PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yb99 hlm. 148-223
  • Malawi

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Malawi
  • Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1999
  • Subjudul
  • Profil Malawi
  • ’Seperti Kobaran Api Melalap Rumput’
  • ”Gerakan Menara Pengawal” Menimbulkan Kebingungan
  • Mengorganisasi Pekerjaan
  • Wakil Permanen di Negara Tersebut
  • Tugas Baru di Depot Zomba
  • Membersihkan Organisasi
  • Membangunkan Malawi
  • Kunjungan Istimewa
  • Kegiatan Kantor Cabang Dimulai
  • ”Saya Tidak Akan Sanggup Bertahan!”
  • Lebih Banyak Saudara Setempat yang Matang
  • Para Utusan Injil Mempercepat Pertambahan
  • Orang-Orang Eropa Mendapat Kesaksian
  • ”Pertukaran Anjuran”
  • Memuji Yehuwa dengan Nyanyian
  • Fasilitas Baru untuk Kantor Cabang
  • Kunjungan yang Menganjurkan
  • Isyarat Kesusahan
  • Integritas di Bawah Pencobaan
  • Upaya untuk Memperjelas Kedudukan Kita
  • Masa Tenang yang Singkat
  • Situasinya Kembali Memburuk
  • Pelarangan!
  • Persiapan di Muka Tidak Sia-Sia
  • Para Utusan Injil Dideportasi
  • Gelombang Baru Kekejaman
  • Reaksi terhadap Pelarangan
  • Bekerja Bawah Tanah
  • ”Daerah Baru” Menerima Kesaksian
  • Kegiatan di Sidang Berbahasa Inggris
  • Kasus Pengadilan di Blantyre
  • Gelombang Tindak Kekerasan yang Ketiga Dipicu
  • Ribuan Melarikan Diri
  • Mengungsi di Mozambik
  • Organisasi di Kamp-Kamp
  • Diburu Lagi!
  • Digiring ke Penjara
  • ”Firman Allah Tidak Diikat”
  • Melayani Yehuwa di Bawah Pelarangan
  • Kurir-Kurir yang Berani
  • ”Wisatawan” Tetap
  • Membantu para Kurir
  • Sidang yang Unik
  • Makanan yang ”Sehat”
  • Saudara-Saudara Kita Memperoleh Respek
  • Memberikan Kesaksian Tidak Resmi
  • ”Paman yang Dikasihi”
  • Perubahan secara Politik
  • ”Yehuwa Adalah Allah yang Menakjubkan!”
  • Kampanye Khusus
  • Mengorganisasi Kembali Pekerjaan
  • Lebih Banyak Bantuan Tiba
  • ”Para Pemuji yang Bersukacita”
  • Kegiatan Kantor Cabang Dilanjutkan Kembali
  • Yehuwa Menumbuhkannya
Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1999
yb99 hlm. 148-223

Malawi

SELAMAT DATANG di jantung Afrika yang hangat ini! Dengan iklimnya yang nyaman dan masyarakatnya yang ramah, Malawi memang negeri yang hangat dan memiliki berjuta pesona. Yang khususnya menarik hati banyak orang adalah berita kebenaran Alkitab yang menghangatkan hati, yang sedang disampaikan oleh lebih dari 40.000 Saksi dari Allah Yehuwa.

Akan tetapi, belum lama berselang, hamba-hamba Allah yang rendah hati ini mengalami masa-masa penuh kesengsaraan. Bukannya disambut dengan hangat dan bersahabat oleh sesamanya, mereka malah mengalami penganiayaan yang hebat, sengeri pembantaian massal terhadap orang Yahudi dan Inkwisisi pada Abad Pertengahan. Catatan tentang hal-hal yang mereka alami dan ketekunan mereka dalam menghadapinya merupakan teladan yang luar biasa untuk berintegritas di bawah kesengsaraan. Namun, sebelum kami menuturkan kisah mereka, marilah kita tinjau profil negara itu.

Profil Malawi

Meskipun negaranya kecil, Malawi memiliki beraneka ragam pegunungan, sungai, dan danau yang indah. Gunung Mulanje, di selatan negara tersebut, merupakan objek yang sangat permai. Dari perkebunan teh yang hijau di dataran rendah sekelilingnya, gunung itu menjulang megah hingga ketinggian 3.002 meter di atas permukaan laut, menjadikannya gunung tertinggi di belahan Afrika ini. Akan tetapi, mungkin objek wisata yang paling terkenal adalah Danau Malawi sepanjang 580 kilometer. Penjelajah terkenal, David Livingstone, menyebutnya ”danau bintang” karena kilau cahaya matahari pada permukaannya. Di danau ini terdapat ratusan spesies ikan—konon, lebih banyak daripada di danau air tawar mana pun di dunia.

Keramahtamahan penduduk Malawi yang berjumlah 11 juta jiwa sungguh menyenangkan. Dengan senyum lebar yang ramah, mereka memperlihatkan keinginan yang tulus untuk membantu. Kasih akan Firman Allah juga tampak jelas. Alkitab telah tersedia sekitar seratus tahun yang lalu dalam bahasa Chichewa, Yao, dan Tumbuka, bahasa-bahasa utama yang digunakan di Malawi. Hampir setiap rumah memiliki sekurang-kurangnya satu Alkitab, dan banyak orang membacanya secara teratur. Sebagian besar penduduk Malawi miskin secara materi, tetapi dengan menerima bantuan yang ditawarkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa, beberapa telah menemukan kekayaan rohani yang luar biasa besar, yang tersimpan dalam halaman-halaman Alkitab mereka sendiri.

Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi bermula pada awal abad ini. Ini diperkenalkan kepada masyarakat di sini dengan cara yang cukup dramatis.

’Seperti Kobaran Api Melalap Rumput’

Kisahnya bermula dari Joseph Booth, pria yang kepribadiannya menarik namun kontroversial. Dengan penuh antusiasme setelah membaca beberapa publikasi Lembaga Menara Pengawal, ia menemui C. T. Russell pada tahun 1906. Ia meyakinkan Saudara Russell bahwa dibutuhkan seorang wakil Lembaga Menara Pengawal di Afrika bagian selatan. Karena Joseph Booth pernah bekerja di Malawi, atau Nyasaland pada waktu itu, tampaknya ia dapat mempersembahkan dinas yang berharga. Namun, Saudara Russell tidak mengetahui reputasi buruk pria ini di bagian dunia tersebut. Seperti yang belakangan digambarkan seorang penulis, ia dikenal sebagai ”pembonceng agama”, memanfaatkan satu demi satu sekte Susunan Kristen untuk mengejar kepentingan pribadinya. Akibatnya, Booth sangat tidak disukai oleh kalangan berwenang setempat dan bahkan tidak lagi disambut baik di Malawi. Namun, sekali lagi, ”pembonceng” yang berpengalaman ini berhasil mendapat tumpangan!

Karena tahu bahwa ia tidak dapat langsung pergi ke Malawi, Booth pertama-tama mendirikan basis di Afrika Selatan. Di sana, ia bertemu Elliott Kamwana, seorang teman lama dari Malawi. Tak lama kemudian, Booth menginstruksikan pemuda ini untuk pulang. Setibanya di Malawi pada tahun 1908, Elliott Kamwana memulai kampanye pengabaran di hadapan umum dengan menggunakan tafsiran bebas dari beberapa publikasi Lembaga Menara Pengawal. McCoffie Nguluh, seorang penatua yang setia hingga tutup usia beberapa tahun yang lalu, mengenal kebenaran untuk pertama kalinya pada masa itu. Ia melukiskan bahwa pengabaran Kamwana bagaikan ”kobaran api melalap rumput”. Pengaruh pengabaran Kamwana, dengan pembaptisan di tempat terbukanya yang dramatis, memang menjalar dengan pesat, bagaikan kebakaran semak-semak, ke seluruh Malawi. Ribuan orang menyambut, dan banyak ”sidang” segera dibentuk.

Akan tetapi, Booth maupun Kamwana tidak pernah sepenuhnya meninggalkan ”Babilon Besar”. (Pny. 17:5; 18:4) Tujuan mereka sebenarnya dimotivasi oleh niat-niat politis. Tak lama kemudian, metode pengabaran Elliott Kamwana yang meragukan pun mengundang perhatian yang tidak menyenangkan dari kalangan berwenang pemerintahan di Malawi. Ia segera dideportasi ke Seychelles. Pada tahun 1910, Joseph Booth pun angkat kaki dan tidak pernah berurusan lagi dengan Lembaga Menara Pengawal. Sayangnya, kedua pria ini lebih banyak mendatangkan kerugian daripada keuntungan, tetapi ada satu aspek yang bagus: Banyak publikasi berisi kebenaran Alkitab telah disiarkan ke seluruh negara tersebut. Selama beberapa tahun berikutnya, orang-orang yang berhati jujur, seperti McCoffie Nguluh, menyambut baik apa yang mereka baca.

”Gerakan Menara Pengawal” Menimbulkan Kebingungan

Setelah awal yang tidak memuaskan di Malawi ini, Lembaga mengutus William Johnston, seorang saudara yang cakap dari Glasgow, Skotlandia, untuk menyelidiki situasinya. Ia mendapati bahwa banyak ”sidang” telah dibentuk tetapi pemahaman mereka akan kebenaran Alkitab sangat kurang. Akan tetapi, terdapat beberapa pencari kebenaran yang sejati. Dari antara orang-orang ini, Saudara Johnston melatih beberapa pria setempat untuk menjalankan kepemimpinan sebelum ia pindah ke Afrika Selatan. Kemudian, terdapat masa vakum selama bertahun-tahun sebelum pekerjaan di Malawi mendapat perhatian lebih lanjut. Kebingungan yang parah pun berkembang. Ini menyengsarakan Siswa-Siswa Alkitab, sebutan untuk Saksi-Saksi Yehuwa pada waktu itu, dan menguji integritas mereka.

Dengan meniru gaya karismatis Elliott Kamwana, muncul banyak gerakan yang mencampuradukkan kebenaran Alkitab dengan doktrin palsu dan praktek-praktek yang tidak berdasarkan Alkitab. Karena menggunakan publikasi Menara Pengawal hingga taraf tertentu, gerakan-gerakan ini sering menamakan diri dengan embel-embel Menara Pengawal. Ini mendatangkan masalah bagi beberapa saudara kita yang sejati di negara itu. Tanpa kepengawasan yang sepatutnya dan tanpa makanan rohani yang dibutuhkan, patut diperhatikan bahwa kegiatan saudara-saudara yang sejati ini tidak sepenuhnya lenyap. Sebaliknya, mereka terus berhimpun bersama dan memberikan kesaksian kepada orang lain, serta berupaya untuk berjalan mengikuti jejak kaki Yesus Kristus.—1 Ptr. 2:21.

Dengan memanfaatkan situasi, para pemimpin agama setempat memfitnah Siswa-Siswa Alkitab, secara keliru menyamakan mereka dengan gerakan-gerakan yang secara tidak jujur mengadopsi nama Menara Pengawal. Akan tetapi, pada waktunya, perbedaan antara sekte-sekte setempat ini dan saudara-saudara kita menjadi jelas. Didorong oleh laporan yang menggelisahkan dari para anggota pemimpin agama Susunan Kristen, komisaris utama polisi mengadakan penyelidikan pada awal tahun 1920-an. Dengan menyamar, ia secara pribadi menghadiri beberapa perhimpunan Siswa-Siswa Alkitab. Apa reaksinya? Ia muak akan dusta keji yang beredar mengenai mereka. Meskipun demikian, kebingungan yang diakibatkan oleh ”gerakan Menara Pengawal” yang palsu ini berlanjut hingga bertahun-tahun kemudian.

Mengorganisasi Pekerjaan

Pada tahun 1925, Lembaga kembali mengarahkan perhatian ke Malawi. John Hudson melewatkan 15 bulan di negara itu, memberikan khotbah di sidang-sidang. Ia berupaya membantu saudara-saudara menghargai pentingnya tetap berhubungan dengan Lembaga Menara Pengawal, yang digunakan oleh ”budak yang setia dan bijaksana”, dan menerima kepemimpinan serta pengarahannya.—Mat. 24:45-47.

Gresham Kwazizirah dari Ntcheu, adalah salah seorang yang mendapat manfaat dari kunjungan Saudara Hudson ke Malawi. Pada tahun yang sama sewaktu Saudara Hudson pergi ke Malawi, Gresham dibaptis. Ia langsung menghadapi ujian yang serius. Atas hasutan para pemimpin agama di bekas gerejanya, ia dituduh mengajarkan hal-hal subversif. Akibatnya, ia ditahan. Apa yang akan ia lakukan? Apakah rasa takut menyebabkan ia meninggalkan imannya? Setelah satu bulan di bawah penyelidikan kalangan berwenang tingkat provinsi, Saudara Kwazizirah dibebaskan dari tuduhan dan dilepaskan. Akan tetapi, yang jauh lebih penting adalah fakta bahwa ia bertekad untuk loyal kepada Yehuwa dan organisasi-Nya. Yehuwa dapat menggunakan orang-orang yang memperlihatkan semangat demikian. Setelah bekerja di Mozambik untuk suatu waktu, Saudara Kwazizirah menikmati banyak hak istimewa seraya ia ikut menyebarkan berita Kerajaan dan membina sidang-sidang di Malawi. (Lihat The Wacthtower terbitan 1 November 1972.)

Kunjungan Saudara Hudson juga benar-benar terbukti menjadi pendorong bagi McCoffie Nguluh dan Junior Phiri. Kedua saudara ini belakangan pindah ke Afrika Selatan, tempat mereka berdua melayani dengan setia selama bertahun-tahun. Richard Kalinde juga mendapat manfaat dengan bergaul bersama John Hudson. Sebelum meninggalkan negara tersebut, Saudara Hudson membuat pengaturan agar Richard Kalinde menjalankan kepengawasan atas pemberitaan kabar baik hingga bantuan lebih lanjut tiba.

Akan tetapi, tidak semua orang merasa senang dengan kunjungan Saudara Hudson. Saudara Nguluh melukiskan reaksi orang-orang demikian. ”Kami tidak mau diajar oleh orang-orang dari Cape Town,” kata mereka. ”Kami akan melakukan apa yang benar menurut kami.” Karena tidak bersedia menerima pengarahan Lembaga, orang-orang ini mendirikan ”gerakan Menara Pengawal” sendiri. Di pihak lain, para pencari kebenaran yang sejati memperlihatkan sikap yang lebih rendah hati. Mereka terus berhubungan dengan kantor cabang Lembaga di Afrika Selatan dan memperlihatkan penghargaan terhadap instruksi dan bimbingan yang disediakan melalui saluran itu. Tak lama kemudian, kantor cabang di sana melihat jelas bahwa sejumlah kecil peminat yang tulus ini membutuhkan lebih banyak bantuan.

Wakil Permanen di Negara Tersebut

Peristiwa yang mendebarkan dalam sejarah Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi terjadi pada tahun 1933. Permohonan agar Lembaga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal memiliki wakil tetap di negara tersebut diajukan. Gubernur mengatakan bahwa ia ”menyambut tindakan demikian”, dan menyetujui permintaan tersebut. Akhirnya, dapat dibuat penyelenggaraan untuk melanjutkan pemberitaan kabar baik di Malawi secara lebih konsisten. Maka, di bawah pengarahan dari kantor cabang Afrika Selatan, sebuah depot lektur, berikut sebuah kantor, mulai berfungsi pada bulan Mei 1934, dengan Bert McLuckie sebagai pengawas pekerjaan tersebut.

Saudara McLuckie dibaptis pada tahun 1930, jadi ia masih cukup baru di dalam kebenaran. Akan tetapi, ia telah membuktikan dirinya sebagai perintis yang efektif dalam tugas sebelumnya di Madagaskar dan Mauritius. Setibanya di Malawi, ia mendapatkan sebuah fasilitas kecil terdiri dari dua kamar di ibu kota, Zomba, di bagian selatan negara tersebut. Satu kamar digunakan untuk depot lektur dan kantor; yang lainnya untuk akomodasi tempat tidur. Saudara McLuckie, yang ketika itu masih lajang, melukiskan tugas barunya ini sebagai tugas terpencil, ”yang membawa tanggung jawab lebih besar daripada sebelumnya”.

Ia banyak dibantu oleh Richard Kalinde, yang menjadi rekan dekatnya. Tugas utamanya yang mula-mula adalah menjernihkan kebingungan yang mempengaruhi saudara-saudara kita akibat munculnya ”gerakan Menara Pengawal”. Ternyata, ini tidak sesulit yang diperkirakan. Misalnya, sebagian besar pejabat tahu bahwa sekte-sekte pribumi tersebut tidak ada sangkut-pautnya dengan Lembaga Menara Pengawal yang sejati. Juga, kantor cabang di Afrika Selatan telah memberikan pedoman yang jelas kepada Bert McLuckie tentang cara menangani situasi ini. Dengan mengikuti pedoman ini, ia mengunjungi kelompok demi kelompok di semua bagian Malawi, dengan Saudara Kalinde bertindak sebagai juru bahasanya. Kunjungan semacam itu ke sidang-sidang membantu banyak orang berhenti mendukung ”gerakan Menara Pengawal” yang palsu dan para pemimpinnya.

Berkat Yehuwa pun tampak nyata. Organisasi teokratis yang kukuh akhirnya terbentuk. Laporan dinas pengabaran juga dikumpulkan untuk pertama kalinya. Pada tahun 1934, terdapat rata-rata 28 penyiar.

Tugas Baru di Depot Zomba

Setelah bekerja di Malawi selama kira-kira satu tahun, Bert McLuckie dipanggil kembali ke Afrika Selatan. Selanjutnya, ia melayani dengan loyal dalam dinas Yehuwa di bagian lain dari Afrika bagian selatan selama lebih dari 60 tahun, sebelum tutup usia pada tahun 1995. Anggota lain dalam keluarga McLuckie yakni adiknya, Bill, menggantikannya di Malawi.

Sebelum itu, Bill McLuckie merintis di Afrika Selatan, meskipun ia belum dibaptis. George Phillips, hamba cabang di Afrika Selatan, bertanya kepada Bill apakah ia bersedia menerima tugas di Malawi. Sewaktu mengiakan, ia diberi tahu, ”Tentu saja, Saudara harus dibaptis dahulu.” Bill pun dibaptis dan tiba di depot Zomba pada bulan Maret 1935. Ia berusia 26 tahun. Saudara yang setia ini membuktikan integritasnya di Malawi dengan menghadapi banyak kesengsaraan hingga ia dideportasi pada tahun 1972.

Seperti apa keadaan pada masa-masa awal itu? Bill McLuckie, yang pada tahun 1998 berusia 89 tahun dan tinggal di Afrika Selatan bersama keluarganya, masih ingat suasana depot yang penuh sesak di Zomba. Ia mengatakan, ”Kamar tidurnya tidak lebih lebar daripada tungku perapian [1,4 meter]. Ruangannya agak pengap, jadi saya biasanya membiarkan jendela terbuka pada malam hari hingga pada suatu malam seorang polisi melongok ke dalam dan mengatakan, ’Bwana [Tuan], sebaiknya jendela ini ditutup saja. Macan tutul suka berkeliaran di jalanan pada malam hari.’ Jadi, saya pun menutupnya.”

Sekalipun kondisinya tidak nyaman, keberadaan depot di ibu kota terbukti sangat bermanfaat. Karena kantor pemerintah dan markas besar polisi letaknya tidak jauh, Saudara McLuckie dapat segera menjawab tuduhan apa pun terhadap Lembaga yang diakibatkan oleh kebingungan yang berlanjut mengenai Saksi-Saksi Yehuwa dan ”gerakan Menara Pengawal” yang palsu. Seperti yang telah dilakukan abangnya sebelum itu, Bill McLuckie menghadapi para pejabat dengan sabar guna menuntaskan segala kesalahpahaman. Saksi-Saksi Yehuwa akhirnya memperoleh reputasi yang baik.

Membersihkan Organisasi

Bill McLuckie bekerja keras dengan saudara-saudara untuk membina penghargaan akan standar Yehuwa sebagaimana diuraikan dalam Alkitab. Ini termasuk membantu saudara-saudara memahami bahwa praktek-praktek yang tidak berdasarkan Alkitab seperti perbuatan seksual yang amoral, spiritisme, dan penyalahgunaan alkohol tidak diizinkan dalam kehidupan Saksi-Saksi Yehuwa. (1 Kor. 6:9, 10; Pny. 22:15) Bantuan yang tak ternilai dalam pekerjaan ini antara lain datang dari Gresham Kwazizirah. Ia melayani dengan ekstensif dalam pekerjaan keliling, khususnya di bagian utara dari negara tersebut. Oleh Saudara McLuckie, ia dilukiskan terbuat dari ”bahan yang matang dan jujur”. Saudara Kwazizirah kemudian dikenal karena keloyalannya dalam menjunjung standar Alkitab yang adil-benar setiap waktu. Setiap kali ia bertemu saudara-saudari yang bertingkah laku amoral tetapi mengaku melayani Yehuwa, Saudara Kwazizirah akan mengkonfrontasi mereka tanpa gentar. Jika mereka tidak berbalik dari tingkah laku yang tidak bersifat Kristen, ia akan menyita publikasi mereka, mengatakan kepada mereka bahwa mereka bukan Saksi-Saksi Yehuwa yang sejati. Ia juga akan mencegah mereka untuk ambil bagian dalam dinas pengabaran. Banyak yang membersihkan kehidupan mereka sebagai hasil dari tindakan tegas demikian. Saudara Kwazizirah-lah yang dengan sedih melaporkan bahwa Richard Kalinde telah melakukan praktek-praktek yang tidak selaras dengan jalan hidup Kristen. Oleh karena itu, saudara yang dulunya bergairah ini tidak dapat lagi digunakan untuk mewakili organisasi Yehuwa yang bersih.

Karena pendirian mereka yang teguh berkenaan dengan standar moral Alkitab yang tinggi, Saksi-Saksi Yehuwa kemudian dikenal sebagai orang-orang yang berintegritas. Ini sering terbukti sebagai perlindungan bagi mereka.

Berkat Yehuwa atas organisasi yang bersih kian nyata seraya jumlah pemuji Allah yang aktif kian bertambah. Pada tahun 1943, jumlah rata-rata penyiar setiap bulannya adalah 2.464 yang tergabung dalam 144 sidang—pertambahan yang sangat bagus, yang berawal dari 28 penyiar saja sepuluh tahun berselang!

Membangunkan Malawi

Pada tahun 1944, ungkapan ”Dunia Baru”, yang sering digunakan dalam publikasi Menara Pengawal, benar-benar mengguncang penduduk Malawi. Sebagaimana dijelaskan dalam publikasi-publikasi itu, ungkapan ini memaksudkan sistem perkara yang baru dari Yehuwa—suatu masyarakat manusia yang baru, yang diperintah oleh Kerajaan surgawi Allah di tangan Yesus Kristus. (Dan. 7:13, 14; 2 Ptr. 3:13) Publikasi-publikasi itu memperlihatkan dari Alkitab bahwa dalam dunia baru, bumi akan menjadi firdaus; manusia akan hidup berdamai dengan binatang; tidak ada lagi perang; hasil bumi yang limpah akan tersedia bagi semua orang; penyakit dan kematian tidak akan ada lagi; bahkan orang mati akan dibangkitkan dan diberi kesempatan untuk hidup selama-lamanya.—Mzm. 67:6, 7; Yes. 2:4; 11:6-9; Luk. 23:43; Yoh. 5:28, 29; Pny. 21:3, 4.

Seorang saudara, sewaktu menyampaikan khotbah tentang pokok ini, menjelaskan sebagai berikut, dengan sedikit ilustrasi yang akrab di telinga masyarakat setempat, ”Sewaktu Adam berdosa, tidak seorang pun anaknya yang terlahir di taman itu; semuanya lahir di ’semak-semak’ dan, saudara-saudari, kita masih berada di ’semak-semak’ itu. Kita belum kembali ke taman. Tetapi, waktunya sudah dekat manakala kita akan meninggalkan dunia yang penuh matekenya (kutu) ini untuk memasuki dunia baru Yehuwa yang sepenuhnya mapan.”

Ceramah-ceramah tentang dunia baru Allah mendatangkan pengaruh yang sedemikian besar sehingga di satu bagian dari negara itu, sekumpulan peminat membuntuti saudara-saudara dari satu tempat ke tempat lain sambil memuaskan dahaga akan janji Alkitab mengenai Firdaus. Di daerah lain, setelah sejumlah pemimpin agama setempat mendengarkan khotbah tentang dunia baru, mereka sangat tergugah akan apa yang mereka ketahui sehingga mereka bergerombol menemui seorang misionaris Eropa dan mengatakan, ”Mengapa Anda merahasiakan perkara-perkara ini dari kami? Hari ini, kami melihat anak lelaki dan perempuan mengunjungi orang-orang dan memberi tahu mereka perkara-perkara menakjubkan yang telah mereka dengar! Dan, Anda telah menyuruh kami memberitakan doktrin yang ternyata palsu!”

Pada tahun 1946, jumlah pemberita Kerajaan di Malawi melewati angka 3.000, dan saudara-saudara benar-benar membangunkan negara itu.

Tentu saja, tidak semua orang senang dengan berita tentang dunia baru Allah. Sebelumnya, pemerintah melarang impor publikasi Menara Pengawal, yang memuat keterangan tentang dunia baru tersebut. Akan tetapi, ini tidak banyak berpengaruh, karena ada cukup banyak persediaan lektur yang telah masuk ke negara itu. Kini, dalam upaya untuk meredam pengaruh kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa, beberapa pemimpin agama mencoba meniru pernyataan dan metode Saksi-Saksi. ”Kami pun memberitakan dunia baru ini,” kata mereka. Beberapa bahkan mencoba mengadakan kunjungan kembali ke anggota mereka, tetapi dalam waktu beberapa minggu, mereka menyerah.

Para pemimpin agama juga berupaya membujuk kepala kampung untuk tidak membiarkan Saksi-Saksi Yehuwa mengabar di daerah mereka. Sudah merupakan kebiasaan untuk meminta izin dari kepala kampung sebelum menyampaikan khotbah di sebuah perkampungan. Tetapi, jika sang kepala kampung telah dipengaruhi pemimpin agama setempat, tidak ada perhimpunan umum yang dapat diadakan di sana.

Akan tetapi, banyak kepala desa yang menyambut hangat Saksi-Saksi Yehuwa. Sering kali, saudara-saudara menerima undangan untuk datang dan menyampaikan khotbah. Seorang kepala desa mendengarkan khotbah demikian di sebuah kota kecil yang disebut Lizulu, dan di sana, ia mempelajari tentang keadaan orang mati yang sebenarnya. (Pkh. 9:5; Yeh. 18:4) Tak lama kemudian, ia menghadiri upacara pemakaman yang diadakan oleh beberapa pemimpin agama. Hadirin diberi tahu bahwa anak yang telah meninggal itu ”kini sudah menjadi malaikat di surga”. Sang kepala desa yang sudah lanjut usia itu bergumam, segera berdiri tegak, berpaling ke kepala kampungnya, dan meminta tembakau sedot. Kemudian, sambil menyedotnya dengan kuat-kuat, ia meninggalkan upacara itu, sambil mengatakan, ”Huh, di Lizulu kita sudah mendengar di mana orang mati berada. Khotbah ini omong kosong!”

Kunjungan Istimewa

Sebuah peristiwa yang sangat istimewa berlangsung pada bulan Januari 1948, sewaktu N. H. Knorr dan M. G. Henschel, dari kantor pusat Lembaga di Brooklyn, New York, mengunjungi Malawi. Inilah kunjungan yang pertama oleh saudara-saudara dari kantor pusat sedunia. Sebuah pertemuan diselenggarakan di Balai Kota Blantyre bagi orang-orang Eropa dan India yang tinggal di kota. Mengingat hanya ada 250 orang Eropa yang tinggal di Blantyre pada waktu itu, sungguh membesarkan hati melihat 40 orang yang hadir untuk mendengarkan khotbah umum tersebut. Pada hari berikutnya, saudara-saudara yang berkunjung itu menghadiri sebuah kebaktian di tempat terbuka yang diadakan bagi saudara-saudara Afrika. Bill McLuckie, yang pada waktu itu sudah fasih berbahasa Chichewa, bertindak sebagai juru bahasa. Khotbah umum pada siang harinya dihadiri oleh 6.000 orang. Karena peralatan pengeras suara tidak tersedia, saudara-saudara yang ambil bagian harus berbicara dengan suara keras agar semua dapat mendengar. Tiba-tiba, turun hujan lebat sementara khotbah berlangsung, dan orang banyak mulai berlarian untuk berlindung di bawah pohon atau rumah terdekat. Tetapi, Saksi-Saksi tidak bergeming, dan Saudara Knorr membawakan khotbah ini hingga selesai sambil memegang payung di atas kepalanya. Fakta bahwa mzungu (orang kulit putih) ini berdiri di tengah hujan untuk menyelesaikan khotbahnya kepada hadirin orang Afrika memperlihatkan kepada umum bahwa Saksi-Saksi Yehuwa sungguh berminat akan kesejahteraan mereka, karena orang Eropa setempat tidak akan pernah melakukan hal itu.

Kunjungan Saudara Knorr dan Henschel memberikan daya pendorong yang hebat terhadap pekerjaan. Pada tahun itu, 1948, jumlah penyiar melewati angka 5.600, dan jumlah orang yang baru bergabung pun naik dengan pesat. Di beberapa tempat, sulit menemukan cukup banyak daerah untuk pekerjaan kesaksian!

Kegiatan Kantor Cabang Dimulai

Sementara itu, depot Lembaga telah pindah dari Zomba ke Blantyre, pusat perdagangan negara itu, yang terletak lebih jauh ke selatan. Kemudian, pada tanggal 1 September 1948, setelah kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi bertahun-tahun di bawah pengawasan kantor cabang Afrika Selatan, sebuah kantor cabang didirikan di Malawi, dengan Bill McLuckie sebagai hamba cabang yang pertama. Kebutuhan ladang di Malawi kini dapat langsung ditangani dengan pengawasan dari kantor pusat sedunia.

Pada waktu itu, sudah ada sejumlah saudara yang matang dan berpengalaman yang dapat melayani sebagai hamba wilayah untuk mengunjungi sidang-sidang guna menguatkan saudara-saudara. Kebaktian wilayah diselenggarakan dua kali setahun, dan Gresham Kwazizirah melayani sebagai hamba distrik untuk seluruh negara. Di kantor, Bill McLuckie pun senantiasa sibuk—sering kali harus mengetik hingga dini hari.

Masih banyak yang harus dilakukan, dan lebih banyak bantuan dibutuhkan. Jadi, Peter Bridle dan Fred Smedley, lulusan dari sekolah utusan injil Gilead, disambut hangat sewaktu tiba pada tahun 1949. Mereka dan lulusan Gilead lainnya memberikan banyak bantuan yang sangat dibutuhkan kepada hamba cabang yang bekerja terlalu berat. Kini, mereka dapat memberikan lebih banyak perhatian kepada penyelenggaraan sidang dan kebaktian.

”Saya Tidak Akan Sanggup Bertahan!”

Bagi orang-orang Eropa atau Amerika Utara, khususnya pada masa itu, datang ke Malawi dapat berarti mengubah gaya hidup secara drastis. Tidak ada satu pun fasilitas modern yang umumnya mereka gunakan. Tidak ada peralatan listrik yang dapat ditemukan di semak-semak Afrika. Gaya hidup yang mungkin dipandang normal oleh penduduk setempat dapat membuat seorang pendatang merasa sengsara. Bagaimana seorang utusan injil yang baru dapat menyesuaikan diri?

Sewaktu mengenang kesan pertamanya saat tiba di Malawi setelah mengadakan perjalanan yang melelahkan dengan kereta api dari pelabuhan Beira, di Mozambik, Peter Bridle berkata, ”Sewaktu kami akhirnya tiba di Sungai Shire, hari sudah menjelang malam. Kumbang besar mulai beterbangan. Mereka mengerumuni lampu-lampu hingga tertutup sepenuhnya. Mereka hinggap di tengkuk, merayap keluar-masuk pakaian. Saya berkata kepada Yehuwa, ’Saya tidak tahan lagi. Tugas ini terlalu berat buat saya. Saya tidak akan sanggup bertahan!’ Kemudian, kami menyeberangi sungai dan masuk ke kereta api, yang sedang ada di stasiun. Lampu-lampunya sangat redup sekali. Saya segera menyadari alasannya—agar serangga-serangga itu jangan masuk. Hidangan pun disediakan, yang dimulai dengan sup. Kami nyaris tidak dapat melihat ke penumpang di depan meja karena lampunya yang sedemikian redup. Kami menghirup sup melalui celah gigi agar serangganya tidak ikut tertelan, dan saya mengatakan kepada Yehuwa, ’Aduh, tugas kali ini terlalu berat bagi saya. Saya tidak akan sanggup bertahan!’”

Dalam perjalanan ke daerah yang sama di kemudian hari, Saudara Bridle mengalami kesulitan dalam menyampaikan khotbah umum. Mengapa? Ia menjelaskan, ”Nyamuknya benar-benar bandel. Sewaktu menyampaikan khotbah pada suatu malam, saya harus menyelipkan celana saya ke dalam kaus kaki. Kepala saya dililit handuk yang terselip ke dalam baju saya. Lengan baju saya diikat dengan karet gelang, sehingga hanya tangan dan wajah saya yang kelihatan. Saya menyampaikan khotbah melalui seorang juru bahasa. Saya mengucapkan satu kalimat dan kemudian mengusap wajah untuk mengusir nyamuk. Kemudian, saya mengusap kedua tangan dan wajah saya lagi. Segera setelah sang juru bahasa selesai, saya mengucapkan kalimat berikutnya dan melakukan hal yang sama lagi.”

Meskipun menghadapi situasi ini, Peter Bridle dan saudara-saudara lain seperti dia dapat berhasil, berkat bantuan Yehuwa. Mayoritas utusan injil yang ditugaskan ke Malawi melayani dengan setia selama bertahun-tahun. Upaya mereka yang sepenuh jiwa mendatangkan banyak berkat atas ladang di Malawi.

Lebih Banyak Saudara Setempat yang Matang

Sementara itu, lebih banyak saudara setempat yang maju ke kematangan Kristen. Saudara-saudara ini juga memperoleh manfaat dari pergaulan dengan para utusan injil. Salah seorang darinya adalah Saudara Alexander Mafambana—yang biasa dipanggil Alex. Ia orang yang sangat cakap. Ia lahir di Mozambik, putra seorang kepala suku, dan akan menggantikan ayahnya sebagai kepala suku. Tetapi, setelah pindah ke Afrika Selatan untuk mencari pekerjaan, Alex berjumpa dengan Saksi-Saksi Yehuwa dan memperoleh pengetahuan yang saksama akan kebenaran Alkitab. Ia menyimpulkan bahwa melakukan apa yang diharapkan dari seorang kepala suku akan mencakup mengkompromikan prinsip-prinsip Kristen. Agar terhindar dari masalah, ia memutuskan untuk menetap di Malawi. Tak lama kemudian, Saudara Mafambana menjadi perintis, dan pada tahun 1952 ia mulai membantu kantor cabang di Blantyre. Pengetahuannya akan beberapa bahasa khususnya berguna dalam menangani surat-surat dari lapangan. Pada tahun 1958/59 ia mendapat kesempatan menghadiri sekolah utusan injil Gilead, dan ia lulus bersama Jack dan Linda Johansson, rekan-rekan sekelasnya yang juga ditugaskan ke Malawi.

Saudara lain yang juga mempelajari kebenaran di Afrika Selatan adalah Kenneth Chimbaza. Setelah dibaptis di sana pada tahun 1942, ia kembali ke Malawi. Tak lama kemudian, Saudara Chimbaza telah memperlihatkan bukti bahwa ia mengembangkan sifat-sifat seorang Kristen yang matang. Setelah merintis selama beberapa waktu, ia melayani secara ekstensif sebagai pengawas keliling. Beberapa dari utusan injil yang belakangan tiba menikmati kerja sama dengan Saudara Chimbaza dan istrinya, Elisi, serta putra mereka yang masih muda, Maimba. Melalui cara ini, mereka berkenalan dengan gaya hidup di Malawi.

Sesungguhnya, saudara-saudara matang semacam itu terbukti sebagai ’pemberian yang berharga berupa pria-pria’.—Ef. 4:8.

Para Utusan Injil Mempercepat Pertambahan

Para utusan injil yang melayani dengan setia di Malawi masih memiliki kenangan manis, khususnya dengan Saksi-Saksi kawakan yang berkesempatan bekerja sama dengan mereka pada masa itu. Beberapa dari utusan injil ini mendapati bahwa tugas baru mereka menuntut perubahan besar dalam gaya hidup mereka, tetapi kasih memotivasi mereka untuk melakukannya.

Malcolm Vigo tiba pada tahun 1957 sewaktu masih lajang. Seusai makan malam pada malam pertamanya di kantor cabang, ia sangat ingin mengetahui apa yang bakal menjadi tugasnya. Lonnie Nail, seorang lulusan Gilead yang tiba setahun sebelumnya dan pada waktu itu adalah hamba cabang, memberitahunya bahwa ia akan ditugaskan untuk pekerjaan keliling. Apakah akan ada kursus bahasa atau masa orientasi? Tidak, pada waktu itu belum ada penyelenggaraan demikian. Ia mulai bekerja pada keesokan harinya juga!

Para utusan injil yang ditugaskan untuk pekerjaan keliling segera tahu bahwa selain melayani sidang, seandainya mereka ingin mengemudikan kendaraan, mereka harus juga menjadi mekanik. Mereka juga mendapati bahwa kebanyakan jalan raya di sini tidak lebih daripada jalan setapak yang samar-samar di antara semak-semak. Tentu saja, saudara-saudara setempat menghargai upaya mereka dan melakukan sebisa-bisanya untuk mempermudah pekerjaan mereka. Biasanya, sebuah rumah beratap ilalang dan toilet akan dibangun untuk utusan injil dan istrinya, jika ia sudah menikah. Tetapi, bagi saudari-saudari yang mengadakan perjalanan dengan suami mereka, bunyi-bunyi mencekam pada malam hari khususnya sangat menyeramkan! Perlu beberapa waktu sebelum mereka dapat terbiasa dengan ”tawa” dubuk yang mendirikan bulu kuduk dan ”orkes” bunyi-bunyi dari beraneka ragam serangga.

Jack Johansson mengenang bahwa mempersiapkan kebaktian di semak-semak cukup membawa tantangan. Pertama-tama, lokasi harus dikosongkan, dan kemudian dalam kebanyakan peristiwa, segala sesuatu dibangun hanya dari bahan-bahan yang ditemukan di semak-semak. Tetapi, saudara-saudari, tua dan muda, merasa senang memberikan dukungan. Di lokasi kebaktian dekat Mulanje, seorang saudara yang sudah lanjut usia dengan wajah ceria mendekati Saudara Johansson dan mengatakan, ”Saya juga ingin membantu pekerjaan ini.” Tampaknya memang tidak aneh. Tetapi, belakangan Saudara Johansson tahu bahwa saudara itu telah berjalan kaki selama hampir sebulan dan menempuh sekitar 800 kilometer untuk tiba di lokasi kebaktian, dan hal pertama yang ia lakukan pada saat tiba adalah merelakan diri untuk membantu mempersiapkan fasilitas kebaktian! Dengan semangat rela berkorban semacam itu, saudara-saudari mengubah semak itu menjadi ”stadion” berkapasitas 6.000 tempat duduk!

Para utusan injil menyumbang pada peningkatan mutu pengorganisasian sidang dan wilayah di Malawi. Saudara-saudara seperti Hal Bentley, Eddie Dobart, Keith Eaton, Harold Guy, Jack Johansson, Rod Sharp, dan Malcolm Vigo melaksanakan pekerjaan yang baik sebagai pengawas distrik. Saksi-Saksi setempat menyambut baik nasihat dan pengarahan yang pengasih yang mereka terima. Hasilnya, perhimpunan sidang dan pemberitaan kabar baik Kerajaan semakin terorganisasi dengan baik. Pada waktu yang sama, saudara-saudari dimantapkan dalam kebenaran, sebagai persiapan untuk kesengsaraan yang menanti.

Orang-Orang Eropa Mendapat Kesaksian

Belakangan, beberapa utusan injil ditugasi bekerja di kantor cabang, dan di sana pun mereka sangat sibuk. Tugas di sini membuka kesempatan bagi beberapa istri utusan injil untuk memberikan kesaksian kepada orang-orang Eropa di Blantyre dan Zomba. Phyllis Bridle, Linda Johansson, Linda Louise Vigo, Anne Eaton, dan yang lain-lain mengerjakan daerah ini dengan sangat baik. Adakalanya, orang-orang Eropa itu berprasangka terhadap pekerjaan kita, sering kali akibat kebingungan yang masih berlanjut tentang ”gerakan Menara Pengawal”. Tetapi, saudari-saudari ini memanfaatkan kesempatan dengan baik untuk menjelaskan duduk persoalannya dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah.

Kebanyakan orang Eropa dan Asia di Malawi memiliki bisnis sendiri atau kontrak kerja yang menggiurkan. Pada umumnya, mereka puas dengan kondisi hidup mereka. Meskipun demikian, beberapa orang Eropa dan penduduk setempat yang berbahasa Inggris menyambut baik kebenaran. Beberapa kemudian dibaptis—salah satunya dalam bak mandi di Betel!

”Pertukaran Anjuran”

Seraya para utusan injil bergaul bersama saudara-saudari setempat, keharmonisan antarras yang sejati pun berkembang di antara mereka. Hal ini diungkapkan dengan tepat dalam surat yang ditulis oleh Alex Mafambana kepada beberapa utusan injil yang menjadi temannya, ”Kalau ada ’jurang’ di dunia ini, itu adalah antara Timur dan Barat. Sedangkan bagi kita, kita memiliki ikatan pemersatu yang paling unik yang pernah tercipta: Agape!” Ini benar-benar berbeda dari sikap orang-orang di luar organisasi Yehuwa! Orang-orang Eropa biasanya menganggap diri lebih unggul daripada orang Afrika dan tidak banyak berurusan dengan mereka. Meskipun demikian, ada satu hal yang harus diperjelas. Ini adalah penggunaan sebutan Bwana oleh saudara-saudara setempat. Sebutan ini sering digunakan sewaktu menyapa orang-orang Eropa, termasuk para utusan injil. Sebutan itu menyiratkan bahwa orang Eropa adalah tuan atau majikan dari orang Afrika. Jadi, setiap kali seorang saudara setempat memanggil utusan injil dengan sebutan Bwana, sang utusan injil akan mengingatkan dia, ”Saksi-Saksi Yehuwa adalah saudara-saudara, bukan Bwana!”

Manfaatnya tidak sepihak saja. Para utusan injil banyak belajar dari kerja sama dengan saudara-saudari Afrika mereka. Banyak persahabatan yang erat pun terjalin. Sesuai dengan kata-kata rasul Paulus, terdapat ”pertukaran anjuran”.—Rm. 1:12.

Memuji Yehuwa dengan Nyanyian

Siapa pun yang tinggal di Afrika segera memperhatikan bahwa masyarakatnya senang menyanyi. Ini dilakukan tanpa musik pengiring, melainkan hanya menggunakan suara mereka, dan dengan paduan nada yang indah. Malawi pun tidak terkecuali. Bahkan sebelum tersedia buku nyanyian dalam bahasa Chichewa, saudara-saudara merancang nyanyian mereka sendiri. Dengan menggunakan melodi populer dari nyanyian Susunan Kristen, mereka mengganti kata-katanya untuk menyanyikan tema-tema seperti Kerajaan, pelayanan, dan Armagedon. Meskipun nyanyian ini tidak tertulis, semua saudara mengetahuinya dan menyanyikannya dengan indah. Pada kebaktian, sewaktu antusiasme sedang pada puncaknya, sering kali mereka menyanyikan refreinnya setelah tiap-tiap bait, bukan hanya satu kali melainkan dua kali! Sewaktu Saudara Knorr berkunjung pada tahun 1953, ia sangat tergugah oleh paduan suara yang indah ini. Dalam laporannya, ia mengatakan, ”Harus diakui bahwa nyanyiannya luar biasa menyenangkan.”

Sewaktu buku nyanyian baru dari Lembaga, Songs to Jehovah’s Praise (Nyanyian untuk Kepujian Yehuwa), dalam bahasa Inggris tiba di kantor cabang pada tahun 1950, diputuskan untuk menghasilkan buku nyanyian dalam bahasa Chichewa juga. Tetapi, bagaimana saudara-saudara diajar untuk membaca partitur musik? Mereka semua dapat bernyanyi, namun tidak terbiasa membaca not. Kantor cabang memutuskan untuk menggunakan not angka, yang menggunakan metode ”do, re, mi” untuk menunjukkan not-not musik. Beberapa saudara pernah mempelajarinya di sekolah. Peter Bridle, yang mengerahkan banyak upaya dalam proyek ini, mengenang kembali betapa rumitnya hal itu. Ia mengatakan, ”Kami duduk bersama para penerjemah dan mengerjakannya. Kami harus memastikan agar terjemahannya pas dengan musiknya. Jadi, sedikit demi sedikit, kami pun menghasilkan buku nyanyian tersebut.”

Songs to Jehovah’s Praise edisi bahasa Chichewa sangat populer di kalangan saudara-saudara. Kantor cabang mencetaknya dengan mesin stensil kuno, menggunakan kertas apa pun yang dapat diperoleh. Hasilnya, buku nyanyian awal itu tidak terlalu kuat dan sering kali harus diganti. Tetapi, saudara-saudara tidak keberatan. Mereka sudah cukup senang memiliki buku nyanyian. Setiap kali diadakan kebaktian, dua atau tiga ribu eksemplar pun berpindah ke tangan saudara-saudara! Akhirnya, Brooklyn mengambil alih pencetakan buku nyanyian ini, tetapi setelah kira-kira 50.000 eksemplar diproduksi secara lokal!

Fasilitas Baru untuk Kantor Cabang

Selama bertahun-tahun, pekerjaan Kerajaan di Malawi diawasi dari sejumlah lokasi yang berbeda, umumnya dengan kamar-kamar yang sesak. Akan tetapi, pada pertengahan tahun 1950-an, diputuskan untuk mendirikan sebuah bangunan yang dirancang secara spesifik guna menampung kantor cabang, dengan kamar-kamar tempat tinggal bagi para pekerja Betel. Maka, pada tahun 1956, sebidang properti dibeli di Blantyre. Pada bulan Mei 1958, bangunan itu siap dihuni. Betapa tergetarnya saudara-saudara!

Beberapa tahun kemudian, kantor cabang mendapat tetangga yang sangat terkenal. Bangunan di sebelahnya, Gedung Mudi, menjadi tempat kediaman resmi bagi perdana menteri Malawi, dr. Hastings Kamuzu Banda.

Sayang sekali, setelah semua kerja keras untuk membangun kantor cabang dan Rumah Betel, fasilitas yang bagus ini lepas dari tangan Lembaga beberapa waktu kemudian.

Kunjungan yang Menganjurkan

Pada tahun 1963, Milton Henschel dari kantor pusat Lembaga sedunia kembali mengunjungi Malawi. Ia tiba segera setelah kebaktian di Liberia tempat ia, serta banyak saudara-saudari setempat, mengalami perlakuan buruk secara fisik oleh para tentara. Sebuah kebaktian nasional yang besar diselenggarakan di dekat bandara, beberapa kilometer di luar kota Blantyre. Saudara-saudara dari seluruh Malawi hadir, dari ”Nsanje [di selatan] hingga Karonga [di utara]”, kata seorang penyiar kawakan. Hadirin yang berjumlah sekitar 10.000 orang itu benar-benar menghargai khotbah-khotbah bagus yang disampaikan oleh Saudara Henschel dan para pembicara lain. Pertemuan Saksi-Saksi Yehuwa jarang mendapat liputan dari pers, namun kali ini tulisan mengenai kebaktian tersebut bahkan muncul dalam salah satu surat kabar nasional.

Situasi politik semakin tegang di negara itu, maka saudara-saudara merasa sangat dianjurkan dengan hadir di kebaktian ini. Mereka mendengarkan bagaimana Saksi-Saksi Yehuwa di seluas dunia mengambil pendirian teguh demi prinsip Alkitab. Mengenai kebaktian itu, Saudara Mafambana yang menjadi ketua, berkata, ”Ingatlah, beberapa delegasi bersepeda lebih dari 600 kilometer sekali jalan untuk hadir. Mereka merasa bahwa adalah tanggung jawab Kristen untuk hadir dan siap menghadapi kesukaran dalam memenuhi tuntutan itu. Inilah bukti dari iman Kristen yang teguh yang dipegang oleh begitu banyak Saksi.”

Isyarat Kesusahan

Pada awal tahun 1960-an, semangat nasionalisme sedang memuncak di Malawi. Selaras dengan kesepakatan yang dibuat bersama Inggris, otonomi penuh akan diberikan pada pertengahan tahun 1964 seusai pemilihan umum. Sementara itu, dr. Banda diangkat menjadi perdana menteri interen atas koloni tersebut. Sebelum pemilihan umum, pemerintah menyelenggarakan pendaftaran sukarela bagi pemberi suara yang berlangsung dari tanggal 30 Desember 1963, hingga 19 Januari 1964.

Pada waktu inilah Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi pertama kali terseret ke dalam apa yang belakangan disebut dalam San Francisco Examiner (diterbitkan di AS) sebagai ”suatu perang agama . . . perang yang sangat tidak seimbang, pertarungan antara kekuatan melawan iman”. Saksi-Saksi Yehuwa bukanlah pihak yang menabuh genderang perang. Selaras dengan ajaran Alkitab, mereka memperlihatkan respek kepada para pemerintah duniawi dan dengan jujur membayar pajak. (Luk. 20:19-25; Rm. 13:1-7) Akan tetapi, karena Yesus Kristus mengatakan bahwa para pengikutnya ”bukan bagian dari dunia”, Saksi-Saksi Yehuwa juga mempertahankan kedudukan netral yang teguh sehubungan dengan perang bangsa-bangsa dan urusan politiknya.—Yoh. 17:16; Kis. 5:28, 29.

Seraya seluruh negeri dilanda demam pendaftaran pemberi suara, Saksi-Saksi menggunakan hak mereka untuk tidak mendaftar. Akan tetapi, sewaktu para pejabat partai memperhatikan pendirian mereka yang netral, penganiayaan yang hebat pun terjadi. Upaya dilakukan untuk memaksa Saksi-Saksi berubah pikiran dan membeli kartu keanggotaan partai. Selama masa ini, laporan-laporan pun diterima oleh kantor cabang, memperlihatkan bahwa lebih dari 100 Balai Kerajaan dan 1.000 rumah saudara-saudara telah dibakar atau diruntuhkan. Ratusan ladang dan gudang makanan dibakar. Sungguh menyedihkan bahwa banyak keluarga Saksi-Saksi Yehuwa kini tidak punya makanan atau tempat bernaung. Ada yang melarikan diri ke Mozambik, negara terdekat, untuk menyelamatkan diri. Banyak yang menderita pemukulan hebat. Di antaranya Kenneth Chimbaza, seorang pengawas keliling. Beberapa tahun setelah mengalami penganiayaan demikian, ia meninggal, tampaknya akibat cedera yang dideritanya.

Integritas di Bawah Pencobaan

Ada banyak sekali pengalaman Saksi-Saksi yang memelihara integritas di bawah penganiayaan. Misalnya, ada dua saudari yang tinggal tidak jauh dari Blantyre yang harus mengasuh 11 anak. Suami-suami mereka telah menyerah pada tekanan politik dan membeli kartu keanggotaan partai. Kini, kedua saudari itu didesak untuk membeli kartu. Mereka menolak. Para pejabat partai memberi tahu bahwa mereka akan kembali keesokan harinya untuk memeriksa apakah saudari-saudari itu sudah berubah pikiran. Yang pasti, keesokan paginya sekumpulan besar orang datang untuk membawa mereka. Kemudian mereka dibawa ke tempat umum, diancam akan diperkosa, dan dipukuli karena menolak membeli kartu partai. Saudari-saudari itu tetap teguh. Mereka kemudian diizinkan pulang, kemudian dijemput kembali keesokan harinya. Sekali lagi, mereka dipukuli, dan kali ini ditelanjangi di depan kumpulan orang. Namun, saudari-saudari tersebut tetap tidak mau berkompromi.

Sekarang para penganiaya menggunakan metode lain. ”Kami telah menelepon kantor kalian,” kata mereka, ”dan telah berbicara dengan Johansson dan McLuckie serta Mafambana. Mereka memberi tahu kami bahwa kalian harus membeli kartu, karena mereka pun telah membeli kartu, seperti semua Saksi-Saksi Yehuwa lain di [Malawi]. Jadi, di seluruh negara hanya tinggal kalian berdua yang belum membeli kartu. Sebaiknya kalian beli itu sekarang juga.” Saudari-saudari itu menjawab, ”Kami hanya melayani Allah Yehuwa. Jadi, jika saudara-saudara di kantor cabang telah membeli kartu, itu tidak ada sangkut-pautnya dengan kami. Kami tidak akan berkompromi, sekalipun kalian membunuh kami!” (Bandingkan Roma 14:12.) Akhirnya, kedua saudari itu dibebaskan.

Kedua saudari yang setia dan rendah hati ini tidak dapat membaca atau menulis, namun mereka memiliki kasih yang dalam akan Yehuwa dan hukum-Nya. Pendirian mereka yang teguh menggemakan kata-kata Mazmur 56:12, ”Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?”

Upaya untuk Memperjelas Kedudukan Kita

Seraya insiden serius semakin menjadi-jadi, Lembaga bekerja keras agar kalangan berwenang menghentikan penganiayaan. Kantor perdana menteri dihubungi dan Lembaga diizinkan menghadap dr. Banda pada tanggal 30 Januari 1964. Pada kesempatan itu, Jack Johansson dapat menerangkan sejelas-jelasnya pendirian netral Saksi-Saksi Yehuwa, dengan mendasarkan pembahasannya atas Roma pasal 13. Sang perdana menteri tampak cukup puas dengan pembahasan itu, dan sewaktu Saudara Johansson pamit, dr. Banda mengucapkan banyak terima kasih.

Akan tetapi, persis empat hari kemudian, sekelompok Saksi di kawasan Mulanje diserang. Elaton Mwachande dibunuh dengan brutal. Sebatang anak panah ditembakkan hingga menembus leher Mona Mwiwaula, seorang Saksi lanjut usia, dan ia dibiarkan agar mati. Anehnya, saudari ini selamat, dan belakangan kesaksiannya digunakan untuk menyeret orang-orang yang brutal tersebut ke meja hijau. Sewaktu berita mengenai insiden yang mengerikan ini mencapai kantor cabang, sepucuk telegram yang urgen segera dikirimkan ke kantor perdana menteri.

Hasilnya adalah pertemuan sekali lagi dengan dr. Banda serta dua menterinya pada tanggal 11 Februari 1964. Harold Guy dan Alexander Mafambana menemani Jack Johansson. Namun, kali ini suasananya sangat berbeda. Sambil melambaikan telegram tersebut di udara, dr. Banda mengatakan, ”Tn. Johansson, apa maksud Anda mengirimkan telegram seperti ini?” Saudara-saudara dengan tenang berupaya meyakinkan sang perdana menteri akan pendirian kita yang netral dan ketaatan kepada hukum negeri itu. Tetapi, sang perdana menteri dan rekan-rekannya membantah dengan mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa sengaja membangkitkan kemarahan penyerang mereka. Pertemuan itu berakhir dengan hasil yang negatif, Saksi-Saksi Yehuwa dipersalahkan atas situasi yang kacau di negara itu. Saudara Johansson bahkan diancam akan segera dideportasi. Akan tetapi, tampaknya kemarahan dr. Banda lebih banyak ditujukan pada ketidakcakapan kedua menterinya yang tidak dapat mengajukan bukti yang masuk akal tentang provokasi oleh Saksi-Saksi Yehuwa.

Menarik, dalam pengadilan yang menindaklanjuti pembunuhan atas Saudara Mwachande, hakim yang bertugas, Tn. L. M. E. Emejulu, tidak menemukan bukti bahwa Saksi-Saksi Yehuwa dengan satu atau lain cara telah membangkitkan kemarahan penyerang mereka, sebagaimana dituduhkan pemerintah. Sang hakim menyatakan, ”Saya tidak menemukan bukti adanya provokasi. Memang Saksi-Saksi Yehuwa bertekad menyebarluaskan iman mereka dan berupaya menobatkan orang, tetapi mereka menyadari kewajiban mereka sebagai warga negara dan mereka melakukan sebisa-bisanya apabila diminta . . . Mereka hanya menolak bergabung dengan partai politik mana pun.”

Seraya kehebohan pendaftaran pemberi suara mereda, sang perdana menteri menyerukan agar ada perdamaian dan ketenangan di negara itu. ”Jangan ada masalah bagi orang Eropa, polisi, orang India, bahkan Saksi-Saksi Yehuwa,” katanya. ”Maafkan mereka!” Pada bulan Juli 1964, dengan suasana gegap-gempita, koloni Nyasaland menjadi republik yang merdeka dan berganti nama menjadi Malawi. Penganiayaan akhirnya berakhir, tetapi delapan nyawa hamba Yehuwa telah menjadi korban dengan cara yang mengerikan.

Masa Tenang yang Singkat

Seraya tahun 1964 hampir berakhir, tibalah waktu yang relatif tenang bagi saudara-saudara kita. Beberapa orang yang pernah memusuhi dengan sengit menjadi ingin tahu apa ”rahasia” yang memungkinkan korban mereka mengambil pendirian teguh meskipun menghadapi semua penganiayaan itu. Hasilnya, pengabaran berita Kerajaan kembali melonjak.

Pada awal tahun 1966, terdapat kesempatan lain untuk menjelaskan kedudukan netral dari Saksi-Saksi Yehuwa kepada dr. Banda. Lembaga Menara Pengawal telah meminta izin agar lebih banyak utusan injil masuk ke dalam negara itu. Dr. Banda, yang mengatur dikeluarkannya izin masuk bagi orang-orang Eropa yang ingin datang ke Malawi, menanyakan mengapa perlu lebih banyak utusan injil. Hasilnya adalah pertemuan antara dr. Banda dan Malcolm Vigo, sang hamba cabang. Dr. Banda menekankan bahwa ia tidak ingin siapa pun ambil bagian dalam urusan politik. Saudara Vigo meyakinkan dia sekali lagi mengenai ketaatan kita kepada hukum negeri itu dan pendirian kita yang netral berkenaan dengan perkara-perkara politik.—Rm. 13:1-7.

Pada tahun 1967, rata-rata jumlah penyiar telah meningkat hingga lebih dari 17.000. Pada masa tenang ini, dua lulusan Gilead lagi, Keith dan Anne Eaton, tiba di negara itu. Sewaktu bertemu dengan suami-istri Johansson di kantor cabang, Linda dengan antusias meyakinkan mereka, ”Kalian datang ke negara paling damai di Afrika!” Mereka sama sekali tidak tahu bahwa kesulitan serius sedang menanti.

Situasinya Kembali Memburuk

Seusai kursus bahasa yang singkat, Keith Eaton, serta istrinya, Anne, ditugaskan untuk pekerjaan distrik. Pada mulanya, mereka mendapat bantuan pengasih dari Kenneth Chimbaza dan keluarganya. Maimba muda, yang selalu ingin membantu, khususnya merasa senang membawakan tas pengabaran Saudara Eaton setiap kali mereka ambil bagian dalam dinas pengabaran.

Pada bulan April 1967 sewaktu Saudara Eaton sedang melayani sebuah kebaktian wilayah di Desa Thambo di daerah Phalombe, ia mendengarkan siaran radio yang menggelisahkan. Dr. Banda menuduh Saksi-Saksi Yehuwa sengaja membangkitkan kemarahan para pejabat partai dan para anggota gerakan pemuda yang dikenal sebagai Perintis Muda Malawi dan Liga Pemuda Malawi. Ia juga menyatakan bahwa Saksi-Saksi tidak hanya menolak membeli kartu keanggotaan partai, tetapi juga membujuk orang lain untuk tidak melakukannya.

Pada tahun 1964, persoalan kartu partai mulai diangkat. Meskipun pembelian kartu ini bersifat sukarela, penolakan untuk membelinya dianggap oleh para pejabat partai sebagai tindakan yang tidak respek. Belakangan dikatakan bahwa membeli kartu adalah ”salah satu cara kita, bangsa negara ini, dapat memperlihatkan penghargaan kepada [dr. Banda] untuk membangun negara Malawi ini”. Dengan perasaan murka terhadap pendirian teguh Saksi-Saksi Yehuwa sehubungan dengan masalah tersebut, para pejabat partai memperbarui upaya memaksa saudara-saudara agar patuh. Laporan mengenai pelecehan dan pemukulan kembali mencapai kantor cabang.

Pada satu kesempatan, Malcolm Vigo diminta oleh beberapa pejabat partai untuk mengunjungi seorang saudara dari Sidang Jumbe yang ditangkap karena menolak membeli kartu partai. Sebelum masuk ke ruangan, Saudara Vigo berdoa dengan senyap. Tampak jelas sejak permulaan, para pejabat ini berharap agar Saudara Vigo akan memberi tahu mereka bahwa Lembaga Menara Pengawal dengan jelas memberi tahu para anggotanya bahwa membeli kartu partai itu salah. Sebaliknya, ia menekankan bahwa Lembaga tidak mendikte siapa pun tentang apa yang harus dilakukan dan setiap orang harus membuat keputusan sendiri mengenai masalah tersebut. Para pejabat partai tidak senang dengan penjelasannya. Pertanyaan-pertanyaan pun dilontarkan dari semua pihak. Dengan perasaan antusias untuk menjebaknya, para pejabat itu melontarkan satu demi satu pertanyaan bahkan sebelum Saudara Vigo dapat menjawabnya. Setelah proses pemeriksaan selama dua jam, saudara tersebut akhirnya dibebaskan. Tidak ada kartu partai yang dibeli.

Pelarangan!

Situasinya mencapai puncak pada bulan September 1967 pada pertemuan tahunan partai yang berkuasa, Partai Kongres Malawi. Salah satu resolusi yang dinyatakan di sana berbunyi, ”[Kami] merekomendasikan dengan kuat agar sekte Saksi-Saksi Yehuwa dinyatakan ilegal di negara ini.” Alasannya? Resolusi itu menyatakan, ”Sekte itu membahayakan stabilitas perdamaian dan ketenangan yang penting bagi berjalannya Negara kita dengan mulus.” Kemudian, dalam pidato penutup pertemuan itu, sang presiden menyatakan, ”Saksi-Saksi Yehuwa mendatangkan kesulitan di mana-mana. Oleh karena ini, kemarin Pertemuan mengeluarkan suatu resolusi yang mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa hendaknya dilarang. Saya memberi Anda jaminan, Pemerintah pasti akan meninjau perkara tersebut dengan segera.”

Apakah Saksi-Saksi Yehuwa sesungguhnya ’membahayakan stabilitas Malawi’? Sama sekali tidak! Saksi-Saksi di Malawi belakangan dilukiskan oleh seorang pengamat sebagai ”warga negara teladan” yang ”rajin membayar pajak, mengurus orang sakit, memerangi buta huruf”. Meskipun demikian, pemerintah benar-benar ”meninjau perkara tersebut dengan segera”. Perintah resmi yang membawa pelarangan segera ditandatangani, dan diberlakukan pada tanggal 20 Oktober 1967. Seluruh bangsa diberi tahu melalui kepala berita surat kabar dengan huruf-huruf tebal dan besar, ”Malawi Melarang Sekte ’Berbahaya’”. Meskipun dinyatakan bahwa tindakan tersebut diambil karena Saksi-Saksi Yehuwa ”membahayakan pemerintah Malawi yang baik”, tampak jelas bahwa alasan sebenarnya adalah karena mereka menolak membeli kartu keanggotaan partai. Selaras dengan keyakinan mereka yang kuat dan berdasarkan Alkitab, Saksi-Saksi Yehuwa hanya memilih untuk ”menaati Allah sebagai penguasa sebaliknya daripada manusia”.—Kis. 5:28, 29.

Persiapan di Muka Tidak Sia-Sia

Sebelum pelarangan diberlakukan, saudara-saudara di kantor cabang sadar bahwa pasti akan ada tindakan resmi terhadap Saksi-Saksi Yehuwa. Meskipun mereka tidak berharap adanya pelarangan total, mereka mulai mengambil langkah-langkah pencegahan. Pertemuan khusus diadakan di berbagai bagian negara itu guna memberikan pengarahan dan anjuran kepada para pengawas wilayah dan distrik. Pedoman praktis diberikan sehubungan dengan perhimpunan sidang, dinas pengabaran, persediaan lektur, dan pengiriman surat. Informasi ini terbukti sangat berharga seraya situasinya memburuk.

Sidang-sidang dengan sungguh-sungguh mengikuti saran ini sewaktu disampaikan kepada mereka. Formulir Lembaga tidak digunakan lagi. Sebaliknya, laporan dinas sidang ditulis pada kertas biasa dan dikirimkan ke kantor cabang melalui kurir. Jam perhimpunan diubah menurut kebutuhan setiap sidang. Satu sidang memutuskan untuk mengadakan perhimpunan pada hari Minggu pukul setengah enam pagi, sebelum penduduk desa bangun. Mengenai pekerjaan pengabaran, tidak ada pelarangan yang dapat menghentikan Saksi-Saksi Yehuwa untuk menyebarkan kabar baik Kerajaan. Sebagaimana kasusnya pada zaman para rasul, saudara-saudari kita yang setia mengambil sikap, ”Kami tidak dapat berhenti berbicara mengenai perkara-perkara yang telah kami lihat dan dengar.”—Kis. 4:20.

Tidak lama sebelum pelarangan diberlakukan, kantor cabang menerima informasi dari sebuah sumber yang dapat dipercaya bahwa surat kabar Government Gazette sedang mempersiapkan pengumuman tentang pelarangan atas Saksi-Saksi Yehuwa. Menindaklanjuti hal ini, saudara-saudara segera memindahkan semua arsip dan dokumen penting, bahkan beberapa peralatan, ke rumah berbagai saudara. Persediaan lektur pun dikirim ke luar kantor cabang dalam jumlah besar ke sidang-sidang di seluruh negeri itu. Guna melindungi makanan rohani yang tak ternilai ini, sebuah sidang memasukkan buku-buku ke dalam dua drum minyak yang besar dan menguburnya untuk digunakan di kemudian hari. Sewaktu akhirnya polisi tiba di kantor cabang pada bulan November untuk menyita properti itu, mereka tampak heran karena hanya ada begitu sedikit lektur, arsip, dan peralatan.

Para Utusan Injil Dideportasi

Seperti yang diantisipasi, para utusan injil asing diperintahkan untuk meninggalkan negara itu. Akan tetapi, sebelum berangkat, mereka melakukan sebisa-bisanya untuk menguatkan saudara-saudari yang sangat mereka kasihi. Malcolm Vigo mengunjungi dan menganjurkan saudara-saudara yang rumahnya telah dihancurkan oleh orang-orang yang brutal. Finley Mwinyere, seorang pengawas wilayah, termasuk yang mengalami hal ini. Saudara Vigo mengatakan, ”Sewaktu kami tiba, kami melihat Saudara Mwinyere sedang berdiri dan memandangi rumahnya yang terbakar. Hal yang menganjurkan adalah semangat yang diperlihatkannya. Hasratnya adalah untuk segera kembali dan menguatkan saudara-saudara yang menderita di wilayahnya. Ia tidak dibebani oleh kerugiannya secara pribadi.”

Jack Johansson mengadakan perjalanan ke utara ke Lilongwe untuk mengunjungi sekitar 3.000 saudara-saudari yang ditahan. Ia dapat berbicara dengan dan menganjurkan banyak dari mereka. Mereka masih memiliki semangat yang bagus. Malahan, ia pulang dengan perasaan terbina dan melukiskannya sebagai pengalaman yang menguatkan iman. Saudara Johansson belakangan diberi tahu oleh pejabat yang bertugas bahwa situasinya sungguh memalukan. Sewaktu menyebut satu saja dampak dari pelarangan itu, sang pejabat menyatakan bahwa kini seandainya jasa listrik di Lilongwe rusak, mungkin itu tidak akan pernah diperbaiki. Para pekerja yang terbaik dan paling dapat diandalkan kini ada di penjara!

Kedelapan utusan injil asing tersebut meninggalkan Malawi bukan atas kemauan sendiri. Sepengetahuan mereka, mereka tidak melakukan kesalahan apa pun. Suami-istri Sharp dan Johansson digiring langsung ke bandara dengan pengawalan polisi dan dipaksa naik pesawat meninggalkan negara itu. Dua pasangan lain dibawa ke Penjara Chichiri di Blantyre, tempat mereka mendekam beberapa malam—Malcolm dan Keith dalam satu sel, Linda Louise dan Anne di sel lain. Kemudian, dengan pengawalan polisi, mereka dibawa ke bandara dan dideportasi ke Mauritius. Akhirnya, suami-istri Vigo, serta Johansson, dipindahtugaskan ke Kenya, dan suami-istri Eaton ke Rhodesia.

Dengan hati sedih, para utusan injil itu meninggalkan saudara-saudari yang mereka kasihi. Tetapi, Saksi-Saksi di Malawi tidak dibiarkan begitu saja. Ada gembala rohani, pengawas yang pengasih, dalam 405 sidang di seluruh negara. (Yes. 32:2) Alex Mafambana mengawasi pekerjaan setempat, dan kepengawasan atas ladang Malawi dipindahkan ke cabang Zimbabwe (pada waktu itu disebut Rhodesia). Pada tahun-tahun berikutnya, cabang di Harare, Zimbabwe, mengatur agar para pengawas wilayah dan saudara-saudara lain yang menjalankan kepemimpinan di Malawi mengadakan perjalanan ke Zimbabwe untuk menghadiri kebaktian distrik dan kursus-kursus yang menyegarkan. Melalui saudara-saudara yang setia ini, acara kebaktian wilayah dan distrik disampaikan kembali ke sidang-sidang.

Gelombang Baru Kekejaman

Akan tetapi, segera setelah pelarangan diketahui umum, para pejabat partai dan anggota Perintis Muda Malawi serta Liga Pemuda memimpin gelombang baru penganiayaan yang mengerikan. Polisi dan pengadilan, meskipun adakalanya bersimpati, kini tidak berkuasa untuk menghentikan tindak kekerasan karena Saksi-Saksi Yehuwa dianggap ilegal di negara itu.

Seraya penganiayaan menghebat, Balai Kerajaan, rumah, gudang makanan, dan bisnis Saksi-Saksi Yehuwa di semua bagian negara itu dihancurkan. Di beberapa tempat, para penyerang bahkan datang dengan truk untuk mengangkut semua harta Saksi-Saksi. Meskipun nilai kerugian materi semacam itu mungkin sangat kecil bila diuangkan, bagi saudara-saudari kita di Malawi, itu adalah segala sesuatu yang mereka miliki.

Juga, laporan mengenai pemukulan diterima dari seluruh Malawi. Bagi beberapa dari saudari yang kita kasihi, penganiayaan khususnya sangat menyiksa. Ada banyak laporan tentang pemerkosaan, pengudungan, dan pemukulan atas wanita-wanita Kristen. Para penyerang yang sadis tidak meluputkan siapa pun. Yang tua, yang muda, dan bahkan beberapa saudari yang hamil mengalami cobaan yang sedemikian kejam. Akibatnya, beberapa mengalami keguguran. Sekali lagi, ribuan dipaksa meninggalkan desa-desa mereka. Banyak yang mencari perlindungan di semak-semak. Yang lainnya mengungsi untuk sementara di Mozambik, negara terdekat. Pada akhir November 1967, gelombang serangan yang brutal terhadap Saksi-Saksi Yehuwa telah merenggut sekurang-kurangnya lima nyawa lagi.

Reaksi terhadap Pelarangan

Pemukulan yang ganas sekalipun tidak mengecilkan hati Saksi-Saksi Yehuwa. Sangat sedikit yang berkompromi. Samson Khumbanyiwa termasuk salah satu dari mereka yang rumah dan perabotnya dihancurkan, semua pakaiannya dirobek-robek, tetapi imannya tidak hancur. Dengan penuh keyakinan, ia mengatakan, ”Saya tahu bahwa saya tidak pernah sendirian, dan Yehuwa telah melindungi saya.” Integritas dari pria dan wanita beriman ini membawa hormat dan puji syukur bagi Yehuwa—jawaban bagi tantangan Setan, ”Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya.”—Ayb. 2:4.

Penganiayaan tersebut bahkan menyadarkan beberapa pribadi berhati jujur di Malawi. Ini selaras dengan apa yang telah dinubuatkan oleh Yesus Kristus sendiri. Setelah memperingatkan para pengikutnya bahwa mereka akan dianiaya, bahkan digiring ke hadapan para penguasa, ia mengakhiri dengan kata-kata yang menganjurkan, ”Bagi kamu itu ternyata untuk suatu kesaksian.”—Luk. 21:12, 13.

Seorang suami yang selama beberapa waktu telah menentang kegiatan istrinya sebagai Saksi, benar-benar dibantu untuk melihat persoalannya dengan lebih jelas berkat adanya penganiayaan. Pada suatu pagi, kurang dari dua minggu setelah pelarangan diberlakukan, segerombolan massa menuju ke rumahnya. Mereka tahu bahwa pria tersebut bukan Saksi, dan mereka berteriak bahwa mereka datang hanya untuk menahan istrinya. Pada mulanya, ia tidak mau membuka pintu. Tetapi, setelah mereka mengancam akan membakar rumah beserta orang-orang di dalamnya, ia dengan berat hati membiarkan mereka masuk. Tahu-tahu, ia segera dirantai dan diperintahkan membeli kartu partai. Ia kemudian sadar bahwa pastilah istrinya yang memiliki agama sejati. Ia menolak membeli kartu pada hari itu. Ia dan istrinya dipukuli. Tetapi, segera setelah itu, ia mulai mempelajari Alkitab. Pada tahun berikutnya, pria ini membaktikan kehidupannya pada Yehuwa, bergabung dengan istrinya sebagai hamba Yehuwa.

Baik dari dalam maupun dari luar Malawi, orang-orang menyuarakan keprihatinan atas apa yang dialami orang-orang Kristen yang tidak bersalah. Beberapa terdengar mengatakan, ”Kini kami tahu bahwa akhir dunia sudah dekat, sewaktu umat Allah dilarang di negara kami!” Artikel-artikel dalam Menara Pengawal dan Sedarlah! terbitan bulan Februari 1968 membangkitkan keluhan keras dari khalayak ramai di seputar dunia. Ribuan surat mengalir masuk, menyatakan kemarahan dan mendesak pemerintah untuk bertindak guna menghentikan kekejaman tersebut. Di beberapa kantor pos, butuh bantuan tambahan untuk menghadapi begitu banyak surat yang mendadak masuk. Reaksi internasional terhadap situasi ini sedemikian intensif dan berkepanjangan sehingga akhirnya presiden mengeluarkan dekret yang menyatakan bahwa penganiayaan harus dihentikan. Belakangan, dr. Banda bahkan mengatakan bahwa tidak seorang pun yang boleh dipaksa untuk membeli kartu keanggotaan partai. ”Saya ingin orang-orang merasa bebas untuk memperbarui kartu, dari hati mereka sendiri, bukan dipaksa,” katanya. Kemudian, lambat laun, gelombang penganiayaan lain mulai mereda. Ini memungkinkan beberapa dari saudara kita kembali ke rumah dan melanjutkan pekerjaan yang penting berupa pemberitaan Kerajaan—akan tetapi, dengan metode yang tidak terlalu mencolok, karena pelarangan belum dicabut.

Bekerja Bawah Tanah

Selama masa ini, Saudara Mafambana dengan setia mengawasi pekerjaan setempat. Ia tetap berhubungan dengan kantor cabang Rhodesia dan menerima pengarahan yang tepat waktu melalui kantor itu. Tetapi, polisi senantiasa mengamatinya, jadi ia harus sangat berhati-hati. Berulang-kali ia nyaris ditangkap. Sungguh menyedihkan, pada tahun 1969 ia meninggal karena kanker. Setelah itu, Kenneth Chimbaza menyediakan pengawasan terhadap kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi hingga ia menderita perdarahan otak dan meninggal pada tahun 1971. Tentu saja, pekerjaan baik dari kedua pemelihara integritas ini akan diingat oleh Yehuwa dengan penuh kasih pada ”kebangkitan orang-orang yang adil-benar” di masa depan.—Luk. 14:14; Ibr. 6:10.

Seraya kondisinya membaik, saudara-saudara di Malawi menyesuaikan diri dengan situasi baru. Kesaksian tidak resmi segera menghasilkan buah. Meskipun adanya pelarangan, kegiatan perintis berkembang pesat. Pada tahun 1971, ada 925 perintis yang dengan bergairah membagikan kabar baik, serta ribuan penyiar di sidang. Bahkan masih ada satu perintis istimewa yang terdaftar—Gresham Kwazizirah, yang terus melayani dengan loyal pada usia lanjut, sekalipun ada banyak kesengsaraan dan pencobaan atas dirinya. Ia terus melayani Yehuwa dengan setia hingga ia meninggal pada tahun 1978.

Karena saudara-saudara membuktikan diri ”berhati-hati seperti ular”, laporan sidang dan surat-menyurat lainnya terus mengalir ke kantor cabang di Rhodesia. (Mat. 10:16) Ini memperlihatkan bahwa kegiatan pengabaran yang bergairah meskipun secara bawah tanah sangatlah berhasil. Puncak penyiar sejumlah 18.519 dicapai segera setelah pelarangan pada tahun 1967. Meskipun pelarangan masih berlaku dan banyak yang telah melarikan diri ke Mozambik, pada tahun 1972, terdapat puncak baru sebanyak 23.398 penyiar yang melapor, dan mereka menggunakan rata-rata lebih dari 16 jam dalam pelayanan setiap bulan.

”Daerah Baru” Menerima Kesaksian

Meskipun Saksi-Saksi sangat berhati-hati sewaktu mengabar, ada juga yang ditangkap dan dipenjarakan. Sekalipun demikian, mereka tidak menjadi tawar hati. Mereka segera melanjutkan pengabaran, menjadikan penjara sebagai daerah baru.

Baston Moses Nyirenda mendekam di penjara selama tujuh bulan pada tahun 1969. Beberapa tahanan lain bertanya mengapa ia tidak mau ikut dengan mereka dalam Gereja Paduan. Ini benar-benar kesempatan yang bagus untuk memberikan kesaksian! Dengan sebuah Alkitab tua dan telah rusak yang digunakan oleh semua tahanan dan yang banyak halamannya hilang, ia menunjukkan kebenaran Alkitab kepada mereka. Hal ini mengarah pada pengajaran Alkitab. Bahkan pemimpin gereja itu pun belajar. Saudara Nyirenda bersukacita karena sebelum dibebaskan dari penjara ia dapat membantu empat orang memperoleh pemahaman dasar mengenai Firman Allah.

Kegiatan di Sidang Berbahasa Inggris

Setelah semua utusan injil asing dideportasi akibat pelarangan, Bill McLuckie, yang menikahi Denise, orang Afrika Selatan, masih tinggal di Blantyre. Di sana ia mengelola sebuah usaha kecil-kecilan untuk memenuhi tanggung jawab keluarganya. Rumah McLuckie menjadi tempat perhimpunan yang baru untuk Sidang Blantyre Berbahasa Inggris. Tentu saja, perhimpunan ini harus diadakan dengan cara yang lebih santai agar tidak menarik perhatian. Jadi, tidak ada nyanyian atau tepuk tangan.

Pada waktu inilah Guido Otto, yang melayani di kantor cabang Rhodesia, mulai membawa lektur ke Malawi dengan senyap. Ayah Guido mengelola sebuah hotel kecil di pesisir Danau Malawi, jadi kunjungan Guido sama sekali bukan hal aneh bagi para petugas. Mereka sama sekali tidak tahu sudah berapa banyak lektur Alkitab yang Guido bawa setiap kali! Lektur itu disimpan dalam sebuah ruang rahasia bawah tanah di rumah McLuckie. Sewaktu mereka sedang menggalinya, orang yang lewat adakalanya ingin tahu untuk apa itu. ”Hanya toilet,” jawaban biasanya.

Pada suatu malam, sewaktu perhimpunan sedang berlangsung, sebuah kendaraan berhenti di depan rumah. Siapakah itu? Polisi? Saudara-saudara tidak tahu hendak dikemanakan buku-buku yang sedang mereka pegang. Pintu terbuka, dan Guido Otto berjalan masuk dengan riang. Alangkah leganya!

Setelah itu, menurut penjelasan Denise, ”Bill memberi tahu saudara-saudara bahwa hal pertama yang harus mereka lakukan seandainya ada orang mencoba masuk adalah menaruh semua lektur ke dalam keranjang yang kami miliki. Kemudian, saya akan menjatuhkannya ke sebuah lubang di lantai kamar tidur kami. Ini mengarah ke ruang bawah tanah tersebut. Sebuah meja teh juga ditata setiap kali. Seandainya ada yang masuk, kami pun terlihat seolah-olah sekadar berkunjung dan minum-minum teh!”

Akan tetapi, seraya keadaan semakin sulit, perhimpunan tidak dapat lagi diadakan di satu tempat saja. Berbagai rumah digunakan. Adakalanya kelompok berhimpun di hutan, dengan pakaian seolah-olah sedang berpiknik.

Terlepas dari semua kesulitan ini, saudara-saudara masih berupaya mencapai para pencari kebenaran yang sejati dengan memberikan kesaksian tidak resmi kepada orang-orang berbahasa Inggris. Beberapa menerima kebenaran. Di antaranya adalah Victor Lulker, Daniel Marne, dan Mike Sharma, yang melayani di Sidang Blantyre hingga hari ini.

Kasus Pengadilan di Blantyre

Sewaktu polisi menggerebek rumah McLuckie pada tahun 1971, mereka menemukan beberapa publikasi Lembaga. Saudara McLuckie diajukan sebagai tertuduh dan diharuskan menghadap pejabat pengadilan di Limbe, Blantyre. Saksi-Saksi setempat mendengar hal itu dan, dengan mempertaruhkan kebebasan mereka sendiri, muncul dalam jumlah besar untuk mendukung suami-istri McLuckie. Sewaktu keputusan ”tidak bersalah” dari pejabat pengadilan diumumkan, saudara-saudara menyambutnya dengan tepuk tangan yang membahana! Tetapi, jaksa penuntut minta banding. Kasusnya kini naik ke pengadilan tinggi. Kali ini, Bill McLuckie dinyatakan bersalah dan divonis tujuh tahun penjara. Akan tetapi, mereka sebenarnya tidak ingin menahannya di penjara, jadi sebagai gantinya, ia diperintahkan meninggalkan negara itu.

Maka, pada bulan Oktober 1972, dinas loyal Bill McLuckie selama 37 tahun di Malawi pun berakhir. Sebelum berangkat, ia mengorganisasi saudara-saudara untuk datang dan dengan senyap mengambil semua lektur yang ada di dalam ruang bawah tanah rahasianya. Saudara-saudara harus mengangkut buku-buku itu hingga mobil-mobil mereka penuh! Ada yang kemudian dihentikan di pengadang jalan, tetapi polisi tidak memperhatikan satu kardus pun. Sebelum suami-istri McLuckie meninggalkan negara tersebut, jalan masuk ke ruang bawah tanah rahasia itu pun ditutup dengan beton. Dinas Bill McLuckie yang setia dan penuh pengorbanan akan selalu dikenang sepanjang sejarah Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi!

Gelombang Tindak Kekerasan yang Ketiga Dipicu

Baru saja saudara-saudara mulai menyesuaikan diri dengan rutin yang baru, kesulitan kembali berkobar. Pada tahun 1972, dalam pertemuan tahunan Partai Kongres Malawi, diterima beberapa resolusi yang sangat menggelisahkan. Salah satunya menyerukan agar semua Saksi-Saksi Yehuwa dipecat dari tempat pekerjaan mereka. Ini dilaksanakan dengan kejam dan tanpa pengecualian. Perusahaan-perusahaan yang ingin mempertahankan karyawan Saksi yang dapat diandalkan tidak diizinkan untuk melakukannya. Bisnis-bisnis yang dikelola Saksi-Saksi Yehuwa direbut dan aset mereka disita. Tetapi, masih ada yang lebih buruk.

Resolusi lain yang diterima pada pertemuan tersebut menyatakan bahwa ”semua [Saksi-Saksi Yehuwa] yang tinggal di desa harus diusir dari sana”. Dengan kata lain, ini menyerukan agar Saksi-Saksi Yehuwa disingkirkan dari masyarakat! Ribuan rumah mereka dibakar atau diruntuhkan. Panenan dan ternak dihancurkan. Mereka dilarang mengambil air dari sumur desa. Mereka benar-benar kehilangan segala sesuatu yang mereka miliki dalam penjarahan yang tak terkendali di seluruh negara itu.

Para anggota gerakan pemuda kembali memimpin gelombang penganiayaan ini, yang paling hebat dan brutal hingga hari ini. Dengan mengorganisasi diri menjadi kelompok-kelompok, berkisar dari puluhan hingga ratusan orang, mereka pergi dari desa ke desa untuk mencari Saksi-Saksi Yehuwa.

Di seluruh negeri, saudara-saudara kita diburu. Di Blantyre, sekelompok saudara dikumpulkan dan dibawa ke kantor pusat partai setempat, yang pernah menjadi kantor cabang Lembaga sebelum disita pada tahun 1967. Di antaranya adalah Greyson Kapininga, yang telah melayani sebagai penerjemah di kantor cabang sebelum pelarangan. Setelah saudara-saudara dengan teguh menolak membeli kartu keanggotaan partai, para penganiaya itu menggosokkan campuran garam dan merica ke mata mereka. Kemudian mereka memukuli saudara-saudara dengan papan yang memiliki paku-paku besar. Setiap kali saudara kita menjerit kesakitan, orang-orang brutal itu memukul dengan lebih keras, sambil mengatakan, ”Mintalah Allahmu datang untuk menyelamatkanmu.”

Serangan yang ganas merenggut banyak jiwa. Di Cape Maclear, di ujung selatan dari Danau Malawi, berkas-berkas rumput diikatkan mengelilingi Zelphat Mbaiko. Bensin dituangkan ke rumput itu dan dinyalakan. Ia benar-benar dibakar hingga mati!

Saudari-saudari pun sangat menderita. Setelah menolak membeli kartu partai, banyak yang berulang-kali diperkosa oleh para petugas partai. Di Lilongwe, Saudari Magola, serta banyak lainnya, mencoba melarikan diri dari kesulitan. Akan tetapi, ia sedang hamil dan tidak dapat lari terlalu cepat. Segerombolan massa, yang bertingkah seperti gerombolan anjing liar, menangkap dan memukulinya hingga mati.

Di kampus Bunda College of Agriculture, persis di luar kota Lilongwe, enam saudara dan seorang saudari dibunuh dan tubuh mereka dipotong-potong secara mengerikan. Kepala sekolahnya, Theodore Pinney, memprotes kekejaman itu secara pribadi kepada dr. Banda. Akibatnya? Ia dideportasi!

Ribuan Melarikan Diri

Di bawah ancaman genosida yang tampaknya akan segera terjadi, dimulailah eksodus massal Saksi-Saksi Yehuwa pada bulan Oktober 1972. Ribuan melarikan diri ke Zambia di sebelah barat. Di perbatasan, seorang pengamat dari PBB meneguhkan bahwa ”banyak dari para pengungsi memiliki guratan atau sayatan panjang yang tampaknya diakibatkan oleh pangas, parang besar khas [Afrika]”.

Saksi-Saksi ditempatkan di kamp pengungsi di Sinda Misale, terletak di segitiga lahan tempat perbatasan Malawi, Mozambik, dan Zambia bertemu. Akan tetapi, penyakit menyebar dengan cepat karena kondisi yang tidak bersih. Dalam waktu singkat, lebih dari 350 orang, banyak darinya anak-anak, meninggal. Berita tentang keadaan para pengungsi yang menyedihkan segera mencapai saudara-saudara Kristen mereka di tempat lain. Bantuan kemanusiaan pun segera membanjir! Saksi-Saksi Yehuwa di Afrika Selatan menyumbangkan berton-ton tenda, pakaian, dan persediaan lain yang dibutuhkan. Dengan dipimpin Karel de Jager dan Dennis McDonald, searmada kecil truk dari kantor cabang Afrika Selatan tiba di kamp-kamp. Kebutuhan rohani tidak diabaikan. Satu truk membawa 21 kardus Alkitab dan alat bantu pelajaran Alkitab. Betapa bahagianya saudara-saudara di Malawi melihat bukti kasih Kristen sejati yang Yesus lukiskan ini!—Yoh. 13:34, 35.

Akan tetapi, tak lama kemudian Saksi-Saksi sadar bahwa mereka adalah tamu yang tak diinginkan di Zambia. Pada bulan Desember, kalangan berwenang Zambia memaksa para pengungsi kembali ke Malawi. Sungguh mengecewakan! Mengingat tidak ada tempat untuk lari, apakah saudara-saudara kita akhirnya menyerah? Michael Yadanga menyimpulkannya sebagai berikut, ”Saya kehilangan gigi karena saya tidak mau membeli kartu. Saya kehilangan pekerjaan karena saya tidak mau membeli kartu. Saya dipukuli dengan hebat, harta saya dihancurkan, dan saya terpaksa lari ke Zambia—semuanya karena saya tidak mau membeli kartu. Sekarang pun saya tidak mau membeli kartu itu.” Integritas mereka masih utuh. Sungguh benar kata-kata sang pemazmur, ”Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu.”—Mzm. 34:20.

Saksi-Saksi dari Malawi ini, pria maupun wanita, membuktikan bahwa mereka memiliki iman seperti iman hamba-hamba Allah yang dilukiskan dalam Alkitab di Ibrani pasal 11. Seperti para penyembah Yehuwa pada zaman purba, Saksi-Saksi di Malawi ”disiksa karena mereka tidak mau menerima kelepasan melalui tebusan tertentu”, yakni, melalui sikap kompromi atau penyangkalan iman mereka akan Allah Yehuwa. Seperti mereka, Saksi-Saksi di Malawi ”menerima cobaan mereka melalui cemoohan dan penyesahan, sesungguhnya, lebih daripada itu, melalui belenggu dan penjara”. Seperti mereka, ”dunia tidak layak akan mereka”.—Ibr. 11:35, 36, 38.

Mengungsi di Mozambik

Sekembalinya dari Zambia, sekali lagi mereka dihadapkan pada penganiayaan yang ganas di Malawi. Mustahil bagi mereka untuk tinggal di Malawi. Maka, mereka melarikan diri lagi—kali ini ke Mozambik. Pada waktu itu, Mozambik masih di bawah kekuasaan Portugis. Kalangan berwenang di sana memperlakukan saudara-saudara kita dengan baik. Mereka yang tinggal di bagian selatan negara itu melarikan diri menyeberangi perbatasan dekat Mulanje ke kamp-kamp pengungsi di Carico, tempat banyak dari mereka tinggal hingga tahun 1986.

Mozambik juga sangat mudah dicapai dari perbatasan Malawi bagian barat, antara kota Dedza dan Ntcheu. Di sana, saudara-saudara hanya perlu berjalan kaki melintasi jalan utamanya, yang berfungsi sebagai perbatasan, untuk mengungsi. Kamp di bagian dari Mozambik ini terletak dekat Mlangeni, dan ke sanalah mayoritas melarikan diri.

Kamp-kamp di Carico dan dekat Mlangeni ini menjadi rumah bagi sekitar 34.000 pria, wanita, dan anak-anak. Seluruh sidang umat Allah, dengan dipimpin penatua mereka, menempuh perjalanan ke kamp-kamp itu. Seraya mereka melakukannya, kalangan berwenang Malawi memerintahkan agar tidak seorang pun yang boleh membantu transportasi mereka.

Seraya mereka menetap di kamp-kamp, suatu gaya hidup yang baru pun dimulai bagi hamba-hamba Yehuwa ini. Secara materi, keadaannya sulit pada mulanya. Mereka harus memulai kembali semuanya dari awal. Namun, tidak lama kemudian rumah-rumah dibangun dengan rapi. Kamp-kamp dipelihara rapi dan bersih. Untuk melengkapi jatah makanan yang dibagikan oleh Lembaga dan lembaga bantuan duniawi, banyak saudara mulai menanam palawija sendiri. Ada pula yang berhasil menjual hasil kerajinan tangan atau bekerja penggal waktu di desa sekitar. Meskipun tidak makmur secara materi, saudara-saudara kita puas dengan kebutuhan hidup yang diperoleh. (1 Tim. 6:8) Dan, secara rohani, mereka sungguh kaya!

Organisasi di Kamp-Kamp

Para penatua seperti Kennedy Alick Dick, Maurice Mabvumbe, Willard Matengo—dan belakangan, yang lain-lain—melayani sebagai Panitia Negeri (panitia yang mengurus kepentingan Kerajaan di suatu negeri, semacam panitia penghubung). Mereka sangat direspek dan dikasihi karena upaya mereka yang tak kenal lelah dalam menyediakan kebutuhan rohani bagi saudara-saudara. Para penatua yang loyal ini mencamkan dalam hati mereka pengingat dari Alkitab, “Gembalakanlah kawanan Allah dalam pemeliharaanmu.” (1 Ptr. 5:2) Mereka mengorganisasi banyak kegiatan rohani di kamp-kamp. Mengikuti rutin yang sudah menjadi kebiasaan di kebanyakan keluarga umat Yehuwa, mereka memastikan agar setiap hari diawali dengan hal-hal rohani, yakni pembahasan ayat harian. Pelajaran Alkitab dengan bantuan majalah Menara Pengawal, khotbah umum, dan bahkan kebaktian semuanya diadakan secara tetap tentu. Para pengungsi sadar bahwa persediaan rohani semacam itu adalah vital.

Pada mulanya, semua perhimpunan diadakan di satu lokasi pusat—panggung tengah. Di sini, ribuan orang akan berkumpul setiap hari untuk pengajaran Alkitab, serta menerima pengarahan mengenai berbagai tugas di kamp. Belakangan, sidang-sidang dianjurkan untuk membangun Balai Kerajaan sendiri dan mengadakan perhimpunan di sana. Akhirnya, lima wilayah diorganisasi di berbagai kamp.

Saudara-saudara yang melayani dalam Panitia Negeri serta saudara-saudara lain banyak memperoleh manfaat dari pelatihan yang diterima dari para utusan injil sebelum pelarangan. Hal ini membantu mereka mengorganisasi kamp-kamp. Secara keseluruhan, kamp-kamp pengungsi beroperasi dengan cara yang sangat mirip dengan kebaktian distrik yang besar. Departemen-departemen dibentuk untuk mengurus berbagai kebutuhan, termasuk kebersihan, pembagian makanan dan, tentu saja, keamanan.

Bahkan setelah hampir semua Saksi-Saksi Yehuwa kini tinggal dalam pengungsian di luar Malawi, beberapa penganiaya masih belum puas. Adakalanya, para musuh menyeberangi perbatasan dan menyerang saudara-saudara yang tinggal di kamp yang berdekatan, jadi dibutuhkan tindakan pencegahan khusus untuk melindungi umat Yehuwa.

Panitia Negeri menugasi sekelompok saudara menjadi petugas tata tertib dan penjaga, mengamankan semua jalan masuk ke kamp. Batson Longwe dipercayakan untuk mengawasi para petugas ini di kamp Mlangeni. Tugasnya menuntut agar ia banyak bergerak di sekeliling kamp, memeriksa saudara-saudara di berbagai pos mereka. Ia segera mendapat panggilan ”7-2-7” (Baca: seven to seven). Ya, dari pagi hingga petang (pukul tujuh hingga pukul tujuh), setiap hari, Saudara Longwe yang setia terlihat di semua bagian kamp, memenuhi perannya melindungi saudara-saudari Kristennya. Hingga hari ini, Batson Longwe masih dipanggil ”7-2-7” oleh kebanyakan saudara-saudaranya. Meskipun ada yang mungkin lupa akan nama sebenarnya, semua orang yang tinggal di kamp Mlangeni memiliki kenangan manis akan dinasnya yang loyal demi kepentingan mereka.

Pengungsian sementara di Mozambik tidak hanya menyediakan kelegaan dari penganiayaan, tetapi juga membantu mempersiapkan saudara-saudara untuk menghadapi pencobaan dan tantangan yang masih menanti. Mereka semakin dekat dengan saudara-saudari mereka, dan belajar untuk semakin mengandalkan Yehuwa. Lemon Kabwazi, yang belakangan melayani sebagai pengawas keliling, mengatakan, ”Ada keuntungan dan kerugian. Secara materi, kami miskin. Tetapi, secara rohani, kami terpelihara dengan baik. Karena kami tinggal sangat berdekatan satu sama lain, kami benar-benar mengenal saudara-saudara kami dan mengasihi mereka. Itu membantu kami sekembalinya ke Malawi.”

Diburu Lagi!

Sayang sekali, kelegaan dari tindak kekerasan di tangan para penganiaya ini tidak bertahan lama. Sewaktu Mozambik memperoleh kemerdekaannya pada bulan Juni 1975, semangat nasionalisme pun mencengkeram negara itu. Kenetralan umat Yehuwa tidak dimaklumi oleh para pemimpin baru negara itu. Karena menolak berkompromi, saudara-saudara kita dipaksa kembali menyeberangi perbatasan dari daerah Mlangeni ke tangan para penganiaya mereka.

Di perbatasan, para pengungsi yang pulang disambut oleh pejabat kawasan tengah, Tn. J. T. Kumbweza Banda. Ia memberi tahu mereka, ”Kalian meninggalkan Malawi atas kehendak sendiri, dan kini kalian kembali atas kehendak sendiri. Pulanglah ke desa kalian dan bekerja samalah dengan para ketua partai.” Sambil menunjuk ke Perintis Muda Malawi dan para anggota Liga Pemuda, ia menambahkan, ”Anak-anakku ada di sini untuk memastikan agar kalian bekerja sama dengan Partai.” Kecil harapan bahwa kondisinya akan membaik.

Beberapa yang dipaksa kembali ke Malawi pada peristiwa itu berhasil berjalan langsung menyeberangi negara itu dan keluar kembali melalui perbatasannya di sebelah selatan, untuk bergabung dengan saudara-saudara mereka di kamp dekat Milange, di Mozambik. Tetapi bukan berarti masalahnya sudah tuntas. Misalnya, Fidesi Ndalama, yang melayani sebagai pengawas wilayah di daerah itu hingga kamp-kamp Milange dibubarkan pada akhir tahun 1980-an, kehilangan istrinya sewaktu kamp diserang oleh para tentara gerilya. Tetapi, saudara yang lembut ini terus melayani Yehuwa dengan bergairah.

Saudara-saudari lain yang dipaksa kembali ke Malawi pada tahun 1975 harus tetap di sana. Ribuan dari mereka memenuhi jalan seraya mereka menempuh perjalanan yang melelahkan kembali ke desa mereka. Bagi banyak orang, rasanya seperti perjalanan maut.

Pada mulanya, kebanyakan diizinkan bermukim kembali di desa-desa tempat asal mereka. Tetapi, tak lama kemudian, ”anak-anak” itu kembali dan berupaya memaksa Saksi-Saksi Yehuwa ”bekerja sama dengan Partai”. Geng-geng Liga Pemuda mengepung rumah saudara-saudara, menuntut agar mereka membeli kartu keanggotaan partai. Jawabannya di tiap rumah sama—”Tidak!” Penolakan ini membawa segala macam perlakuan yang tidak manusiawi. Bahkan wanita dan anak-anak ikut memukuli orang-orang Kristen yang tidak bersalah ini. Penganiayaan seksual yang bejat, terhadap pria serta wanita, dilaporkan. Terdapat laporan peristiwa-peristiwa memuakkan mengenai pria dan wanita Kristen yang diikat bersama dalam upaya memaksa mereka melakukan perbuatan amoral.

Bahkan dalam rutin kehidupan sehari-hari yang normal, Saksi-Saksi Yehuwa senantiasa menghadapi tantangan terhadap integritas mereka. Di rumah sakit, pasar, sekolah, dan di angkutan umum, para anggota Liga Pemuda senantiasa mengamati siapa pun yang tidak memiliki kartu partai. Sungguh benar kata-kata Penyingkapan 13:16, 17, tidak seorang pun yang dapat ”membeli atau menjual”, atau sekadar menjalani kehidupan sehari-hari secara normal, tanpa memiliki ’tanda binatang buas’—bukti bahwa ia adalah pendukung sistem politik dunia.

Semua kesengsaraan ini dihadapi Saksi-Saksi Yehuwa dengan berdiri teguh, tidak pernah berkompromi. Tetapi, para penganiaya pun tidak menyerah. Masih ada lagi yang menanti.

Digiring ke Penjara

Seluruh sidang Saksi-Saksi Yehuwa dikumpulkan dan digiring ke pusat-pusat penahanan yang dioperasikan dengan cara yang mengingatkan akan kamp-kamp konsentrasi Nazi. Sungguh menyedihkan, dalam beberapa kasus, anak-anak yang lebih kecil dan bayi-bayi dipisahkan dari orang-tua mereka yang galau. Beberapa dari orang muda ini ditinggalkan untuk dipelihara oleh sanak saudara yang bukan Saksi. Ada pula yang ditinggalkan tanpa seorang pun yang memenuhi kebutuhan mereka. Hingga bulan Januari 1976, lebih dari 5.000 pria dan wanita ditahan di penjara dan kamp di seluruh negara itu.

Pada awalnya, kondisinya sangat mengerikan. Jumlah tahanan yang terlalu padat menimbulkan penyakit yang memautkan. Para penjaga yang kejam menambah kesengsaraan. Salah seorang dari mereka menantang saudara-saudara dengan mengatakan, ”Seperti yang diatur oleh pemerintah, kalian akan menjadi traktor kami.” Baston Moses Nyirenda mengenang bahwa ia sering kali dipaksa bekerja dari sebelum matahari terbit hingga setelah matahari terbenam, tanpa satu jeda pun untuk istirahat atau makan!

Dari kamp tahanan Dzaleka yang terkenal keji, seorang saudara berhasil menyelundupkan keluar catatan yang ditulis pada selembar kertas toilet, ”Meskipun ada yang sangat sakit, ia dipaksa untuk bekerja. Anak-anak yang sakit dikirim ke rumah sakit Dowa . . . Mereka tidak mengurus pasien yang adalah umat Yehuwa. Kami menyebut rumah sakit Dowa rumah pembantaian umat Yehuwa.”

Tampaknya para sipir mencoba segala sesuatu untuk mengecilkan hati saudara-saudari dan meruntuhkan integritas mereka. Mereka tidak berhasil! Umat Yehuwa telah belajar untuk menanggulangi kesengsaraan. Sebuah catatan yang ditulis pada secarik kantung semen memuat kata-kata yang menguatkan iman, ”Kabar baik. Saudara-saudari semuanya berwajah ceria, meskipun dianiaya dan mengangkut batu.”

Banyak surat protes dari negeri-negeri lain—dari Saksi-Saksi Yehuwa dan dari banyak orang lain—dilayangkan ke kantor presiden, dr. Banda. Akan tetapi, permohonan-permohonan ini diabaikan, dan saudara-saudara kita tetap ditahan.

”Firman Allah Tidak Diikat”

Sekalipun kondisinya demikian, saudara-saudara berhasil menyelenggarakan perhimpunan Kristen di penjara-penjara ini. Lektur diselundupkan masuk dan dibagikan di antara saudara-saudara. Bagaimana itu dilakukan? Mengenai sebuah Buku Kegiatan yang mereka peroleh di penjara Dzaleka, Baston Moses Nyirenda mengatakan,

”Ada seorang saudara yang bukan tahanan tetapi bekerja di kebun penjara. Karena para penjaga sudah terbiasa melihat dia keluar masuk setiap kali, mereka tidak pernah menggeledah dia. Ia menyembunyikan buku tersebut di balik bajunya sewaktu mengantarkan sayur-sayuran kepada para penjaga. Kemudian, sebelum pergi, ia berhasil memberikan buku tersebut kepada salah seorang saudara kami. Kami khususnya sangat senang menerima Buku Kegiatan karena pada waktu itu, tercantum semua ayat harian dan komentarnya. Kami harus bekerja dengan cepat, menyalin semua ayat dan komentar ke lembaran kertas toilet. Perlu beberapa gulung untuk itu! Selang dua minggu, buku tersebut ditemukan oleh seorang penjaga. Tetapi, pada waktu itu, kami telah membagikan salinan-salinan ke seluruh kamp. Kami bahkan berhasil memberikan salinan tersebut ke saudari-saudari di bagian tempat mereka ditahan.”

Peringatan kematian Kristus dirayakan dalam kelompok-kelompok kecil di Dzaleka. Lembaga menerima sepucuk surat yang mengatakan bahwa ”1.601 orang menghadiri kebaktian pada hari yang menyenangkan, tanggal 14 April”. Di Dzaleka, ada 13 yang ambil bagian dari lambang-lambang. Laporan tersebut juga mengatakan, ”Hampir semua sel menyanyikan nyanyian sebelum khotbah, dan mereka melakukannya seusai kebaktian.”

Belakangan, kondisi di penjara mulai agak membaik. Beberapa penjaga akhirnya mulai menunjukkan sikap lebih bersahabat terhadap saudara-saudara. Setelah pensiun dari dinas di penjara, salah seorang penjaga bahkan menyambut kebenaran. Kini, ia adalah Saudara Makumba. Putranya juga telah membaktikan kehidupannya kepada Yehuwa. Halnya persis seperti yang dinyatakan rasul Paulus, ”Firman Allah tidak diikat.”—2 Tim. 2:9.

Melayani Yehuwa di Bawah Pelarangan

Lambat laun, intensitas penganiayaan kembali berkurang. Pada tahun 1979, kebanyakan Saksi-Saksi Yehuwa telah dibebaskan dari penjara. Para tetangga diliputi rasa ingin tahu. ”Mengapa kalian dipenjarakan?” ”Mengapa semua orang menganiaya Saksi-Saksi Yehuwa?” Pertanyaan-pertanyaan semacam itu membuka jalan untuk pembahasan Alkitab, dan banyak yang menjadi hamba Yehuwa. Mereka dapat melihat dengan jelas bahwa jika mereka menjadi Saksi-Saksi Yehuwa, mereka pun akan menjadi sasaran kebencian, seperti yang telah dinubuatkan Yesus; namun, mereka sadar bahwa Saksi-Saksi Yehuwa benar-benar mempraktekkan agama yang sejati. (Luk. 21:17; Yak. 1:27) Yang menarik, orang yang baru dibaptis sebagai hasil pekerjaan kesaksian jumlahnya lebih banyak daripada anak-anak Saksi-Saksi Yehuwa yang baru dibaptis.

Bagaimana lektur Alkitab yang digunakan di perhimpunan dan dalam dinas pengabaran masuk ke negara tersebut pada waktu itu? Pada akhir tahun 1970-an, pengawasan atas ladang Malawi dipindahkan ke kantor cabang Zambia karena Zambia berbatasan langsung dengan Malawi, sedangkan Zimbabwe tidak. Sejumlah depot lektur di Zambia terletak di tempat yang strategis di dekat perbatasan Malawi. Beberapa saudara yang memiliki kendaraan akan menempuh perjalanan ke Zambia untuk mengambil bingkisan besar berisi lektur, yang kemudian diselundupkan ke Malawi. Karena jumlah pengadang jalan masih sedikit pada tahun-tahun awal pelarangan, metode ini terbukti sangat berhasil.

Dengan tersedianya buku dan majalah yang dibutuhkan di tangan saudara-saudara, perhimpunan pun dapat diselenggarakan. Tentu saja, tidak ada perhimpunan secara terbuka di Balai Kerajaan. Sebaliknya, saudara-saudara berhimpun dengan senyap, sering kali pada malam hari, dan jauh dari tetangga serta penduduk desa yang lain. Beberapa saudara di desa memiliki sebidang lahan warisan, biasanya persis di luar desa. Ini merupakan tempat yang praktis untuk berkumpul. Tentu saja, sekumpulan besar orang berjalan menuju perhimpunan pada waktu yang sama pasti menarik perhatian, maka saudara-saudara berjalan dalam kelompok kecil. Setelah semua orang tiba, perhimpunan pun dimulai. Tidak ada nyanyian Kerajaan yang dinyanyikan dengan bersemangat—hanya dengan gumaman suara. Tepuk tangan yang antusias setelah khotbah yang bagus pun tidak ada—hanya sekadar menggosokkan kedua telapak tangan dengan perlahan.

Meskipun demikian, semua yang menghadiri perhimpunan menghargai makanan rohani yang tepat waktu dan merasa dipersatukan dengan saudara-saudari mereka di seluas bumi yang menikmati acara pengajaran yang sama. Perhimpunan semacam itu juga memperlengkapi saudara-saudara dengan baik untuk pekerjaan pengabaran yang sangat penting. Ini harus mereka lakukan dengan sangat bijaksana.

Kurir-Kurir yang Berani

Meskipun membawa masuk lektur ke Malawi tidak menemui banyak kesulitan untuk suatu waktu, pada pertengahan tahun 1980-an, situasinya berubah. Pengadang jalan mulai muncul di semua bagian dari negara itu. Polisi semakin siaga dalam menggeledah kendaraan. Saudara-saudara tidak dapat lagi menggunakan mobil untuk membawa lektur dari depot-depot di Zambia. Apa yang dapat dilakukan?

Sepeda digunakan dengan lebih ekstensif. Sambil bersepeda menembus semak-semak, saudara-saudara berhasil menghindari pengadang jalan dan penyeberangan perbatasan. Butuh keberanian yang besar dan iman yang kuat untuk melayani sebagai kurir. Tetapi, dinas mereka yang loyal jelas diberkati oleh Allah Yehuwa. Perhatikan pengalaman-pengalaman ini:

Letson Mlongoti sedang bersepeda melewati Lilongwe dengan sekarung majalah di bagian belakang sepedanya. Sewaktu ia memperhatikan sekumpulan besar orang termasuk polisi dan Perintis Muda Malawi sedang berbaris di jalan menanti kunjungan presiden, ia menjadi sangat gugup. Kemudian, sungguh mengerikan sewaktu karung itu jatuh dan terbuka sewaktu ia sedang berbelok. Majalah itu berserakan ke tanah di depan semua orang! Orang-orang segera berkumpul mengelilinginya. Saudara kita membayangkan hal terburuk yang akan terjadi. Tetapi, ia segera sadar bahwa mereka hanya membantunya mengembalikan majalah-majalah tersebut ke dalam karungnya. Dengan perasaan lega, walaupun sedikit terguncang, ia segera melanjutkan perjalanan, sambil bersyukur kepada Yehuwa karena membutakan mata polisi dan Perintis Muda Malawi tersebut.

Fred Lameck Gwirize sedang membawa kiriman surat sidang yang penting. Ia mengayuh dengan cepat menuruni sebuah bukit dekat Kasungu sewaktu ia melihat sebuah pengadang jalan di depan yang dijaga oleh para anggota Liga Pemuda. Sebelum mencapai itu, ia berhenti, berbalik, dan segera mengayuh ke arah yang berlawanan. Para anggota Liga Pemuda berseru menyuruhnya berhenti. ”Mau ke mana?” seru mereka. Sang kurir menyahut, ”Saya mengayuh terlalu cepat menuruni bukit, jadi saya terlewat belokan tadi!” Sungguh mengherankan, mereka menerima penjelasannya. Ia bersyukur kepada Yehuwa karena melindunginya.

Tetapi, sejumlah saudara yang berani ini ditangkap dan mendekam di penjara. Kebanyakan dari mereka adalah pria berkeluarga.

”Wisatawan” Tetap

Mulai tahun 1987, Edward Finch, seorang anggota Panitia Cabang Zambia, mengadakan kunjungan tetap ke Malawi. Malawi merupakan tujuan wisata yang populer, dan Saudara Finch memiliki sanak saudara di Blantyre, jadi tidak sulit baginya untuk masuk ke negara tersebut dan ”berlibur”. Sewaktu ia baru berusia 19 tahun dan sedang merintis di Rhodesia, negara asalnya, Ed Finch telah bergabung dengan Guido Otto dalam beberapa dari perjalanannya ke Malawi untuk menyuplai ruang rahasia bawah tanah milik suami-istri McLuckie. Kini, setelah lulus dari Sekolah Gilead, Saudara Finch diberi tugas untuk berperan lebih jauh sehubungan dengan Malawi.

Kunjungannya didorong oleh keprihatinan kantor cabang Zambia akan kurangnya lektur Alkitab yang masuk ke Malawi. Sewaktu Saudara Finch bertemu dengan Panitia Negeri, mereka sungguh tergetar mendapat kunjungan seorang tamu asing untuk menganjurkan mereka dan menyediakan pengarahan lebih lanjut. Serangkaian pertemuan rahasia pun diadakan dengan Panitia Negeri, para pengawas wilayah dan distrik, serta para kurir. Semua saudara merasa antusias untuk melakukan bagiannya guna menyediakan kebutuhan bagi sidang-sidang. Lektur yang telah tertimbun di depot-depot Zambia dekat perbatasan Malawi kembali mengalir ke Malawi secara teratur.

Saudara Finch, sering kali bersama istrinya, Linda, mengadakan banyak perjalanan ”wisata” yang menganjurkan ke Malawi. Ia mengunjungi seluruh pelosok negara itu, tidak untuk bertamasya, tetapi untuk menganjurkan dan melatih sebanyak mungkin saudara. Kunjungan-kunjungannya sangat dihargai oleh saudara-saudara yang mengambil pimpinan selama pelarangan. Mereka bersyukur atas kasih dan kesabaran yang diperlihatkannya sewaktu bekerja sama dengan mereka.

Membantu para Kurir

Tentu saja, mustahil bagi para kurir yang bersepeda untuk mencapai semua sidang di Malawi. Maka, sebuah truk pikap kecil dibeli pada tahun 1988 dan digunakan secara ekstensif di negara itu untuk mengantar lektur. Para pengemudinya mengenal baik daerah-daerah tempat didirikan pengadang jalan dan dengan bijaksana menghindarinya. Saudara-saudara lain yang berani juga menawarkan jasa mereka. Di antaranya adalah Victor Lulker, yang melayani di sidang berbahasa Inggris di Blantyre. Dengan menggunakan mobil pribadinya dan risiko besar atas dirinya, ia sering kali mengangkut lektur pada malam hari ke depot-depot rahasia di seputar negara itu. Sebelum tahun 1972, Cyril Long, yang kini ada di Afrika Selatan, memberikan bantuan serupa. Ia juga berhasil memperoleh persediaan medis yang sangat dibutuhkan saudara-saudara kita, dengan harga diskon dari sebuah farmasi yang baik.

Sebuah faktor penting dalam menyediakan makanan rohani adalah persetujuan dari kantor pusat Lembaga di Brooklyn untuk mencetak majalah dengan kertas Alkitab, buku bersampul tipis, dan artikel pelajaran Menara Pengawal dalam format khusus yang kemudian dikenal sebagai majalah mini. Sewaktu Ed Finch secara rahasia menemui para kurir pada bulan April 1989 dan memberi tahu mereka tentang edisi baru yang khusus dari lektur kita, mereka tergugah hingga menitikkan air mata. Sungguh besar penghargaan mereka akan persediaan yang pengasih dari Yehuwa! Kini mereka dapat membawa lektur dua kali lipat daripada sebelumnya.

Lektur ini lebih mudah dilipat dan disembunyikan. Majalah-majalah mini bahkan dapat dibaca secara terbuka di angkutan umum. Tidak ada yang tahu apa itu! ”Budak yang setia dan bijaksana” benar-benar bertindak selaras dengan amanat untuk menyediakan ’makanan [rohani] pada waktu yang tepat’. (Mat. 24:45-47) Persediaan ”makanan” yang berharga ini membantu hamba-hamba Yehuwa untuk mempertahankan integritas di bawah kesengsaraan.

Sidang yang Unik

Sayang sekali, pada tahun 1990, truk kecil yang digunakan oleh Lembaga mengalami kecelakaan dengan kendaraan polisi. Sewaktu polisi menemukan apa isi truk itu, kedua saudara tersebut langsung ditangkap dan dipenjarakan. Salah seorang darinya adalah Lemon Kabwazi.

Setibanya di Penjara Chichiri, Saudara Kabwazi memperhatikan bahwa keadaan kesepuluh saudara yang telah ditahan di sana sungguh memprihatinkan. Para tahanan ”senior” mencuri semua selimut dan tidak mengizinkan saudara-saudara mengadakan perhimpunan. Saudara Kabwazi tahu bahwa ia perlu bertindak. Sewaktu istrinya, Chrissie, berkunjung, ia memintanya untuk membawa beberapa pakaian pribadinya ke penjara. Ia membagikan ini di antara saudara-saudaranya sehingga mereka dapat mengenakan pakaian yang pantas. Para tahanan lain merasa terkesan. Saudara Kabwazi kemudian berupaya berteman dengan para tahanan ”senior” yang menguasai semua selimut. Bagaimana ia melakukannya? ”Saya meminta seorang saudara membelikan sepuluh kilogram gula untuk saya,” kata Saudara Kabwazi. ”Satu kilogram gula untuk membeli sehelai selimut.” Itu juga ”membeli” persahabatan dari para tahanan ”senior”, yang kini mengizinkan diselenggarakannya perhimpunan tanpa hambatan.

Karena perhimpunan diadakan secara teratur di halaman penjara, sebuah sidang pun segera terbentuk. Namanya? Sidang Sudut—karena perhimpunan diadakan di sebuah sudut halaman penjara. Pada waktunya, Sidang Sudut kemudian dihadiri lebih dari 60 orang secara tetap tentu. Dengan tiga penatua dan satu hamba pelayanan, sidang baru ini terpelihara dengan baik. Daerahnya pun sangat produktif. Selalu ada orang ”di rumah” yang dapat diajak bicara! Dari lima pengajaran Alkitab yang dipimpin Saudara Kabwazi di sana, dua orang telah dibaptis!

Makanan yang ”Sehat”

Namun, satu problem yang dihadapi Sidang Sudut adalah bagaimana membawa masuk persediaan lektur ke dalam penjara untuk digunakan dalam perhimpunan. Saudara Kabwazi pun punya rencana untuk itu. Ia mengatur agar seorang saudara yang baru dibebaskan dari penjara untuk datang membawa sebingkisan makanan. Sewaktu para sipir memeriksa bingkisan tersebut, mereka hanya dapat menemukan singkong, makanan pokok yang populer di Malawi. Tetapi, mereka sama sekali tidak tahu betapa ”bergizi” dan ”sehat”-nya singkong ini! Di tengah setiap singkong telah dibuat irisan tipis. Di dalamnya ditempatkan gulungan majalah mini, sebagian kecil buku Bertukar Pikiran, dan Menyelidiki Kitab Suci. Setelah dua kali pengiriman makanan yang ”sehat” ini, segala sesuatu yang dibutuhkan saudara-saudara untuk digunakan di perhimpunan dan pengajaran Alkitab pun terpenuhi. Saudara Kabwazi mengenang bahwa ada begitu banyak majalah mini sehingga selama delapan bulan ia mendekam di penjara, tidak satu artikel pun yang perlu mereka ulangi dalam Pelajaran Menara Pengawal.

Syukurlah, Sidang Sudut kini tidak berfungsi lagi. Umat Yehuwa di Malawi tidak lagi dipaksa mengadakan perhimpunan di balik terali!

Saudara-Saudara Kita Memperoleh Respek

Lambat laun, serangan terhadap Saksi-Saksi Yehuwa semakin jarang. Meskipun demikian, adakalanya masih ada laporan mengenai insiden-insiden. Namun, sebagaimana biasanya, saudara-saudara kita tetap teguh. Hasilnya, banyak orang mulai memperlihatkan respek kepada umat Yehuwa.

Di daerah Mchinji, Kepala Mzama mengalamatkan sepucuk surat ”Kepada umat Allah yang dikasihi yang tinggal di bawah yurisdiksi saya.” Di dalamnya, ia mengatakan, ”Semua Saksi yang ada di distrik saya adalah orang-orang yang sangat baik. Distrik saya terdiri dari 13 desa.” Setelah memuji Saksi-Saksi karena menjadi pembayar pajak yang dapat diandalkan, berpaut pada standar moral yang tinggi, dan bersih, penuh hormat, serta rajin, ia menyimpulkan, ”Saya menganjurkan kalian semua Saksi-Saksi Yehuwa untuk terus berpegang pada hukum-hukum kalian.”

Pada awal tahun 1990, Austin Chigodi termasuk di antara 22 orang yang ditangkap pada sebuah kebaktian wilayah di Nathenje, dekat Blantyre, oleh para anggota Liga Pemuda. Setelah mendekam di penjara selama satu setengah tahun, Saudara Chigodi, yang saat itu berusia 70-an, dibebaskan. Sewaktu beberapa dari anggota Liga Pemuda melihat bahwa pria lanjut usia ini masih hidup dan setia kepada Allahnya, mereka sangat terkesan. Mereka bahkan meminta pengajaran Alkitab. Akan tetapi, Saudara Chigodi sangat berhati-hati, karena tidak ingin membahayakan saudara-saudaranya. Kaum muda itu tetap bersikeras. Akhirnya, pengajaran dimulai. Syukurlah, beberapa maju hingga dibaptis, dan sekarang, ada yang bahkan melayani sebagai penatua dan hamba pelayanan.

Saudara lain yang setia, Samuel Dzaononga, bertekun menghadapi empat vonis penjara di Dzaleka karena pendiriannya yang netral. Kemudian, pada tahun 1989, setelah kembali menolak dengan tegas untuk membeli kartu partai, ia ditangkap untuk yang kelima kalinya. Para anggota Liga Pemuda membawanya ke pos polisi di Salima. Betapa terkejutnya mereka sewaktu petugas yang jaga memberi tahu mereka, ”Jika kalian ingin memenjarakan pria ini lagi, kalian sebaiknya bersiap-siap untuk bergabung dengannya. Seharusnya kalian menyadari apa yang telah dihadapi pria ini dengan tekun tanpa pernah mengkompromikan imannya. Apakah kalian bersedia melakukan itu?” ”Tidak,” jawab mereka. Sang petugas kemudian menambahkan, ”Kalau begitu, sebaiknya kalian membawa pria ini kembali ke desanya dan berhenti melecehkannya. Ia tidak akan pernah mengkompromikan imannya.” Jadi, Saudara Dzaononga diantar kembali ke desanya. Setibanya di sana, kepala desa dipanggil dan diperingatkan agar tidak membiarkan saudara kita dilecehkan lagi. Sejak itu, Saudara Dzaononga bebas membaca majalah Menara Pengawal dan Sedarlah! serta memberikan kesaksian kepada para tetangganya—dengan terbuka dan tanpa takut dilecehkan.

Memberikan Kesaksian Tidak Resmi

Selama pelarangan, kesaksian tidak resmi pun dilakukan. Tetapi, sewaktu tentangan tidak terlalu sengit, ini dilakukan dengan lebih berani. Pada awal tahun 1990 di kota Ntcheu, buku Mendengar Kepada Guru yang Agung ditempatkan pada seorang wanita muda yang memperlihatkan minat akan kebenaran Alkitab. Karena ia sendiri tidak dapat membaca dengan baik, saudara-saudara menganjurkan agar ia meminta seseorang membacakan buku itu untuknya. ”Tetapi, Anda harus mencari seseorang yang dapat Anda percayai,” saudara-saudara memperingatkan. Pada waktu itu, adik laki-lakinya, Simon, tinggal bersamanya. Inilah orang yang dapat ia percayai. Sementara membacakan untuk kakak perempuannya, Simon segera mengenali nada kebenaran. Pada waktunya, pengajaran Alkitab secara tetap tentu pun dimulai bersama Simon. ”Saya dapat melihat sendiri dari Alkitab bahwa orang-orang Kristen sejati akan dianiaya,” kata Simon, ”jadi saya tahu bahwa Saksi-Saksi Yehuwa adalah agama yang sejati.” (2 Tim. 3:12) Simon Mangani membuat kemajuan yang pesat, dibaptis pada tahun itu juga dan sekarang melayani di Betel di Lilongwe.

Di Blantyre, suatu hujan badai yang mendadak turun membawa hasil yang tak terduga bagi Beston Madeya, seorang perintis biasa. Ia berlindung di beranda sebuah bangunan gereja yang kecil. Sambil menunggu hujan berhenti, ia tanpa sengaja mendengar beberapa orang bertanya kepada pastor mereka, ”Apakah semua orang baik pergi ke surga?” Sang pastor tidak dapat menjawab. Karena sangat ingin membantu mereka, Saudara Madeya masuk ke dalam gereja dan menawarkan untuk menjawab pertanyaan itu. Ia terkejut sewaktu mereka bersedia. Banyak pertanyaan pun menyusul, dan tak lama kemudian ia memimpin tujuh pengajaran Alkitab.

Kaum muda di sekolah juga memanfaatkan kesempatan untuk memberikan kesaksian. Sewaktu diminta menyerahkan esai, Dorothy Nakula memutuskan untuk menulis tentang asal-usul hari Natal. Gurunya sedemikian terkesan sampai-sampai ia memperlihatkan esainya kepada guru-guru lain. ”Dari mana kamu memperoleh informasi ini?” tanya mereka. Hasilnya, Dorothy menempatkan 17 majalah kepada guru-gurunya.

”Paman yang Dikasihi”

Meskipun hamba-hamba Yehuwa harus bertekun menahan banyak kesengsaraan, mereka tidak pernah merasa sendirian. Mereka tahu bahwa Yehuwa memelihara mereka, dan mereka yakin akan kasih serta dukungan dari persaudaraan seluas dunia.

Selain apa yang dilakukan kantor cabang di Rhodesia (sekarang Zimbabwe) dan Zambia, saudara-saudara setempat yang matang bekerja keras untuk memastikan agar kawanan di Malawi menerima perhatian yang pengasih dan makanan rohani. Panitia Negeri, atau disebut Kantor Staf, memainkan peranan penting dalam hal ini. Apa yang tersangkut dalam pekerjaan mereka? Lemon Kabwazi, yang melayani dalam Panitia Negeri selama bertahun-tahun, menjelaskan, ”Tanggung jawab utama kami adalah memastikan agar lektur sampai ke tangan saudara-saudara. Maka, kami menggunakan banyak waktu untuk mengorganisasi dan menganjurkan para kurir serta pengawas wilayah. Kami juga mengunjungi saudara-saudara yang menjadi korban penganiayaan, untuk memastikan bagaimana kami dapat membantu dan menguatkan mereka.”

Surat-surat yang menganjurkan dan persediaan lektur dikirim ke berbagai sidang. Menggunakan jasa kantor pos itu riskan, jadi saudara-saudara mengembangkan kode khusus dan nama kecil agar jangan sampai membuka kedok satu sama lain. Surat-surat dari Panitia Negeri ditandatangani sebagai ”S.O.” Dengan cara itu, bahkan seandainya surat tersebut disita, kalangan berwenang tidak dapat memahami isinya. Para pengawas wilayah dikenal dengan nomor wilayah yang mereka layani, dan kunjungan wilayah disebut ”pekan istimewa”. Sekarang pun masih ada yang mengatakan, ”Kami akan segera dikunjungi M-11 untuk pekan istimewa kami.” Bagaimana dengan Panitia Negeri sendiri? Surat-surat dari seluruh negara dialamatkan kepada ”Paman yang Dikasihi”, dan surat balasan dikirimkan ke berbagai ”kemenakan”. Pendekatan yang hati-hati semacam itu turut memelihara komunikasi selama bertahun-tahun di bawah pelarangan.

Para penatua yang melayani dalam Panitia Negeri benar-benar memperlihatkan apa maksudnya mencari dahulu kepentingan Kerajaan. (Mat. 6:33) Beberapa, seperti Ellyson Njunga, Havery Khwiya, Adson Mbendera, dan Lemon Kabwazi, masih melayani Yehuwa sebagai rohaniwan sepenuh waktu. Teladan mereka yang setia telah menganjurkan banyak saudara lainnya untuk mendahulukan Kerajaan dalam hidup mereka dan memelihara integritas sekalipun menghadapi kesengsaraan.

Perubahan secara Politik

Sewaktu gelombang baru semangat ”demokratis” mulai melanda Afrika bagian selatan, Malawi tidak luput. Pada tahun 1992, tekanan internasional meningkat terhadap pemerintah agar memperbaiki sejarah hak asasi manusianya. Menanggapi hal ini, sang presiden, dr. Banda, mengumumkan, ”Siapa pun yang memaksa orang-orang membeli kartu-kartu partai . . . bertindak melawan peraturan Partai Kongres Malawi.” Ia menambahkan, ”Hal ini sangat buruk, benar-benar buruk . . . saya tidak pernah memerintahkan siapa pun untuk melakukan hal seperti itu.” Dengan demikian, dr. Banda menghentikan penderitaan berat yang selama 25 tahun telah menimpa saudara-saudara kita yang setia di Malawi.

Setelah itu, Saksi-Saksi Yehuwa mendapati bahwa sebagian besar perhimpunan dan kebaktian mereka dapat diadakan secara terbuka dan bebas. Tidak ada lagi pelecehan atau penganiayaan dilaporkan. Akhirnya ada kebebasan hingga taraf tertentu, dan saudara-saudara memanfaatkan keadaan itu sepenuhnya. Tetapi, mereka belum siap untuk peristiwa berikutnya.

”Yehuwa Adalah Allah yang Menakjubkan!”

Tanggal 12 Agustus 1993—sungguh hari yang tak terlupakan bagi umat Yehuwa di Malawi! Pelarangan, yang telah berlangsung hampir 26 tahun, akhirnya dicabut. Pada mulanya, saudara-saudara bahkan tidak menyadarinya. Pada tahun 1967, sewaktu pelarangan diberlakukan, surat kabar di seputar negara itu memuat kepala berita yang mencolok mengenai tindakan terhadap ”sekte ’berbahaya’”—Saksi-Saksi Yehuwa. Kini, sewaktu pelarangan dicabut, tidak ada satu bisikan pun terdengar. Malahan, hanya secara kebetulan seorang saudara menemukan pengumuman kecil di Government Gazette. Sewaktu berita tersebut lambat laun menyebar ke saudara-saudara, mereka diliputi sukacita, meskipun mereka agak sulit mempercayai hal itu. Mengapa? Saudara Kabwazi mengatakan, ”Kami berdoa agar suatu hari kelak pelarangan akan dicabut. Tetapi, kami tidak pernah menyangka itu akan terjadi selama dr. Banda masih hidup.” Ia menambahkan, ”Yehuwa adalah Allah yang menakjubkan!”

Pada tahun 1967, sebelum pelarangan, sekitar 18.000 penyiar telah aktif bergabung dalam sidang-sidang. Kini, setelah 26 tahun menghadapi tentangan yang brutal, berapa banyak jumlah mereka? Suatu puncak baru sebanyak 30.408! Integritas saudara-saudari kita telah berkemenangan atas semua kesengsaraan—demi kepujian nama Yehuwa yang agung!

Saksi-Saksi Yehuwa diliputi sukacita atas kebebasan yang baru mereka peroleh. Akan tetapi, mereka juga sadar bahwa ada lebih banyak pekerjaan daripada sebelumnya yang terbentang di depan.

Kampanye Khusus

Segera setelah berita tersebut mencapai kantor cabang di Zambia, Ed Finch dikirim ke Malawi, bukan sebagai wisatawan, melainkan untuk membantu meneguhkan kembali secara hukum pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi. Selama kunjungannya, ia dan Linda memperoleh kesempatan bekerja bersama sidang berbahasa Inggris di Blantyre. Kebanyakan penyiar di sana tidak pernah memberikan kesaksian dari rumah ke rumah. Tidak heran, mereka merasa gugup. Namun, dengan sedikit bujukan dari suami-istri Finch, para penyiar semuanya ambil bagian dalam dinas. Betapa mendebarkannya sewaktu, setelah beberapa jam, mereka kembali untuk membahas pengalaman mereka! Banyak penghuni rumah yang mendengarkan dengan antusias. Ada pula yang mengucapkan selamat kepada mereka atas kebebasan yang kini dinikmati Saksi-Saksi Yehuwa. Setelah pengalaman ini, saudara-saudara merasa lebih mudah untuk ambil bagian dalam dinas.

Pada mulanya, pendaftaran untuk pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi ternyata cukup sulit. Tidak ada bukti yang dapat ditemukan di kantor pemerintah mana pun bahwa Lembaga pernah terdaftar di Malawi. Kemudian, pada suatu hari, Ed Finch memperhatikan sekumpulan jilid tua di kantor pendaftaran di Blantyre. Ia menurunkan jilid yang ditandai ”W”. Ya, di dalamnya terdapat pendaftaran aslinya! Proses pengesahan secara hukum pun berlangsung dengan cepat. Pada tanggal 15 November 1993, Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania, sebuah perwakilan hukum yang digunakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa, telah terdaftar kembali dan Saksi-Saksi Yehuwa sekali lagi mendapat pengakuan sah sebagai suatu agama di Malawi.

Menjelang akhir tahun itu, sebuah kampanye risalah khusus diadakan di seluruh negara tersebut. Dengan tepat, risalah Apa yang Dipercayai Saksi-Saksi Yehuwa? ditawarkan dalam tiga bahasa utama. Risalah itu memiliki tujuan ganda. Pertama, itu membantu saudara-saudari kembali sibuk dalam kesaksian umum, dan kedua, itu membantu publik mencari tahu sendiri fakta mengenai Saksi-Saksi Yehuwa. Lebih dari satu juta risalah disiarkan, dan banyak surat peminat membanjiri kantor cabang di Zambia. Sekali lagi, pengumuman pujian kepada Yehuwa di hadapan umum mulai terdengar dari rumah ke rumah dan di jalan-jalan Malawi!

Mengorganisasi Kembali Pekerjaan

Kelas pertama Sekolah Pelatihan Pelayanan untuk Afrika bagian selatan sedang berlangsung di Zambia sewaktu berita mengenai dicabutnya pelarangan tiba di sana. Ini menghasilkan suasana penuh keriangan di antara para pekerja Betel maupun para siswa sekolah. Betapa tergetar perasaan dua dari siswa itu sewaktu diberi tugas ke Malawi! Mereka adalah pelayan sepenuh waktu asing yang pertama ditugaskan ke negara itu sejak tahun 1967. Kedua saudara ini, Andrew Bird dan Karl Offermann, kini melayani di Betel di Lilongwe. Bernard Mazunda, penyiar Malawi yang pertama kali menerima pelatihan semacam itu, dan mengikuti kelas yang sama, kini melayani sebagai pengawas wilayah, bersama lulusan dari kelas-kelas selanjutnya dari sekolah tersebut.

Sementara itu, saudara-saudara dari kantor cabang Zambia terus menghadapi problem yang berkaitan dengan mengorganisasi kembali pekerjaan di Malawi. Mereka segera mendapati bahwa meskipun Saksi-Saksi Yehuwa tidak lagi dilarang, tidak demikian dengan lektur Alkitab mereka. Pertemuan yang paling membuahkan hasil pun diadakan dengan Menteri Kehakiman untuk menjernihkan perkara tersebut. Ia segera mengambil langkah-langkah untuk mencabut pelarangan atas lektur Lembaga. Selain itu, ia menawarkan bantuannya untuk mendapatkan lahan yang cocok bagi sebuah kantor cabang yang baru. Hasilnya, sebidang lahan seluas 12 hektar pun dibeli di Lilongwe. Pekerjaan konstruksi fasilitas cabang yang baru telah berlangsung di properti yang letaknya mudah dicapai ini.

Seraya sidang-sidang mulai berhimpun lagi secara terbuka, betapa menyenangkannya bagi banyak orang untuk bertemu sahabat-sahabat yang setelah sekian lama tidak saling jumpa sebelum pelarangan! Perhimpunan berlangsung lewat waktu, namun tidak seorang pun tampaknya keberatan. Hadirin tidak lagi dibatasi sekadar menggosokkan kedua tangan sebagai penghargaan atas khotbah saudara-saudara. Sebaliknya, tepuk tangan yang bersemangat mengiringi semua yang tampil di panggung. Nyanyian Kerajaan tidak perlu dinyanyikan dengan gumaman lagi. Kini, saudara-saudara dapat menyanyi dengan suara lantang dan jelas. Nyanyian yang segera menjadi favorit semua orang adalah ”Syukur Kami, Yehuwa”.

Meskipun demikian, saudara-saudara menyadari bahwa mereka membutuhkan bantuan untuk memperoleh informasi terkini sehubungan dengan soal-soal pengorganisasian. Para penatua dengan rendah hati dan antusias menerima pengarahan dari kantor Lembaga serta saudara-saudara lain yang mendapat pelatihan khusus. Dalam waktu singkat terlihat perbaikan pesat dalam prosedur pengorganisasian di sidang-sidang. Jumlah penyiar pun terus meningkat. Pada tahun dinas setelah pelarangan dicabut, sebanyak 4.247 murid baru dibaptis, dan 88.903 menghadiri Peringatan kematian Kristus.

Lebih Banyak Bantuan Tiba

Perasaan berdebar-debar meliputi negara itu sewaktu tersebar berita bahwa dua pasangan utusan injil yang pernah melayani di Malawi sebelum pelarangan akan kembali. Keith dan Anne Eaton, yang sementara itu telah melayani di Zimbabwe, tiba pada tanggal 1 Februari 1995, untuk membantu pekerjaan kantor di Lilongwe. Belakangan, Jack dan Linda Johansson, yang berada di Zaire (kini Republik Demokratik Kongo), ditugaskan ke rumah utusan injil di Blantyre. Kedua pasangan ini telah memperoleh kembali izin menjadi penduduk tetap negara itu. Benar-benar reuni membahagiakan yang dinikmati di antara para utusan injil kawakan ini dan saudara-saudari Malawi yang melayani bersama mereka sebelum pelarangan!

Pada bulan Februari 1995, Malcolm Vigo, yang kini ada di kantor cabang Nigeria namun sebelum pelarangan diberlakukan adalah hamba cabang di Malawi, mendapat hak istimewa mengunjungi Malawi sebagai pengawas zona yang pertama di sini, setelah sekian lama berlalu. Istrinya, Linda Louise, ikut bersamanya. Apa tanggapan Saudara Vigo? ”Ini benar-benar pengalaman yang menggetarkan dan suatu hak istimewa! Rasanya seperti pulang ke rumah.”

Sementara itu, para utusan injil lain dan saudara-saudara yang cakap dari kantor cabang yang berdekatan juga ditugaskan ke Malawi. Surat-surat mengalir masuk dari ladang itu. Sungguh, ada ”banyak hal untuk dilakukan dalam pekerjaan Tuan”.—1 Kor. 15:58.

”Para Pemuji yang Bersukacita”

Bayangkan perasaan Saksi-Saksi Malawi ketika, pada bulan Juli dan Agustus 1995, mereka dapat menyelenggarakan kebaktian distrik untuk pertama kalinya dalam 28 tahun. Seperti halnya kebanyakan kebaktian di Afrika, keluarga-keluarga membawa serta katundu (bagasi) mereka, termasuk selimut, belanga dan panci, dan bahkan kayu bakar untuk memasak makanan mereka.

Kebanyakan yang hadir sudah lupa akan rangkaian kebaktian terakhir yang diselenggarakan persis sebelum pelarangan. Entah mereka masih terlalu muda, lahir sesudah tanggal itu, atau belum mengenal kebenaran. Jadi, bagi mayoritas hadirin, ini adalah kebaktian distrik mereka yang pertama. Sungguh tema yang tepat, ”Para Pemuji yang Bersukacita”. Setibanya di tempat kebaktian, beberapa mengusap mata mereka seolah tidak percaya dan mengatakan, ”Saya tidak sedang bermimpi, ’kan?” Mereka tergetar untuk dipersatukan dengan rekan-rekan penyembah dari seluruh dunia dalam acara kebaktian ini. Secara keseluruhan, sembilan kebaktian diselenggarakan di berbagai bagian dari negara itu, dan total hadirin melebihi 77.000 orang! Sebuah alat baru untuk digunakan dalam dinas pengabaran, buku Pengetahuan yang Membimbing kepada Kehidupan Abadi, diterima dengan antusias. Meskipun buku itu diperkenalkan di kebaktian hanya dalam bahasa Inggris, saudara-saudara senang mengetahui bahwa penerjemahan ke dalam bahasa Chichewa sedang berlangsung.

Terdapat juga sebuah kebaktian berbahasa Inggris. Meskipun kecil, kebaktian ini cukup bernuansa internasional. Para tamu datang dari Mozambik, Afrika Selatan, Zaire, Zambia, dan Zimbabwe. Menarik, kebaktian ini diselenggarakan di Balai Sidang Kwacha, di Blantyre, yang secara spesifik dibangun oleh dr. Banda untuk menyelenggarakan beberapa dari pertemuan partai politiknya. Para tamu mendengarkan dengan penuh semangat seraya dua saudara setempat, Widdas Madona dan Lackson Kunje, diwawancarai mengenai pengalaman mereka selama tahun-tahun pelarangan. Ed Finch juga hadir, dan mengenai peristiwa yang berbahagia itu, ia mengatakan, ”Sudah sekian lama kami semua mendoakan seperti yang terjadi pada hari ini! Kini banyak air mata sukacita berlinang di wajah para hadirin yang berkumpul. Dengan mata basah dan perasaan haru tak terbendung, kami melihat Victor Lulker membaptis putrinya, Angeline, tidak secara rahasia di bak mandi, tetapi di hadapan umum.” Seraya kebaktian diakhiri dengan nyanyian ”Syukur Kami, Yehuwa”, banyak yang kembali merasa terharu dan bersimbah air mata. Kesembilan kebaktian ini semuanya akan terus dikenang oleh para pemuji yang bersukacita yang menghadirinya.

Kegiatan Kantor Cabang Dilanjutkan Kembali

Pada tanggal 1 September 1995, kantor cabang di Malawi kembali menjadi cabang, yang beroperasi di bawah pengarahan Badan Pimpinan. Kali ini letaknya di Lilongwe. Terdapat 542 sidang dan lebih dari 30.000 penyiar, jadi ada banyak yang harus dilakukan.

Kini segala sesuatu benar-benar berlangsung dengan cepat! Sepuluh pekerja Betel pada mulanya harus bekerja sangat keras dalam menghadapi beban pekerjaan. Sejak itu, lebih banyak pekerja Betel dan saudara-saudara lain, yang dengan sukarela memberikan dukungan, datang membantu. Tim penerjemah bahasa Chichewa dan Tumbuka juga telah dipindahkan kembali dari Zambia ke ”negeri asal” bahasa itu.

Kantor cabang sibuk membantu saudara-saudara menghadapi situasi baru yang menguji loyalitas mereka. Hal ini termasuk salut bendera, perbuatan amoral, penyalahgunaan obat bius, dan pergaulan buruk. Departemen Pelayanan Informasi Rumah Sakit telah ditetapkan guna membantu orang-orang yang menghadapi permasalahan yang menyangkut transfusi darah.

Yang juga sangat membantu adalah dua saudara, beserta istri mereka, yang ditugaskan kembali ke Malawi dari pekerjaan keliling di Afrika Selatan. Mereka melakukan pekerjaan dengan baik sebagai pengawas distrik.

Belum lama ini, pada tanggal 20 Maret 1997, terjadi peristiwa lain yang mendebarkan. Dalam berita radio selama jam makan siang, Saksi-Saksi di seluruh Malawi senang mendengar bahwa pemerintah telah mengembalikan bekas properti kantor cabang kepada Lembaga. Properti itu disita pada tahun 1967 oleh pemerintah sebelumnya dan telah digunakan sebagai Kantor Pusat Regional Selatan dari Partai Kongres Malawi. Tetapi sekarang, itu kembali ke tangan pemiliknya yang sah—setelah selang waktu sekitar 30 tahun. Seluruh negara itu benar-benar mendapat kesaksian sewaktu berita ini diulangi pada setiap siaran berita dalam semua bahasa utama sepanjang hari itu! Sekarang, bangunan ini kembali digunakan secara tetap tentu sebagai tempat perhimpunan Kristen dari Saksi-Saksi Yehuwa.

Yehuwa Menumbuhkannya

Yehuwa benar-benar memberkati pekerjaan hamba-hamba-Nya di Malawi sejak dicabutnya pelarangan. Banyak penghuni rumah yang dengan penuh semangat mengundang Saksi-Saksi Yehuwa ke rumah mereka dan menerima lektur serta tawaran pengajaran Alkitab di rumah secara cuma-cuma. Dalam salah satu Kebaktian Distrik baru-baru ini, ”Iman Akan Firman Allah”, seorang wanita terpukau melihat sekumpulan besar Saksi-Saksi Yehuwa berhimpun bersama di dekat kota Namitete. ”Dari mana ribuan orang ini datang?” tanyanya. ”Benar-benar menakjubkan! Kalian sudah sedemikian lama di bawah pelarangan.” Tergugah oleh apa yang ia saksikan, wanita ini bergabung dengan kumpulan penyembah yang berbahagia dan mendengarkan acara. Setelah itu, ia pun setuju untuk mempelajari Alkitab.

Beberapa bekas musuh juga menyambut kebenaran, dan beberapa tergerak untuk meminta maaf atas tindakan mereka selama pelarangan. ”Sebenarnya itu bukan salah kami,” kata mereka. ”Pemerintah yang memaksa kami melakukan hal-hal itu terhadap kalian.” Saudara-saudara hanya merasa senang menyambut orang-orang demikian ke perhimpunan. Bahkan mantan menteri pemerintah yang ”menyambut” saudara-saudara kita sewaktu dipaksa kembali dari Mozambik pada tahun 1975, dan yang memberi tahu mereka untuk kembali ke desa mereka dan bekerja sama dengan partai politik yang berkuasa, telah menerima pengajaran Alkitab bersama seorang perintis di Lilongwe.

Tidak seorang pun di antara Saksi-Saksi yang memperlihatkan sikap sengit. Tidak ada yang berupaya membalas dendam. (Rm. 12:17-19) Satu-satunya yang mereka inginkan adalah memuji Allah Yehuwa karena sekarang mereka memiliki kebebasan untuk melakukannya. Mereka sangat bergairah mempelajari cara menggunakan alat apa pun yang akan membantu mereka menjadi guru-guru yang efektif dalam pelayanan. Dengan menggunakan sarana seperti buku Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab dan Pengetahuan yang Membimbing kepada Kehidupan Abadi, serta kaset-kaset video Lembaga, mereka membantu ribuan peminat untuk mulai mempelajari Alkitab.

Kita tidak tahu berapa lama Yehuwa akan mengizinkan kita terus mencari orang-orang ”yang memiliki kecenderungan yang benar untuk kehidupan abadi”. (Kis. 13:48) Namun, yang jelas, ada potensi yang menakjubkan untuk pengumpulan rohani di negara ini. Pada bulan Juni 1998, terdapat puncak baru yang menggetarkan dari jumlah penyiar yang melapor—42.770! Kebaktian Distrik ”Jalan Hidup Ilahi” yang diselenggarakan pada tahun 1998, seluruhnya dihadiri sebanyak 152.746 orang dan Peringatan kematian Kristus, yang dirayakan lebih awal pada tahun itu, dihadiri oleh 120.412 orang!

Ya, Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi benar-benar melihat masa depan yang sangat cerah. Sebelum hari Yehuwa tiba, mereka berharap dapat membantu ribuan orang lagi untuk memperoleh pengetahuan yang saksama akan Firman Allah. Mereka juga menanti-nantikan hari manakala mereka dapat menyambut anggota keluarga dan sahabat yang dikasihi dari kematian—saudara-saudari Kristen yang rela mati daripada mengkompromikan iman mereka yang berharga. Dengan antusias mereka menantikan hari manakala Malawi akan menjadi bagian dari suatu firdaus seluas bumi yang di dalamnya semua orang akan diam dengan aman dan semua yang mengasihi dan melayani Yehuwa akan dapat menikmati kehidupan sempurna selama-lamanya.

Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi telah bertekun menghadapi tantangan serius atas iman mereka. Integritas mereka di bawah kesengsaraan telah menjadi sumber anjuran bagi segenap persaudaraan seluas dunia yang mencakup mereka juga. Dan, kegairahan mereka untuk memberitakan kabar baik ’pada musim yang menyenangkan dan musim yang susah’ telah menjadi teladan yang patut ditiru. (2 Tim. 4:2) Orang-orang yang mengenal mereka pastilah merasakan bahwa dalam diri mereka terdapat ”jantung Afrika yang hangat”.

[Peta di hlm. 191]

(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)

ZAMBIA

Kamp Sinda Misale

MALAWI

Danau Malawi

Lilongwe

Zomba

Blantyre

Gn. Mulanje

MOZAMBIK

Kamp Mlangeni

Kamp Milange

MOZAMBIK

[Gambar penuh di hlm. 148]

[Gambar di hlm. 153]

Gresham Kwazizirah, dibaptis pada tahun 1925

[Gambar di hlm. 157]

Bill McLuckie di kantor Lembaga di Zomba

[Gambar di hlm. 162]

Sebuah perkampungan khas di Malawi

[Gambar di hlm. 165]

Alex Mafambana

[Gambar di hlm. 170]

Saksi-Saksi tiba di kebaktian dekat Gunung Mulanje pada tahun 1966

[Gambar di hlm. 177]

Saksi-Saksi dilarang; gerbang properti cabang dikunci

[Gambar di hlm. 178]

Meskipun rumah Finley Mwinyere sendiri telah hancur, perhatiannya adalah untuk menguatkan saudara-saudaranya

[Gambar di hlm. 186]

Bill McLuckie dengan istrinya, Denise

[Gambar di hlm. 192]

Panggung tengah, tempat pengajaran Alkitab dan tugas kamp diberikan

[Gambar di hlm. 193]

Batson Longwe, dikenal sebagai ”7-2-7”

[Gambar di hlm. 194]

Kamp pengungsi Nazipoli dekat Mlangeni, dengan rumah-rumah yang dibangun Saksi-Saksi untuk keluarga mereka

[Gambar di hlm. 200, 201]

Meskipun sebelumnya dipenjarakan karena iman mereka, Saksi-Saksi terus melayani dengan sukacita

[Gambar di hlm. 202]

Kurir-kurir yang mempertaruhkan kebebasan untuk menyampaikan makanan rohani ke tangan saudara-saudara mereka

[Gambar di hlm. 204]

Selama pelarangan, Ed dan Linda Finch menjadi tamu tetap ke Malawi

[Gambar di hlm. 210]

Para penatua berkumpul untuk sekolah di ruang kelas terbuka

[Gambar di hlm. 215]

Keith dan Anne Eaton, Linda dan Jack Johansson—senang dapat kembali ke Malawi

[Gambar di hlm. 216]

Panitia Cabang (atas ke bawah): Lemon Kabwazi, Keith Eaton, Colin Carson

[Gambar di hlm. 217]

Atas: Saksi-Saksi dengan antusias merelakan diri untuk membersihkan bekas properti cabang sewaktu dikembalikan

Kanan: Saudara-saudara mengambil persediaan lektur sidang dari kantor cabang

[Gambar di hlm. 218]

Malcolm Vigo dipersatukan kembali dengan Widdas Madona, yang melayani bersamanya di kantor cabang sebelum pelarangan

[Gambar di hlm. 220]

Sebuah Balai Kerajaan beratap lalang. Balai Kerajaan dibutuhkan untuk 600 sidang lagi!

[Gambar di hlm. 223]

Saksi-Saksi yang bersukacita terus memberitakan kabar baik Kerajaan di Malawi

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan