PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g84_No10 hlm. 27-29
  • Apakah Anda Mengucapkan ”Terima Kasih”?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Anda Mengucapkan ”Terima Kasih”?
  • Sedarlah!—1984 (No. 10)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Memupuk Rasa Terima Kasih
  • Apakah Anda Bersyukur kepada Allah?
  • Pupuklah Rasa Syukur
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1998
  • ”Ucapkan Syukur untuk Segala Sesuatu”
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2019
  • Ajarlah Anak Anda untuk Selalu Berterima Kasih
    Bantuan untuk Keluarga
  • Mengapa Menyatakan Penghargaan?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2008
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1984 (No. 10)
g84_No10 hlm. 27-29

Apakah Anda Mengucapkan ”Terima Kasih”?

”BERHEMBUSLAH, hai angin musim dingin, engkau tidak sekejam tiadanya rasa terima kasih pada manusia.” Pasti ini suatu pernyataan yang dilebih-lebihkan! Mungkinkah tidak adanya rasa terima kasih dalam diri manusia lebih dingin dari pada udara musim dingin yang paling hebat? Sangat disayangkan bahwa banyak orang mempunyai alasan untuk menyetujui pandangan Shakespeare ini.

Sekalipun hati kita telah dikeraskan oleh kekejaman-kekejaman di abad ke-20 ini, kita tetap merasa bahwa tidak adanya rasa terima kasih itu kejam, karena hal ini langsung mengena pada kebutuhan pokok kita terhadap satu sama lain. Secara perorangan, kita tidak mungkin dapat menjadi ahli dalam segala hal yang dibutuhkan untuk menikmati hidup ini. Tidak banyak dari antara kita yang ingin menjadi pertapa, atau dapat hidup secara demikian. Jadi kita saling membutuhkan.

Akibatnya, jika usaha kita untuk menambah kebaikan bersama dianggap sudah semestinya, atau diterima dengan pandangan rendah; jika orang lain mengerjakan sesuatu untuk kita dengan sikap enggan, padahal kita membayar; jika kita berusaha keras untuk berbuat baik namun disambut dengan muka masam atau pandangan curiga; jika sikap tenggang rasa yang pengasih terhadap orang lain dianggap sebagai tanda kelemahan; maka dinginnya sikap mereka yang tidak berterima kasih menembus ke dalam hati kita. Apakah anda pernah mengalami hal ini?

Apa yang menyebabkan seseorang tidak mempunyai rasa terima kasih? Mungkin kedengarannya keras, tetapi pada dasarnya ini disebabkan oleh sifat mementingkan diri. Tentu kadarnya berbeda-beda, mulai dari tidak adanya perhatian terhadap orang lain, sampai kepada tahap egosentris, yaitu hanya memikirkan diri sendiri. Orang yang tidak menaruh perhatian terhadap orang lain mungkin akan merasa heran atau bahkan sakit hati jika orang lain menyatakan bahwa ia tidak mempunyai rasa terima kasih; tetapi, orang yang egosentris tidak peduli akan hal ini. Apapun reaksinya, jelaslah bahwa kita mungkin lemah dalam hal ini dan perlu kita perhatikan.

Memupuk Rasa Terima Kasih

Apa yang dapat kita lakukan untuk memupuk rasa terima kasih? Pertama-tama, jangan sekali-kali menganggap apapun sebagai sudah semestinya. Apakah sukar untuk mengucapkan ”terima kasih” yang sungguh-sungguh keluar dari hati? Di beberapa tempat, karena kebiasaan yang salah, orang-orang merasa tidak perlu untuk mengucapkan ”Tolong” [jika minta bantuan] atau, ”Terima kasih.” Namun, Alkitab menasihati agar kita, ”berterima kasih.”—Kolose 3:15.

Selanjutnya, kita dapat menambah penghargaan kita untuk apa yang dilakukan orang-orang lain bagi kita. Hal ini menyangkut hampir setiap orang yang berurusan dengan kita, terutama orang-orang yang paling dekat dengan kita di rumah. Tujuh hari seminggu seorang istri mungkin harus berbelanja, mencuci pakaian, masak, membersihkan rumah, mengurus anak-anak. Suatu tugas yang menguji kesabaran! Apakah kita, melalui perbuatan maupun kata-kata, memperlihatkan bahwa kita menghargai istri kita? Atau, dengan berlalunya waktu dari tahun ke tahun, apakah kita mulai menganggap usaha-usaha istri kita sebagai hal yang sudah semestinya? Pernahkah anda baru-baru ini bertanya, apakah pernyataan terima kasihku cukup untuk semua hal yang istriku kerjakan untuk menjadikan rumah kita sebuah tempat yang nyaman di tengah-tengah dunia yang ganas ini? Sebaliknya, apakah kita para istri menghargai sepenuhnya usaha suami kita untuk mencari nafkah di bawah keadaan-keadaan yang serba sulit dan sering melemahkan semangat, yang harus dihadapinya dalam pekerjaan setiap hari?

Dewasa ini, tekanan bertambah jika istri-istri bekerja. Banyak tugas-tugas rumah tangga harus dilakukan dengan tergesa-gesa pada malam hari atau akhir pekan. Sering kai rasa terima kasih makin berkurang. Orang-orang yang sudah lelah cenderung untuk cepat naik darah dan tidak punya banyak waktu untuk menunjukkan keramahan dan kebaikan terhadap orang lain. Dalam situasi seperti ini, seluruh anggota keluarga harus rela untuk saling memberi kelonggaran dan saling memaafkan.

Dan bagaimana dengan rasa terima kasih kepada anak-anak kita? Betapa bangganya kita melihat mereka tumbuh secara jasmani dan mental, menanggapi dengan baik pendidikan dan pemeliharaan yang kita berikan; melihat mereka melakukan tugas-tugas mereka karena anda telah mengajarkan bahwa merekapun mempunyai peranan dalam keluarga; merasakan kepercayaan dan keyakinan mereka kepada anda; mendapat pelukan mereka yang mesra seraya anda memberikan ciuman selamat tidur. Ya, ada banyak alasan-alasan untuk berterima kasih kepada anak-anak kita, berterima kasih kepada sang ibu yang telah menggunakan banyak waktu untuk mendidik mereka, dan yang paling penting, bersyukur kepada Allah, karena Ia adalah Pencipta keluarga.

Di luar lingkungan keluarga, teman-teman sekerja kita dan orang-orang yang memberikan bermacam-macam jasa, semua menambah kesejahteraan kita. Maka kita patut berterima kasih untuk apa yang mereka lakukan. Biasanya kita dapat menunjukkan kebaikan sebagai balasan. Mungkin dengan cara yang sederhana seperti, dengan senyuman atau dengan ramah mengucapkan ”terima kasih.” Yang penting, janganlah kita terlalu sibuk sehingga lalai untuk menyatakan penghargaan yang ikhlas. Perlihatkan bahwa, selain anda membayar, anda menghargai apa yang dikerjakan untuk anda, juga atas semangat kerjanya. Dengan demikian anda membuat orang lain bahagia, dan ini adalah suatu tujuan hidup yang baik.

Apakah Anda Bersyukur kepada Allah?

Dalam Lukas pasal 17 kita membaca tentang sepuluh orang berpenyakit kusta yang bertemu dengan Yesus dan memohon belas kasihannya. Yesus bermaksud untuk menyembuhkan mereka, dan menyuruh mereka melaporkan kepada imam sesuai dengan apa yang dituntut oleh Taurat. Dalam perjalanan ”mereka menjadi tahir.” Tetapi hanya satu yang kembali untuk berterima kasih kepada Yesus dan memuliakan Allah untuk kesembuhan itu.

Yesus dapat merasa kecewa. ”Di manakah yang sembilan orang itu?” ia bertanya. ”Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” (Lukas 17:11-19) Kesembilan orang tersebut tidak datang menyatakan terima kasih untuk hal yang begitu berharga bagi mereka—kesembuhan dari penyakit yang ditakuti, kusta. Yesus merasa perlu untuk memberi perhatian kepada hal ini. Tetapi, betapa menyenangkan sikap yang berbeda dari orang Samaria yang kembali untuk menunjukkan rasa terima kasihnya dengan sungguh-sungguh!

Sekarang, bagaimana dengan anda pribadi dalam hal menyatakan rasa terima kasih dan mempermuliakan Allah Yehuwa dan AnakNya? Menurut anda, adakah alasan-alasan untuk bersyukur?

Ternyata, pada jaman rasul Paulus, banyak yang tidak berpendapat demikian, karena ia berkata kepada rekan-rekan Kristennya di Roma: ”Apa yang dapat diketahui manusia tentang Allah sudah jelas di dalam hati nurani manusia, sebab Allah sendiri sudah menyatakan itu kepada manusia. . . . Jadi manusia sama sekali tidak punya alasan untuk membenarkan diri. Manusia mengenal Allah, tetapi manusia tidak menghormati dia sebagai Allah dan tidak juga berterima kasih kepadanya.”—Roma 1:19-21, BIS.

Demikian pula, dewasa ini, berapa banyak orang yang ”buta” dan tidak mempunyai rasa terima kasih? Mungkinkah anda termasuk salah satu dari antara mereka?

Hati yang berterima kasih menghiasi seseorang. Hal ini mendatangkan rasa damai dan kepuasan bagi orang yang memupuknya. Hal ini memperindah kepribadian kita. Hati yang berterima kasih diberkati Allah. ”Terima kasih,” adalah dua kata sederhana yang menghangatkan hati. Maka itu, sering-sering nyatakanlah terima kasih anda melalui kata-kata dan perbuatan jika anda ingin menyukakan hati Allah dan sesama manusia.

[Gambar di halaman 27]

Suami yang berterima kasih tidak menganggap pekerjaan istri sudah semestinya

[Gambar di halaman 28]

”Tolong” dan ”terima kasih” hendaknya menjadi pernyataan yang wajar

[Gambar di halaman 29]

Ada banyak alasan untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada anak-anak kita

Ucapan ”terima kasih” untuk pelayanan setiap hari, dapat berarti banyak

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan