PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • tp psl. 15 hlm. 163-174
  • Mengapa Perlu Memperdulikan Orang Lain?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Mengapa Perlu Memperdulikan Orang Lain?
  • Perdamaian dan Keamanan Sejati—Bagaimana Memperolehnya?
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Menghargai Pribadi dan Milik Orang-Orang Lain
  • Mengatasi Prasangka Ras, Kebangsaan, dan Sosial
  • Keprihatinan yang Pengasih terhadap Kesejahteraan Kekal Orang Lain
  • Prihatin terhadap Keadaan Keluarga Saudara Sendiri
  • Mengapa Kita Perlu Prihatin Atas Nasib Orang Lain?
    Perdamaian dan Keamanan yang Sejati—Dari Sumber Manakah?
  • Kasihilah Allah yang Mengasihi Saudara
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2006
  • ”Di Atas Segalanya, Kasihilah Satu Sama Lain dengan Sungguh-Sungguh”
    Tetaplah Berjaga-jaga!
  • ”Teruslah Mengasihi”
    Mendekatlah kepada Yehuwa
Lihat Lebih Banyak
Perdamaian dan Keamanan Sejati—Bagaimana Memperolehnya?
tp psl. 15 hlm. 163-174

Pasal 15

Mengapa Perlu Memperdulikan Orang Lain?

1. (a) Apa yang membuat banyak orang memikirkan diri sendiri dan tidak terlalu prihatin terhadap orang lain? (b) Apa akibatnya?

KEPRIHATINAN yang tidak mementingkan diri terhadap orang lain jarang kita temui dewasa ini. Setiap orang memang dilahirkan dengan kemampuan untuk mengasihi, namun bila orang lain bersikap curang atau bila usaha-usaha untuk memperlihatkan kasih disalahtafsirkan, seseorang mungkin berpikir bahwa lebih baik ia hanya memikirkan diri sendiri. Yang lain melihat orang-orang yang menarik keuntungan dari sesama ternyata makmur secara materi, maka mereka mungkin berpikir bahwa begitulah caranya untuk sukses. Akibatnya, banyak orang saling tidak percaya dan hampir tidak punya teman sejati. Apa penyebab dari keadaan yang menyedihkan ini?

2. (a) Bagaimana Alkitab menunjukkan akar dari problem itu? (b) Apa artinya mengenal Allah?

2 Yang kurang ialah kasih, kasih yang menunjukkan rasa prihatin yang tulus akan kesejahteraan kekal orang-orang lain. Mengapa kasih sedemikian tidak ada? Alkitab langsung mencapai akar dari problem ini, ”Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” (1 Yohanes 4:8) Memang, banyak orang yang mementingkan diri mengaku percaya kepada Allah dan bahkan pergi ke gereja. Tetapi kenyataannya mereka tidak benar-benar mengenal Allah. Mengenal Allah berarti sungguh-sungguh memahami kepribadianNya, mengakui wewenangNya, lalu bertindak selaras dengan apa yang kita ketahui tentang Dia. (Yeremia 22:16; Titus 1:16) Kenikmatan hidup yang sejati hanya datang dari memberi dan menerima pernyataan kasih. Untuk itu kita harus mengenal Allah dengan baik dan menerapkan apa yang telah kita pelajari.

3. Bagaimana Allah memperlihatkan kasihNya yang besar kepada umat manusia?

3 ”Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup olehNya,” tulis rasul Yohanes. ”Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah [lebih dahulu] mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.” (1 Yohanes 4:9-11) Allah tidak membiarkan peri-laku umat manusia yang tidak pengasih memadamkan kasihNya sendiri. Seperti dinyatakan di Roma 5:8, ”Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”

4. Dengan demikian, bagaimana perasaan saudara secara pribadi terhadap Allah?

4 Berapa banyak orang yang saudara kasihi sedemikian rupa sehingga saudara rela menyerahkan kehidupan saudara sendiri untuk mereka—orang-orang yang tidak pernah berbuat apa-apa untuk saudara? Jika saudara adalah orangtua, untuk siapakah saudara merelakan anak saudara mati? Itulah kasih yang Allah perlihatkan kepada kita. (Yohanes 3:16) Bagaimana perasaan saudara terhadap Allah setelah mengetahui hal ini? Jika kita benar-benar menghargai apa yang telah Ia lakukan, kita tidak akan merasa berat untuk mentaati perintah-perintahNya.—1 Yohanes 5:3.

5. (a) Apa ”perintah baru” yang diberikan Yesus kepada murid-muridnya? (b) Bagaimana pengabdian kita kepada Allah sebagai penguasa tersangkut di dalamnya? (c) Maka, apa yang dituntut dalam mentaati ”perintah baru” ini?

5 Pada malam sebelum Yesus mati, ia memberikan salah satu dari perintah-perintah itu kepada murid-muridnya, yang akan mencirikan mereka sebagai orang yang berbeda dari orang-orang lain di dunia ini. Ia mengatakan, ”Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi.” Perintah Yesus itu ”baru” karena ia memerintahkan mereka untuk mengasihi orang-orang lain, bukan hanya seperti mengasihi diri sendiri, tetapi ”sama seperti Aku mengasihi kamu”—rela menyerahkan kehidupan mereka demi satu sama lain. (Yohanes 13:34, 35; 1 Yohanes 3:16) Dengan kasih sedemikian pengabdian kita kepada Allah menjadi nyata, sebab terbuktilah betapa palsu pernyataan Iblis bahwa tidak seorang pun akan mentaati Allah bila kehidupannya terancam. (Ayub 2:1-10) Jelas, bahwa untuk mentaati ”perintah baru” ini perlu rasa prihatin yang dalam terhadap satu sama lain.—Yakobus 1:27; 2:15, 16; 1 Tesalonika 2:8.

6. Kepada siapa lagi kasih harus diperlihatkan, dan mengapa?

6 Tetapi Kristus mati untuk seluruh umat manusia, bukan hanya murid-muridnya. Maka Alkitab menganjurkan, ”Selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” (Galatia 6:10) Setiap hari ada kesempatan untuk ”berbuat baik kepada semua orang”. Jika kasih kita tidak sempit, melainkan terbuka dan pemurah, kita meniru Allah, ”yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar”.—Matius 5:43-48.

Menghargai Pribadi dan Milik Orang-Orang Lain

7. Apa yang mungkin mempengaruhi cara kita memperlakukan pribadi dan milik orang-orang lain?

7 Kita hidup di tengah-tengah dunia yang tidak mempunyai kasih. Saudara mungkin menyadari bahwa saudara tidak selalu bersikap timbang rasa terhadap orang lain sebagaimana mestinya. Namun jika seseorang ingin melayani Allah, ia perlu sungguh-sungguh berusaha untuk ’memperbaharui budinya’. (Roma 12:1, 2) Ia harus mengubah sikapnya terhadap pribadi dan milik orang-orang lain.

8. (a) Apa yang membuktikan meluasnya sikap tidak perduli terhadap milik orang lain? (b) Nasihat apa dalam Alkitab, yang jika diikuti, akan mencegah seseorang untuk tidak melakukan hal-hal sedemikian?

8 Di beberapa tempat penghargaan terhadap milik orang lain sama sekali tidak ada. Mengejutkan keadaan ini. Sekedar untuk iseng, anak-anak muda merusak milik pribadi maupun milik umum. Atau dengan sengaja mereka merusak hasil jerih payah orang lain. Ada yang menyatakan kecemasan terhadap perusakan sedemikian, namun mereka sendiri membuang sampah di taman, di jalan, atau di gedung-gedung. Apakah tindakan sedemikian selaras dengan nasihat Yesus, ”Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka”? (Matius 7:12) Peri-laku yang tidak pengasih tersebut memperlihatkan ketidakselarasan seseorang dengan maksud Allah agar bumi ini menjadi firdaus.

9. (a) Bagaimana pencurian mempengaruhi kehidupan semua orang? (b) Mengapa mencuri salah dalam pandangan Allah?

9 Di banyak tempat, karena prihatin akan kehidupan dan milik mereka, orang-orang merasa perlu untuk mengunci pintu, memasang terali pada jendela, dan memelihara anjing penjaga. Harga-harga di toko naik untuk mengimbangi jumlah pencurian. Tetapi tidak akan ada pencurian dalam Orde Baru Allah. Maka, setiap orang yang berharap untuk berada di sana, sekarang harus belajar menjalani kehidupan yang menyumbang kepada ketentraman sesama. Alkitab memperlihatkan bahwa ”pemberian Allah” adalah supaya manusia ”menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya”. Maka salah jika ada yang mencoba merampas hasil jerih payah orang lain. (Pengkhotbah 3:13; 5:18) Banyak orang yang dulunya tidak jujur telah berubah. Mereka bukan hanya tidak mencuri lagi tetapi juga belajar bersukacita dengan memberi kepada orang-orang lain. (Kisah 20:35) Karena ingin menyenangkan Allah, mereka mengindahkan apa yang ditulis di Efesus 4:28, ”Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.”

10. (a) Dengan cara kita berbicara kepada orang lain, bagaimana kita dapat memperlihatkan timbang rasa kepada mereka? (b) Apa yang akan membantu seseorang belajar memperlihatkan kasih dengan cara ini?

10 Terutama jika ada yang tidak beres, sering kali yang dibutuhkan orang bukan sesuatu yang bersifat materi, melainkan kebaikan. Namun, apa yang terjadi bila kesalahan atau kelemahan seseorang ketahuan? Mungkin timbul ledakan amarah, caci-maki, atau ucapan-ucapan yang tajam. Bahkan orang-orang yang mengakui bahwa hal-hal ini salah, tidak dapat mengendalikan lidah mereka. Bagaimana seseorang dapat mengatasi kebiasaan sedemikian? Pada dasarnya, yang kurang ialah kasih, dan dari sini nyata betapa perlunya mengenal Allah. Bila seseorang mulai menghargai seberapa besar belas kasihan Allah kepadanya, ia akan merasa lebih mudah mengampuni orang lain. Ia bahkan mungkin mulai melihat cara-cara untuk membantu orang yang bersalah, memberikan bantuan yang ramah dengan harapan untuk memperbaikinya.—Matius 18:21-35; Efesus 4:31–5:2.

11. Mengapa kita tidak patut mencaci-maki, sekalipun orang lain tidak ramah kepada kita?

11 Memang, orang lain mungkin tidak menerapkan nasihat yang baik dari Firman Allah ini dalam berurusan dengan kita. Meskipun motif kita tulus, mungkin kadang-kadang kita justru menjadi sasaran dari tindakan mereka yang sewenang-wenang. Apa yang dapat kita lakukan? Alkitab menasihati, ”Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan.” (Roma 12:17-21; 1 Petrus 2:21-23) Bila kita terus berbuat baik, lambat-laun sikap mereka mungkin akan menjadi lunak sehingga sifat-sifat mereka yang lebih baik akan nampak. Apapun reaksi mereka, jika kita terus memperlihatkan kebaikan, akan terbukti bahwa kita menjunjung tinggi cara Allah memerintah, yang didasarkan atas kasih.

Mengatasi Prasangka Ras, Kebangsaan, dan Sosial

12, 13. Bagaimana Alkitab membantu seseorang menyingkirkan prasangka ras, kebangsaan atau sosial?

12 Seseorang yang memiliki kasih sejati tidak akan dipengaruhi oleh ras, warna kulit, kebangsaan, atau status sosial. Mengapa tidak? Karena ia menghargai kebenaran Alkitab bahwa ”dari satu orang saja [Allah] telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia”. (Kisah 17:26) Karena itu semua orang bersaudara. Tidak ada ras yang mewarisi keunggulan melebihi ras lain.

13 Tidak seorang pun mempunyai alasan untuk membesarkan diri karena keturunan, ras, warna kulit, kebangsaan, atau kedudukannya dalam hidup ini. ”Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” (Roma 3:23) Maka semua orang bergantung pada korban tebusan Kristus. Juga jelas dari Alkitab bahwa mereka yang akan diselamatkan melalui ’kesusahan besar’ berasal dari ”segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa”.—Wahyu 7:9, 14-17.

14. Mengapa pengalaman pribadi yang buruk bukan alasan yang kuat untuk berprasangka terhadap orang-orang dari suatu ras atau kebangsaan tertentu?

14 Untuk membenarkan prasangkanya, seseorang mungkin mengingat pengalaman buruk dengan orang lain dari suatu ras atau bangsa lain. Namun apakah semua orang dari ras atau bangsa itu terlibat dalam kesalahan tersebut? Dan bukankah orang-orang dari ras atau bangsanya sendiri juga melakukan kesalahan yang sama? Jika kita berharap untuk hidup dalam Orde Baru Allah yang penuh damai, hati kita harus dibersihkan dari keangkuhan apapun yang cenderung untuk menjauhkan kita dari orang-orang lain.

15. Jika komentar seseorang tentang ras atau kebangsaan menyakiti saudara seimannya, apa pengaruhnya atas kedudukannya sendiri di hadapan Allah dan Kristus?

15 Apa yang ada dalam hati kita, cepat atau lambat akan keluar dari mulut. Seperti Yesus Kristus katakan, ’Yang diucapkan mulut, meluap dari hati.’ (Lukas 6:45) Bagaimana jika ucapan yang bernada prasangka menyakiti seseorang yang berminat akan organisasi Yehuwa? Soalnya akan sangat serius sehingga Yesus memperingatkan, ”Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut.”—Markus 9:42.

16. Bagaimana Yesus menjelaskan sifat tidak pandang bulu yang harus kita perlihatkan kepada orang-orang lain?

16 Orang-orang Kristen diwajibkan untuk memperlihatkan minat yang pengasih kepada orang-orang lain tidak soal ras, bangsa, atau kedudukan mereka dalam hidup ini. (Yakobus 2:1-9) Yesus menganjurkan, ”Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu.” (Lukas 14:13, 14) Dengan minat yang pengasih semacam ini terhadap orang-orang lain, kita mencerminkan sifat-sifat pengasih dari Bapa surgawi kita.

Keprihatinan yang Pengasih terhadap Kesejahteraan Kekal Orang Lain

17. (a) Apa perkara paling berharga yang dapat kita bagikan kepada orang lain? (b) Mengapa kita patut merasa tergerak untuk berbuat demikian?

17 Keprihatinan kita terhadap orang lain hendaknya tidak terbatas pada kebutuhan jasmani saja. Kasih juga tidak lengkap hanya dengan berbuat baik kepada segala macam orang. Agar hidup ini benar-benar berarti, orang-orang perlu mengenal Yehuwa dan maksud-tujuanNya. Dalam doa kepada Bapanya, Yesus mengatakan, ”Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yohanes 17:3) Jika saudara sudah membaca buku ini dari awal, saudara tahu cara mendapatkan pahala itu. Saudara sudah melihat sendiri apa yang dinubuatkan Alkitab tentang ’sengsara besar’, dan bukti-bukti kelihatan yang meneguhkan dekatnya hal itu. Saudara tahu bahwa Kerajaan Allah adalah satu-satunya harapan bagi umat manusia. Tetapi apakah karena kasih kepada Yehuwa dan sesama manusia saudara tergerak untuk membagikan pengetahuan yang penting ini kepada orang lain?

18. (a) Di Matius 24:14, pekerjaan apa yang dinubuatkan Yesus untuk jaman kita? (b) Bagaimana hendaknya kita memandang keikutsertaan di dalamnya?

18 Sewaktu berbicara tentang ”kesudahan sistem ini”, (NW) Yesus menubuatkan, ”Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” (Matius 24:3, 14) Benar-benar suatu hak istimewa untuk mewakili Penguasa Yang Berdaulat atas alam semesta, Yehuwa sendiri, dengan ikut memberikan ”kesaksian” ini! Kesempatan untuk ambil bagian dalam pekerjaan khusus ini masih terbuka, tetapi tidak akan lebih lama lagi.

19. Mengapa perasaan kurang mampu secara pribadi tidak patut kita biarkan menghambat keikutsertaan kita dalam pekerjaan ini?

19 Seraya memikirkan kemungkinan untuk memberikan ’kesaksian kepada semua bangsa’, perlu disadari bahwa bukan kesanggupan pribadi seseorang, melainkan Allah yang membuat berita ini menghasilkan buah. (Kisah 16:14; 1 Korintus 3:6) Jika saudara tergerak dengan hati yang rela, Yehuwa dapat menggunakan saudara untuk melaksanakan kehendakNya. Seperti dikatakan rasul Paulus, ”Demikianlah besarnya keyakinan kami kepada Allah oleh Kristus. Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.”—2 Korintus 3:4-6.

20. (a) Apakah setiap orang akan menyambut kabar baik ini? (b) Kebaikan apa yang dihasilkan dengan membawa berita kepada orang-orang yang acuh tak acuh atau bahkan menentang?

20 Tentu kita tidak dapat mengharap akan disambut baik oleh setiap orang. Banyak yang akan bersikap acuh tak acuh. Ada yang akan menentang. Namun mereka dapat berubah. Saul dari Tarsus, yang pernah menganiaya orang-orang Kristen, menjadi seorang rasul Yesus yang bergairah. (1 Timotius 1:12, 13) Sadar atau tidak, orang-orang lain membutuhkan berita Kerajaan. Jadi kita perlu prihatin terhadap mereka, merelakan diri demi kesejahteraan kekal mereka. (1 Tesalonika 2:7, 8) Sekalipun mereka tidak mau mendengar berita Kerajaan, hasilnya tetap baik. Kesaksian diberikan, nama Yehuwa diagungkan, ’pemisahan’ orang-orang dilaksanakan, dan kita membuktikan keloyalan kita sendiri kepada Yehuwa.—Matius 25:31-33.

Prihatin terhadap Keadaan Keluarga Saudara Sendiri

21. Apa tanggung jawab kepala keluarga dalam hal kesejahteraan rohani keluarganya?

21 Usaha saudara membantu orang lain untuk mendapat manfaat dari persediaan Yehuwa yang penuh kasih harus juga ditujukan kepada keluarga saudara sendiri. Seorang kepala keluarga, misalnya, bertanggung jawab atas pertumbuhan rohani keluarganya. Secara langsung ini bergantung kepada tetap tentunya ia mengatur pembahasan Firman Allah dengan keluarga. Sikap seluruh keluarga dapat dibentuk bila doa seorang ayah demi keluarganya memperlihatkan pengabdian dan rasa syukur yang dalam.

22. Mengapa penting seorang ayah mendisiplin anak-anaknya, dan apa yang hendaknya menggerakkan dia?

22 Di dalam tanggung jawabnya juga termasuk menjalankan disiplin. Bila timbul problem-problem, rasanya seolah-olah lebih mudah untuk mengabaikannya. Tetapi, jika disiplin dijalankan hanya waktu sang ayah menjadi kesal, atau problem-problem baru ditangani sesudah menjadi serius, ada sesuatu yang kurang. Amsal 13:24 mengatakan, ’Ayah yang mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.’ Jadi seorang ayah yang pengasih selalu menjalankan disiplin. Dengan sabar ia akan menjelaskan kepada anak-anaknya seraya mempertimbangkan keterbatasan mental, emosi, dan jasmani dari masing-masing. (Efesus 6:4; Kolose 3:21) Jika saudara seorang ayah, apakah saudara mempunyai kasih sedemikian terhadap anak-anak saudara? Apakah saudara rela memikul tanggung jawab ini, bukan hanya mengingat kesejahteraan keluarga sekarang tetapi juga di masa depan?—Amsal 23:13, 14; 29:17.

23. Bagaimana seorang ibu menyumbang kepada kesejahteraan rohani keluarganya?

23 Seorang istri, juga, dapat memberikan sumbangan besar kepada keluarga. Bila ia bekerja sama dengan suaminya dan bijaksana menggunakan waktunya dalam membentuk kehidupan anak-anak mereka dengan cara yang saleh, biasanya ini akan tercermin dalam tingkah laku dan sikap anak-anak. (Amsal 29:15) Sekalipun tidak ada seorang ayah di rumah, jika diberikan pengajaran yang saksama dari Alkitab disertai teladan yang baik akan ada hasil yang memuaskan.

24. (a) Jika dihadapkan dengan tentangan dari teman hidup, sengketa apa yang harus tetap diperhatikan orang yang beriman itu? (b) Dalam keadaan-keadaan sedemikian, bagaimana kasih diperlihatkan kepada teman hidup yang tidak beriman?

24 Namun bagaimana jika seorang ayah tidak menerima Firman Allah, atau bahkan menindas istrinya? Apa yang harus dilakukan istri? Jika ia mengasihi Yehuwa, ia tentu tidak akan berpaling dari padaNya. Setanlah yang menuduh bahwa manusia akan meninggalkan Allah jika ditimpa kesulitan. Tentu ia tidak ingin melakukan perintah Setan. (Ayub 2:1-5; Amsal 27:11) Namun, Alkitab juga mendesaknya untuk mengusahakan kesejahteraan suaminya. Jika ia meninggalkan apa yang ia ketahui sebagai kebenaran, berarti mereka berdua akan kehilangan kehidupan kekal. Tetapi jika ia tetap teguh dalam iman, ia mungkin dapat membantu suaminya mendapatkan keselamatan. (1 Korintus 7:10-16; 1 Petrus 3:1, 2) Selain itu, dengan tetap menghormati ikrar perkawinannya, sekalipun dalam keadaan sukar, ia membuktikan respeknya yang dalam kepada Pencipta perkawinan, Allah Yehuwa.

25. Bagaimana keputusan orangtua mempengaruhi harapan hidup anak-anak?

25 Anak-anak adalah alasan kuat lain bagi suami atau istri yang beriman untuk loyal kepada Allah dalam menghadapi tentangan. Allah memberikan jaminan bahwa anak-anak dari hamba-hambaNya yang berbakti kelak akan diselamatkan melalui ’sengsara besar’. Ia menganggap anak-anak ”kudus”, meskipun hanya salah satu saja dari orangtua mereka yang menjadi hamba Yehuwa. (1 Korintus 7:14) Namun bagaimana jika orangtua berdalih untuk tidak melakukan kehendak Allah? Orangtua sedemikian mengorbankan kedudukan yang diperkenan di hadapan Allah bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi anak-anak. (Ibrani 12:25) Benar-benar suatu kerugian yang tragis!

26. Agar tindakan kita benar-benar menghasilkan manfaat sejati bagi diri sendiri dan orang lain, apa yang perlu kita lakukan?

26 Segi apapun dari kehidupan yang kita tinjau, nyatalah bahwa kita perlu memikirkan bukan hanya diri sendiri tetapi orang lain juga. Kita akan mendapatkan kasih jika kita membiasakan diri untuk memperlihatkan kasih kepada orang lain. (Lukas 6:38) Tetapi untuk memperlihatkan kasih yang sejati dan tidak disesatkan oleh pemikiran manusia yang picik, kita harus mengenal Yehuwa dan menikmati hubungan yang baik denganNya. Namun, di sini tersangkut suatu pilihan yang harus kita buat secara pribadi.

[Gambar di hlm. 171]

Karena kasih yang harus dimiliki hamba-hamba Yehuwa, mereka wajib memberi perhatian yang tulus kepada orang-orang lain tanpa memandang ras, bangsa atau status dalam hidup ini

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan