PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w81_No36 hlm. 14-16
  • Perkawinan dari Kenalan-Kenalan Duniawi

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Perkawinan dari Kenalan-Kenalan Duniawi
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1981 (No. 36)
  • Subjudul
  • HUBUNGAN-HUBUNGAN KEAGAMAAN
  • UNTUK MENYENANGKAN ORANG-ORANG LAIN
  • KEDUDUKAN ORANG TUA
  • RESEPSI-RESEPSI DUNIAWI
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1981 (No. 36)
w81_No36 hlm. 14-16

Perkawinan dari Kenalan-Kenalan Duniawi

SERING terjadi bahwa orang-orang Kristen diundang untuk menghadiri dan bahkan untuk ikut dalam upacara perkawinan dari anggota-anggota keluarga maupun kenalan-kenalan duniawi, yang diadakan dalam gedung-gedung yang resmi dipakai untuk ibadat agama palsu. Dalam hal ini, keputusan apa yang saudara akan ambil? Apakah saudara akan hadir atau tidak? Apakah salah untuk ikut dalam upacara perkawinan demikian? Bagaimana keputusan saudara dalam soal ini?

Orang-orang Kristen menyadari bahwa Alkitab menegaskan perbedaan yang tajam antara ibadat yang sejati dan yang palsu. Mereka mengetahui bahwa Allah tidak berkenan pada organisasi-organisasi agama yang tidak betul-betul mengikuti ajaran-ajaran dari FirmanNya. Maka itu mereka sama sekali tidak akan turut serta dalam upacara-upacara dari organisasi-organisasi demikian. Sebaliknya, mereka mengikuti nasihat Alkitab, ”Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? . . . Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? . . . ’Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan [Yehuwa], dan janganlah menjamah apa yang najis.”’—2 Kor. 6:14-17.

Tetapi, sehubungan dengan upacara perkawinan, di banyak negeri, ini pada dasarnya tak lain dari upacara sipil, walaupun sering diselenggarakan oleh ulama gereja. Ulama gereja yang mensahkan perkawinan mendapat kuasa dari Negara untuk mengawinkan orang. Mengingat hal ini, seorang Kristen mungkin berpikir bahwa tidak ada perintah langsung dari Alkitab yang melarang dia untuk menghadiri atau ikut dalam upacara tidak soal apakah itu diadakan dalam suatu gedung dari organisasi agama palsu atau tidak. Ini memang benar; tetapi ada faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan oleh seorang Kristen.

HUBUNGAN-HUBUNGAN KEAGAMAAN

Bila suatu upacara perkawinan diselenggarakan dalam suatu gedung agama di bawah pengawasan dari ulama gereja, biasanya akan ada hubungan yang erat sekali dengan ibadat agama itu. Misalnya, mungkin ada nyanyian dan doa dipanjatkan, dan kadang-kadang orang-orang yang hadir diharapkan untuk turut berlutut dan melakukan tindak-tindak keagamaan lain. Mengingat apa yang Alkitab katakan, seorang Kristen tidak dapat secara tulus ikut dalam doa-doa yang dipanjatkan kepada suatu ilah tritunggal atau dengan cara apapun turut melakukan tindak-tindak agama dari suatu organisasi yang menyalahgambarkan Yehuwa, Allah yang benar dan ajaran-ajaranNya. Apa artinya keadaan sedemikian?

Hal ini berarti bahwa seorang Kristen, khususnya yang ikut sebagai anggota keluarga dari pengantin, pasti mengalami bahwa ia akan menjadi sangat dekat dengan apa yang ditunjukkan oleh Alkitab sebagai ibadat palsu. Tidak akan cocok kalau ia menghadiri upacara perkawinan demikian, sebab kehadirannya bisa menarik perhatian orang. Semua orang lain mungkin sedang melakukan tindak agama yang bila ia ikuti akan berarti murtad. (Yoh. 4:24) Mungkin sang ulama, pengantin lelaki dan perempuan dan orang-orang lain yang hadir akan menjadi malu dan bahkan marah karena sikap orang Kristen ini yang mereka anggap sangat tidak hormat. Mengingat tekanan emosi pada saat itu apakah seseorang dapat yakin bahwa ia tidak akan berkompromi? Apakah ia akan menjadi lemah menghadapi tekanan demikian dan melakukan sesuatu yang tidak akan berkenan kepada Allah? Apakah ia akan sanggup memutuskan tindak atau gerakan apa yang termasuk dalam ibadat palsu agar ia dapat menghindarinya?

Oleh karena itu seorang Kristen perlu mempertimbangkan dengan hati-hati apakah bijaksana untuk ikut dalam peranan seperti itu. Pasti ia tidak ingin melakukan sesuatu yang akan membahayakan hubungannya dengan Allah Yehuwa. Maka ia harus memutuskan: Apakah ikut dalam upacara perkawinan yang dipimpin oleh suatu organisasi agama palsu sesuai dengan perintah Allah untuk ’menjauhi penyembahan berhala’? Apakah hal itu selaras dengan perintah, ”’Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dan mereka’; firman Tuhan [Yehuwa], ’dan janganlah menjamah apa yang najis’”? Seorang Kristen yang matang tidak ingin mencari tahu seberapa dekat ia dapat bertindak sebelum terlibat dalam ibadat palsu; sebaliknya ia ingin berada sejauh mungkin dari setiap pengaruh atau pergaulan yang dapat membahayakan hubungannya dengan Allah.—1 Kor. 10:14; 2 Kor. 6:17.

UNTUK MENYENANGKAN ORANG-ORANG LAIN

Tetapi mungkin seorang Kristen yang berbakti berpendapat bahwa bila ia menerima undangan perkawinan dari seorang kenalan duniawi yang akrab, hubungan yang baik tetap terjalin. Sebaliknya, menolak untuk hadir dan ikut dalam upacara perkawinan bisa menimbulkan perasaan-perasaan tidak enak, sehingga tidak ada kemungkinan untuk membicarakan Firman Allah.

Memang, orang-orang Kristen bermaksud untuk membantu kenalan-kenalan duniawi supaya bebas dari ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab, tetapi apakah dengan ikut dalam upacara-upacara perkawinan mereka sesungguhnya akan membantu? Bahkan jika saudara merasa tak ada bahaya bahwa saudara akan berkompromi, apakah tekad saudara dalam upacara perkawinan itu untuk tidak ikut dalam tindak agama apapun, akan menyumbang kepada suasana yang menyenangkan bagi mereka serta bagi tamu-tamu duniawi mereka? Tidakkah tingkah-laku saudara justru akan merusak suasana dan menimbulkan keadaan yang memalukan? Sebaliknya jauh di muka saudara menjelaskan kemungkinan-kemungkinan ini kepada anggota-anggota keluarga atau kenalan-kenalan duniawi saudara.

Kemungkinan besar penjelasan yang jujur dan terus terang mengenai perasaan dan kepercayaan saudara tidak akan menyinggung, tetapi malah akan menimbulkan respek dan dasar yang lebih kuat untuk meneruskan pembahasan-pembahasan Alkitab. Misalnya, bila seorang anggota keluarga dekat atau kenalan duniawi meminta saudara untuk menjadi ”pengiring pengantin perempuan” atau ”pengiring pengantin laki-laki” pada upacara perkawinan agamanya, saudara dapat menyatakan bahwa saudara merasa suatu kehormatan karena ia ingin agar saudara dekat dengan dia pada saat-saat penting dalam kehidupannya. Tetapi saudara selanjutnya dapat menjelaskan secara lisan yang maksudnya kira-kira begini:

’Karena Alkitab menunjukkan perbedaan yang menyolok sekali antara agama yang sejati dan yang palsu, ada beberapa keberatan yang membuat saya tak dapat menghadiri perkawinan yang dipimpin oleh seorang ulama, yang menurut keyakinan saya, tidak mengajarkan kebenaran-kebenaran Firman Allah. Ulama-ulama itu berdoa kepada Allah tritunggal, dan mengingat bahwa saya hanya bisa berdoa kepada Allah Yehuwa, maka saya tidak bisa ikut dalam doa-doa atau lambang-lambang maupun tindak-tindak agama pada upacara perkawinan anda. Saya sungguh mengharapkan agar anda bahagia, tetapi saya kuatir bahwa kehadiran saya hanya akan membawa malu bagi anda, pemimpin agama anda, dan orang-orang lain yang hadir.’

Penjelasan demikian akan memperlihatkan kepada kenalan bahwa bukan saja agama saudara yang penting dalam hidup saudara, tetapi juga keprihatinan terhadap perasaan-perasaannya. Ia mungkin akan setuju bahwa demi kepentingan semua yang bersangkutan sebaiknya saudara tidak begitu dekat pada waktu upacara perkawinannya. Pada waktu yang sama terbukalah kesempatan baik untuk menjelaskan lebih jauh mengenai pentingnya mempraktekkan bentuk ibadat yang selaras dengan Firman Allah. Perasaan hati yang terlatih oleh Alkitab mungkin mengizinkan seseorang untuk menyaksikan upacara perkawinan demikian, tetapi setiap orang harus bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan yang ia ambil.—Gal. 6:5.

KEDUDUKAN ORANG TUA

Para orang tua Kristen yang berbakti ingin agar anak-anak mereka menyembah Yehuwa, tetapi kadang-kadang kaum muda memutuskan untuk kawin dengan teman-teman duniawi. Lalu bagaimana? Selama anak-anak secara hukum di bawah pengawasan orang tua, para orang tua tidak dapat menyetujui perkawinan anak-anak mereka dengan orang yang tidak berbakti kepada Allah. Bila anak lelaki atau perempuan itu tetap berkeras untuk kawin dengan orang yang tidak seiman, ia dapat melakukan itu sendiri kalau ia sudah tidak di bawah umur lagi menurut ketentuan hukum, tanpa seizin atau persetujuan orang tua. Para orang tua yang berbakti kepada Yehuwa harus membuatnya jelas sekali bahwa mereka tidak akan mau memberi izin kepada anak-anak mereka untuk kawin dengan orang-orang yang tidak berbakti kepada Allah. Dalam hal ini prinsip-prinsip Alkitab sangat jelas, ”Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya.” Kawin ”hanya di dalam Tuhan”.—2 Kor. 6:14; 1 Kor. 7:39.

Selain itu, para orang tua juga tidak akan mengizinkan anak-anak mereka yang masih di bawah umur untuk memutuskan sendiri apakah akan ikut dalam upacara perkawinan dari kenalan duniawi atau menghadirinya. Sebaliknya, orang tua akan menerima tanggung-jawab yang Allah berikan dan mengambil keputusan bagi anak-anak mereka, memutuskan apa yang paling baik bagi kesejahteraan rohani mereka.—Ef. 6:1-4; Yes. 38:19.

Tetapi seandainya anak-anak yang sudah tidak di bawah umur ingin agar orang tua mereka ikut dalam upacara perkawinan mereka yang diadakan di bawah pimpinan dan di dalam gedung organisasi agama palsu, maka bagaimana? Apakah orang tua akan setuju untuk ikut? Nah, apakah orang tua menyetujui perkawinan demikian dengan kenalan duniawi di tempat ibadat palsu? Apakah orang tua setuju dengan bentuk ibadat itu? Bila tidak, apakah nampaknya konsekwen bila orang tua ikut dengan aktif dalam upacara perkawinan itu, mungkin sang ayah menyerahkan anak perempuannya? Orang tua tentu ingin bersikap pengasih dan lembut kepada anak-anak mereka, tetapi bersamaan waktu, mereka tidak ingin untuk tidak konsekwen mengajarkan anak-anak mereka sesuatu hal, dan kemudian hari ikut dalam hal-hal yang justru mereka larang. Bukan demikian caranya untuk memuliakan ibadat sejati dalam pikiran anak-anak kita. Apakah orang tua akan hadir pada upacara perkawinan demikian hanya untuk menyaksikan saja, ini juga harus mereka putuskan sendiri.

RESEPSI-RESEPSI DUNIAWI

Hal lain yang kadang-kadang harus diputuskan adalah apakah baik untuk menerima undangan resepsi perkawinan dari seorang kenalan duniawi. Kejadian ini mungkin terpisah sama sekali dari upacara agama, tetapi apakah pergaulannya membina? Apakah orang-orang di sana akan minum berlebih-lebihan, merokok, dansa-dansi yang merangsang dan perbuatan lain yang tak pantas bagi orang Kristen? Jika demikian, apakah ada alasan yang baik bagi seorang Kristen untuk berada di situ?—1 Kor. 15:33.

Pada resepsi-resepsi duniawi kehormatan dan perhatian utama sering diberikan kepada pengantin perempuan. Mereka minum untuk menghormati dia, mereka antri untuk menciumnya, dan di beberapa tempat mereka bahkan membayar untuk berdansa dengan dia. Coba pikirkan sejenak. Pertimbangkan misalnya, 1 Korintus 11:3, 8, 9 dan Roma 1:24, 25. Apakah selaras dengan prinsip-prinsip Alkitab untuk terlalu menghormati manusia, menyanjung-nyanjung seorang wanita? Apa yang akan saudara lakukan? Ikut dengan orang banyak atau menahan diri? Suasana duniawi demikian pasti tidak baik, walaupun istri Kristen dari suami yang tidak dalam kebenaran mungkin mengalami bahwa lingkungan-lingkungan demikian tidak selalu dapat dihindari.

Bila anggota-anggota lain dari sidang Kristen mengetahui bahwa saudara menghadiri resepsi dan upacara perkawinan agama duniawi, apa akibatnya atas mereka? Adakah kemungkinan bahwa beberapa orang akan tersontoh karena apa yang mereka anggap sebagai kompromi dalam iman? Apakah penghargaan mereka terhadap saudara sebagai seorang hamba Allah akan berkurang? Hal ini perlu dipertimbangkan, sebab bisa mempengaruhi kedudukan saudara di dalam sidang. Tetapi saudaralah yang harus mengambil keputusannya.

Selama sistem dunia yang lama ini masih ada, orang-orang Kristen yang berusaha hidup selaras dengan Firman Allah harus mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pergaulan di dunia ini. Tidak selalu mudah untuk memutuskan apa yang harus dilakukan, tetapi bila kita sungguh-sungguh mempertimbangkan bimbingan Yehuwa melalui Firman dan organisasiNya, kita akan dibantu untuk meluruskan jalan bagi kaki kita.—Mzm. 25:4, 5; Ams. 3:5, 6.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan