-
Hormatilah Perkawinan Yang Saleh!Menara Pengawal—1983 (No. 56) | Menara Pengawal—1983 (No. 56)
-
-
Perceraian Menurut Alkitab
Apakah ada suatu keadaan sehingga seorang Kristen dapat bertindak lebih lanjut dan bercerai dengan maksud untuk bebas menikah lagi? Ingatlah, Yesus menasihati, ”Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Tetapi ia selanjutnya menyatakan bahwa ada suatu alasan yang patut untuk bercerai, karena ia mengatakan, ”Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”—Matius 19:6, 9; lihat juga 5:32.
Apakah ini berarti bahwa jika seorang Kristen telah bosan dengan teman hidupnya atau ’jatuh cinta’ dengan orang lain, ia bebas memanfaatkan suatu keadaan tertentu yang melibatkan perzinahan untuk berganti pasangan hidup? Menyedihkan sekali, dalam beberapa kasus di mana kedua pasangan hidup mengaku beriman, alasan percabulan (biasanya zinah) telah digunakan sebagai siasat dan cara yang sengaja untuk memutuskan ikatan perkawinan Kristen. Apakah orang-orang sedemikian begitu bodoh dengan berpikir bahwa Yehuwa tidak mengetahui ”pikiran dan niat hati”? (Ibrani 4:12, BIS; 13) Orang-orang tersebut nampaknya menganggap bahwa mereka dapat melakukan imoralitas dengan sengaja, dipecat selama kira-kira satu tahun, dan kemudian dengan teman hidup yang baru ”bertobat” dan diterima kembali dalam sidang.
Namun, dalam kasus sedemikian waktu yang cukup lama harus berlalu sebelum para penatua dapat mempertimbangkan permohonan untuk diterima kembali. Penatua-penatua yang berhati-hati tidak akan tergesa-gesa. Mereka perlu melihat bukti yang jelas sekali berupa buah-buah yang sesuai dengan pertobatan. Bahkan jika pedosa sedemikian diterima kembali pada waktunya, membutuhkan waktu bertahun-tahun, sebelum para penatua dapat mengusulkan dia untuk hak kehormatan istimewa dalam sidang, dan bagaimanapun juga tidak sebelum pasangan hidup yang tidak bersalah menikah lagi atau meninggal. (1 Timotius 3:2, 12) Kita dapat menyadari seriusnya perzinahan yang direncanakan ini di hadapan Allah Yehuwa dengan mengingat bahwa di bawah TauratNya yang adil benar di Israel purba, pezinah-pezinah harus dilempari dengan batu sampai mati. (Ulangan 22:22) Dan dewasa ini, apapun yang akan diputuskan sidang-sidang, Yehuwa adalah Hakim terakhir. ”Orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.”—Ibrani 13:4.a
Memelihara Perkawinan
Untuk melindungi umat Allah, dan dengan harapan bahwa siapapun yang mempunyai problem moral akan meminta bimbingan dari sidang Kristen dalam menghormati lembaga perkawinan dari Yehuwa, beberapa segi tertentu dari soal percabulan akan dibahas di sini dengan terus terang. Ini dilakukan selaras dengan Alkitab, yang jujur dan terus terang bahkan bila membahas soal-soal yang peka dan bersifat sangat pribadi demikian.—Bandingkan Imamat 20:10-23; Ulangan 31:12; Matius 5:27, 28; Roma 1:26, 27; Yudas 7.
Dari pada mencari alasan untuk bercerai, orang-orang yang sudah menikah hendaknya mencari jalan untuk mempertahankan perkawinan. Jika seorang teman hidup melakukan imoralitas dan bertobat, teman hidup yang tidak bersalah dapat memutuskan untuk mengampuni, dengan maksud memelihara penyelenggaraan perkawinan yang diadakan oleh Allah. Dengan demikian belas kasihan dapat diperlihatkan, dengan meniru sifat-sifat lain dari Yehuwa yang bagus sekali.—Keluaran 34:6; bandingkan Nehemia 9:17.
Namun, bagaimana jika teman hidup itu tidak bertobat, dipecat dan bahkan tetap dan terbukti menempuh haluan yang sangat imoral? Atau bagaimana jika kesehatan pribadi dan kerohanian dari teman hidup yang tidak bersalah berada dalam bahaya? Meskipun tidak mengabaikan nasihat Alkitab untuk memelihara perkawinan jika hal itu mungkin, kata-kata Yesus yang dikutip di atas dari Matius 19:9 memperlihatkan bahwa ada alasan untuk bercerai—satu-satunya alasan Alkitab untuk bercerai—percabulan.
Mendefinisikan ”Percabulan”
Apa yang kita maksudkan di sini dengan ”percabulan”? Kata Yunani dalam ayat ini ialah porneia. Dalam membahas soal ini, The Watchtower tanggal 15 Desember 1972, halaman 766-768, memperlihatkan bahwa porneia ”berasal dari akar kata yang berarti ’menjual.’” Jadi ada hubungannya dengan pelacuran, seperti yang dilakukan di banyak kuil kafir pada abad pertama dan dalam ’rumah-rumah pelacuran’ dewasa ini.
Memang, porneia kadang-kadang digunakan dalam arti terbatas, seperti berlaku untuk hubungan seks antara orang-orang yang tidak menikah (lajang). Suatu contoh dari penggunaan yang terbatas itu terdapat dalam 1 Korintus 6:9, di mana ”orang cabul” disebutkan secara terpisah dan sebagai tambahan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan seks lain yang serupa seperti perzinahan dalam homoseks. Tetapi tepat sebelum ayat ini, di 1 Korintus 5:9-11, Paulus menggunakan kata yang sama ketika menasihati orang-orang Kristen untuk tidak bergaul dengan ”orang cabul.” Apakah masuk akal untuk berpikir bahwa di sini ia memaksudkan hanya orang-orang imoral yang tidak menikah? Tidak mungkin demikian, karena pasal 6 menyatakan dengan panjang lebar praktek-praktek seks tidak sah yang harus dijauhi, termasuk perzinahan dan homoseks. Demikian pula, Yudas 7 dan Wahyu 21:8, yang memperlihatkan bahwa Allah mengadili ”orang-orang sundal” yang tidak bertobat sebagai layak mendapat kebinasaan kekal, tidak mungkin terbatas hanya kepada orang-orang yang tidak menikah yang mengadakan hubungan seks. Dan keputusan badan pimpinan di Yerusalem dalam Kisah 15:29, untuk ”menjauhkan diri . . . dari percabulan,” harus memaksudkan penerapan atas suatu bidang yang luas.b
Maka, ”perzinahan [percabulan, NW]” dalam pengertian yang luas, dan seperti digunakan dalam Matius 5:32 dan 19:9, jelas memaksudkan bidang yang luas tentang hubungan serong atau tidak sah di luar perkawinan. Porneia melibatkan penggunaan alat kelamin secara imoral dan keji dari sedikitnya satu orang (apakah secara wajar atau secara keji); juga harus ada pihak lain dalam imoralitas itu—seorang pria atau wanita, atau seekor binatang.c Oleh karena itu, masturbasi (onani) yang dilakukan sendiri (tidak bijaksana dan secara rohani berbahaya) bukanlah porneia. Namun sampai sekarang, istilah porneia mencakup berbagai-bagai macam kegiatan seks yang dapat terjadi dalam sebuah rumah pelacuran, di mana kesenangan seks dijualbelikan. Seseorang yang pergi kepada pelacur pria atau wanita untuk membeli kesenangan seks apapun bersalah melakukan porneia.—Bandingkan 1 Korintus 6:18.
-
-
Hormatilah Perkawinan Yang Saleh!Menara Pengawal—1983 (No. 56) | Menara Pengawal—1983 (No. 56)
-
-
Namun, bagaimana, jika seorang teman hidup ingin atau bahkan menuntut agar pasangannya ikut melakukan apa yang jelas adalah perbuatan seks yang keji? Fakta-fakta yang dinyatakan di atas memperlihatkan bahwa porneia mencakup tingkah laku seks yang tidak sah di luar penyelenggaraan perkawinan. Jadi, perbuatan-perbuatan keji, seperti hubungan seks melalui mulut atau dubur, yang dipaksakan seorang teman hidup di dalam perkawinan, bukan merupakan dasar Alkitab untuk bercerai sehingga salah satu pasangan bebas menikah lagi.d Meskipun seorang teman hidup yang beriman merasa sedih oleh keadaan itu, namun usahanya untuk berpegang pada prinsip-prinsip Alkitab akan menghasilkan berkat dari Yehuwa. Dalam hal sedemikian akan membantu jika pasangan itu membahas problem itu secara jujur, sambil mengingat terutama bahwa hubungan seks hendaknya terhormat, sehat, dan suatu pernyataan kasih sayang. Ini tentu tidak termasuk apapun yang dapat menyedihkan atau melukai teman hidup.—Efesus 5:28-30; 1 Petrus 3:1, 7.
-
-
Hormatilah Perkawinan Yang Saleh!Menara Pengawal—1983 (No. 56) | Menara Pengawal—1983 (No. 56)
-
-
b Patut diperhatikan bahwa dalam Webster’s New Collegiate Dictionary definisi pertama dari ”percabulan” adalah ”Hubungan seks manusia bukan antara seorang pria dan istrinya.” Dan dalam mendefinisikan ”hubungan seks” (antara dua jenis yang berlainan, melalui dubur, melalui mulut) dinyatakan bahwa hal ini melibatkan ”alat kelamin dari sedikitnya satu orang.” Jadi kata bahasa Inggris ”fornication” (percabulan) adalah terjemahan yang cocok untuk kata Yunani porneia.
c Seorang pria atau wanita yang diperkosa dengan kekerasan tidak bersalah melakukan porneia.
The New International Dictionary of New Testament Theology menyatakan, misalnya bahwa porneia berarti ”kenajisan, persundalan, pelacuran, percabulan.” Dikatakan juga: ”Kelompok kata tersebut [mencakup porneia] dapat melukiskan berbagai-bagai cara tingkah laku seks di luar perkawinan sejauh hal itu menyimpang dari norma-norma sosial dan agama (misalnya homoseks, seks bebas, paedophilia [penyalahgunaan seks terhadap anak-anak], dan terutama pelacuran).” Jadi, porneia termasuk perzinahan (bahasa Yunani, moikheia), dan dapat mencakup banyak sekali perbuatan imoral lain di luar perkawinan, seperti hubungan seks melalui mulut atau dubur dan hubungan seks dengan binatang.
Edisi tahun 1979 dari Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Early Christian Literature (karangan Bauer, Arndt dan Gingrich) yang sangat direspektir, mendefinisikan porneia sebagai ”pelacuran, kenajisan, percabulan, dari segala hubungan seks yang tidak sah.”
d Ini adalah penjelasan tambahan dan perubahan dalam pengertian dari apa yang terdapat dalam The Watchtower tanggal 15 Nopember 1974, halaman 703-704, dan 15 Pebruari 1978, halaman 30-32. Mereka yang bertindak berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki pada waktu itu tidak dapat dikritik. Hal ini juga tidak mempengaruhi kedudukan seseorang yang pada waktu yang lampau percaya bahwa tingkah laku seks yang keji dari teman hidupnya dalam perkawinan termasuk porneia dan, karena itu, bercerai dan kini menikah lagi.
-