adam dan Hawa. Catatan ini memperlihatkan bahwa mereka tidak dibiarkan meraba-raba sendiri tanpa tujuan atau tanpa pengajaran mengenai kehendak Allah. Sebagaimana ayah manusia mana pun yang penuh kasih dan timbang rasa kepada keturunannya, Sang Pencipta memberi umat manusia pengarahan yang berguna. Dia mengatakan kepada mereka, ”Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”—Kejadian 1:28.

Oleh karena itu, manusia pertama memiliki tujuan yang penuh makna dalam kehidupan. Ini mencakup upaya mereka untuk memelihara ekologi bumi dan memenuhi bumi dengan orang-orang yang bertanggung jawab. (Bandingkan Yesaya 11:9.) Tidak seorang pun dapat secara benar mempersalahkan Sang Pencipta karena keadaan planet kita yang tercemar sekarang ini, seolah-olah Dia memberi manusia dalih untuk mengeksploitasi dan membinasakan bola bumi. Kata ”menaklukkan” bukan berarti memberikan izin untuk mengeksploitasi. Ini berarti mengolah dan mengurus planet yang dipercayakan untuk dikelola oleh manusia. (Kejadian 2:15) Lagi pula, mereka akan memiliki masa depan yang tak ada akhirnya untuk mewujudkan tugas yang penuh makna tersebut. Prospek mereka, untuk tidak pernah mati, selaras dengan fakta bahwa manusia memiliki kapasitas otak yang jauh melebihi apa yang dapat sepenuhnya dipergunakan dalam suatu jangka waktu hidup 70, 80, atau bahkan 100 tahun. Otak dimaksudkan untuk digunakan selama waktu yang tak terhingga.

Allah Yehuwa, sebagai pembuat dan pengelola ciptaan-Nya, memberi manusia keleluasaan berkenaan cara mereka melaksanakan maksud-tujuan-Nya bagi bumi dan umat manusia. Dia tidak terlalu menuntut dan juga tidak terlalu mengekang. Misalnya, Dia memberi Adam apa yang merupakan kesenangan seorang ahli zoologi—tugas untuk mempelajari dan menamai binatang-binatang. Setelah Adam memperhatikan karakteristik mereka, ia memberi nama untuk masing-masing, kebanyakan dari antaranya bersifat deskriptif. (Kejadian 2:19) Ini baru satu contoh tentang bagaimana manusia dapat menggunakan bakat dan kesanggupan mereka selaras dengan maksud-tujuan Allah.

Anda pasti tahu bahwa Pencipta seluruh jagat raya yang bijaksana dapat dengan mudah mengendalikan keadaan apa pun di bumi, bahkan jika manusia memilih suatu tindakan yang bodoh atau berbahaya. Catatan sejarah memberi tahu kita bahwa Allah memberi Adam hanya satu perintah yang membatasi, ”Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”—Kejadian 2:16, 17.

Perintah tersebut menuntut agar umat manusia mengakui hak Allah untuk ditaati. Sejak zaman Adam sampai ke zaman kita, manusia harus menerima hukum gravitasi dan hidup selaras dengannya; sungguh amat bodoh dan mencelakakan bila tidak menaatinya. Jadi, mengapa manusia harus menolak hidup selaras dengan hukum, atau perintah lain dari Sang Pencipta yang murah hati? Sang Pencipta menjelaskan akibatnya bila menolak hukum-Nya, namun Dia memberi Adam dan Hawa kesempatan untuk menaati-Nya secara sukarela. Tidaklah sulit untuk melihat dalam catatan sejarah manusia yang mula-mula bahwa Sang Pencipta memungkinkan manusia memiliki kebebasan untuk memilih. Namun, Dia ingin agar ciptaan-Nya sangat bahagia, yang merupakan hasil yang wajar karena hidup selaras dengan hukum-hukum yang baik dari Dia.

Pada pasal sebelumnya, kita memperhatikan bahwa Sang Pencipta menciptakan makhluk-makhluk cerdas yang tidak terlihat—makhluk-makhluk roh. Sejarah permulaan manusia menyingkapkan bahwa salah satu makhluk roh ini menjadi terobsesi dengan gagasan untuk merebut kedudukan Allah. (Bandingkan Yehezkiel 28:13-15.) Ia menyalahgunakan kebebasan memilih yang Allah karuniakan dan membujuk pasangan manusia pertama ke dalam apa yang harus kita sebut pemberontakan terbuka. Dengan tindakan menantang berupa ketidaktaatan langsung—makan dari ”pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat”—pasangan pertama ini menuntut kebebasan dari pemerintahan Allah. Namun, lebih daripada itu, haluan mereka menyingkapkan dukungan mereka pada gugatan bahwa Sang Pencipta menahan sesuatu yang baik dari manusia. Seolah-olah Adam dan Hawa menuntut agar mereka dapat memutuskan bagi diri mereka sendiri apa yang baik dan apa yang buruk—tidak soal apa penilaian Pencipta mereka.

Alangkah tidak masuk akalnya bila pria dan wanita memutuskan bahwa mereka tidak menyukai hukum gravitasi dan bertindak berlawanan dengan hal itu! Juga, sama tidak rasionalnya bila Adam dan Hawa menolak standar-standar moral Sang Pencipta. Tentu saja, manusia seharusnya dapat memperkirakan adanya akibat-akibat negatif karena melanggar hukum dasar Allah yang menuntut ketaatan, sebagaimana halnya akibat-akibat yang mencelakakan menimpa orang yang mengabaikan hukum gravitasi.

Sejarah memberi tahu kita bahwa Yehuwa kemudian mengambil tindakan. Pada ”hari” Adam dan Hawa menolak kehendak Pencipta, keadaan mereka mulai merosot, menuju kematian mereka, tepat seperti yang telah Allah peringatkan sebelumnya. (Bandingkan 2 Petrus 3:8.) Hal ini menyingkapkan aspek lain dari kepribadian Sang Pencipta. Dia adalah Allah keadilan, yang tidak menunjukkan kelemahan dengan cara mengabaikan ketidaktaatan yang demikian nyata. Dia memiliki dan menjunjung standar-standar yang bijaksana dan adil.

Sesuai dengan sifat-sifat-Nya yang menonjol, dengan penuh belas kasihan Dia tidak segera mengakhiri kehidupan manusia. Mengapa? Karena Dia prihatin kepada anak-cucu Adam dan Hawa, yang bahkan belum dikandung dan yang tidak secara langsung menanggung akibat dari haluan nenek moyang mereka yang berdosa. Keprihatinan Allah atas kehidupan yang akan dikandung, memberi kita kesaksian tentang siapa sebenarnya Sang Pencipta. Dia bukan seorang hakim yang kejam dan tidak berperasaan. Sebaliknya, Dia adil, rela memberikan kesempatan kepada setiap orang, dan Dia memperlihatkan respek terhadap kesucian kehidupan manusia.

Hal ini bukan berarti bahwa generasi-generasi manusia yang muncul kemudian akan menikmati keadaan menyenangkan yang sama seperti yang dinikmati pasangan pertama. Karena Sang Pencipta membiarkan eksistensi keturunan Adam, ”dunia jasmani ditundukkan pada frustrasi”. Namun, itu bukan frustrasi yang amat sangat atau keadaan tanpa harapan. Ingatlah bahwa Roma 8:20, 21 juga mengatakan bahwa Sang Pencipta ”memberi harapan bahwa ciptaan itu sendiri juga akan dimerdekakan”. Nah, ini adalah sesuatu yang kita ingin ketahui lebih jauh.

Dapatkah Anda Menemukan Dia?

Musuh yang menggiring pasangan manusia pertama ke dalam pemberontakan disebut di dalam Alkitab sebagai Setan si Iblis, yang berarti ”Penentang” dan ”Pemfitnah”. Dalam vonis yang ditujukan kepada penghasut utama pemberontakan ini, Allah mencapnya sebagai musuh tetapi meletakkan dasar agar manusia kelak dapat memiliki harapan. Allah mengatakan ”Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau [Setan] dan perempuan ini, antara keturunan [”benih”, NW]mu dan keturunan [”benih”, NW]nya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kejadian 3:15) Jelaslah, ini adalah bahasa kiasan, atau bahasa lambang. Apa maksud ayat ini sewaktu mengatakan bahwa akan ada ”benih”?

Bagian-bagian lain dari Alkitab memberikan penerangan mengenai ayat yang menarik perhatian ini. Bagian-bagian lain dari Alkitab memperlihatkan bahwa ayat ini berkaitan dengan tindakan Yehuwa yang selaras dengan nama-Nya dan ’menjadi’ apa yang dibutuhkan untuk memenuhi maksud-tujuan-Nya bagi manusia di bumi. Untuk melakukan hal ini, Dia menggunakan satu bangsa khusus, dan sejarah mengenai cara-Nya berurusan dengan bangsa purba tersebut membentuk sebagian besar isi Alkitab. Marilah kita secara singkat mempertimbangkan sejarah penting tersebut. Dengan melakukannya, kita dapat belajar lebih banyak tentang sifat-sifat Pencipta kita. Sesungguhnya, kita dapat belajar banyak hal yang tidak ternilai tentang Dia dengan memeriksa lebih lanjut buku yang Dia sediakan bagi umat manusia, Alkitab.

[Catatan Kaki]

a Bandingkan Kisah 8:26-38, yang mengutip Yesaya 53:7, 8.

b Untuk perincian tentang asal usul Alkitab, lihat brosur Buku Bagi Semua Orang dan buku Alkitab—Firman dari Allah Atau dari Manusia?, diterbitkan oleh the Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.

[Gambar di hlm. 107]

Berabad-abad setelah Alkitab menubuatkannya, Babilon yang sangat kuat menjadi puing yang telantar, dan tetap demikian sampai zaman kita

[Gambar di hlm. 110]

Gulungan Yesaya ini, yang disalin pada abad kedua SM, ditemukan di sebuah gua dekat Laut Mati. Gulungan ini menubuatkan secara terperinci peristiwa-peristiwa yang terjadi ratusan tahun setelah penulisannya

[Gambar di hlm. 115]

Surat yang ditulis dalam bahasa Ibrani kuno pada sebuah pecahan tembikar ini ditemukan dalam suatu penggalian di Lakhis. Nama Allah (lihat panah) muncul dua kali, memperlihatkan bahwa nama Pencipta dikenal dan umum digunakan

[Gambar di hlm. 117]

Isaac Newton merumuskan hukum gravitasi. Hukum-hukum Sang Pencipta itu masuk akal, dan bekerja sama dengan hukum tersebut adalah demi kebaikan kita

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan