PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g94 8/4 hlm. 30-31
  • Apakah Selalu Salah untuk Marah?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Selalu Salah untuk Marah?
  • Sedarlah!—1994
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Pandangan yang Seimbang
  • Kemarahan yang Adil-benar
  • Menyatakan Kemarahan dengan Sepatutnya
  • Apa Kata Alkitab tentang Kemarahan?
    Pertanyaan Alkitab Dijawab
  • Amarah yang Bermasalah
    Sedarlah!—2012
  • Mengapa Mengendalikan Kemarahan Anda?
    Sedarlah!—1997
  • Jangan Biarkan Kemarahan Menjadi Batu Sandungan Saudara
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1999
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1994
g94 8/4 hlm. 30-31

Pandangan Alkitab

Apakah Selalu Salah untuk Marah?

”KEMARAHAN adalah kegilaan sesaat.” Demikianlah pujangga Roma purba bernama Horace menyuarakan suatu pandangan umum tentang salah satu di antara semua emosi yang terkuat. Meskipun tidak semua orang sependapat bahwa kemarahan adalah suatu bentuk kegilaan sementara, banyak orang memandang kemarahan sebagai suatu sifat yang pada dasarnya buruk. Lama berselang pada abad keenam M, para biarawan Katolik menyusun katalog yang terkenal berisi ”tujuh dosa yang memautkan”. Tidak mengherankan, kemarahan termasuk dalam daftar tersebut.

Mudah dipahami mengapa mereka merasa demikian. Alkitab berkata, ”Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati.” (Mazmur 37:8) Dan rasul Paulus mendesak sidang di Efesus, ”Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.”​—Efesus 4:31.

Namun, Anda mungkin bertanya, ’Apakah itu saja pandangan Alkitab tentang kemarahan? Bagaimanapun, bukankah Paulus juga menubuatkan bahwa ”hari-hari terakhir” yang adalah masa kita hidup sekarang merupakan ”masa yang sukar”?’ (2 Timotius 3:1-5) Apakah Allah benar-benar mengharapkan kita hidup pada masa manakala orang-orangnya ’garang, tidak suka yang baik, tidak tahu mengasihi’​—dan tidak boleh marah bahkan sedikit pun?

Pandangan yang Seimbang

Pendekatan Alkitab terhadap masalah ini tidaklah demikian sederhana. Misalnya, perhatikan kata-kata Paulus di Efesus 4:26, ”Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa.” Ayat ini akan sangat membingungkan apabila kemarahan secara otomatis adalah ”dosa yang memautkan”, dosa yang mendatangkan hukuman kekal.

Paulus mengutip Mazmur 4:5, yang berbunyi, ”Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa.” Menurut Vine’s Expository Dictionary of Biblical Words, kata Ibrani yang diterjemahkan ”marah” di sini, ra·ghazʹ, berarti ”gemetar disertai emosi yang kuat”. Namun apa emosi yang kuat itu? Apakah itu adalah kemarahan? Dalam terjemahan Septuagint dari Mazmur 4:5, ra·ghazʹ diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani sebagai ”dibuat gusar”, dan itulah persisnya apa yang Paulus maksudkan di sini.

Mengapa Alkitab memperbolehkan kemarahan? Karena tidak semua kemarahan itu buruk. Pandangan bahwa, sebagaimana dikatakan oleh seorang komentator Alkitab, ”kemarahan manusia tidak pernah dengan sendirinya adil dan diperbolehkan”, tidak berdasarkan Alkitab. Sarjana Alkitab bernama R. C. H. Lenski dengan tepat mengomentari Efesus 4:26, ”Etika yang melarang segala kemarahan dan menuntut ketenangan mutlak dalam setiap keadaan adalah ajaran Stoa dan bukan ajaran Kristen.” Profesor William Barclay dengan nada serupa menyatakan, ”Pasti ada kemarahan dalam kehidupan Kristen, namun itu harus jenis kemarahan yang benar.” Namun, apa ”jenis kemarahan yang benar” itu?

Kemarahan yang Adil-benar

Meskipun kemarahan bukan salah satu sifat Yehuwa yang menonjol, Ia berulang kali digambarkan Alkitab sedang merasakan dan menyatakan kemarahan-Nya. Namun, untuk dua alasan, murka-Nya selalu adil-benar. Pertama, Ia tidak pernah menjadi marah tanpa alasan yang patut. Dan kedua, Ia menyatakan kemarahan-Nya dengan cara yang adil dan adil-benar, tidak pernah lepas kendali.​—Keluaran 34:6; Mazmur 85:4.

Yehuwa murka melihat hal-hal yang tidak adil-benar yang dilakukan dengan sengaja. Misalnya, Ia memberi tahu umat Israel bahwa jika mereka menindas wanita-wanita dan anak-anak yang tidak berdaya, Ia akan ”mendengarkan seruan” orang-orang demikian. Ia memperingatkan, ”MurkaKu akan bangkit.” (Keluaran 22:22-24; bandingkan Amsal 21:13.) Seperti Bapanya, Yesus menyediakan tempat istimewa di hatinya bagi anak-anak. Ketika para pengikutnya yang bermaksud baik berupaya mencegah beberapa anak agar tidak mendekatinya, ’Yesus marah’ dan meraih anak-anak tersebut ke dalam pelukannya. (Markus 10:14-16) Perhatikan, kata Yunani untuk ”marah” pada dasarnya mengacu kepada ”nyeri fisik atau jengkel”. Benar-benar perasaan yang kuat!

Kemarahan yang adil-benar juga menggugah hati Yesus ketika ia melihat bahwa para pedagang dan penukar uang telah mengubah rumah ibadat Bapanya menjadi ”sarang penyamun”. Ia menjungkirbalikkan meja-meja dan mengusir mereka ke luar! (Matius 21:12, 13; Yohanes 2:15) Ketika orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menunjukkan lebih banyak perhatian kepada aturan-aturan Sabat mereka yang rumit, bukannya kepada orang-orang sakit yang membutuhkan bantuan, Yesus ”begitu sakit hati tatkala ia merasakan tidak adanya perikemanusiaan di pihak mereka” dan ”menatap dengan marah wajah-wajah di sekelilingnya”.—Markus 3:5, Phillips.

Demikian pula, Musa yang setia di zaman dulu meluap dalam kemarahan yang adil-benar kepada orang-orang Israel yang tidak setia sewaktu ia membanting loh-loh batu yang berisi Hukum Musa. (Keluaran 32:19) Dan ahli Taurat yang adil-benar bernama Ezra begitu marah atas ketidaktaatan orang-orang Israel terhadap hukum Allah sehubungan perkawinan sehingga ia mengoyak jubahnya dan mencabuti rambutnya!—Ezra 9:3.

Semua orang yang ’mencintai yang baik’ berupaya untuk ’membenci yang jahat’. (Amos 5:15) Oleh karena itu, orang-orang Kristen dewasa ini mungkin merasakan kemarahan yang adil-benar timbul dalam hati mereka sewaktu melihat perbuatan-perbuatan yang disengaja dan tanpa pertobatan berupa kekejaman, kemunafikan, ketidakjujuran, ketidakloyalan, atau ketidakadilan.

Menyatakan Kemarahan dengan Sepatutnya

Bukanlah suatu kebetulan bahwa Alkitab sering mengibaratkan kemarahan dengan api. Ibarat api, kemarahan juga ada tempatnya. Namun itu juga dapat sangat merusak. Manusia sudah terlalu sering, tidak seperti Yehuwa dan Yesus, merasa marah tanpa alasan yang patut atau melampiaskan kemarahan mereka dengan cara yang tidak adil-benar.—Lihat Kejadian 4:4-8; 49:5-7; Yunus 4:1, 4, 9.

Di lain pihak, sekadar memendam kemarahan dan berpura-pura tidak marah mungkin juga tidak adil-benar. Ingat, Paulus menasihati, ”Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” (Efesus 4:26) Terdapat cara-cara yang disarankan Alkitab untuk menyatakan kemarahan, seperti ’berkata-kata dalam hati’, mengutarakan perasaan Anda kepada seseorang yang matang dan dapat dipercaya, atau bahkan dengan tenang menghadapi orang yang bersalah.—Mazmur 4:5; Amsal 15:22; Matius 5:23,24; Yakobus 5:14.

Oleh karena itu, sangat jelas bahwa tidak selalu salah untuk marah. Yehuwa maupun Yesus pernah marah—dan masih akan marah! (Wahyu 19:15) Jika kita meniru Mereka, kita mungkin bahkan menghadapi keadaan-keadaan yang justru salah jika tidak merasa marah! Kuncinya adalah mengikuti nasihat Alkitab dengan memastikan bahwa kita memiliki alasan yang kuat untuk perasaan kita dan bahwa kita menyatakan kemarahan dengan cara yang adil-benar, yang bersifat Kristen.

[Gambar di hlm. 30]

Kain dan Habel

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan