-
Bijaksanalah Dengan Berlaku Sebagai Yang Lebih KecilMenara Pengawal—1982 (No. 46) | Menara Pengawal—1982 (No. 46)
-
-
Bijaksanalah Dengan Berlaku Sebagai Yang Lebih Kecil
”Pribadi yang lebih kecil di antara kamu semua, dialah yang besar.”—Lukas 9:48, NW.
1, 2. (a) Siapa antara lain orang-orang yang paling diistimewakan yang pernah hidup di bumi, dan mengapa? (b) Namun, anehnya, problem apa yang berulang kali muncul di antara mereka?
SIAPAKAH antara lain orang-orang yang paling diistimewakan yang pernah hidup di bumi? Pastilah termasuk ke-12 murid Yesus Kristus yang ia pilih menjadi rasul-rasul. Sungguh hak kehormatan besar bagi mereka untuk menyertai Yesus ”berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah”! (Lukas 8:1) Sudah sepatutnya mereka sangat senang mendengarkan khotbah-khotbah Yesus, seperti Khotbah di Bukit, dan menyaksikan dia mengadakan mujizat demi mujizat! Selain itu, bukankah Yesus selalu memberi mereka petunjuk-petunjuk secara pribadi? Ya, memang.
2 Namun, anehnya, orang-orang yang paling diistimewakan ini berulang kali mempersoalkan siapa yang paling penting atau yang paling utama di antara mereka. Tidak seorang pun ingin berlaku sebagai yang lebih kecil. Apakah persaingan sedemikian menghasilkan perdamaian, keharmonisan dan kebahagiaan? Apakah hal itu menyenangkan Allah Yehuwa? Apakah ini suatu haluan yang bijaksana? Tidak mungkin, sebab, apa yang Yesus katakan kepada mereka pada suatu kesempatan? Setelah menempatkan seorang anak kecil di sampingnya, ia mengatakan kepada mereka, ”Barang siapa menerima anak kecil ini atas dasar namaku, menerima aku juga, dan barang siapa menerima aku, menerima dia juga yang mengutus aku. Karena dia yang bertingkah laku sebagai pribadi yang lebih kecil di antara kamu semua, dialah yang besar.”—Lukas 9:48, NW.
3. Apa antara lain contoh duniawi mengenai ketidaksudian untuk berlaku sebagai yang lebih kecil?
3 Siapakah dewasa ini yang berlaku bijaksana, senang menjadi orang-orang yang lebih kecil? Sedikit sekali! Itu sebabnya ada begitu banyak kekacauan, perbantahan, perselisihan dan peperangan dalam dunia yang tua ini. Bangsa-bangsa dan blok-blok bangsa terus bersaing satu sama lain; masing-masing ingin menjadi yang paling unggul, paling utama, paling berkuasa. Maka bangsa-bangsa membebani rakyat mereka dengan biaya persenjataan yang sangat besar. Dan pergolakan dari gerakan kebebasan wanita tidak lain dari pada suatu penolakan di pihak para anggotanya untuk berlaku sebagai yang lebih kecil dibandingkan dengan kaum pria. Dan bukankah sikap ini juga yang melanda banyak kaum muda modern? Mereka kesal dengan peranan yang dimainkan orangtua mereka; mereka tidak ingin berlaku sebagai yang lebih kecil dalam hubungan dengan orang-orang yang lebih tua dari mereka, dengan orangtua mereka. Apakah segala ketidaksudian untuk berlaku sebagai yang lebih kecil ternyata menghasilkan kebahagiaan? Apakah sikap itu bijaksana? Sama sekali tidak!
BELAJAR DARI CONTOH-CONTOH ALKITAB
4. Siapa pribadi yang mula-mula memiliki keadaan mental yang angkuh, dan apa yang memperlihatkan hal ini?
4 Ketidaksudian untuk berlaku sebagai yang lebih kecil memang bodoh, dan ini terbukti dari kenyataan, sebab semua kesusahan di dunia dimulai karena malaikat tertentu tidak ingin berlaku dengan cara ini. Mengapa dapat dikatakan demikian? Karena malaikat itu, yang mendorong orangtua kita yang pertama kepada dosa dan kematian, menyingkapkan motif-motifnya yang sebenarnya dalam cobaan ketiga yang dilancarkan kepada Putra Allah di padang belantara. Ia menawarkan semua kerajaan dunia kepada Yesus jika ia mau menyembah Setan satu kali saja. Apa yang diperlihatkan oleh hal itu? Bahwa Setan ingin setara dengan Allah Yehuwa, bahwa ia tidak ingin berlaku sebagai yang lebih kecil dalam hubungan dengan Dia. Ini nyata dari jawaban Yesus kepada Setan, ”Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: ’Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’” Karena Setan tidak mau berlaku sebagai yang lebih kecil, ia menimpakan atas diri sendiri hal-hal yang memalukan dan tercela dan akhirnya ia akan dilenyapkan.—Matius 4:8-10; Ibrani 2:14.
5. (a) Bagaimana Hawa memperlihatkan bahwa ia tidak rela untuk berlaku sebagai yang lebih kecil? (b) Apa yang memperlihatkan bahwa Kain juga merasa demikian?
5 Juga, bukankah ketidaksudian untuk berlaku sebagai yang lebih kecil telah menyebabkan Hawa menyerah kepada tipu daya Setan dan tidak mentaati Allah Yehuwa? Setan meyakinkan dia bahwa dengan makan dari buah terlarang ia akan menjadi seperti Allah, dapat memutuskan sendiri apa yang baik dan jahat. (Kejadian 3:5) Ketidaksudian Hawa untuk berlaku sebagai yang lebih kecil ternyata membawa kematian bagi dirinya. Dan bagaimana dengan putra sulungnya? Bukankah Kain membunuh saudaranya Habel karena ia sama sekali tidak dapat berlaku sebagai yang lebih kecil? Kain merasa sakit hati karena Habel lebih diperkenan. Sikap mental yang angkuh ini menyebabkan Kain diusir sebagai yang pertama membunuh manusia.—Kejadian 4:1-16.
6. Bagaimana ketidaksudian untuk berlaku sebagai yang lebih kecil diperlihatkan oleh (a) saudara-saudara tiri Yusuf? (b) Harun dan Miryam? (c) Korah, Datan dan Abiram?
6 Kemudian berkenaan saudara-saudara tiri dari Yusuf. Karena ayah mereka Yakub lebih menyayangi Yusuf—sebab ia putra dari istri kesayangan, Rahel—mereka begitu dikuasai oleh kebencian yang besar sehingga tidak merasa tenteram sebelum menyingkirkan dia. (Kejadian 37:3-35) Pada waktunya, mereka juga menyesali tindakan tersebut. Bertahun-tahun kemudian bahkan Miryam dan Harun memberontak dan tidak mau berlaku sebagai yang lebih kecil dalam hubungan mereka dengan adik mereka, Musa. Mereka mengeluh, ”Sungguhkah TUHAN [Yehuwa] berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” Tetapi sebagaimana diperlihatkan selanjutnya oleh catatan itu, Allah Yehuwa memperhatikan. Ia sangat tidak senang dengan sikap mental mereka, karena Ia mengatakan kepada kedua orang pengeluh itu, ”Dengarlah firmanKu ini. . . . hambaKu Musa, seorang yang setia dalam segenap rumahKu [seluruh rumahKu telah dipercayakan kepadanya, NW]. Berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia, . . . Mengapakah kamu tidak takut mengatai hambaKu Musa?” Allah Yehuwa begitu tidak senang sehingga Ia menghukum Miryam dengan penyakit kusta. Kemudian muncul Korah, Datan dan Abiram. Bahkan lebih serius lagi, mereka memberontak dengan tidak berlaku sebagai yang lebih kecil sehingga menderita kebinasaan.—Bilangan 12:1-15; 16:1-35; 26:9-11.
7, 8. (a) Dua raja jaman purba mana akhirnya mengalami hal yang sangat menyedihkan karena ketidaksudian untuk berlaku sebagai yang lebih kecil? (b) Contoh-contoh apa yang terdapat pada jaman rasul-rasul?
7 Satu lagi hamba Allah Yehuwa yang juga mengalami kesusahan dalam hal ini adalah Raja Saul. Ia sama sekali tidak tahan mendengar kaum wanita Israel bernyanyi, ”Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Saul menjadi begitu marah sehingga sejak hari itu ia ”selalu mendengki Daud”, bahkan mengejar-ngejarnya terus seperti seekor anjing dalam usaha untuk menyingkirkannya. Betapa pahitnya kehidupan Saul setelah itu karena ia tidak rela berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap Daud dalam hal ini! Dan betapa menyedihkan akhir hidupnya! (1 Samuel 18:7-9; 31:3-6) Kemudian Raja Uzia. Keberhasilannya dalam bidang militer, yang benar-benar hebat, membuatnya tinggi hati. Ia tidak lagi berlaku bijaksana dengan merasa puas melayani sebagai raja yang menangani hal ihwal pemerintahan dan berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap imamat. Ia ingin setara dengan para imam berkenaan dengan ibadat di bait. Karena kesombongannya Uzia, Allah Yehuwa menghukumnya dengan penyakit kusta. Ia mati sebagai seorang penderita kusta.—2 Tawarikh 26:16-21; Amsal 11:2.
8 Dalam Alkitab Yunani Kristen, telah kita perhatikan problem dari ke-12 rasul ketika Yesus bersama mereka. Tidak seorang pun dari mereka rela berlaku sebagai yang lebih kecil. Namun, patut diperhatikan bahwa kita tidak lagi membaca tentang hal semacam ini setelah mereka menerima roh suci Allah pada hari Pentakosta. Tetapi orang-orang Kristen abad pertama lainnya masih juga mengalami problem itu. Rupanya orang-orang Kristen di Korintus, setidak-tidaknya beberapa dari antara mereka, tidak puas untuk berlaku sebagai yang lebih kecil sehubungan dengan rasul Paulus. Dan rasul Yohanes merasa perlu untuk memberikan teguran keras kepada Diotrefes karena ia ingin menjadi terkemuka dan tidak menghormati apa yang dikatakan oleh rasul Yohanes kepada orang-orang Kristen di sana pada waktu itu.—2 Korintus 10:1-11; 12:5-9; 3 Yohanes 9, 10.
MENGAPA PROBLEM INI TIMBUL?
9. Apa akar sebab dari ketidaksudian untuk berlaku sebagai yang lebih kecil?
9 Mengapa problem ini begitu meluas sepanjang sejarah manusia, mempengaruhi bukan hanya orang-orang duniawi, baik bangsa-bangsa maupun perorangan, tetapi bahkan hamba-hamba Allah Yehuwa? Ini disebabkan oleh sifat mementingkan diri yang kita warisi. Sebagaimana kita baca dalam Kejadian 8:21, ”Yang ditimbulkan hatinya [manusia] adalah jahat dari sejak kecilnya.” Akibatnya, ”hati itu penipulah adanya terlebih dari pada segala sesuatu; sekali-kali tiada ia berketentuan.”—Yeremia 17:9, Klinkert.
10-12. Contoh-contoh apa memperlihatkan di mana dan mengapa problem ini muncul?
10 Pada umumnya, saksi-saksi dari Yehuwa tidak terlalu sulit untuk berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap orang-orang yang kedudukannya jelas lebih tinggi. Tetapi timbul kesulitan jika mereka harus berlaku sebagai yang lebih kecil di antara rekan-rekan sebaya, di antara orang-orang yang kira-kira sama dengan mereka. Misalnya, tidak seorang pun dari ke-12 rasul merasa sulit untuk berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap Majikannya, Yesus Kristus. Namun dalam membandingkan diri dengan salah seorang dari ke-11 rasul lainnya, timbullah kesulitan. Tidak seorang pun ingin berlaku sebagai yang lebih kecil di antara rasul-rasul lainnya!
11 Demikian pula dewasa ini, dalam sidang Kristen mungkin ada sedikit persaingan, atau mungkin timbul perasaan iri di antara kaum wanita, terutama di antara mereka yang mungkin mempunyai bakat atau kesanggupan yang kurang lebih sama. Demikianlah rupanya keadaan di antara dua orang wanita Kristen di sidang di Filipi, yang menyebabkan rasul Paulus menulis, ”Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan. Bahkan, kuminta kepadamu juga, . . . temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan . . . kawan-kawanku sekerja yang lain.” (Filipi 4:2, 3) Kemungkinan besar kedua saudari ini memiliki kesanggupan dan kegairahan yang khusus dalam mengabarkan ”Injil”, sehingga semangat bersaing memasuki hati mereka, yang menyebabkan perselisihan.
12 Demikian pula kadang-kadang mungkin timbul problem di antara saudara-saudara yang mempunyai kedudukan yang serupa. Dalam organisasi Kristen, pada umumnya, para pelayan sidang tidak merasa sulit untuk berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap para penatua; para penatua terhadap pengawas wilayah; pengawas wilayah terhadap pengawas distrik, dan seterusnya. Tetapi ujian timbul dalam hubungan dengan rekan-rekan yang setingkat, apakah para pelayan sidang rela berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap para pelayan sidang lainnya, penatua-penatua terhadap para penatua lain dalam suatu sidang tertentu, dan seterusnya.
HIKMAT DARI DUNIA, DARI BINATANG DAN DARI SETAN-SETAN
13-15. Mengapa perbantahan dan iri hati dapat disebut (a) hikmat duniawi? (b) hikmat yang bersifat binatang?
13 Karena banyak orang tidak mau berlaku sebagai yang lebih kecil disebabkan ketidaksempurnaan manusia, Yakobus, sang murid, merasa perlu untuk menulis, ”Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri [perbantahan di dalam hatimu, Bode], janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri [perbantahan di dalam hatimu, Bode] di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.”—Yakobus 3:14-16.
14 Sangat tepat apa yang dikatakan oleh Yakobus, sang murid, mengenai perasaan iri hati dan perbantahan sebagai sesuatu yang bersifat dunia, binatang dan dari setan-setan! Hal itu memang bersifat duniawi, materialistis, ciri-ciri sifat mementingkan diri, ketidaksempurnaan manusia dan bertentangan dengan sifat-sifat yang dari atas, yang bersifat surgawi. Semangat ini juga bersifat binatang, karena ini adalah ciri-ciri dari binatang. Para ethologis, yang mempelajari hewan-hewan dalam lingkungan alamiahnya, menemukan bahwa di antara berbagai-bagai binatang, seperti lembu dan ayam terdapat apa yang dikenal sebagai ”urutan patuk-mematuk” (pecking order), yaitu beberapa binatang selalu terdahulu atau terkemuka dari pada yang lainnya.
15 Misalnya, beberapa tahun yang lalu pers umum menyiarkan tentang pertunjukan dari 12 ekor harimau dalam sebuah sirkus di kota New York. Setelah pertunjukan berakhir, harimau-harimau itu berbaris ke lorong yang menuju ke kandang mereka. Pada waktu itu harimau jantan yang utama, Rajah, tiba-tiba menerkam leher Ila, seekor harimau betina. Ketika para petugas sirkus akhirnya dapat memisahkan kedua ekor harimau itu, harimau betina menderita luka parah. Apa yang salah? Dari pada tetap di tempatnya di belakang Rajah dengan lancang ia melangkah ke depan Rajah. Ini membangkitkan amarah Rajah yang langsung menyerangnya. Karena ia tidak mau berlaku sebagai yang lebih kecil ia kehilangan kehidupan.
TELADAN-TELADAN BAGUS DARI MUSA, YESUS DAN PAULUS
16. Teladan bagus apa yang diberikan Musa mengenai kerelaan untuk berlaku sebagai yang lebih kecil?
16 Salah seorang hamba Yehuwa jaman purba yang secara menonjol berlaku sebagai yang lebih kecil adalah Musa. Ia benar-benar digunakan oleh Allah Yehuwa sebagai seorang yang besar: dalam memberi kesaksian kepada Firaun, dalam mendatangkan 10 bencana, menyebabkan Laut Merah membelah dan dalam menyediakan air secara mujizat bagi bangsanya! Namun meskipun semua hak kehormatan ini dan kedudukan terkemuka yang diberikan kepadanya, kita membaca bahwa ”Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.” Karena rela untuk berlaku sebagai yang lebih kecil, Allah Yehuwa menjadikannya besar di mata dunia, maupun di mata bangsanya sendiri.—Bilangan 12:3.
17-19. Apa yang memperlihatkan bahwa Yesus berlaku sebagai yang lebih kecil (a) sebelum datang ke bumi? (b) selama di atas bumi? (c) sejak ia bangkit dan kembali ke surga?
17 Dan betapa bagusnya teladan yang ditinggalkan Yesus Kristus, Putra Allah, dalam hal berlaku sebagai yang lebih kecil! Bertentangan dengan malaikat yang menjadi Setan si Iblis, ”walaupun dalam rupa Allah”, Firman, atau Logos, ”tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”. Dengan senang hati ia melayani sebagai ”pekerja ahli”, berhubungan erat dengan Bapanya dalam pekerjaan penciptaan.—Amsal 8:30, NW; Yohanes 1:1-3, 14; 1 Korintus 11:3; Filipi 2:6-8.
18 Selama di atas bumi, Yesus tetap berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap Bapanya, dengan mengatakan, ”Bapa lebih besar dari pada Aku”, dan bahwa tidak seorang pun yang baik kecuali Allah saja. (Lukas 18:19; Yohanes 14:28) Sebenarnya, ketika berada di bumi Yesus berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap sesama manusia, dengan mengambil kedudukan hamba. Seperti yang dinyatakannya sendiri, ”Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Ia bahkan melakukan pekerjaan yang paling rendah yaitu mencuci kaki dari rasul-rasulnya. Dan betapa ia ditinggikan karena kerendahan hatinya!—Matius 20:28; Yohanes 13:2-16; Filipi 2:9-11.
19 Sejak kebangkitan dan kenaikannya ke surga, Kristus terus berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap Yehuwa Bapanya, rela menanti dengan sabar sampai Yehuwa menaruh musuh-musuhnya menjadi alas kakinya. Kemudian, setelah pemerintahan milenium Yesus, manakala Yehuwa menaruh semua musuhnya di bawah kakinya, ”Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diriNya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahNya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua.”—Mazmur 110:1; 1 Korintus 15:25-28.
20, 21. (a) Bagaimana rasul Paulus terbukti sebagai seorang peniru yang baik dari Yesus Kristus dalam hal ini? (b) Apa yang akan diperlihatkan oleh artikel berikut demi kefaedahan kita?
20 Di antara para pengikut Kristus, rasul Paulus secara khusus adalah seorang peniru yang baik dari Yesus Kristus dalam hal ini. Demi ’kabar kesukaan’, ia menjadi hamba bagi semuanya. Ia benar-benar bersikap sebagai yang lebih kecil. (1 Korintus 9:19) Ia berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap badan pimpinan di Yerusalem, berkenaan kegiatan pelayanannya, ke mana ia harus mengabar, dan dalam soal-soal doktrin. (Kisah 15:2; Galatia 2:7-10) Pada suatu kesempatan, ia merasa wajib menanyakan sidang Kristen di Korintus, ”Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu . . . ?” Tidak mengherankan bahwa Allah Yehuwa memberkati pelayanan Paulus sedemikian limpahnya!—2 Korintus 11:7.
21 Karena, seperti telah kita lihat, ketidaksudian untuk berlaku sebagai yang lebih kecil memang bodoh, sedangkan kerelaan untuk berlaku demikian membuktikan adanya hikmat, tentu kita ingin menempuh haluan yang bijaksana ini. Untuk itu kita membutuhkan bantuan mengingat ketidaksempurnaan yang kita warisi. Artikel berikut akan memperlihatkan bantuan-bantuan bagi kita untuk memperoleh keadaan mental yang benar ini.
-
-
Bantuan Untuk Berlaku Sebagai Yang Lebih KecilMenara Pengawal—1982 (No. 46) | Menara Pengawal—1982 (No. 46)
-
-
Bantuan Untuk Berlaku Sebagai Yang Lebih Kecil
1. Keterangan Alkitab apa yang sebelumnya telah dibahas, dapat membantu kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil?
APA yang akan membantu kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil? Tentu semuanya yang telah diperhatikan dalam artikel sebelumnya berkenaan buah-buah yang buruk karena tidak bersikap demikian, seharusnya menjadi teladan peringatan bagi kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil. Kita tidak ingin gagal dalam usaha mencapai kehidupan, bukan? Sebaliknya, semua teladan Alkitab yang bagus mengenai orang-orang yang memang berlaku sebagai yang lebih kecil dan berkat-berkat yang mereka terima hendaknya menganjurkan kita untuk ingin meniru mereka.
2, 3. (a) Bagaimana hubungan baik dengan Yehuwa dapat membantu kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil? (b) Mengapa kerendahan hati dapat membantu kita?
2 Meskipun mungkin tidak pernah terpikirkan oleh beberapa di antara kita, salah satu bantuan terbesar dalam hal ini adalah hubungan yang baik dengan Allah Yehuwa, mempercayai Dia sepenuhnya. Dengan demikian, kita tidak akan terlalu kuatir jangan-jangan tidak diperhatikan, direndahkan atau diabaikan. Ya, kita ingin ’percaya kepada Yehuwa dengan segenap hati, dan tidak bersandar kepada pengertian kita sendiri. Jika kita mengakui Dia dalam segala tindakan kita, Ia akan meluruskan jalan kita’. (Amsal 3:5, 6) Selain itu, kita juga dapat memiliki keyakinan bahwa Ia akan membuat segenap pekerjaanNya bekerja sama demi kebaikan kita sendiri.—Roma 8:28.
3 Juga dibutuhkan kerendahan hati di pihak kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil. Dan bukankah kita sepatutnya rendah hati? Kepada kita dinasihatkan, ”Lebih baik merendahkan diri dengan orang yang rendah hati dari pada membagi rampasan dengan orang congkak.” Haluan yang congkak pasti membuat diri sendiri celaka, ”Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.” Lebih dari itu, kesombongan menyebabkan Allah melawan kita, sebagaimana kita baca, ”Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” Rasul Petrus menegaskan hal yang sama seperti Yakobus, sang murid, dengan mengatakan, ”Kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain.” Ya, kita harus berlaku sebagai yang lebih kecil—”sebab: Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati”.—Amsal 16:18, 19; Yakobus 4:6; 1 Petrus 5:5; bandingkan dengan Roma 12:16.
PRINSIP KEKEPALAAN
4, 5. (a) Bagaimana penghargaan akan prinsip kekepalaan merupakan bantuan bagi kita dalam hal ini? (b) Bagaimana hal ini dapat digambarkan dengan bagus?
4 Kita juga dibantu dengan menghargai prinsip kekepalaan. Apabila ada pekerjaan yang harus dilakukan oleh lebih dari satu orang, perlu ada satu yang mengambil pimpinan dan membuat keputusan terakhir. Jika tidak, akan timbul kekacauan, usaha yang saling berlawanan. Dengan kata lain, perlu ada organisasi. Suatu organisasi yang terdiri dari banyak orang dapat disamakan seperti tubuh manusia. Betapa banyak dan beraneka ragam anggota-anggota dari tubuh kita, namun semua dipimpin hanya oleh satu kepala! Ada anggota-anggota yang mungkin lebih menonjol, lebih penting dari pada anggota-anggota lain, tetapi sebagaimana diperlihatkan dengan begitu jelas oleh rasul itu, tidak satu anggota pun dapat berkata kepada anggota lain, ”Aku tidak membutuhkan engkau.” Semuanya perlu. Dengan mengikuti pola ini, bukankah seharusnya kita puas karena ikut ambil bagian sehingga maksud-tujuan dari organisasi itu terlaksana?—1 Korintus 12:21.
5 Pentingnya mengakui prinsip kekepalaan juga dapat digambarkan dengan sebuah orkes. Dalam suatu orkes simfoni yang besar mungkin ada 100 pemain musik yang berbakat. Namun demikian, masing-masing harus berlaku sebagai yang lebih kecil. Bahkan sang pemimpin harus berlaku sebagai yang lebih kecil, karena ia berkewajiban untuk menafsirkan musik seperti yang dimaksudkan oleh penggubahnya. Dan semua pemain musik dalam orkes harus mengindahkan pemimpin, berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap dia. Bukan itu saja, tetapi dalam setiap bagian, di mana ada lebih dari satu pemain musik yang memainkan alat musik tertentu, ada ”kursi pertama”, dan pemain-pemain lainnya dalam bagian itu harus mengikuti gayanya seteliti mungkin. Jadi untuk biola-biola pertama ada concertmaster. Hanya dengan penyelenggaraan sedemikian dapat dihasilkan musik yang indah dan harmonis. Ya, dengan menghargai prinsip kekepalaan kita akan dibantu untuk berlaku sebagai yang lebih kecil.
SEMANGAT DARI CARA BERPIKIR YANG SEHAT DAN ROH SUCI ALLAH
6, 7. Dengan cara-cara bagaimana semangat akal sehat sangat membantu untuk berlaku sebagai yang lebih kecil?
6 Memiliki semangat dari cara berpikir yang sehat juga akan membantu kita dalam hal ini. Rasul Paulus menasihati kita, ”Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri [memiliki pikiran yang sehat, NW] menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” (Roma 12:3) Jika kita menilai diri dengan tenang, tidak membiarkan keangkuhan atau sifat mementingkan diri mengaburkannya, kita dapat menemukan banyak alasan untuk berlaku sebagai yang lebih kecil. Mengapa?
7 Kita masing-masing mengenal diri jauh lebih jelas dari pada mengenal orang-orang lain. Kita seharusnya dapat melihat, jauh lebih jelas dari pada orang-orang lain, seberapa banyak kekurangan kita dan seberapa banyak yang belum kita lakukan. Sebagaimana dikeluhkan oleh Paulus, ”Hal-hal yang saya ingin lakukan, itu tidak saya lakukan; tetapi hal-hal yang saya benci, itu malah yang saya lakukan.” (Roma 7:15, BIS) Selain itu, sebagai orang Kristen kita mempunyai kewajiban agar tidak mengadili orang-orang lain dengan terlalu keras tetapi menampung ketidaksempurnaan-ketidaksempurnaan mereka dan selalu berusaha menganggap bahwa mereka tidak bersalah. Tetapi, walaupun tidak menyenangkan, pasti kita menyadari adanya kelemahan kita sendiri, demikian juga apabila suatu motif yang salah mungkin telah mempengaruhi kita. Jadi justru mengingat kenyataan ini kita seharusnya rela berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap orang-orang lain. Tidak patut diragukan lagi: Memiliki semangat dari cara berpikir yang sehat akan membantu kita dalam hal-hal ini.—2 Timotius 1:7.
8. Menghargai kuasa roh suci Allah dapat menjadi bantuan apa dalam hal berlaku sebagai yang lebih kecil?
8 Penghargaan yang baik tentang kuasa dari roh suci Allah juga akan membantu kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil. Apapun bakat-bakat alami kita atau apa yang telah kita capai, yang penting dalam organisasi Yehuwa adalah roh suci Allah. (Zakharia 4:6) Roh suci itu memungkinkan orang-orang Kristen yang mula-mula menjadi begitu efektif dalam pelayanan sehingga para musuh mengeluh bahwa mereka telah ”mengacaukan seluruh dunia”. (Kisah 17:6) Karena roh Allah mereka dapat berbicara dengan begitu terus terang dalam menghadapi penentang-penentang agama, meskipun mereka tidak terpelajar dan sederhana saja dari sudut pandangan jasmani. (Kisah 4:13, 29-31) Dengan mengingat bahwa semua saudara kita memiliki roh suci Allah, kita akan dibantu untuk berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap mereka meskipun secara duniawi kita mungkin lebih unggul dalam beberapa kemampuan. Dengan demikian seharusnya lebih mudah bagi kita untuk mengindahkan nasihat, ”Hendaklah kamu . . . saling mendahului dalam memberi hormat.”—Roma 12:10.
9. Bagaimana seharusnya pengaruh atas kita jika kita menghargai kerajaan Yehuwa sebagai yang paling penting?
9 Jadi apakah kita menghargai pentingnya kerajaan dari Allah Yehuwa? Jika demikian maka kita akan rela untuk menaruh kepentingannya di tempat pertama dalam hidup kita. Hal itu juga akan membantu kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil. Mengapa demikian? Karena jika kita menyadari bahwa pekerjaan Kerajaan, yang semua kita lakukan, adalah hal yang penting dan bukan diri kita sendiri, maka kita tidak akan merasa terlalu terganggu jika kebetulan kita dilupakan berkenaan suatu hak kehormatan dinas yang mungkin kita inginkan. Yang kita ingin anggap serius adalah pekerjaan Allah, bukan diri kita sendiri. Bagaimanapun juga, hanya ada sekian banyak bagian dalam acara kebaktian wilayah, hanya ada sekian banyak bagian dalam acara kebaktian distrik. Jadi beberapa dari antara kita pasti tidak mendapat bagian. Jika kita yang tidak mendapat bagian, biarlah kita bersukacita bersama saudara-saudara yang mendapat hak kehormatan itu dari pada kita merasa iri. Biarlah kita memiliki sikap mental seperti yang dimiliki oleh penulis mazmur yang mengatakan, ”Sebab lebih baik satu hari di pelataranMu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik.” Ya, lebih baik menjadi yang lebih kecil dalam organisasi Yehuwa dari pada menjadi yang lebih besar dalam organisasi Setan yang jahat dan pasti binasa.—Mazmur 84:11.
HIKMAT YANG PRAKTIS
10. Berlaku sebagai yang lebih kecil dapat menyelamatkan kita dari perasaan malu apa?
10 Firman Allah, Alkitab banyak menyebut tentang hikmat yang praktis. Misalnya, ia menunjukkan hikmat dalam menggunakan alat-alat yang tajam sehingga seseorang tidak perlu dengan sia-sia mengerahkan segenap tenaga. (Pengkhotbah 10:10) Alkitab juga memberi kita nasihat yang praktis dalam hal berlaku sebagai yang lebih kecil. Yesus menegaskan hal ini, sebagaimana kita baca di Lukas 14:8-11, ”Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: ’Berilah tempat ini kepada orang itu.’ Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: ’Sahabat, silakan duduk di depan.’ Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”
11. (a) Mengapa berlaku sebagai yang lebih kecil menghasilkan hubungan yang baik dengan orang-orang lain? (b) Dalam hal-hal apa lagi sikap mental ini membantu kita?
11 Dapat juga dikatakan dengan tepat bahwa berusaha menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang lain merupakan hikmat yang praktis. Berlaku sebagai yang lebih kecil adalah satu cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan itu. Memang wajar bagi manusia untuk memikirkan keuntungan diri sendiri, dan jika kita ambisius atau terlalu ingin unggul, kita membuat orang lain merasa tidak tenang. Tetapi jika kita berlaku sebagai yang lebih kecil kita tidak mengancam kedudukan orang lain, kita tidak membuat mereka merasa diri tidak aman atau lebih rendah. Kita tidak membuat mereka mulai siap membela diri. Akibatnya, kemungkinan besar mereka akan makin memperlihatkan keramahan dan kasih terhadap kita. Lebih dari itu, berlaku sebagai yang lebih kecil akan menjaga agar kita tidak terlalu berusaha keras dalam persaingan untuk menjadi lebih unggul. Hal ini akan mencegah agar kita tidak sampai berani melakukan sesuatu di luar kesanggupan atau kemampuan kita; hal itu akan mencegah agar kita tidak sampai berbuat seperti apa yang dikatakan oleh pepatah, ’menggigit lebih banyak dari pada yang dapat kita kunyah’. Atau, seperti dinyatakan dengan jauh lebih baik oleh Yesus, adalah bijaksana untuk menghitung biayanya. Lagi pula, hikmat yang praktis akan mencegah kita agar tidak menjanjikan lebih dari pada apa yang dapat kita laksanakan.—Lukas 14:28.
12. Berlaku sebagai yang lebih kecil dapat menjadi bantuan apa dalam lingkungan keluarga?
12 Hikmat praktis yang membuat kita bersikap sebagai yang lebih kecil juga berlaku dalam lingkungan keluarga. Misalnya, istri yang bijaksana akan puas untuk memainkan peranan sebagai pasangan, yang tunduk bagi suaminya, dengan mengetahui bahwa hal ini mendatangkan perdamaian dalam keluarga dan cenderung menghasilkan kebahagiaan. Kerelaan untuk memainkan peranan sedemikian memenangkan rasa sayang dan cinta dari suami, dan membuat suami ingin melakukan banyak hal untuknya. Dan apa yang dapat paling membahagiakan seorang istri? Bukankah jika suami mempunyai pandangan yang demikian baik tentang diri istrinya sehingga ia selalu memperlihatkan bukti penghargaan dan kasih sayang, melalui kata-kata dan perbuatan? Juga merupakan hikmat yang praktis jika dalam hal tertentu seorang suami mengakui istrinya lebih unggul dan puas untuk berperan sebagai yang lebih kecil, memberikan kepada istri pengakuan sedemikian walaupun ia sendiri sebagai kepala. Hal ini juga mendatangkan pengaruh baik atas istrinya.
KASIH YANG TIDAK MEMENTINGKAN DIRI BANTUAN TERBESAR
13, 14. Dalam hal ini, bagaimana kasih yang tidak mementingkan diri membantu (a) Yonatan? (b) Yesus Kristus?
13 Apakah kasih sayang dan kasih yang tidak mementingkan diri akan membantu kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil? Ya, dan ini melebihi segala-galanya! Teladan yang bagus kita dapatkan pada diri Yonatan, putra Raja Saul. Kita membaca bahwa segera setelah Daud membunuh raksasa Goliat, ”berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri”. (1 Samuel 18:1) Seraya waktu berjalan, Yonatan mulai menyadari bahwa bukan dia melainkan Daud yang Yehuwa pilih untuk menggantikan Saul sebagai raja di Israel. Tetapi karena kasihnya kepada Daud, Yonatan tidak merasa iri kepada Daud, malah ia mengatakan, ”Janganlah takut, sebab tangan ayahku Saul tidak akan menangkap engkau; engkau akan menjadi raja atas Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu.”—1 Samuel 23:17.
14 Alangkah bagusnya teladan yang juga kita dapatkan pada diri Yesus Kristus! Yesus berkata, ”Aku mengasihi Bapa.” Karena kasih itu, Yesus sedikitpun tidak pernah berpikir untuk menjadi setara dengan Bapanya, melainkan selalu mengakui bahwa Allah Yehuwa adalah kepalanya. (Yohanes 14:31; 1 Korintus 11:3; Filipi 2:6) Selanjutnya, karena kasih Kristus yang besar terhadap orang-orang terurap yang mengikuti jejaknya, ia rela mati demi mereka. (Efesus 5:25) Teladan kerendahan hati dan kasih dari Yesus seharusnya sangat membantu kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil.
15. Teladan bagus apa diberikan oleh rasul Paulus dalam hal berlaku sebagai yang lebih kecil?
15 Kita telah memperhatikan sebelumnya bahwa rasul Paulus berlaku sebagai yang lebih kecil terhadap saudara-saudara Kristennya. Mengapa? Karena kasihnya yang besar kepada mereka. Jadi, dalam menulis kepada saudara-saudara Kristennya di Roma, ia mengharap bukan hanya untuk menguatkan imannya dengan saling menganjurkan. (Roma 1:8-12) Bukti yang sama terdapat dalam kata-katanya kepada saudara-saudara di Korintus, ”Hai orang Korintus! Kami telah berbicara terus terang kepada kamu, hati kami terbuka lebar-lebar bagi kamu. Dan bagi kamu ada tempat yang luas dalam hati kami, tetapi bagi kami hanya tersedia tempat yang sempit di dalam hati kamu. Maka sekarang, supaya timbal balik—aku berkata seperti kepada anak-anakku—: Bukalah hati kamu selebar-lebarnya!” (2 Korintus 6:11-13) Perhatikan pernyataan-pernyataan yang serupa sehubungan dengan orang-orang Kristen di Filipi dan di Tesalonika.—Filipi 1:8; 4:1; 1 Tesalonika 2:7, 8.
16, 17. (a) Apa yang dapat dikatakan mengenai teladan-teladan di jaman modern sehubungan dengan berlaku sebagai yang lebih kecil? (b) Kasih dapat menjadi bantuan apa dalam hal ini?
16 Bukankah ada banyak teladan yang bagus di jaman modern ini? Banyak saudara dalam kedudukan yang bertanggung-jawab memberikan teladan-teladan bagus dalam hal berlaku sebagai yang lebih kecil. Dengan rendah hati mereka melayani saudara-saudara mereka yang membutuhkan bantuan. Hal ini terutama menjadi nyata dalam perhimpunan-perhimpunan kita yang lebih besar. Pada saat-saat seperti itu, tidak soal apapun bakat-bakat alamiah atau kedudukan mereka dalam organisasi, mereka semua, ’menyingsingkan lengan baju’ supaya pekerjaan terlaksana.
17 Pastilah kasih yang tidak mementingkan diri akan membantu kita untuk berlaku sebagai yang lebih kecil. Ya, ’kasih tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia bahkan tidak mencari keuntungan diri sendiri’. Kasih tidak terlalu menguatirkan apa yang seharusnya diterima. (1 Korintus 13:4, 5) Kasih benar-benar dapat membantu kita, sebab kasih akan menggerakkan kita untuk ’tidak mencari keuntungan sendiri, tetapi keuntungan orang lain’. (1 Korintus 10:24) Seperti Paulus katakan kepada orang-orang Kristen di Galatia, ”Layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” Untuk melayani satu sama lain tentu kita masing-masing perlu berlaku sebagai yang lebih kecil!—Galatia 5:13.
18. Bagaimana soal berlaku sebagai yang lebih kecil dapat diringkaskan dengan baik?
18 Dengan jelas catatan Alkitab, maupun sejarah duniawi purba dan modern, membuktikan bahwa berlaku sebagai yang lebih kecil merupakan haluan yang bijaksana. Ini menghasilkan hubungan yang baik dengan Allah Yehuwa, dengan saudara-saudara Kristen kita dan dengan anggota-anggota keluarga kita sendiri. Lagi pula, ini adalah haluan yang membahagiakan karena berarti memberi orang lain keuntungan dan mendahulukan mereka, dan ”adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima”. (Kisah 20:35) Juga, banyak bantuan yang tersedia untuk mendorong kita berlaku sebagai yang lebih kecil: mencamkan teladan-teladan Alkitab, mengakui prinsip kekepalaan, mempraktekkan semangat dari cara berpikir yang sehat, mengikuti bimbingan roh suci Allah, dan memperlihatkan hikmat praktis dan kasih yang tidak mementingkan diri. Semoga kita selalu menganggap bahwa berlaku sebagai yang lebih kecil, adalah suatu hak kehormatan, suatu berkat, demi kefaedahan orang-orang lain dan diri kita sendiri, dan terutama demi kepujian Yehuwa.
-