PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Keadaan Lajang—Keuntungannya dan Kesempatan-Kesempatan Yang Ada
    Menara Pengawal—1983 (No. 50) | Menara Pengawal—1983 (No. 50)
    • 3. (a) Pada jaman Yesus, bagaimana keadaan lajang dipandang? (b) Bagaimana Yesus menganggap keadaan lajang ”oleh karena Kerajaan”?

      3 Yesus Kristus mengemukakan bahwa keadaan lajang ”oleh karena Kerajaan” adalah suatu karunia dari Allah. Ini suatu pengertian yang sama sekali baru, karena di antara orang Yahudi pada jaman Yesus, perkawinan dianggap suatu ”kewajiban tanpa kecuali” dan keadaan lajang suatu cela. ”Seseorang yang tidak mempunyai istri bukan seorang pria yang layak,” demikian salah satu pernyataan dari para rabi Yahudi. Namun, Yesus menganjurkan murid-muridnya untuk ”mengerti [menerima, BIS]” karunia keadaan lajang dan tidak merasa diharuskan untuk menikah.—Matius 19:10-12.

      4. Bagaimana haluan dari banyak orang Kristen, dan bagaimana perasaan mereka mengenai keadaan tersebut?

      4 Jadi perkawinan maupun keadaan lajang, kedua-duanya karunia dari Allah. Selama masa awal Kekristenan, maupun pada jaman kita, banyak orang telah menempuh kehidupan lajang, ”oleh karena Kerajaan”.a Sebaliknya dari meratapi keadaan tersebut, banyak dari antara mereka merasa seperti seorang wanita Kristen berumur 41 tahun yang tidak pernah menikah yang baru-baru ini mengatakan, ”Saya tidak ingin tahun-tahun yang saya lewati sebagai seorang lajang diganti dengan apapun.” Mengapa banyak orang merasa demikian?

      Kesempatan-Kesempatan Lebih Luas

      5. Bagaimana orang-orang Kristen yang tidak menikah dapat mengambil manfaat dari kesempatan-kesempatan yang terbuka sesuai dengan keadaan mereka?

      5 Teladan dari orang-orang Kristen yang menikah seperti rasul-rasul Yesus, maupun Akwila dan Priskila, memperlihatkan bahwa pasangan suami istri dapat memberikan sumbangan yang berharga dalam dinas Allah. (Kisah 18:26-28; 1 Korintus 9:5) Namun rasul Paulus memperlihatkan bahwa seorang yang lajang mempunyai kesempatan untuk dinas pelayanan yang lebih luas. Ia menulis, ”Orang yang tidak beristeri [atau bersuami] memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Orang yang beristeri [atau bersuami] memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya [atau suaminya], dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi.” (1 Korintus 7:32-34) Seorang yang lajang tidak ”terbagi-bagi” karena tanggung jawab perkawinan, yang mendatangkan ”kesusahan badani”, dan karena itu dapat ”memusatkan perhatiannya” atau bergairah dalam soal-soal rohani. Pekerjaan-pekerjaan suci memenuhi kehidupan banyak orang lajang yang disebutkan dalam Alkitab. Kesanggupan untuk ikut serta ”tanpa gangguan” dalam dinas Allah, termasuk pekerjaan pengabaran sebagai yang utama, adalah suatu harta yang besar. Orang-orang yang lajang biasanya mempunyai lebih banyak waktu untuk belajar dan renungan. Hal ini dapat memperbaiki ”rohnya” [Bode], atau motif yang lebih dalam, mendekatkan orang tersebut kepada Yehuwa karena ia memusatkan perhatian supaya ”kudus, baik tubuh baik rohnya”. Karena tidak mempunyai pasangan hidup, banyak orang belajar bergantung sepenuhnya pada Allah, mengharapkan bimbingan dan nasihatNya. Orang-orang Kristen yang tidak menikah sering dapat menerima hak kehormatan dinas yang tidak dapat diterima oleh mereka yang menikah. Tidak heran Yesus menyebut hak kehormatan untuk tetap sebagai seorang Kristen yang lajang suatu ”karunia”!—Matius 28:19, 20; 1 Korintus 7:28, 35.

      6, 7. (a) Apakah memiliki karunia kelajangan berarti bahwa seseorang tidak lagi tertarik kepada lawan jenisnya dan tidak akan pernah menikah? (b) Apa yang dimaksud dengan ”mengambil keputusan dalam hati”? (c) Pertanyaan apa yang mungkin ada dalam pikiran beberapa orang yang lajang?

      6 Mereka yang ’menerima karunia itu’ tidak berarti orang-orang yang mempunyai ”karunia” istimewa dalam susunan emosi sehingga tidak lagi tertarik kepada lawan jenis. Mereka tidak bersumpah untuk tetap lajang, seolah-olah mereka tidak pernah bermaksud untuk menikah, tetapi membuat ”keputusan”, atau ketetapan dalam hati, agar keadaan mereka sebagai lajang menjadi suatu sukses.b (1 Korintus 7:37) Orang-orang ini telah mempertimbangkan dalam hati mereka keuntungan-keuntungan dari keadaan lajang. Atas dasar ’bukti’ ini hati mereka mulai ’menentukan’ keadaan lajang sebagai suatu ”karunia” dan mereka ’menerimanya’.—1 Korintus 7:38.

  • Keadaan Lajang—Keuntungannya dan Kesempatan-Kesempatan Yang Ada
    Menara Pengawal—1983 (No. 50) | Menara Pengawal—1983 (No. 50)
    • a Athenagoras, seorang penulis yang mengaku Kristen menulis sekitar tahun 175 M., ”Anda akan mendapati banyak dari antara kita, laki-laki maupun wanita, menjadi tua tanpa menikah, dengan harapan untuk hidup lebih akrab dengan Allah.”—A Plea for the Christians, pasal 33.

      b Kata Yunani asli yang diterjemahkan ”keputusan”, krino, berarti ”menentukan, menyatakan suatu pendapat”. Kata itu digunakan di Yohanes 7:51 ketika Nikodemus mengatakan bahwa sebelum seseorang diadili, perlu didengarkan buktinya. Ini membutuhkan waktu.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan