Kenya dan Negeri-Negeri Sekitarnya
SERATUS empat puluh empat tahun yang lalu, London heboh dengan suatu desas-desus. Johannes Rebmann, seorang penjelajah Jerman, telah melaporkan bahwa ia melihat sebuah gunung besar di Afrika Timur, sebuah gunung yang begitu tinggi sehingga puncaknya bermahkotakan salju. Meskipun banyak yang merasa takjub pada berita sensasional ini, ahli-ahli ilmu bumi profesional menggelengkan kepala mereka. Salju di khatulistiwa? Pasti hanya imajinasi Rebmann belaka, demikian kesimpulan mereka.
Beberapa tahun kemudian, penjelajah-penjelajah Eropa lainnya membawa cerita-cerita lama berkenaan orang-orang primitif, kerdil, yang hidup di hutan-hutan, orang-orang yang tak pernah dilihat oleh orang-orang kulit putih sebelumnya. Lagi-lagi para cendekiawan bersikap skeptis. Pasti ini hanyalah dongeng belaka.
Namun para cendekiawan keliru dalam kedua kasus tersebut. Eksplorasi lebih lanjut meneguhkan adanya Gunung Kilimanjaro yang menjulang tinggi, dihiasi dengan salju sepanjang tahun. Diteguhkan pula adanya orang-orang Pygmies: Rata-rata tinggi kaum prianya 137 sentimeter.
Afrika Timur, suatu negeri penuh pesona! Dari semua kawasan di bumi, hanya sedikit yang bisa menandingi daya tarik warna-warni, keindahan, dan pesona sudut Afrika tersebut. Di dalam kawasannya tidak hanya terdapat gunung-gunung yang bermahkotakan salju tetapi juga padang-padang pasir yang panas terik. Di sana tinggal bukan hanya orang-orang yang paling pendek di dunia tetapi juga orang-orang yang paling tinggi, orang-orang Tusi (Tutsi) dan Dinka, di antara mereka pria yang tingginya 213 sentimeter bukanlah hal yang aneh.
Rakyat dan Bahasa
Itu adalah sebuah negeri yang kaya dengan variasi. Ke-150 juta orang yang hidup di sana terbagi menjadi lebih dari 350 kelompok etnis. Di Tanzania saja terdapat 125 kelompok etnis. Di Kenya ada kira-kira 40 kelompok yang berlainan, berkisar antara orang-orang Kikuyu, terwakili dengan baik di daerah bisnis modern di Nairobi, hingga orang-orang Masai, orang-orang padang rumput yang hidup terutama dari susu dan darah kawanan ternak mereka.
Tidak heran, bahasa-bahasa di Afrika Timur juga banyak. Walaupun pada dasarnya bahasa-bahasa tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok bahasa utama, cabang bahasa dan dialek lokalnya dapat berjumlah ratusan. Lebih dari 100 bahasa digunakan di Ethiopia saja, termasuk ’bahasa murni’ yang akan mempersatukan bukan hanya Afrika Timur tetapi juga seluruh dunia.—Zef. 3:9, NW.
Gunung, Danau dan Hewan-Hewan
Walaupun kebanyakan daerah Afrika Timur adalah tropis, daerah pedalamannya yang terdiri dari dataran-dataran tinggi, berhawa sejuk dibandingkan dengan daerah-daerah pantai yang panas. Lembah Great Rift membentang dari Utara ke Selatan di daerah ini, suatu celah sepanjang 6.400 kilometer di kerak bumi. Di sepanjang lembah ini terdapat gunung-gunung berapi yang sudah mati. Yang paling terkenal adalah Gunung Kilimanjaro. Dengan ketinggian hampir 6.000 meter, gunung ini adalah yang paling tinggi di Afrika. Lebih ke sebelah Utara, berdirilah Gunung Kenya. Suatu paradoks topografi, kaki gunung tersebut terletak di khatulistiwa yang terbakar matahari, sedang puncak kembarnya senantiasa diselimuti salju.
Danau-danau yang terdapat di antara punggung-punggung gunung menjadi tempat kediaman dari banyak sekali jenis burung-burung air—beberapa di antaranya adalah pelikan (burung undan), kingfishers, angsa, burung gendang, burung bangau stork, ibis, dan burung paruh sendok. Kadar soda yang tinggi yang terdapat di danau-danau yang diapit punggung-punggung gunung memungkinkan hidupnya udang laut dan ganggang biru hijau yang dibutuhkan oleh burung-burung flamingo (sejenis bangau) sebagai makanan. Hampir dua juta burung yang molek ini hidup di Afrika Timur. Sungguh merupakan pemandangan yang paling menakjubkan di seluruh benua itu melihat sekawanan burung flamingo yang sedang terbang, bagaikan goresan warna merah muda pada lengkungan langit biru.
Di mana-mana terdapat burung-burung—lain dari yang lain, membangkitkan perasaan takjub, dan indah. Seekor sunbird berwarna-warni menghisap madu dari sekuntum bunga mekar. Seekor burung weaver yang berwarna kuning muda menganyam sarangnya yang rumit pada daun papirus. Seekor burung nasar meluncur dengan santai di tengah-tengah awan.
Tentu saja terdapat pula binatang-binatang besar. Pergilah ke padang-padang rumput, dan lihatlah gajah, zebra, badak, kerbau, jerapah, singa, macan tutul, dan lebih dari 60 jenis rusa. Di sana saudara dapat menyaksikan sekawanan burung-burung liar berjumlah sepuluh ribu dengan gemuruh terbang melintasi dataran rendah, seekor monyet kecil berwarna hijau keabu-abuan mengintip dari sebatang pohon akasia, atau seekor burung unta yang jangkung mencari makanan.
Ya, baik di Dataran Rendah Danakil, salah satu dari tempat yang paling panas di bumi atau di Pegunungan Bulan, tempat gorila suka bermain, atau di pantai-pantai berpasir putih, tempat kura-kura yang berumur 100 tahun merayap, saudara akan mendapati bahwa Afrika Timur merupakan suatu negeri yang lain dari yang lain.
Spektrum Agama
Secara historis, orang-orang Afrika Timur pada umumnya memeluk agama-agama nenek moyang, kecuali di Ethiopia di mana Gereja Ortodoks Ethiopia sudah memegang kendali sejak abad ke-4 M. Tetapi karena Mekah hanya terletak di seberang Laut Merah dan angin musiman membawa kapal-kapal layar Arab untuk berdagang dari Teluk Persia ke pantai Afrika Timur, agama Islam segera dianut oleh orang-orang. Perdagangan budak yang menguntungkan selama abad ke-18 dan 19, dengan sumber utamanya di antara danau-danau Afrika yang besar dan pelabuhan Zanzibar, membawa orang-orang Muslim jauh ke Selatan dan ke pedalaman. Dewasa ini sekitar 40 persen dari penduduk Afrika Timur memeluk agama Islam, meskipun persentasenya jauh lebih rendah di beberapa negara yang terdapat di kawasan itu seperti Uganda, Kenya, Ruanda, dan Kepulauan Seychelles.
Pada abad ke-19 tibalah para penjelajah dan utusan injil Eropa, yang meletakkan dasar bagi kolonialisme. Imperium Inggris mengklaim daerah yang kemudian dikenal sebagai Sudan Inggris-Mesir, dan Afrika Timur Inggris. Somalia dibagi-bagi oleh orang Inggris, orang Perancis, dan orang Italia. Belgia menguasai Ruanda dan Urundi (sekarang Burundi). Dalam waktu pendek Italia menguasai Eritrea (Ethiopia), dan Jerman mengendalikan Afrika Timur Jerman, kini Tanzania.a Para utusan injil Susunan Kristen membagi kawasan itu menjadi daerah-daerah kepentingan khusus, mengizinkan sebuah ”gereja” tertentu seolah-olah memonopoli suatu daerah khusus. Sekolah-sekolah dibangun, rumah-rumah sakit didirikan, dan Alkitab diterjemahkan dalam sejumlah besar bahasa.
Dewasa ini, dua pertiga penduduk Kenya mengaku beragama Kristen, sedangkan di seluruh Afrika bagian timur angkanya hanya kurang dari setengah penduduknya. Beberapa suku tetap bertahan pada kepercayaan animistik mereka, dan dewasa ini penganut-penganut agama tradisional ini berjumlah antara seperempat atau seperlima dari jumlah seluruh penduduk. Imigran-imigran Asia tetap berpaut kepada agama-agama Timur.
Selama masa-masa belakangan ini, nasionalisme Afrika makin kuat, dan selama tahun 1960-an, negara demi negara memperoleh kemerdekaan. Dalam banyak kasus ini berarti lebih banyak kebebasan beribadat. Nasionalisme juga membuka pintu bagi banyak orang yang mengaku sebagai nabi, yang mengafrikanisasi agama-agama Susunan Kristen dan mendirikan ratusan sekte baru, dengan banyak persaingan dan kekacauan di antara mereka. Sewaktu perbedaan-perbedaan kepercayaan itu berubah menjadi kebencian, penganiayaan menyala-nyala terhadap penganut-penganut dari beberapa agama tertentu.
Gereja-gereja Susunan Kristen, dengan keterlibatan mereka dalam politik kolonial dan usaha-usaha bisnis, tidak memberikan teladan seperti Kristus, mereka juga tidak mendatangkan perubahan moral yang bertahan lama di antara kebanyakan pengikut mereka. Telah tiba waktunya kebenaran Alkitab bersinar di Afrika bagian Timur.
Para Perintis yang Mula-Mula Menyalakan Obor
Kira-kira 60 tahun setelah penjelajah termasyhur Livingstone dan Stanley bertemu di pantai Danau Tanganyika dan di suatu masa manakala mata air paling selatan dari Sungai Nil belum ditemukan, upaya-upaya pertama dibuat untuk membawa berkas-berkas cahaya kebenaran ke bagian Afrika ini. Pada saat itu Siswa-Siswa Alkitab telah menjadi sangat aktif di bagian-bagian dunia yang lain, menyingkapkan kepalsuan agama dan memperingatkan umat manusia tentang makna kejadian-kejadian pada waktu itu. Di Afrika, ini dimulai di pantai barat di Cape, ujung paling selatan dari benua itu.
Pada tahun 1931, tahun manakala Siswa-Siswa Alkitab Internasional menggunakan nama Alkitab yang baru, Saksi-Saksi Yehuwa, kantor cabang Lembaga Menara Pengawal di Cape Town mencari jalan untuk menaburkan benih-benih kebenaran Alkitab di pantai timur benua itu dan bila mungkin, di daerah pedalaman. Gray Smith dan kakaknya, Frank, dua rohaniwan perintis yang berani dari Cape Town, pergi ke Afrika Timur Inggris untuk menjajaki kemungkinan menyebarkan kabar baik. Mereka membawa sebuah mobil, merek De Soto, yang telah mereka ubah menjadi karavan (mobil rumah), menaikkannya ke sebuah kapal bersama 40 karton buku-buku dan berlayar ke Mombasa, kota pelabuhan di Kenya. Jalan kereta api yang belum lama dibangun menghubungkan Mombasa dengan Uganda, melintasi dataran tinggi Kenya. Maka, di Mombasa, kedua perintis ini mengirimkan buku-buku mereka yang berharga dengan kereta api ke Nairobi, ibu kota yang terletak di ketinggian satu setengah kilometer yang kira-kira 20 tahun sebelumnya tidak memiliki apa-apa kecuali beberapa pondok-pondok perbekalan kereta api yang rapuh.
Smith bersaudara kemudian menelusuri jalan sejauh 580 kilometer ke Nairobi. Dewasa ini, para pelancong dapat menempuh jarak ini dalam waktu kurang lebih 7 jam melintasi jalan modern, beraspal, tetapi pada waktu itu perjalanan dengan sebuah karavan yang bermuatan benar-benar suatu petualangan. Laporan yang dikirim kepada Joseph F. Rutherford, presiden Lembaga Menara Pengawal pada waktu itu, dan diterbitkan dalam Watchtower (Menara Pengawal) 1 Agustus 1931, memberikan kepada kita gambaran sekilas tentang perjalanan dan pekerjaan kesaksian mereka di Nairobi:
”Saudara Rutherford yang kami kasihi:
”Berulang kali saya dan saudara saya mengucapkan terima kasih kepada Saudara atas hak istimewa pergi dari Afrika Selatan untuk melakukan pekerjaan kesaksian ke negeri yang belum pernah disentuh ini.
”Kami mengirimkan karavan kami dari Cape Town ke Mombasa dengan kapal uap ’Llamtepher’; dan setelah perjalanan laut yang menyenangkan kami memulai suatu perjalanan dengan kendaraan bermotor yang paling mengerikan yang pernah kami alami. Membutuhkan waktu empat hari bagi kami, terus berjalan sepanjang hari, melintasi jarak 579,24 kilometer dari Mombasa ke Nairobi, tidur di hutan-hutan dengan binatang-binatang buas di sekeliling kami.
”Kilometer demi kilometer saya harus turun dari kendaraan membawa sekop untuk meratakan tanah-tanah yang tinggi, menutup lobang-lobang, dan juga memotong rumput-rumput gajah dan pohon-pohon untuk ditaruh di rawa-rawa agar roda-roda kendaraan dapat lewat. Kami terus berjalan pada siang hari dan kadang-kadang malam hari, berdebar-debar untuk memulai pekerjaan kesaksian.
”Akhirnya kami tiba di Nairobi, ibu kota Kenya, dan dekat khatulistiwa dan Afrika Tengah; dan Tuhan yang pengasih memberkati usaha-usaha kami dengan hasil-hasil yang dapat menjadi rekor dunia. Kami berdua bekerja selama dua puluh satu hari, termasuk semua hari Minggu dan Sabtu, dan dalam waktu singkat ini telah membagikan 600 buku kecil dan 120 set lengkap dari sembilan jilid [buku-buku]. Kami diancam akan dilaporkan kepada polisi, disebut pendusta, dihina, diusir dari kantor-kantor; tetapi kami maju terus, dan pekerjaan kami hampir berakhir. Obor telah dinyalakan yang akan menerangi daerah Afrika yang paling gelap. Menurut apa yang kami dengar, pekerjaan kami telah menyebabkan huru-hara di kalangan orang-orang beragama di Nairobi.
”Saya akan kembali ke Cape Town; tetapi saudara saya sedang mengatur untuk meneruskan berita ini sampai ke Kongo dan Rhodesia Utara hingga ke Cape Town, di mana kami akan bertemu lagi dan siap untuk hak istimewa berikutnya.
Saudaramu di dalam dinas Tuhan kita,
F. W. Smith, Kolportir.”
Di bawah pemerintahan kolonial, hubungan dengan orang-orang Afrika dibatasi, maka Smith bersaudara menempatkan kebanyakan dari lektur mereka kepada orang-orang Goa yang beragama Katolik, yang datang dari Goa di pantai barat India untuk membangun rel kereta api. Namun imam-imam Katolik yang sangat marah berkenaan kebenaran yang dijelaskan dalam lektur Alkitab ini, mengumpulkan dan membakar semua buku yang dapat mereka sita.
Belakangan, Smith bersaudara menderita penyakit malaria, suatu penyakit yang telah menelan jiwa banyak pelancong. Gray sembuh kembali setelah empat bulan dirawat di rumah sakit, namun saudaranya Frank, meninggal dunia sebelum tiba di Cape Town.
Tindak Lanjut yang Berani
Sementara itu, kembali di Afrika Selatan, para perintis Robert Nisbet dan David Norman bersiap-siap untuk mengadakan tindak lanjut atas usaha pertama tersebut. Robert Nisbet mengenang kembali bagaimana sewaktu tiba dari Skotlandia di kantor cabang Cape Town, kepadanya ditunjukkan 200 karton lektur yang siap untuk dikirim ke Afrika Timur. Ini lima kali lebih banyak dari buku-buku yang dibawa oleh Smith bersaudara.
Sambil melindungi diri terhadap malaria dengan tidur di bawah kelambu dan meminum pil kina setiap hari, mereka melancarkan kampanye di Dar es Salaam, ibu kota Tanganyika, pada tanggal 31 Agustus 1931. Ini bukan penugasan yang mudah. Saudara Nisbet menceritakan, ”Pantulan sinar matahari dari jalan-jalan beraspal, panasnya yang membakar dan lembab, dan perlunya membawa beban lektur yang berat dari satu kunjungan ke kunjungan yang lain baru beberapa dari kesulitan yang harus kami hadapi. Namun kami masih muda, kuat dan menikmatinya.”
Seraya mengunjungi toko-toko, kantor-kantor, dan rumah-rumah, kedua perintis ini menempatkan hampir seribu buku dan buku-buku kecil dalam waktu dua minggu. Di antaranya termasuk banyak dari apa yang disebut Kumpulan Pelangi, yaitu suatu paket yang terdiri dari 9 buku dengan warna-warni yang mencolok dan 11 buku kecil yang menjelaskan Alkitab. Tidak lama kemudian, Gereja Katolik mengeluarkan pernyataan yang melarang semua orang Katolik untuk memiliki lektur demikian di rumah mereka.
Dari Dar es Salaam kedua perintis ini pergi ke Zanzibar, sebuah pulau sejauh 4 kilometer dari pantai, yang dulunya merupakan suatu pusat perdagangan budak yang penting. Kota tua yang mempunyai nama yang sama, dengan jaringan jalan-jalan yang sempit dan berliku-liku, diselimuti dengan aroma cengkeh yang terus-menerus karena Zanzibar merupakan eksportir terkemuka dari rempah-rempah tersebut. Penduduknya, yang pada waktu itu berjumlah sekitar seperempat juta, kebanyakan terdiri atas orang-orang Muslim yang berbahasa Swahili. Karena lektur itu dalam bahasa Inggris, kebanyakan ditempatkan pada orang-orang India dan Arab yang berbahasa Inggris.
Setelah sepuluh hari di Zanzibar, para perintis itu menaiki sebuah kapal menuju Mombasa di Kenya dalam perjalanan ke dataran tinggi Kenya. Dari Mombasa mereka meneruskan perjalanan dengan kereta api, mengerjakan daerah di sepanjang jalan kereta api sampai ke Danau Victoria, yang terletak tepat di selatan khatulistiwa.
Selanjutnya mereka pergi dengan perahu menuju Kampala, ibu kota Uganda, di sana mereka menyebarkan banyak buku dan memperoleh langganan untuk majalah The Golden Age (dewasa ini dikenal sebagai Awake!). Seorang pria yang melihat temannya dengan bergairah membaca buku The Government (Pemerintahan) pergi sejauh 80 kilometer untuk menjumpai saudara-saudara dan memperoleh semua buku yang tersedia bersama dengan langganan majalah The Golden Age.
Selanjutnya, melalui Jinja dan Kisumu di Danau Victoria, kedua perintis ini pergi kembali ke Mombasa. Di sana mereka menempatkan lagi banyak lektur dan menyampaikan dua khotbah Alkitab, yang dihadiri oleh banyak orang-orang Goa. Dari sana mereka berlayar kembali ke Cape Town, suatu perjalanan sejauh 5.000 kilometer. Seluruhnya, Saudara Nisbet dan Norman menempatkan lebih dari 5.000 buku dan buku kecil ditambah banyak langganan.
Melintasi Setengah dari Afrika melalui Daratan
Pada tahun 1935, tahun pada waktu pengertian Alkitab yang progresif menyingkapkan pengumpulan dari suatu kumpulan besar yang akan hidup dalam firdaus di bumi, sekelompok dari empat orang Saksi mengadakan kampanye ketiga ke Afrika Timur. Mereka adalah Gray Smith, yang selamat dari kampanye pertama dan istrinya, Olga, dan kedua Nisbet bersaudara, Robert dan George. George telah tiba dari Cape Town dalam bulan Maret.b
Kali ini mereka diperlengkapi dengan baik dengan dua kendaraan pengangkut seberat tiga perempat ton yang digunakan sebagai tempat tinggal, lengkap dengan tempat tidur, dapur, persediaan air, tangki persediaan bensin, dan rangka-rangka yang bisa dibongkar pasang dengan kelambu untuk perlindungan terhadap nyamuk. Kini lebih banyak kota dapat dicapai, meskipun jalan-jalan ditumbuhi dengan rumput-rumput tingginya sampai tiga meter. Para perintis ini sering tidur di alam terbuka, dan dapat melihat, mendengar, merasakan denyutan jantung dari Afrika, dengan cakrawala yang luas dan aneka ragam binatang liar: singa yang mengaum di malam hari, dan pada waktu siang hari, zebra, rusa dan jerapah dengan damai berjalan-jalan—disertai kehadiran badak dan gajah-gajah yang menimbulkan perasaan takut.
Mereka berkendaraan di sepanjang jalan dari Cape menuju Jalur Kairo. Kenyataan di balik nama yang terkenal ini adalah bentangan jalan panjang yang berdebu dan sunyi maupun bentangan jalan berbatu yang rusak dengan lobang-lobang berlumpur, pasir yang lembek, dan sungai yang harus dilalui. Sewaktu tiba di Tanganyika, keempat orang itu berpisah. Nisbet bersaudara pergi ke Nairobi, sedangkan Saudara dan Saudari Smith memusatkan perhatian mereka di Tanganyika, yang pada waktu itu ada di bawah pemerintahan Inggris.
Segera polisi menangkap Saudara dan Saudari Smith dan memerintahkan mereka untuk kembali ke Afrika Selatan. Namun sebaliknya, mereka pergi ke utara ke Nairobi, mengikuti Nisbet bersaudara. Di sana mereka diberi izin untuk tinggal hanya setelah mereka membayar uang jaminan yang bisa diambil kembali sebesar 160 dolar kepada polisi setempat. Para perintis bekerja keras, menempatkan lebih dari 3.000 buku dan sekitar 7.000 buku kecil serta banyak langganan untuk majalah The Golden Age. Pada akhirnya, tentangan agama yang memuncak menyebabkan saudara-saudara dideportasikan. Setelah protes yang gigih namun sia-sia terhadap deportasi, tiga dari para perintis ini memulai perjalanan kembali ke Afrika Selatan, meninggalkan Robert Nisbet, yang menderita demam tifus di sebuah rumah sakit di Nairobi. Syukurlah, dia sembuh dan dapat kembali ke Afrika Selatan juga.
Belakangan, Robert dan George Nisbet mendapat hak istimewa untuk menghadiri Sekolah Gilead dari Watch Tower dan ditugaskan sebagai utusan injil di Pulau Mauritius di Lautan Hindia pada tahun 1951. Sekarang Robert Nisbet berada di Australia, sedangkan saudaranya, George melayani di kantor cabang Afrika Selatan hingga kematiannya pada tahun 1989.
Sama seperti para utusan injil abad pertama yang disebut di buku Kisah, para perintis ini memperlihatkan kasih yang dalam bagi Yehuwa dan sesama mereka meskipun keadaannya sulit dan bahaya. Dari enam perintis yang datang ke Afrika Timur, empat telah dirawat lama di rumah sakit dan seorang di antaranya bahkan meninggal. Namun, suatu kesaksian telah diberikan, dan lektur-lektur menghasilkan buah. Misalnya, sekitar 30 tahun kemudian, ketika mengerjakan suatu daerah terpencil di Kenya, seorang Saksi bertemu dengan seorang pria yang memiliki buku Reconciliation, yang diperoleh pada tahun 1935. Pria ini sekarang menjadi seorang Saksi.
Seorang Perintis Lain—Di Kekaisaran yang Tersembunyi
Kira-kira pada waktu yang sama, seorang perintis yang berani lainnya, Krikor Hatzakortzian, memasuki Ethiopia untuk mempersembahkan penerangan rohani dalam bahasa asli Armenia maupun dalam bahasa Yunani dan Perancis. Upayanya dilakukan di sebuah negara yang aneh dalam berbagai hal. Sebagian besar dari negara itu merupakan dataran tinggi berbentuk segi tiga yang luas yang mempunyai ketinggian rata-rata 2.000 meter. Ada puncak-puncak yang tinggi dan bukit-bukit gundul, yang pada puncaknya terdapat dataran-dataran subur dan dikelilingi oleh lembah-lembah. Sungai Nil yang biru bermata air di sini dan mengalir melalui ngarai-ngarai yang indah. Demikian pula, Sungai Tekeze mengalir melalui sebuah ngarai yang mengingatkan para pelancong pada ngarai terkenal Grand Canyon di Amerika Utara. Kawasan bergunung-gunung ini membuat Ethiopia terpencil dari dataran rendah Sudan di sebelah barat dan padang pasir Danakil dan Ogaden di sebelah timur.
Ethiopia menjadi suatu kekaisaran yang berdiri sendiri pada awal sejarahnya; Kaisar ʽĒzānā memeluk agama Kristen pada waktu yang sama dengan diadakannya konsili di Nicea abad keempat. Gereja Ortodoks Ethiopia, yang mengutamakan penyembahan Maria serta salib dan yang mempunyai hubungan dengan Yudaisme purba, mendatangkan pengaruh kuat pada sejarah Ethiopia dan membuat Ethiopia sebagai suatu kekaisaran ”Kristen” yang tersembunyi yang menentang kemajuan Islam dari dataran rendah. Kaisar Haile Selassie, yang namanya mengandung arti ”Keperkasaan Tritunggal”, mengenakan gelar-gelar seperti ”Raja Atas Segala Raja”, ”Singa dari Suku Yehuda”, dan ”Pilihan Allah”. Selanjutnya ia diwajibkan oleh undang-undang untuk membela kepentingan Gereja. Tetapi rakyat tetap berada dalam kegelapan rohani dan dapat dengan mudah dihasut kepada tindakan-tindakan fanatik.
Dalam lingkungan seperti inilah pada tahun 1935, Saudara Hatzakortzian berada sendirian tanpa rekan perintis namun dengan kepercayaan penuh akan Yehuwa. Intisari berikut dari suratnya yang melaporkan kegiatannya, diterbitkan dalam majalah Watchtower (Menara Pengawal) 1 November 1935 memberikan gagasan kepada kita tentang apa yang dihadapinya:
”Saya tidak menganggap aneh dianiaya demi kebenaran, dan saya mengharapkan lebih banyak hal lagi terjadi. . . . Yehuwa yang berbala tentara telah melindungi saya di masa lampau, dan Dia akan melindungi saya juga di masa depan.
”Di suatu sore hari sewaktu saya pulang ke rumah dari pekerjaan merintis, salah satu antek Setan, tiba-tiba keluar dari tempat persembunyiannya, memukul saya dua kali di kepala dengan sebatang kayu yang besar, dia memukul saya begitu keras sehingga kayu itu patah. Tetapi dengan bantuan Tuhan, dan keheranan dari para tetangga, luka saya tidak begitu serius. Saya beristirahat di tempat tidur dua hari saja. Di suatu peristiwa lain wakil-wakil musuh menyerang saya dengan pisau; tetapi pada detik ketika mereka akan menikam saya, dengan pengaruh dari kekuatan yang tidak diketahui mereka membuang pisau mereka dan pergi meninggalkan saya.
”Tetapi [mereka] meneruskan penganiayaan mereka. Kali ini mereka membuat pernyataan palsu tentang diri saya dan mengirimkan saya ke ibu kota (Addis Ababa) untuk menghadap kaisar. Selama saya tinggal (empat bulan) di ibu kota, saya pergi ke mana-mana dan memberikan kesaksian dari rumah ke rumah, juga di hotel-hotel dan kedai minum. Akhirnya saya dibawa menghadap kaisar. Beliau mendengarkan saya; dan karena tidak mendapati kesalahan apa pun, ia membebaskan saya dan memerintahkan saya untuk pulang. Puji Tuhan atas kemenangan ini!”
”Masyarakat hidup dalam ketakutan dan kebingungan, tetapi saya bersukacita dalam Tuhan. Semoga Yehuwa yang Mahakuasa memberkati Saudara dengan limpah dan menguatkan Saudara untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah diberikannya kepada Saudara.
Saudaramu dalam Kristus,
K. Hatzakortzian.”
Tidak ada berita dari Saudara Hatzakortzian selama gejolak Perang Dunia II, tetapi pada permulaan tahun 1950-an, sewaktu para utusan injil lulusan Gilead tiba di Addis Ababa, mereka mendengar kabar angin tentang seorang pria di Diredawa (Dire Dawa) ”yang berbicara mirip dengan saudara-saudara”. Haywood Ward tiba di kota sebelah timur ini dan bertemu dengan seorang tua yang tidak dapat berbicara bahasa Inggris. Sewaktu utusan injil memperkenalkan diri, pria tua itu menangis, memandang ke atas dan menggumamkan sesuatu dalam bahasa Armenia termasuk nama Yehuwa. Ia adalah Saudara Hatzakortzian. Hari yang telah lama dinanti-nantikannya sudah tiba! Sambil menangis karena sukacita, ia memeluk Saudara Ward. Saudara Hatzakortzian dengan bangga menarik ke luar kotak tua dan menunjukkan majalah-majalah Watchtower (Menara Pengawal) yang sudah kumal dan buku-buku, terus-menerus berbicara dengan riang dalam bahasa yang tidak dipahami oleh tamunya.
Saudara Ward merasa sangat gembira akan pertemuan ini dan berharap untuk berkunjung lagi, namun ternyata ini tidak dapat dilakukannya. Sewaktu utusan-utusan injil yang lain pergi untuk melihatnya, mereka menjumpai orang-orang sedang berdukacita. Saudara Hatzakortzian telah meninggal.
Bagi para utusan injil ia seperti seorang ”Melkisedek”. (Ibr. 7:1-3) Ada banyak pertanyaan yang tak terjawab: Siapakah dia? Dari manakah asalnya? Dari manakah ia belajar kebenaran? Apa yang terjadi atas dirinya selama tahun-tahun yang sukar dari Perang Dunia II? Apa pun yang terjadi, ia adalah seorang perintis awal yang berani di Ethiopia.
Akhirnya, Suatu Fondasi Baru di Kenya
Pada bulan November 1949, Mary Whittington berimigrasi ke Kenya dari Inggris bersama anak-anaknya yang masih kecil, menyusul suaminya yang bekerja untuk perusahaan kereta api Afrika Timur di Nairobi. Meskipun ia baru dibaptis kira-kira setahun sebelumnya, ia segera belajar untuk mandiri. Seorang wanita yang langsing dan berdisiplin dengan semangat merintis yang kuat, ia tidak mau diam dalam kesunyian di suatu negeri yang lebih besar dari negeri asalnya Inggris, melainkan memandang ladang yang luas ini sebagai kesempatan untuk menyebarkan kebenaran Alkitab.
Karena waktu itu merupakan zaman kolonial dengan perbedaan rasial yang dipaksakan, Saudari Whittington harus membatasi kelompok pendengarnya hanya kepada orang-orang Eropa, pada saat ia mulai mengabar dari rumah ke rumah di lingkungan tempat tinggalnya. Para penghuni rumah sangat ramah; mereka sering mempersilakannya masuk dan menerima lektur Alkitab. Kerap kali ia ditanya: ”Di manakah Anda menyelenggarakan perhimpunan-perhimpunan Anda? Jawabannya adalah, sejauh yang ia tahu, dialah satu-satunya Saksi Yehuwa di seluruh negeri!
Tidak lama kemudian ujian integritas timbul. Dalam jangka waktu tiga bulan suaminya diberi tahu oleh atasan di tempat pekerjaannya bahwa kegiatan pengabaran istrinya tidak diperkenan polisi. Bila ia terus melakukannya, ia dapat dideportasikan dari koloni tersebut. Selanjutnya, suaminya memberi tahu Saudari Whittington untuk mengabar hanya kepada teman-temannya saja. Ia menjawab bahwa ia tidak mempunyai teman di Kenya dan bahwa kesetiaan Kristennya mengharuskan dia untuk meneruskan pekerjaannya. Suaminya menjelaskan kepadanya bahwa bila ia dideportasikan, suaminya tidak akan mengizinkan dia membawa anak-anak.
Beberapa bulan kemudian, anggota-anggota dari suatu dinas khusus polisi mengunjungi Tuan Whittington di kantornya meminta contoh dari bacaan yang disebarkan istrinya. Saudari Whittington dengan senang hati memberikan beberapa bacaan. Perwira yang mengembalikan bacaan-bacaan ini berkata bahwa ia telah menikmati pembacaan-pembacaannya. Dia tidak melarangnya melakukan kegiatan pengabaran tetapi menandaskan bahwa dia tidak boleh mengabar kepada masyarakat Afrika. Sampai di situ, ini bukan merupakan suatu problem, karena terdapat lebih dari cukup pekerjaan yang harus dilakukan di kalangan penduduk bukan Afrika di Nairobi.
Tidak lama kemudian seorang rekan muncul di panggung, namun bukan dengan cara seperti yang diharapkan Saudari Whittington. Kantor cabang Rhodesia Utara dari Lembaga Menara Pengawal memberi tahu dia tentang seorang yang bernama Nyonya Butler yang berminat akan masalah-masalah Alkitab. Olga Butler yang berasal dari Kepulauan Seychelles telah menerima lektur Lembaga di Tanganyika lebih dari sepuluh tahun yang lalu dan pergi ke Nairobi setelah kematian suaminya belum lama berselang. Kontak dilakukan melalui surat, dan mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kedai di daerah perkotaan Nairobi, dan segera suatu pengajaran Alkitab berlangsung, pada mulanya di suatu taman umum, karena pergaulan antara ras yang berbeda masih dilarang. Dua tahun kemudian Olga Butler dibaptis di bak mandi keluarga Whittingtons.
Upaya-Upaya untuk Membantu
Untuk membuka ladang yang sangat luas ini dan juga untuk membantu Saudari Whittington dalam keadaannya yang terpencil, upaya dikerahkan untuk mengirimkan utusan-utusan injil, tetapi pemerintahan kolonial tidak mengizinkannya. Pada tahun 1952, presiden Lembaga Menara Pengawal, Nathan H. Knorr, dan sekretarisnya, Milton G. Henschel, mengunjungi Nairobi dan melewatkan suatu sore bersama dengan sekelompok kecil saudara dan saudari dari Kenya dan Uganda. Permohonan lain untuk mengirimkan utusan injil disampaikan lagi, tetapi itu pun ditolak.
Kesulitan-kesulitan tambahan datang dari sumber lain. Golongan suku Mau Mau menimbulkan keadaan darurat, sehingga pertemuan lebih dari sembilan orang dianggap melanggar hukum, kecuali didaftarkan lebih dulu kepada pemerintah. Pada tahun 1956 suatu permohonan untuk mendaftarkan perhimpunan Kristen ditolak. Selama tahun-tahun itu sejumlah Saksi dari luar negeri datang ke Kenya untuk tinggal dalam waktu singkat, tetapi hanya Mary Whittington, anak-anaknya, dan Olga Butler yang tetap tinggal untuk memberitakan kabar baik.
Tibanya para Lulusan Gilead
Di bawah keadaan-keadaan demikianlah pada tahun 1956, para lulusan Gilead, William dan Muriel Nisbet dari Skotlandia tiba di Nairobi. William Nisbet adalah saudara dari dua perintis yang mula-mula datang ke Kenya dari Afrika Selatan selama tahun 1930-an. Agar dapat tinggal, Saudara Nisbet harus memperoleh suatu pekerjaan, namun dia masih dapat memimpin kelompok kecil pengajaran Alkitab. Sementara itu Saudari Nisbet dan Saudari Whittington secara diam-diam menggunakan setiap pagi dalam kegiatan dari rumah ke rumah.
Bagi suami-istri Nisbet, Nairobi merupakan tempat penugasan yang indah. Kota itu berkembang menjadi metropolitan yang terpelihara baik, dan modern. Iklim yang sedang dan bukit-bukit Ngong di sekitarnya mengingatkan mereka akan Skotlandia, negeri asal mereka. Jika memandang ke tenggara pada hari yang cerah seseorang dapat melihat salju di puncak gunung tertinggi Afrika, Kilimanjaro, berkilauan di bawah cahaya matahari. Di sebelah utara muncullah garis-garis runcing dari Gunung Kenya, gunung yang memberikan namanya kepada negeri ini. Dan terdapat pula di sana firdaus bagi para pencinta binatang tepat di pintu rumah mereka. Taman Nasional Nairobi dengan singa-singa, cheetah (harimau kumbang), badak, kerbau, jerapah, zebra, dan rusa.
Akan tetapi, minat utama suami-istri Nisbet adalah untuk memulai pengajaran-pengajaran Alkitab. Salah satu di antaranya diadakan dengan keluarga dari perwira polisi khusus. Meskipun suami-istri Nisbet tidak mengetahuinya, perwira itu telah diberi penugasan untuk menyelidiki Saksi-Saksi Yehuwa. Namun penyelidikannya menemui akhir yang berbeda dari yang diharapkannya. Perwira itu bukan hanya dapat menyampaikan suatu laporan baik mengenai kegiatan kita, tetapi ia juga telah menemukan suatu harta yang tak ternilai, kebenaran. Pada waktunya keluarga yang terdiri dari empat orang ini semuanya menjadi Saksi-Saksi terbaptis!
Ada juga orang-orang lain yang belajar. Namun, sayang sekali Hukum Darurat masih berlaku, dan siapa pun yang menghadiri pertemuan lebih dari sembilan orang dihadapkan pada deportasi atau hukuman penjara sampai tiga tahun. Dengan enggan saudara-saudara harus berhimpun dalam kelompok-kelompok kecil.
1958—Tahun yang Patut Diingat
Tahun ini dibuka dengan penugasan empat lulusan Gilead lagi ke Nairobi yaitu suami-istri Clarke dan Zannet. Seperti halnya Saudara Nisbet, kedua saudara itu harus mengambil pekerjaan duniawi seraya istri-istri mereka merintis. Suatu puncak baru dari 35 penyiar tercapai, kebanyakan orang-orang asing.
Ini juga merupakan tahun diselenggarakannya Kebaktian Internasional Kehendak Ilahi di New York, yang dihadiri lebih dari 250.000 orang dari seluruh dunia. Sungguh menggetarkan bagi Mary Whittington untuk berada di antara mereka dan menyampaikan suatu laporan singkat tentang pekerjaan di Kenya. Menambah kepada sukacita pada tahun itu, sebuah kapal terbang yang disewa penuh dengan Saksi-Saksi Yehuwa dari Rhodesia singgah di Nairobi dalam perjalanan mereka ke New York, sehingga ada kesempatan untuk suatu pertemuan yang membina secara rohani.
Dalam kebaktian di New York, Saksi-Saksi yang cakap diimbau untuk pindah ke negeri-negeri yang membutuhkan lebih banyak pemberita Kerajaan; Kenya termasuk dalam daftar negeri-negeri tersebut. Maka antara bulan Desember 1958 dan September 1959, lebih dari 30 saudara dan saudari pindah dari Kanada, Amerika Serikat, dan Inggris untuk membantu di Kenya. Beberapa dari para pendatang baru ini pergi ke Mombasa, di pesisir Kenya dengan pantai-pantainya yang indah. Yang lain-lain mulai memberitakan di kota Nakuru yang terletak di Lembah Rift, yang terkenal karena danaunya dengan nama yang sama, tempat tinggal sejuta burung flamingo.
”Saudara-Saudara yang Datang Membantu” Memberikan Sumbangan
”Saudara-saudara yang datang membantu” ini merupakan suatu kelompok yang bergairah, menunjukkan standar kematangan Kristen yang tinggi. Mereka telah meninggalkan sahabat-sahabat, karier, dan kenyamanan, tetapi diberkati dengan limpahnya. Kenya merupakan Makedonia modern bagi mereka.—Kis. 16:9.
Ketika berbicara mewakili rekan-rekannya, Ron Edwards, dari Inggris, berkata, ”Sejak awal dari jangka waktu ini, suatu ikatan kasih sayang yang sangat kuat bertumbuh di antara kami yang telah datang untuk melayani di tempat yang memerlukan lebih banyak tenaga, tidak sangsi lagi hal ini disebabkan oleh karena tujuan dan situasi yang mirip. Kebanyakan dari kami berada dalam kelompok usia yang sama (30 sampai 40 tahun) serta telah menikah, dan kami telah menempuh kehidupan keluarga yang mapan sebelum datang kemari. Akan tetapi, kami meninggalkan rumah-rumah kami dan pergi menuju ke suatu masa depan yang belum diketahui sebagai sambutan atas undangan Lembaga.”
Pada tahun-tahun belakangan banyak yang harus meninggalkan negeri itu karena kesulitan-kesulitan pribadi sehubungan dengan kesehatan, izin kerja, dan hal-hal lain. Namun, beberapa seperti Alice Spencer, dapat tetap tinggal selama bertahun-tahun. Ia dengan berani menahan hawa panas Mombasa selama lebih dari 25 tahun. Dan Margaret Stephenson, yang berusia 80 tahun lebih, telah tinggal di Kenya selama lebih dari 30 tahun dan masih melayani sebagai perintis biasa.c Seraya bekerja dengan gairah utusan injil, saudara-saudara dan saudari-saudari ini meletakkan banyak fondasi yang di atasnya banyak orang Kenya telah membangun kasih mereka akan ibadat sejati.
Akan tetapi, meskipun arus masuk ”saudara-saudara yang datang membantu”, pekerjaan masih terhambat—pengabaran hanya dilakukan kebanyakan di antara orang-orang Eropa, yang berarti orang-orang asing berkulit putih, dan di kalangan masyarakat Asia. Meskipun beberapa dari Saksi-Saksi asing mempelajari bahasa Swahili, kesaksian mereka dibatasi terutama hanya kepada pelayan-pelayan rumah.
Penyelenggaraan untuk Ekspansi Lebih Lanjut
Pada tahun 1959, Saudara Knorr mengunjungi Nairobi lagi. Pada waktu itu kelompok kecil yang terdiri dari sembilan orang telah menjadi sebuah sidang yang terdiri dari dua kelompok dengan 54 penyiar. Karena ada lebih banyak saudara yang dapat mengambil pimpinan, Saudara Knorr mengatur agar dua kelompok itu dibagi menjadi empat. Saudara Nisbet akan melayani sebagai pengawas wilayah, mengunjungi kelompok-kelompok ini seraya meneruskan pekerjaan duniawinya. Selama masa-masa itu, suatu jumlah yang mengejutkan dari orang-orang berminat ditemukan di antara orang-orang asing.
Seraya akhir dari pemerintahan kolonial mendekat, Saksi-Saksi Yehuwa merupakan orang-orang pertama yang mengadakan kontak dengan penduduk pribumi, seperti yang terlihat dari pengalaman berikut. Sewaktu salah seorang dari saudari-saudari Eropa sedang membeli sepatu di kota, dia bertanya kepada pelayan toko alamat rumahnya. Pelayan toko itu berkata, ”Di Yerikho.” Saudari kita menjawab, ”Saya tahu betul Yerikho. Saya sering pergi ke sana.” Dengan segera pelayan toko itu berseru, ”Oh, kalau begitu Anda pasti salah seorang dari Saksi-Saksi Yehuwa!”
Pekerjaan Kerajaan kini sedang bergerak maju di Kenya. Namun sebelum kita melanjutkannya, marilah kita berhenti sejenak dan melihat beberapa negeri-negeri sekitarnya tempat berbagai upaya juga dikerahkan untuk memberitakan kabar baik.
Uganda—”Mutiara Afrika”
Uganda, tetangga Kenya di sebelah barat, adalah sebuah negeri yang nyaman tempat seseorang dapat berjalan perlahan-lahan menyusuri pantai yang hijau dari Danau Victoria, mendaki Gunung Ruwenzori yang puncaknya bersalju (dianggap sebagai Gunung Bulan yang legendaris), menyusuri Sungai Nil, atau berkendaraan menembus hutan tropis yang megah. Curah hujan yang tinggi menjamin tuaian yang bagus dari katun dan kopi maupun sayur-sayuran dan buah-buahan yang bagus. Panasnya sedang, dan musim panas yang terus-menerus dapat menyenangkan para administrator Inggris maupun pedagang-pedagang Asia. Mereka menikmati kegiatan di luar rumah di klub-klub mereka, lapangan-lapangan golf, kolam-kolam renang, tempat-tempat pacuan kuda, dan lapangan-lapangan kriket. Tidak heran orang-orang menyebut Uganda ”Mutiara Afrika”.
Kehidupan tenang dan menyenangkan pada bulan April 1950 sewaktu sepasang Saksi muda datang ke Uganda dari Inggris, berhasrat untuk membagikan pengetahuan Alkitab mereka kepada orang-orang lain. Dalam jangka waktu setahun mereka telah membantu seorang Yunani dan satu keluarga Italia untuk menghargai kebenaran.
Sebuah sidang kecil dibentuk di Kampala, sebuah kota, yang seperti Roma, dibangun di atas tujuh buah bukit. Pemberitaan secara bertahap dilaksanakan di ladang Afrika, dan pastilah sangat menolong bahwa bahasa Inggris adalah bahasa pengantar di Uganda. Bahasa setempat pertama kali digunakan dalam khotbah umum yang diterjemahkan ke dalam bahasa Luganda untuk hadirin yang terdiri dari 50 orang Afrika. Menjelang tahun 1953 ada enam penyiar yang aktif.
Dua tahun kemudian, pembaptisan pertama di Uganda diadakan di Danau Victoria dekat Entebbe. Di antara lima orang yang dibaptiskan terdapat George Kadu yang sangat bergairah, yang sekarang masih melayani sebagai seorang penatua yang setia di Kampala.
Suatu krisis timbul sewaktu tingkah laku yang buruk dari beberapa orang telah menyebabkan diadakannya pemecatan, keberangkatan ke luar negeri dan tersandungnya saudara-saudara lain. Maka, menjelang akhir tahun 1957, Saudara Kadu mendapati dirinya sebagai satu-satunya penyiar di Uganda. Namun ia tahu bahwa ia memiliki kebenaran dan ia mengasihi Yehuwa.
Pada tahun 1958, pertunjukan film yang berjudul The New World Society in Action (Masyarakat Dunia Baru Beraksi), bersama dengan dikeluarkannya buku kecil ”This Good News of the Kingdom” (Kabar Kesukaan dari Kerajaan) dalam bahasa Luganda, memberikan rangsangan baru kepada pekerjaan ini. Juga, ”saudara-saudara yang datang membantu”, dari Kanada dan Inggris pindah ke Uganda untuk membantu, dan pada tahun 1961, tiga tahun kemudian, 19 penyiar yang melapor. Kita akan berbicara lebih banyak mengenai negeri ini nanti.
Sudan—Negeri Afrika Terbesar
Sungai Nil Putih, bagian dari sungai terpanjang di bumi mengalir dari Uganda menuju Sudan melalui padang-padang rumput, semak-semak, rawa dan dataran setengah padang pasir. Orang-orang penggembala ternak yang tinggi tinggal di kiri kanan sungai tersebut. Setelah mengalir sejauh 2.000 kilometer sungai itu bertemu dengan sungai Nil Biru, yang datang dari dataran tinggi Ethiopia ke arah timur. Sepanjang sungai di tempat ini, terletak tiga kota besar dengan jutaan penduduk: Khartoum, Omdurman, dan Khartoum Utara.
Seraya makin jauh ke hilir, Sungai Nil mengalir melalui serangkaian riam dan memasuki suatu kawasan yang sangat historis. Di sinilah berdiri Kekaisaran Kush, reruntuhan-reruntuhannya masih kelihatan di gurun pasir Sahara. Inilah negeri Ethiopia dari zaman Alkitab, dari mana Ebed-Melekh berasal, maupun pejabat istana yang dibaptis oleh sang murid Filipus.—Yer. 38:7-16; Kis. 8:25-38.
Sudan, Sudan Inggris-Mesir adalah negeri Afrika terbesar dengan luas daerah meliputi seperempat luas Amerika Serikat. Arab merupakan bahasa utama. Di bagian utara hampir seluruh penduduknya beragama Islam, sedangkan di bagian selatan lebih banyak orang-orang animistik dan yang mengaku Kristen dijumpai. Biasanya, orang-orang Sudan sangat ramah dan baik budi.
Pada tahun 1949 Demetrius Atzemis, seorang lulusan Gilead dari Mesir, datang ke Sudan untuk pertama kalinya. Seperti halnya di Mesir, tepi sungai dari daerah Khartoum berwarna hijau karena merupakan ladang-ladang yang ditumbuhi oleh ketimun, bawang prei, dan bawang merah. Beberapa jalan raya yang berdekatan dengan sungai menyediakan banyak perteduhan di bawah pohon-pohon banyan yang besar. Tetapi daerah sempit yang menghijau ini segera digantikan dengan padang pasir gersang. Warna yang dominan adalah coklat. Langit berwarna coklat. Tanah coklat. Rumah-rumah berdinding bata juga coklat, dan bahkan banyak pakaian berwarna coklat.
Kemudian panas yang membakar. Suhu pada malam hari mencapai 39° C. Di bawah matahari termometer melonjak sampai 60° C. Karena pipa-pipa air terbuka terhadap sinar matahari, pancuran air ”dingin” dapat membakar saudara jikalau saudara tidak membiarkan air mengalir dahulu seketika lamanya.
Dalam situasi seperti inilah Saudara Atzemis menyibukkan diri. Ia terutama memberitakan di Omdurman, memperoleh 600 langganan. Kemudian ia meneruskan ke kota industri yang lebih kecil bernama Wad Medani, sebelum kembali ke Mesir. Belakangan, suatu keluarga yang terdiri dari tiga orang pindah dari Kairo ke Khartoum. Saudara itu, seorang pedagang wol, memberi kesaksian kepada para pelanggannya seraya menawarkan langganan dan lektur sebelum mengadakan bisnis dengan mereka.
Tidak lama kemudian suatu sidang kecil terbentuk, dan jumlah penyiar bertumbuh setiap bulan dari puncak ke puncak, mencapai 16 pada akhir Agustus 1951. Hal yang menonjol di tahun berikutnya adalah khotbah yang disampaikan kepada 32 hadirin. Demi kefaedahan orang-orang asing yang hadir, khotbah tersebut diterjemahkan ke dalam tiga bahasa.
Pada tahun 1953, Saudara Atzemis kembali dari Kairo, kali ini selama lima bulan, dan mengorganisasi pengerjaan daerah yang sistematis di Khartoum. Ia memperoleh imbalan sewaktu tiga Orphanides bersaudara masuk ke dalam kebenaran. Hanya sebulan sesudah dihubungi, George Orphanides menawarkan sebagian besar dari rumahnya sebagai tempat perhimpunan. Belakangan saudara ini menjadi pengawas sidang dan bersama saudaranya Dimitri, dengan bergairah memberitakan berita Kerajaan kepada orang-orang lain. George dapat sangat teguh dan gigih dan di saat yang sama sungguh-sungguh mudah didekati di dalam memelihara kawanan domba. Ia melayani selama bertahun-tahun, sampai 1970, sewaktu ia harus meninggalkan negeri itu. Dimitri berhasil menolong banyak orang masuk ke dalam kebenaran. Meskipun panas yang tidak terkira dan badai pasir yang secara berkala datang, saudara-saudara ini bertekun dengan sikap yang baik. George pernah berkata, ”Meskipun tanpa pengakuan duniawi, dengan perkenan surgawi dan bantuan roh Yehuwa, kami menikmati hidup kami setiap hari, berusaha melaksanakan pelayanan kami sesuai dengan kata-kata Paulus di 2 Timotius 4:2-5.”
Saudara Atzemis masih sering kembali untuk kunjungan secara berkala, dan pada tahun 1955 Lembaga dapat mengirimkan seorang utusan injil lain ke Khartoum, Emmanuel Paterakis, yang dapat tinggal selama sepuluh bulan. Kemudian, beberapa penyiar meninggalkan negeri itu. Permohonan untuk pendaftaran resmi disampaikan pada bulan Juni 1956, namun karena pengaruh imam Koptik dan mullah-mullah Islam, permohonan itu ditolak. Selama jangka waktu yang singkat para Saksi di bawah pengawasan, namun tidak ada penganiayaan berat, dan pekerjaan pengabaran tidak pernah berhenti.
Saudari-Saudari yang Setia
Pada abad pertama, wanita-wanita yang berbakti menjadi tiang-tiang rohani dalam sidang. Hal yang sama juga demikian selama abad ke-20 di Sudan. (Kis. 16:14, 15; 17:34; 18:2; 2 Tim. 1:5) Pada tahun 1952 seorang saudari Yunani yang bergairah yang menikah dengan pria Sudan di Libanon datang ke negeri asal suaminya untuk menggerakkan pekerjaan pemberitaan. Saudari ini, Ingilizi Caliopi, dengan segera menjadi perintis biasa dan belakangan menjadi perintis istimewa. Dia bergairah, dinamis, dan gigih—sifat-sifat yang diperlukan untuk memberitakan di antara anggota-anggota Gereja Koptik Ortodoks, yang bersifat sangat emosional dan mudah tersinggung, takut akan imam-imam dan kaum kerabat.
Di antara mereka yang dapat dibantunya untuk memperoleh pengetahuan akan kebenaran terdapat Mary Girgis, yang juga menjadi perintis istimewa dan yang kisah hidupnya muncul dalam The Watchtower (Menara Pengawal) 15 Februari 1977. Mary tinggal di kota Omdurman yang bersejarah, ibu kota purba dari Sudan. Ia baru saja berdoa sewaktu Saudari Caliopi mula-mula mengunjunginya pada tahun 1958. Saudari Caliopi menjumpai seorang wanita yang merasa gelisah berkenaan binatang-binatang yang mengerikan yang dilukiskan dalam buku Wahyu. Apakah arti binatang-binatang ini? Kengerian ”api neraka” juga membingungkannya. Ia sangsi apakah demikian kehendak Allah. Namun pertanyaannya yang lebih besar, Di manakah terdapat kebenaran?
Saudari Caliopi menjawab semua pertanyaan ini. Mary bersukacita mendengar bahwa Yesus kini telah menjadi Raja. Tetapi, suaminya, Ibrahim memberi tahu dia, ”Jangan dengar wanita ini. Dia pasti jahat. Sewaktu dia jatuh dari bis pada suatu hari, orang-orang berkata, ’Itu patut baginya karena ia berpindah agama.’”
Meskipun demikian, Ibrahim masih menerima dua buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” dan ”Inilah Hidup yang Kekal”. Tidak lama kemudian, ketika menghadiri gereja Koptiknya, Ibrahim berdebar-debar sewaktu mendengar imam mengecam pedas orang yang membiarkan istri mereka belajar dan memberitakan agama lain. Mudah untuk melihat siapa yang dimaksud oleh imam tersebut. Ibrahim segera meninggalkan gereja itu. Kini ia dan keluarganya menjadi sasaran penganiayaan. Pada suatu hari sebuah batu dilontarkan melewati dinding, mengenai dia dan memecahkan kacamatanya yang sedang dikenakannya, tetapi tidak melukai secara serius ia dan anak yang sedang dipangkunya!
Pada tahun 1959 polisi menuduh Mary Girgis pergi ke rumah-rumah dengan niat untuk mencuri. Masalah ini dibawa ke pengadilan. Dua penuntut menuntutnya, tetapi tentu saja tidak ada bukti yang bisa diteguhkan. Kasus itu ditutup.
Dalam suatu kasus pengadilan lainnya, imam-imam membawakan tuduhan Zionisme. Dalam pengadilan saudari kita memuliakan nama Yehuwa di hadapan empat orang hakim. Hakim ketua mengambil keputusan yang memenangkan dia sambil berkata, ”Pergilah ibu, ke setiap tempat di Sudan dan beritakanlah seperti yang Anda inginkan. Undang-undang negeri ini berada di pihak Anda dan akan melindungi Anda.”
Saudari Girgis dan Saudari Caliopi sampai akhir hayatnya telah merupakan contoh yang menonjol bagi saudara-saudara yang lebih muda. Selama bertahun-tahun dua saudari yang bergairah ini telah menolong banyak orang lain. Ibrahim Girgis juga berpihak kepada kebenaran dan merupakan seorang Saksi yang setia sampai akhir hayatnya.
Usaha-usaha untuk memperoleh pengakuan resmi gagal, sehingga pekerjaan dilanjutkan dalam keadaan tidak diakui dan sekali-kali terjadi penganiayaan. Namun demikian, pertambahan yang mantap terus terjadi, dengan 27 melaporkan tahun 1960 dan 37 tahun 1962. Tahun 1965 pekerjaan berada di bawah pengawasan cabang Kenya, yang baru didirikan, dan kebaktian wilayah diadakan sekali setahun. Selama tahun berikutnya, 81 orang menghadiri Peringatan kematian Kristus. Kita akan mendengar lagi dari negeri ini nanti.
Ethiopia—”Daerah Orang-Orang yang Terbakar Mukanya”
Antara Sudan dan Laut Merah, dan dengan ukuran setengah dari Sudan, terletak tetangga Kenya di sebelah utara, Ethiopia. Dalam bahasa Yunani nama itu berarti ”Daerah orang-orang yang terbakar mukanya”, dan di zaman dulu itu memaksudkan kawasan Afrika sebelah selatan Mesir. Jadi Ethiopia dalam Alkitab mencakup terutama Sudan bagian utara dan ujung dari daerah utara Ethiopia dewasa ini. Seperti yang telah didapati oleh Saudara Hatzakortzian pada tahun 1930-an, negeri ini unik dalam berbagai segi, dengan suatu kebudayaan lain dari yang lain dan Gereja Ortodoks Ethiopia yang dominan. Inilah penugasan bagi tiga utusan injil lajang yang tiba di ibu kota, Addis Ababa, pada tanggal 14 September 1950.
Ada banyak hal baru yang harus dibiasakan. Pertama-tama letak Addis Ababa, yang pada ketinggian 2.400 meter merupakan salah satu dari ibu kota yang tertinggi di dunia. Kemudian bahasa Amharik dengan ucapan-ucapan huruf matinya yang explosif seperti p’s, t’s dan s’s disertai huruf-huruf abjad Ethiopia yang terdiri dari 33 huruf dan lebih 250 variasi. Selain itu, terdapat lebih dari 70 bahasa daerah dan kira-kira 200 bahasa serta dialek-dialek lainnya. Lebih jauh, imam-imam masih menggunakan bahasa yang sudah hampir punah yang disebut Geez, yang serupa dengan penggunaan bahasa Latin oleh beberapa sarjana Eropa.
Kemudian ada masyarakat dengan wajah yang menarik, kecoklat-coklatan, dandanan rambut yang aneh, pakaian yang khas dan pakaian-pakaian yang dikenakan pada waktu upacara. Beberapa orang memiliki tato berupa salib di dahi mereka. Mereka memiliki nama-nama yang menarik. Orang-orang pria dapat diberi nama Gebre Meskal yang berarti, ”Budak dari Salib”; Habtemariam yang berarti ”Budak dari Maria”; atau Tekle Haimanot yang berarti ”Tanaman Agama”. Seorang wanita dapat diberi nama Leteberhan, yang berarti ”Budak dari Cahaya”, atau Amaresh, ”Anda Cantik”.
Guru Sekolah Merangkap Penginjil
Di rumah utusan injil mereka yang pertama di sebuah apartemen di daerah Case Popolari dari Addis Ababa, para utusan injil terkejut karena sering didatangi seekor kera yang usil. Kera yang jahat ini terus-menerus memegang-megang segala sesuatu dan mengacak-acaknya. Ia tidak hanya mengambil saus tomat, tetapi ia menyeretnya ke mana-mana dan melaburi dinding-dinding dengan saus tomat tersebut! Tentu saja, ada juga orang-orang yang datang, dan pengajaran-pengajaran Alkitab dipimpin di serambi depan rumah utusan injil.
Untuk melindungi kepentingan-kepentingan Gereja Ethiopia, undang-undang melarang pekerjaan menobatkan di antara orang-orang Kristen. Hanya diizinkan di antara orang-orang Muslim dan orang-orang ”Kafir” (karena mereka bukan anggota gereja Ethiopia). Maka, para utusan injil diizinkan memasuki negeri itu hanya karena mereka dapat mendirikan sekolah-sekolah untuk mengajar orang bahasa Inggris, mengetik dan memegang buku.
Sewaktu kelas-kelas malam hari untuk orang dewasa berjalan mantap di Addis Ababa, para utusan injil harus pindah ke sebuah rumah yang lebih besar di Jalan Churchill, yaitu jalan raya utama dari ibu kota itu. Saudara-saudara memutuskan untuk tidak mencampurkan pengajaran-pengajaran agama dengan pokok-pokok akademis, tetapi mengundang para siswa untuk menghadiri perhimpunan di sidang kita secara sukarela. Pada waktu-waktu perhimpunan, salah satu dari ruang-ruang sekolah menjadi sebuah Balai Kerajaan.
Pada tahun 1952 delapan utusan injil lagi dari kelas ke-18 Sekolah Gilead tiba di Addis Ababa. Di antara mereka terdapat Harold dan Anne Zimmerman yang ditugaskan untuk membantu mengajar di kelas-kelas malam hari di ibu kota. Dua pasang suami-istri dari kelas ke-12, suami-istri Brumleys dan Lucks, membuka sebuah sekolah di kota Harar yang bersejarah, yang berdekatan dengan perbatasan Somalia di sebelah timur, yang dulunya terlarang bagi orang-orang asing, dan masih sering didatangi oleh hyenas (sejenis serigala). Malahan, apa yang disebut orang-orang hyena yang menyediakan suatu tontonan di malam hari dengan memberi makan binatang-binatang yang kuat ini sebagai hiburan bagi para penonton.—Lihat Awake! (Sedarlah!) 22 November, 1985.
Utusan-utusan injil Gilead Dean Haupt dan Raymond Egilson mendirikan sebuah sekolah yang serupa di pusat bisnis Diredawa, tidak jauh dari Harar, yang letaknya strategis di satu-satunya jalur jalan kereta api Ethiopia dari pelabuhan Djibouti ke Addis Ababa. Di sinilah Saudara Hatzakortzian meninggal.
Hidup kami tidaklah mewah. Saudara Haupt menjelaskan, ”Malam pertama kami merupakan suatu pengalaman yang tak terlupakan. Kami belum mempunyai perabotan sama sekali, maka kami menggunakan sebuah peti sebagai meja dan duduk di kopor-kopor kami untuk makan. Kami menaruh kasur di lantai, karena tempat tidur kami belum datang. Ini lumayan, tetapi sewaktu kami nyalakan lampu, kutu busuk mulai datang dari dinding-dinding untuk mencicipi kami! Kelihatannya bagian dari rumah ini telah tidak didiami untuk beberapa waktu lamanya, dan kutu-kutu busuk keluar untuk mengisap darah segar! Saya pikir kami tidak tidur sekejap pun pada malam itu.”
Sebuah Kantor Cabang Kecil
Meskipun adanya gangguan-gangguan, seorang utusan injil menjelaskan betapa menyenangkan pekerjaan pada waktu itu, ”Saya sedang berjalan menyusuri suatu jalan sewaktu bertemu dengan seorang pria Ethiopia muda dan berhenti untuk berbicara dengan dia. Sewaktu mengetahui bahwa saya seorang utusan injil, ia bertanya, ’Tolong Tuan, ceritakan kepadaku tentang Kristus Yesus.’ Saya mengundangnya datang ke rumah kami keesokan harinya dan dalam jangka waktu sepuluh menit setelah kedatangannya, suatu pengajaran dari buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” berlangsung. Ia kembali keesokan harinya untuk pelajaran selanjutnya dan membawa serta seorang pemuda lainnya. Mereka berdua ini menjadi penyiar-penyiar Ethiopia yang pertama.”
Karena suatu arus orang-orang berminat terus-menerus mengunjungi rumah utusan injil meminta pengajaran Alkitab, harus ada seorang utusan injil yang selalu di rumah. Beberapa orang telah berjalan berjam-jam lamanya untuk tinggal di sana dan ingin belajar selama dua atau tiga jam setiap kali. Dengan segera jumlah penyiar mencapai 83.
Pada tahun 1953 sebuah kantor cabang kecil didirikan di Addis Ababa. Terjemahan yang ditulis dengan tangan dari bahan-bahan perhimpunan dipersiapkan dengan huruf-huruf Ethiopia dan secara manual diperbanyak. Tentu hal ini telah membantu banyak orang baru untuk mempunyai dasar yang lebih baik dalam kebenaran. Saudara-saudara setempat belajar melakukan pekerjaan dari rumah ke rumah, memimpin pengajaran-pengajaran Alkitab, dan menyelenggarakan perhimpunan-perhimpunan yang instruktif. Karena gairah mereka, kabar baik telah tersebar sampai ke 13 daerah yang berbeda di pedalaman negeri itu. Dari sana hampir 20 penyiar melaporkan pada tahun 1954.
Seorang Calon Imam Meletakkan Tangannya pada Bajak
Salah seorang dari mereka yang menyambut berita kerajaan yang baik adalah seorang calon imam yang tidak dapat berbicara sepatah kata pun dalam bahasa Inggris. Pembahasannya yang pertama dengan salah seorang utusan injil kita adalah melalui seorang penerjemah. Sewaktu pokok-pokok kontroversial muncul, calon imam itu akan memeriksa Alkitabnya dalam bahasa kuno Geez. Ia sungguh terkejut sewaktu mengetahui bahwa ayat yang sangat disenanginya yang menunjang Tritunggal di 1 Yohanes 5:7 tidak terdapat dalam Alkitabnya. Doktrin-doktrin keliru lainnya dengan cepat terbuka dengan Alkitab ini.
Ia datang untuk belajar tiga atau empat kali seminggu, membawa serta orang-orang lain bersamanya. Sewaktu dia meninggalkan sekolah seminari untuk tinggal dengan seorang Saksi, pegawai sekolah seminari itu datang dengan seorang polisi dan menyeret calon siswa itu pergi. Belakangan, sewaktu dia dikunci di dalam seminari itu selama empat hari, dia menyelundupkan ke luar sebuah catatan yang memberi tahu saudara-saudara untuk tidak merasa kasihan kepadanya, karena ia bersukacita bahwa dia menjadi seorang tawanan demi Yehuwa. ”Jangan berpikir bahwa saya akan kembali ke gereja,” katanya. ”Tidak seorang pun yang telah mulai membajak menengok ke belakang kepada hal-hal yang telah ditinggalkannya.” Setelah dibebaskan, dia pindah ke ibu kota, menghadiri perhimpunan-perhimpunan di sana dan menjadi salah seorang dari orang Ethiopia pertama yang dibaptis sebagai Saksi-Saksi Yehuwa.
Pada Akhirnya—Lektur Bahasa Amharik!
Pada tahun 1955, setelah sebuah khotbah khusus, sesuatu yang menyenangkan bagi semua hadirin terjadi, diperkenalkannya publikasi bahasa Amharik yang pertama, buku kecil Jalan Allah Adalah Kasih. Tidak lama kemudian, sebuah risalah mengikuti, dan pada tahun berikutnya, buku kecil untuk pelajaran ”Kabar Kesukaan dari Kerajaan” tersedia dalam bahasa Amharik.
Pada tahun berikutnya, 1956, suatu tonggak baru dari sejarah teokratis di Ethiopia tercapai. Saudara-saudara mengorganisasi pertunjukan film Masyarakat Dunia Baru Beraksi. Surat-surat selebaran dalam bahasa Inggris dan Amharik mengumumkan film itu yang akan dipertunjukkan di teater terbesar di Ethiopia di tengah-tengah pusat kota Addis Ababa. Poster-poster dipasang di semua daerah kota yang ramai. Hasilnya? Banyak orang berduyun-duyun mendatangi teater itu. Begitu banyak yang datang di gedung itu sehingga perlu untuk menyelenggarakan pertunjukan kedua, sehingga seluruhnya ada 1.600 yang melihat film pada malam itu. Sebuah buku kecil cuma-cuma diberikan kepada setiap orang yang hadir. Pertunjukan-pertunjukan film kemudian diadakan di Asmara, Gondar, dan Dese, yaitu tiga pusat penting di Ethiopia utara. Seluruhnya ada 3.775 orang yang melihat film yang instruktif ini tentang aktivitas dari Saksi-Saksi Yehuwa.
Lebih banyak perintis istimewa dilantik, dan seorang pengawas wilayah setempat mulai menganjurkan sidang-sidang. Saudara-saudara memberitakan dengan berani, didukung oleh suatu konstitusi yang diperbaharui yang menjamin hak-hak azasi manusia untuk bebas menyatakan agama masing-masing, kebebasan berbicara, dan kebebasan pers. Jumlah penyiar mencapai puncak 103.
Penganiayaan! Para Utusan Injil Diusir!
Semua kegiatan dan kemakmuran rohani ini telah mendatangkan amarah pada kaum ulama Susunan Kristen. Di sebuah ibu kota propinsi Debre Markos, sekitar 320 kilometer di sebelah barat laut Addis Ababa, orang-orang masih sangat loyal kepada Gereja Ethiopia.
Sewaktu para perintis istimewa tiba di sana, dengan segera timbul kekerasan. Orang-orang yang berpengaruh mengumpulkan segerombolan orang di pusat kota, sambil berteriak-teriak mengatakan bahwa orang-orang baru ini menginjak-injak gambar Maria dengan kaki mereka dan memakan kucing dan anjing! Polisi harus menyelamatkan saudara-saudara agar tidak dipukuli sampai mati. Orang banyak yang bersiap-siap untuk menerobos ke dalam kantor polisi, harus didorong mundur dengan todongan senjata. Dalam huru-hara ini kedua perintis kehilangan semua milik mereka.
Pemerintah menggunakan peristiwa ini untuk menyatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa merupakan suatu bahaya bagi perdamaian dan keamanan bangsa. Pemerintah menutup rumah utusan injil dan kantor cabang dan pada tanggal 30 Mei 1957, memerintahkan para utusan injil untuk meninggalkan negeri itu. Meskipun beberapa pejabat secara pribadi menyatakan simpati dan menunjuk kepada peranan kaum ulama dalam perkara ini, permohonan yang disampaikan kepada kaisar sendiri gagal.
Meskipun banyak surat protes ditulis dari seluruh dunia, para utusan injil dipaksa untuk meninggalkan negeri itu. Kemudian terjadi penahanan-penahanan dan interogasi. Kini tibalah suatu masa pengujian dan penyaringan. Beberapa menjadi takut dan meninggalkan kebenaran. Beberapa menjadi pengkhianat. Pekerjaan perintis istimewa dihentikan, dan beberapa bekas perintis harus dipecat. Akan tetapi, yang lain-lain tetap setia. Seorang saudara menderita selama 42 hari dibelenggu kakinya dan kemudian dilepaskan setelah diberi peringatan keras untuk berhenti memberitakan.
Jadi, pekerjaan dilakukan di bawah tanah. Di suatu tempat yang jauh, pada Kebaktian Internasional Kehendak Ilahi tahun 1958, buku Amharik yang pertama, ”Karena Allah Itu Benar Adanya”, diperkenalkan, tetapi hanya beberapa eksemplar yang dapat masuk ke Ethiopia. Ujian loyalitas dan keberanian di hadapan tentangan menyebabkan beberapa orang jatuh ke pinggir, sehingga pada tahun 1962 jumlah mereka yang masih aktif turun menjadi 76.
Somalia—Ke Dalam Tanduk Afrika
Setelah diusir dari Addis Ababa, utusan injil Dean Haupt diperintahkan Lembaga untuk pergi ke Mogadishu, ibu kota Somalia. Mogadishu merupakan pusat perdagangan selama seribu tahun. Apakah kota ini merupakan bagian dari Ophir, yaitu tempat asal emas bermutu tinggi bagi Raja Salomo? Bisa jadi, meskipun pendapat lebih condong untuk menunjuk kepada Arabia sebagai tempat asal tersebut.
Namun demikian, sewaktu Saudara Haupt tiba pada tahun 1957, Somali belumlah merupakan suatu bahasa tulisan; bahasa Italia dan Arab yang digunakan. Saudara Haupt memutuskan untuk bekerja mula-mula di bagian Eropa dari kota itu. Menawarkan langganan dengan menunjukkan nomor-nomor contoh dari majalah tanpa menempatkannya, karena hanya ada sedikit majalah yang tersedia. Dengan cara demikian ia memperoleh lebih dari 90 langganan selama tiga bulan. Kemudian visanya habis masa berlakunya dan tidak dapat diperbaharui. Maka Saudara Haupt harus pergi dan meneruskan perjalanannya ke Italia.
Penugasan yang Berat
Setelah kepergian Saudara Haupt, Lembaga mengatur untuk mengirimkan empat utusan injil ke Somalia. Mereka tiba pada bulan Maret 1959, tetapi karena pemberitaan pada hakekatnya hanya dibatasi untuk memberi kesaksian kepada orang-orang asing, hanya Vito dan Fern Fraese dari kelas ke-12 Gilead yang tetap tinggal.
Dengan segera kaum ulama Katolik mengunjungi orang-orang yang menunjukkan minat akan pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa. Seseorang yang dikunjungi seorang imam berkata, ”Mengapa baru sekarang menunjukkan minat begini kepadaku, sedangkan saya sudah berhenti menghadiri gereja bertahun-tahun lamanya. Apakah karena saya mempelajari Alkitab?”
Pada bulan September 1959 suami-istri Fraeses memimpin 11 pengajaran Alkitab. Banyak dari keluarga Italia yang dikunjungi tidak memiliki Alkitab. Dan belum pernah diberi tahu siapakah Yehuwa itu, meskipun mereka pernah mendengar tentang Saksi-Saksi Yehuwa di surat kabar. Maka ada banyak minat yang ditunjukkan terhadap berita Alkitab; tidaklah aneh bagi saudara-saudara untuk menggunakan satu jam atau lebih dalam setiap rumah yang mereka kunjungi.
Pada tahun 1961 dua siswa Alkitab mulai mengabar. Pada tahun berikutnya ada seorang lagi yang bergabung dengan Saksi-Saksi Yehuwa, sehingga terdapat jumlah tiga penyiar selain para utusan injil.
Setelah empat tahun di Somalia, suami-istri Fraeses ditugaskan ke tempat lain, karena kesempatan untuk mengunjungi orang-orang Islam setempat sangat terbatas. Namun mereka telah meninggalkan kesan. Seorang pengamat mengomentari, ”Dari semua kelompok orang-orang Eropa, termasuk utusan injil awam dan kaum ulama, kalian Saksi-Saksi Yehuwa-lah satu-satunya yang tetap bermoral!” Dari tiga penyiar yang tinggal, dua orang belakangan pindah ke negara lain, dan yang seorang menghentikan kegiatannya. Akan tetapi, suami-istri Fraeses masih dalam pekerjaan keliling sepenuh waktu di Italia.
Tanzania—Contoh Khas Afrika
Menyusuri pantai Somalia ke arah bawah, terletak Tanganyika, kini Tanzania, sebuah negeri yang indah yang lebih besar daripada Kenya, tetangganya di sebelah utara. Itu merupakan negeri Dataran Serengeti—sering kali disebut contoh khas dari Afrika—di mana kumpulan dunia hewan yang terdiri lebih dari dua juta hewan-hewan besar yang berkeliaran di sabana dan daerah-daerah pepohonan, dan merupakan daerah di mana terletak Kawah Ngorongoro seluas 260 kilometer persegi yang dipenuhi dengan binatang-binatang liar. Kebanyakan penduduknya bertani, yang menghasilkan sisal, cengkeh, kopi dan kapas.
Selama tahun 1930-an kabar baik Kerajaan telah diberitakan di Tanganyika, sehingga menjelang tahun 1948 terdapat sejumlah kecil penyiar yang melayani di sebelah barat laut negeri itu. Siapakah mereka? Bagaimana mereka belajar kebenaran?
Sebagian besar mereka adalah orang-orang dari suku Nyakyusa, yang tinggal di dataran tinggi di dekat ujung utara Danau Malawi di mana dua cabang dari Lembah Great Rift bertemu. Dari sini para pria pergi bekerja di tambang-tambang tembaga Rhodesia. Sebagai orang-orang yang secara alamiah ramah dan mudah diajar, bagi beberapa orang pekerjaan ini membuka jalan untuk berhubungan dengan kebenaran dari Firman Allah.
Hosea Njabula, lahir tahun 1901 dekat Tukuyu, penuh dengan gairah untuk kepercayaan Protestan Moraviannya. Ia menjadi seorang diaken, mengajar di sekolah Minggu di banyak kampung. Di antara siswa-siswanya terdapat Nehemiah Kalile. Pada suatu hari di tahun 1930, sewaktu bekerja di Vawa (Vwawa) sebagai juru masak untuk pendatang-pendatang Eropa, Nehemiah asyik membahas Alkitab secara mendalam dengan seorang juru masak lainnya.
Nehemiah mendapati bahwa pria ini mengetahui banyak hal yang menakjubkan dari Alkitab. Inilah kebenaran! Tidak lama setelah itu ia menyeberangi perbatasan ke Mwenzo untuk dibaptis. Dia sangat terkesan, sewaktu untuk pertama kalinya, dia melihat tujuh jilid dari Studies in the Scriptures.
Nehemiah Kalile sangat bergairah. Ia ingin sekali memberi tahu mantan guru sekolah Minggu-nya tentang penemuannya ini. Maka pada tahun berikutnya, dia bertemu lagi dengan sahabat lamanya, Hosea Njabula, dan memberi tahu dia tentang kebenaran.
Lebih dari 60 tahun kemudian, Hosea mengenang hari itu dan berkata, ”Saya memberi banyak sanggahan, tetapi sewaktu ia menunjukkan kepadaku ayat-ayat Alkitab berkenaan Sabat, saya mengetahui bahwa itulah kebenaran. Tanpa menunda saya mulai memberitakan kepada orang-orang lain, termasuk Job Kibonde. Kami bertiga memulai perhimpunan di rumah saya. Saya juga mendatangi siswa-siswa sekolah Minggu saya yang lain. Kemudian saya undang mereka ke perhimpunan-perhimpunan kami. Beberapa menerima, di antara mereka terdapat Joram Kajumba dan Obeth Mwaisabila.”
Berjalan Kaki Menjelajahi Seluruh Dataran Tinggi
Setelah pembaptisan Saudara Njabula pada tahun 1932, saudara-saudara ini, tanpa mengetahui apa pelayanan perintis itu, memberitakan seperti perintis-perintis. Mereka berjalan 60 kilometer ke arah Danau Malawi dan memberi kesaksian di Kyela, di mana Hosea Njabula dan Obeth Mwaisabila menemui tantangan kuat. Meskipun mereka tidak bisa berenang, mereka ditangkap dan dibuang ke sungai yang penuh dengan buaya. Akan tetapi, barangkali dengan bantuan Yehuwa, mereka terlepas dari bahaya. Tidak lama kemudian mereka membangun Balai Kerajaan mereka yang pertama dekat kampung Buyesi di suatu tempat yang mereka sebut Betlehem.
Sementara itu, lebih banyak minat berkembang di Vawa, tempat Nehemiah Kalile pertama kali mendengar kebenaran, dan para pria seperti Solomon Mwaibako, Yesaya Mulawa, dan Yohani Mwamboneke mengambil sikap untuk memihak kebenaran. Saudara-saudara di Buyesi mengadakan penyelenggaraan yang pengasih untuk mengirimkan salah seorang dari antara mereka ke kampung Ndolezi dekat Vawa satu kali sebulan untuk menguatkan orang-orang baru tersebut. Ini berarti mereka harus mendaki 100 kilometer sekali jalan. Kadang-kadang mereka bahkan berjalan lebih dari 200 kilometer ke Isoka di Rhodesia Utara untuk mengirimkan laporan-laporan mereka kepada sidang di sana dan meminta mereka meneruskannya ke kantor cabang.
Dewasa ini, enam dekade kemudian, pada umur 90, Hosea Njabula masih menjadi seorang ”diaken”, kini dalam arti yang sesungguhnya dari istilah tersebut, yaitu seorang pelayan sidang di Sidang Ndolezi. Saudara Njabula merasakan kepuasan melihat istrinya yang setia, Leya Nsile, terus berada di sisinya dengan teguh, maupun memiliki beberapa cucu yang aktif dalam dinas perintis.
Saudara-saudara lain juga menggunakan waktu bertahun-tahun dalam pengabaran yang bergairah. Di antara mereka terdapat Jimu Mwaikwaba, yang menderita di penjara karena kabar baik; Joel Mwandembo, yang belakangan melayani sebagai pengawas wilayah; Semu Mwasakuna, yang mengabar menggunakan sepeda dan nyanyian; Ananiah Mwakisisya; dan Timothy Kafuko.
Seorang saudara lain yang banyak membantu untuk memajukan kesaksian Kerajaan adalah David Kipengere, yang lahir tahun 1922 dan belajar kebenaran tahun 1935 di Mbeya. Dia mengabar ke daerah yang jauh serta luas, dan belakangan dikirim untuk membuka daerah di Dar es Salaam. Ia seorang perintis biasa selama 18 tahun terakhir dari kehidupannya, terus sampai kematiannya pada tahun 1983. Sering kali ia ditahan, tetapi ia tidak menyerah, seraya berkata, ”Ada banyak pekerjaan di penjara yang Yehuwa ingin agar saya laksanakan.” Saudaranya, Barnabas Mwakahabala, yang belajar kebenaran dengan dia, masih melayani sebagai seorang penatua hingga hari ini. Saudara-saudara ini berbuat sedapat mungkin dalam keadaan mereka yang terpencil, tanpa lektur dalam bahasa mereka sendiri dan dengan kemampuan membaca yang terbatas.
Kontak dengan kantor cabang di Cape Town hanya sekali-sekali, dan laporan tidak selalu ada. Yearbook (Buku Tahunan) 1943 menunjukkan bahwa ada 158 orang yang ikut serta dalam pekerjaan pengabaran di daerah ini, dan pada tahun 1946, ada 227 yang melaporkan di tujuh sidang. Selama tahun-tahun sebelumnya, aktivitas dari Saksi-Saksi di Tanganyika rupanya dimasukkan dalam laporan sidang Isoka di Rhodesia Utara, dan beberapa laporan mungkin hilang. Beberapa tahun masih harus berlalu sebelum pengawasan yang baik dapat diberikan kepada pekerjaan pengumpulan di Tanganyika Selatan.
Pengawasan dari Rhodesia Utara
Bantuan pasti dibutuhkan, seraya para Saksi menghadapi banyak tentangan dari agama palsu dan, pada saat yang sama, berjuang menanggulangi problem-problem poligami, menghisap tembakau, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang tidak bersifat Kristen.
Pada tahun 1948 sebuah kantor cabang baru diorganisasi di Lusaka, Rhodesia Utara, yang akan mengawasi bukan hanya Rhodesia Utara tetapi juga sebagian besar Afrika Timur. Ini terbukti tepat karena setelah waktu istirahat yang lama, suatu awal yang baru segera kelihatan di Kenya dan Uganda. Meskipun kantor cabang masih terletak lebih dari 2.400 kilometer melewati jalan yang rusak dari Nairobi, itu jauh lebih dekat dari Cape Town, yang lebih dari dua kali jarak tersebut.
Maka pada tahun 1948 kantor cabang di Rhodesia Utara mengirimkan Thomson Kangale untuk membantu saudara-saudara. Sewaktu ia tiba di Mbeya pada bulan Maret tahun itu, ada banyak yang harus diajarkan dan diatur kembali.
Saudara Kangale adalah seorang guru yang sabar, dan saudara-saudara kita cepat membuat penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan. Salah satunya, mereka belajar untuk menyebut diri mereka sebagai Saksi-Saksi Yehuwa dan tidak lagi orang-orang Watchtower. Mereka telah mengetahui dan menerima nama Saksi-Saksi Yehuwa sebelumnya, namun tidak menggunakannya di depan umum. Selaras dengan nasihat di 1 Petrus 3:15, saudara-saudara kita juga belajar untuk lebih bijaksana sewaktu mempersembahkan berita Kerajaan. Kini mereka menonjolkan kabar baik sebaliknya daripada hanya menyerang pengajaran-pengajaran agama palsu. Dan kesalahpahaman berkenaan cara yang tepat untuk melaporkan waktu yang digunakan dalam kesaksian umum dibetulkan. Selain itu, saudara-saudara membersihkan penampilan rumah-rumah mereka. Mereka juga memperbaiki penampilan pribadi mereka; beberapa saudara perlu memotong janggut mereka yang tidak terawat.
Di perhimpunan-perhimpunan, semua belajar untuk mengikuti suatu acara yang lebih tertib dan lebih efektif dan membuang benda-benda yang bersifat Babel, seperti penggunaan lonceng-lonceng agama. Dalam Sekolah Pelayanan Teokratis, mereka dapat menyadari alasan mengapa tidak perlu mengumumkan nama-nama dari mereka yang memperoleh angka yang baik dalam ulangan tulisan. Beberapa Saksi perlu meninggalkan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang ada hubungannya dengan menghormati orang mati. Bagi yang lain-lain itu merupakan waktu untuk menghentikan kebiasaan menggunakan tembakau. Namun barangkali penyesuaian yang paling sulit adalah untuk mendaftarkan perkawinan mereka secara sah, membuat mereka terhormat di hadapan semua orang.—Ibr. 13:4.
Upaya-Upaya menurut Hukum untuk Memperoleh Pengakuan Resmi
Kantor cabang di Rhodesia Utara membuat banyak upaya untuk memperoleh izin pemerintahan kolonial Inggris di Tanganyika agar para utusan injil dapat memasuki negeri itu dan memberikan pengakuan resmi untuk pekerjaan pengabaran kita. Pada tahun 1950 suatu permohonan ditolak dengan penjelasan bahwa ”keadaan-keadaan di Tanganyika tidak tepat sama dengan di daerah-daerah Afrika lainnya.” Pada tahun 1951, permohonan yang lain disampaikan tetapi juga tanpa hasil. Sementara itu seorang komisaris distrik telah berupaya mengenakan larangan setempat atas pekerjaan pengabaran. Pada bulan September 1951, saudara-saudara secara pribadi menghadap pemerintah di Dar es Salaam, membawa serta suatu memorandum tertulis yang menjelaskan sikap Saksi-Saksi Yehuwa sehubungan dengan organisasi-organisasi agama dan upacara-upacara patriotik. Upaya ini mendatangkan harapan, namun selama tahun berikutnya suatu jawaban negatif lain telah diterima. Upaya-upaya lain untuk menghadap yang dibuat pada tahun 1956 dan belakangan, semuanya sia-sia.
Meskipun sikap yang tidak menyenangkan dari pemerintah, tidak terdapat hambatan yang sungguh-sungguh untuk ibadat bagi pemberita-pemberita kabar baik. Perintis-perintis istimewa dan pengawas-pengawas wilayah terus memberikan bantuan dari Rhodesia Utara tanpa problem.
Upaya-Upaya Pelatihan Diteruskan
Pada tahun 1952, Buster Mayo Holcomb, seorang lulusan Gilead yang melayani sebagai pengawas distrik di Rhodesia Utara, dapat menyeberang ke Tanganyika dan melayani di suatu kebaktian wilayah dekat Tukuyu. Dia berkata, ”Kami telah berada dekat dengan tempat kebaktian pada sore hari dan berharap untuk tiba pada malam harinya; kemudian seolah-olah langit runtuh ke atas kami karena terjadi hujan yang lebat. Tidak mungkin meneruskan perjalanan, mengingat kami tidak bisa melihat jalan karena hujan. Kami menghentikan kendaraan dan bersiap-siap untuk bermalam dengan cara sebaik mungkin, karena sama sekali tidak ada tanda akan berhenti, badai kelihatannya menjadi semakin dahsyat. Akan tetapi, keesokan harinya hujan berhenti, dan setelah berjalan melewati air menempuh suatu jarak tertentu, pada akhirnya kami tiba di tempat kebaktian dan bertemu dengan beberapa saudara. Sungguh suatu kejutan bagi kami, mereka merasa bingung padahal kami hanya mengisyaratkan kebaktian tidak dapat diselenggarakan. Tentu saja saudara-saudara akan datang!
”Dan memang mereka datang, meskipun beberapa harus berjalan dalam cuaca demikian selama dua sampai tiga hari. Hadirin pada hari Minggu sore mencapai 419 orang, dan pada pagi itu 61 orang melambangkan pembaktian mereka dengan dibenamkan dalam air.”
Saudara-saudara menyambut baik nasihat, dan orang-orang berminat membuat perubahan-perubahan dramatis dalam kehidupan mereka. Misalnya, Alkitab tidak mengizinkan poligami. Alkitab mengatakan bahwa hendaknya setiap laki-laki ”mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan . . . suaminya sendiri” dan bahwa seorang pengawas Kristen hendaknya merupakan ”suami dari satu isteri”. (1 Kor. 7:2; 1 Tim. 3:2) Maka, seorang kepala suku yang mempunyai banyak istri menceraikan semuanya kecuali istrinya yang pertama dan belakangan dibaptis. Pada waktunya ia menjadi seorang penatua sidang. Seorang pria lain yang mempunyai dua istri memberikan istri mudanya kepada adik laki-lakinya dan berkata bahwa dia tidak ingin menyebabkan tiga jiwa mati di rumahnya karena ketamakannya. Dia pun kemudian memenuhi syarat untuk pembaptisan.
Saksi-Saksi yang lain memperlihatkan kasih mereka yang tidak mementingkan diri dengan menanggalkan hak-hak tradisional mereka untuk meminta mas kawin sewaktu memberikan anak-anak perempuan mereka dalam perkawinan. Mas kawin demikian dapat sangat tinggi bagi Saksi-Saksi muda, khususnya para perintis. Tetapi banyak ayah berbahagia melihat putri-putri mereka menikah ”dalam Tuhan”. (1 Kor. 7:39, NW) Itu juga membuat awal kehidupan perkawinan lebih mudah bagi pasangan suami-istri yang baru dengan menyingkirkan beban mas kawin. Pada mulanya ini menimbulkan keheranan, tetapi seraya waktu berlalu lebih banyak orang memahami dan menghormati pernyataan keprihatinan yang pengasih ini.
Di Tanganyika pula, kaum pendeta berupaya menimbulkan kesulitan, namun tidak berhasil. Sewaktu Saudara Kangale ditahan oleh polisi di Mbeya, dia sanggup menjelaskan bahwa dia hanya mengunjungi saudara-saudara rohaninya. Polisi kemudian menjadi suka bekerja sama dan memintanya untuk meninggalkan kepada mereka jadwal perjalanannya ke sidang-sidang agar mereka dapat memberi tahu kantor-kantor polisi yang lainnya tentang kedatangannya, dan dengan demikian mereka tidak perlu khawatir tentang dia. Dengan cara ini Saudara Kangale dapat dengan bebas mengadakan perjalanan mengelilingi Tanganyika selama bertahun-tahun. Perintis-perintis istimewa dan pengawas-pengawas keliling lainnya dari Rhodesia Utara dan Nyasaland menyertai dia membina para domba, Frank Kanyanga, James Mwango, Washington Mwenya, Bernard Musinga, dan William Lamp Chisenga adalah beberapa di antaranya. Menarik sekali Saudara Chisenga bertemu dengan Norbert Kawala di kota Mbeya pada tahun 1957. Dia haus akan kebenaran, sehingga meminta pengajaran Alkitab dua kali seminggu, kemudian memenuhi syarat untuk pembaptisan, dan belakangan melayani sebagai penerjemah di kantor cabang di Nairobi, Kenya.
Pertunjukan Film dan Perluasan ke Arah Utara
Sementara itu, mulai 1956 seterusnya, pertunjukan film Lembaga Masyarakat Dunia Baru Beraksi diperkenalkan di Tanganyika, dan lebih dari 5.000 orang yang hadir. Suatu bantuan untuk pertambahan lain datang pada tahun 1959 sewaktu para Saksi dari luar negeri mulai tiba untuk melayani tempat-tempat yang memerlukan lebih banyak tenaga pemberita Kerajaan. Jumlah penyiar di Tanganyika mulai meningkat lagi, sampai 507 untuk tahun dinas 1960.
Akan tetapi, kemajuan tidak selalu datang dengan mudah. Banyak kota sebagian besar penduduknya Muslim, sehingga menantang keterampilan mengabar dari para penyiar. Juga, iklim yang panas dan lembab sangat memberatkan saudara-saudara dari luar negeri. Tetapi mereka memiliki semangat Yesaya yang berkata, ”Ini aku, utuslah aku!,” dan mereka diberkati karena semangat demikian.—Yes. 6:8.
Di Lereng-Lereng Kilimanjaro
Pada tahun 1961, Tanganyika memperoleh kemerdekaan dan menjelang 1964 dipersatukan dengan Pulau Zanzibar untuk membentuk Republik Tanzania Serikat. Akan tetapi, pada tahun 1961 tersebut suatu daerah baru di Tanzania, di sekitar lereng Gunung Kilimanjaro yang menjulang tinggi, berkembang dengan kabar baik. Gunung tertinggi Afrika tersebut merupakan suatu gunung api yang besar dan sudah tidak bekerja lagi yang ditutupi dengan salju abadi. Lerengnya meninggi sedikit demi sedikit dan menerima curah hujan yang cukup banyak dari timur dan selatan. Tanah yang subur dan curah hujan yang tinggi menyebabkan lereng-lerengnya baik untuk ditanami, karena itu daerah ini padat penduduknya. Di sinilah seorang perintis istimewa dari Rhodesia Utara memulai kelompok pengajaran Alkitab dengan sebuah kelompok terdiri dari lima orang berminat.
Selama tahun berikut, pada bulan Agustus 1962, suatu kebaktian wilayah diselenggarakan di Hotel Kibo dekat Marangu, menghadap gunung yang tinggi tersebut. Saksi-Saksi dari Kenya mendukung peristiwa itu dan mengadakan perjalanan dengan konvoi mobil sejauh 400 kilometer dari Nairobi. Pembaptisan diadakan di sungai yang dingin yang mengalir dari gunung, dan untuk pertama kalinya di bagian dunia ini seorang Eropa, Helge Linck, dibaptis oleh seorang saudara Afrika.
Helge Linck mengenal kebenaran semasa kanak-kanak di Denmark namun tidak terus mengejarnya. Ia datang ke Tanganyika untuk bekerja di suatu perkebunan tebu. Pada tahun 1959 saudaranya dari Kanada mengunjungi Afrika Timur dan membangkitkan kembali minatnya akan kebenaran. Pada tahun 1961 sewaktu seorang perintis istimewa dipenjarakan karena pengabarannya, Helge mengatur agar dia dilepaskan. Setelah pembaptisan Helge di daerah yang tenteram di kebaktian wilayah di Kibo ini, ia memasuki dinas perintis dan belakangan diusir dari daerah itu karena pengabarannya.
Mari kita tinggalkan sejenak benua tersebut dan pergi ke pulau cengkeh, Zanzibar, pulau karang terbesar di lepas pantai Afrika.
Zanzibar—Pulau Cengkeh
Terletak hanya 40 kilometer dari benua tersebut, Zanzibar merupakan pangkalan pertama bagi ekspedisi-ekspedisi ke pedalaman Afrika, bagi orang Arab maupun orang-orang Eropa. Penduduknya hampir seluruhnya beragama Islam dan merupakan campuran keturunan Afrika-Arab. Bahasa Swahili digunakan di sini, yaitu bahasa yang dibawa oleh para pedagang budak sampai ke perbatasan Angola di Afrika barat. Selama abad ke-19, Zanzibar merupakan pasar utama untuk perdagangan budak.
Pada tahun 1932 dua perintis dari Afrika Selatan mengadakan kunjungan singkat di pulau cengkeh ini. Dua puluh sembilan tahun kemudian, pada tahun 1961, Roston dan Joan MacPhee, yaitu penyiar-penyiar kabar baik yang baru terbaptis, pindah ke pulau itu dari Kenya. Dengan segera mereka mulai bekerja, menempatkan banyak lektur Alkitab. Tidak lama kemudian mereka memimpin dua pengajaran Alkitab. Sidang di Dar es Salaam yang berdekatan mengatur kunjungan akhir pekan sebulan sekali ke Zanzibar untuk pertukaran anjuran.
Segera setelah Saudara dan Saudari MacPhees dipindahkan kembali ke Kenya, suatu keluarga Kristen lainnya, suami-istri Burke, tiba di Zanzibar dari Amerika. Mereka memelihara dengan baik minat yang telah ditimbulkan dan menambahkannya dengan memulai pengajaran-pengajaran Alkitab mereka sendiri. Tiba-tiba, pada akhir tahun 1963, sebuah revolusi melanda pulau itu, dan keluarga Burke harus pergi, meninggalkan kebanyakan harta milik mereka.
Dengan kepergian suami-istri Burke, kepentingan-kepentingan Kerajaan segera memudar di pulau itu. Kemudian, pada tahun 1986, suatu permulaan yang baru dibuat sewaktu orang-orang berminat pindah ke Zanzibar. Dengan segera sekelompok kecil penyiar berkembang. Seorang peminat yang sangat besar gairahnya menggunakan seluruh waktu luangnya untuk memimpin pengajaran Alkitab sampai 30 orang. Betapa beratnya tugas ini, karena dia juga harus melakukan pekerjaan duniawi! Pada saat perhimpunan ada sebanyak 45 orang yang hadir. Betapa menyenangkan untuk melihat lima dari antara mereka siap untuk pembaptisan pada bulan Desember 1987 di kebaktian distrik Dar es Salaam! Kini fondasi telah dibubuh bagi sidang di pulau yang bersejarah ini.
Mari kita tinggalkan pulau cengkeh ini dan kembali ke benua Afrika.
Keriangan dan Problem-Problem
Selama 30 tahun pengabaran di Tanganyika, saudara-saudara kita menghadapi beberapa problem dengan kalangan berwenang. Dalam kebanyakan kasus polisi bersifat sangat respek dan menunjukkan kerja sama, kadang-kadang bahkan menawarkan peralatan-peralatan pengeras suara untuk kebaktian-kebaktian kita. Pada bulan Mei 1963, sewaktu Milton G. Henschel dari kantor pusat Lembaga di Brooklyn mengunjungi Dar es Salaam, suatu kebaktian diatur di Balai Karimjee, yaitu auditorium terbagus di negeri itu. Dua ratus tujuh puluh empat orang hadir, termasuk walikota dari ibu kota itu, dan 16 orang dibaptis. Sebuah kantor cabang baru saja didirikan di negeri tetangganya Kenya sehingga perhatian yang lebih baik dapat diberikan pada kepentingan-kepentingan Kerajaan di Tanganyika, sekarang Tanzania.
Penyelenggaraan-penyelenggaraan dibuat untuk menerbitkan The Watchtower (Menara Pengawal) dalam bahasa Swahili. Terbitan pertama muncul pada tanggal 1 Desember 1963. Pada tahun itu juga, suatu kursus Sekolah Pelayanan Kerajaan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dibutuhkan bagi para pengawas di dalam 25 sidang di Tanzania. Dalam bulan September dan Oktober 1964, kebaktian-kebaktian distrik diselenggarakan, dengan puncak hadirin keseluruhan 1.033 orang.
Namun ada juga problem-problem. Para utusan injil dari Saksi-Saksi Yehuwa tidak diizinkan untuk masuk, dan semua upaya untuk memperoleh pengakuan resmi telah ditolak.
Suatu Perubahan ke Arah yang Lebih Buruk
Seraya situasinya tetap tenang selama sebagian besar dari tahun 1963 dan 1964, diperoleh berita mengenai sepucuk surat bagi semua pejabat polisi yang memberi tahu mereka bahwa Saksi-Saksi Yehuwa telah dilarang dan harus ditahan. Pukulan lain datang pada tanggal 25 Januari 1965. Suatu pernyataan pers mengumumkan bahwa Watch Tower Society tidak sah. Namun, keragu-raguan muncul apakah pengumuman ini resmi dan berasal dari pemerintah. Dalam suasana demikian suatu kebaktian wilayah diatur di Tanga untuk tanggal 2-4 April 1965.
Sebuah gedung telah dipesan, penyelenggaraan-penyelenggaraan untuk pemondokan dibuat, dan sejumlah besar para Saksi telah tiba dengan kereta api dari perkebunan-perkebunan sisal. Dalam perjalanan mereka mengabarkan kepada sesama penumpang kereta api, salah seorang dari mereka seorang polisi. Setibanya di tempat tujuan, ia memerintahkan agar semua Saksi-Saksi ditahan dan dikirim ke kantor polisi, namun mereka segera dibebaskan.
Pada tanggal 3 April, hari kedua dari kebaktian, sebuah pengumuman radio berbunyi bahwa pemerintah telah melarang kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa dan semua badan-badan hukum yang sah yang ada hubungannya dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Akan tetapi, kebaktian dapat diselesaikan tanpa insiden. Tidak ada pengumuman mengenai larangan itu muncul di dalam terbitan-terbitan resmi pemerintah. Berita tiba dari Malawi yang bersebelahan (dulu Nyasaland) dan Zambia (dulu Rhodesia Utara) bahwa larangan telah diumumkan tetapi dicabut kembali. Hal ini diteguhkan oleh kantor berita Reuters. Namun yang tidak dapat dihindarkan akhirnya tiba. Pada tanggal 11 Juni 1965, terbitan resmi pemerintah menerbitkan suatu pemberitahuan bahwa Watch Tower Society dan semua badan-badan hukum yang sah yang berhubungan dinyatakan tidak sah.
Sekarang polisi menjadi lebih waspada, dan upaya-upaya untuk menyelenggarakan suatu kebaktian wilayah di sebelah selatan negeri itu gagal. Beberapa penahanan terjadi di sana sini. Kadang-kadang lektur disita, tapi kadang-kadang dikembalikan lagi. Saudara-saudara mendapati lebih bijaksana untuk berhimpun dalam kelompok-kelompok kecil. Di tempat-tempat yang para misionaris agama Susunan Kristen menghasut polisi, situasinya menjadi lebih tegang.
Salah Pengertian yang Masih Membayang
Tepat sebelum pelarangan dikenakan, William Nisbet dari Kenya menggunakan waktu delapan minggu dengan jerih payah mencoba menemui pejabat-pejabat di Dar es Salaam dalam upaya memperoleh pengakuan untuk Saksi-Saksi Yehuwa. Ia diberi kesempatan untuk berbicara kepada sekretaris Menteri Dalam Negeri. Rupanya karena kampanye pemberian informasi yang keliru dari misi-misi Susunan Kristen, banyak pejabat pemerintah menghubungkan Saksi-Saksi Yehuwa dengan gerakan-gerakan agama radikal di Zambia dan Malawi yang dianggap melanggar hukum.
Ketakutan yang tidak beralasan terhadap Saksi-Saksi Yehuwa meliputi para pejabat seperti awan badai yang hampa. Para pejabat mencampuradukkan Saksi-Saksi Yehuwa dengan kelompok-kelompok setempat yang disebut ”Watchtower”, atau Kitawala, yang tidak ada hubungan dengan Saksi-Saksi.d Sekte-sekte ini mempraktikkan perzinaan serta sihir dan sering kali memberontak terhadap pemerintah-pemerintah yang sah. Mereka juga menyalahgunakan nama ilahi dan beberapa publikasi kita. Merekalah orang-orang yang harus ditakuti, bukan Saksi-Saksi Yehuwa sejati yang cinta damai. Kunjungan Saudara Nisbet dan dokumentasi tertulis yang disiapkan oleh Lembaga Alkitab dan Risalat Menara Pengawal menjernihkan salah pengertian ini dengan beberapa para pejabat.
Sebelum Saudara Nisbet meninggalkan Dar es Salaam, ia mengajukan permohonan untuk pendaftaran Perkumpulan Siswa-Siswa Alkitab Internasional. Betapa mengejutkan untuk menerima sebuah telegram dari saudara-saudara di Dar es Salaam, enam bulan setelah larangan resmi, yang mengatakan bahwa Perkumpulan Siswa-Siswa Alkitab Internasional telah didaftarkan dalam Ordonansi Perusahaan-Perusahaan pada tanggal 6 Januari 1966. Namun, Saksi-Saksi Yehuwa dan Lembaga Menara Pengawal tetap dilarang. Pada tanggal 24 November 1966, suatu pengumuman pemerintah menyatakan bahwa Perkumpulan Siswa-Siswa Alkitab Internasional telah dibubarkan sebagai suatu kumpulan karena kegagalan dari sidang-sidangnya untuk memperoleh pendaftaran resmi di bawah Ordonansi Lembaga-Lembaga.
Saudara-saudara dari Zambia dan Malawi yang telah datang untuk membantu di Tanzania kini harus meninggalkan negeri itu. Kehilangan mereka sangat dirasakan, namun ibadat sejati di Tanzania tidaklah mati. Pada tahun 1966 jumlah hadirin Peringatan kematian Kristus ada 1.720 orang, dan 836 yang aktif dalam pemberitaan Kerajaan.
Seychelles—”Pulau Firdaus”
”Unik dalam seribu mil” merupakan slogan yang digunakan untuk mengiklankan Seychelles, sekitar seribu mil atau (1.600 kilometer) jaraknya dari pantai Afrika Timur dan merupakan tempat tinggal dari kura-kura raksasa, yang cukup besar untuk dikendarai. Sekitar 100 pulau membentuk Kepulauan Seychelles, dan pulau itu membentang sampai dekat Madagaskar. Beberapa di antaranya merupakan pulau dari batu granit, seperti pulau terbesar, Mahé, dan yang lain-lainnya merupakan pulau batu karang. Pulau-pulau itu memiliki segalanya yang membuat pulau-pulau tropis ini menarik—adanya gunung-gunung, bukit-bukit batu yang indah, pantai-pantai berwarna putih keperak-perakan, air yang biru jernih, karang-karang yang menakjubkan, tumbuh-tumbuhan beraneka warna, burung-burung yang eksotis yang beterbangan di angkasa yang dipenuhi dengan bau rempah-rempah liar, tidak adanya penyakit-penyakit daerah tropis.
Penduduknya—90 persen di antaranya tinggal di Mahé—berbicara dalam bahasa dialek Perancis yang disebut Creole. Mereka merupakan keturunan orang-orang Afrika, orang-orang Kolonial Inggris dan Perancis, orang-orang India, dan Cina.
Pada tahun 1961 seseorang yang berminat akan ajaran-ajaran Alkitab yang dijelaskan oleh Saksi-Saksi Yehuwa tiba dari Afrika Timur. Lima tahun berikutnya, para Saksi termasuk empat anggota keluarga McLuckie dari Rhodesia Selatan, tiba dan mulai memberikan kesaksian tidak resmi. Akan tetapi, khotbah-khotbah Alkitab umum dilarang karena pengaruh Katolik Roma yang kuat. Namun, pada bulan April 1962, dalam perhimpunan yang diorganisasi untuk pertama kali, 12 orang hadir, dan pada waktu itu 8 ambil bagian dalam dinas pengabaran.
Tentangan Menjadi Bumerang
Namun tidak lama kemudian, pola penganiayaan yang biasa dari gereja-gereja Susunan Kristen timbul. Departemen Imigrasi meminta keluarga McLuckie untuk meninggalkan negeri itu pada tanggal 25 Juli 1962. Polisi memberi tahu seorang saudara asing lainnya agar tidak mengabar dan bahwa izin tinggalnya tidak akan diperbaharui. Imam-imam Katolik menyampaikan khotbah-khotbah dan menulis artikel-artikel panjang dalam surat kabar setempat yang memperingatkan penduduk terhadap Saksi-Saksi.
Ini menjadi bumerang. Banyak orang yang belum pernah mendengar tentang Saksi-Saksi Yehuwa. Akan tetapi, karena rasa ingin tahu mereka timbul, mereka mulai mencari tahu. Derap kebenaran Alkitab tidak dapat dihentikan di Kepulauan Seychelles! Pada tanggal 15 Juli 1962, satu minggu sebelum keberangkatan keluarga itu, yang pertama dari pasangan penduduk asli Seychelles, Norman dan Lise Gardner, dibaptis. Keluarga yang akan meninggalkan pulau itu menganggap hal ini merupakan imbalan yang bagus dari uang dan upaya yang telah mereka gunakan untuk memulai pekerjaan di pulau-pulau yang jauh tersebut.
Lima bulan kemudian dua orang pensiunan, keduanya Saksi-Saksi dari Afrika Selatan, datang ke Mahé untuk tinggal dan membantu pekerjaan pemberitaan. Setelah waktu singkat, mereka memuat suatu iklan dalam surat kabar setempat yang mengundang mereka yang berminat akan pelajaran Alkitab untuk menghubungi mereka. Tepat pada keesokan harinya, mereka menerima sepucuk surat yang membatalkan visa mereka. Tetapi selama mereka tinggal empat bulan lamanya di Kepulauan Seychelles, mereka telah menempatkan banyak lektur Alkitab dan memberikan kesaksian yang bagus. Akan tetapi, kini, tidak ada Saksi-Saksi yang tinggal di pulau itu, karena keluarga Gardner juga harus pergi.
Setelah suatu masa selang beberapa bulan saja, pekerjaan dimulai lagi waktu keluarga Gardner kembali dari suatu kepindahan kerja yang singkat di Khartoum, Sudan. Selama mereka pergi, mereka telah memperoleh pergaulan yang baik dengan saudara-saudara yang setia di Sudan, juga di Kenya dan Rhodesia Selatan. Mereka tinggal di Pulau Cerf, yang berjarak kira-kira satu setengah jam perjalanan dengan kapal dari Mahé. Karena hanya ada kira-kira dua belas keluarga di pulau itu, keadaan terpencil tidaklah bermanfaat untuk kegiatan kesaksian mereka. Namun, sebagai penyiar-penyiar yang ada di Kepulauan Seychelles, mereka mengerahkan upaya keras dan mempertahankan rata-rata 30 jam tiap bulan dalam dinas pengabaran.
Pada tahun 1965 kunjungan pertama pengawas wilayah diorganisasi. Hal-hal baik lainnya terjadi dalam tahun itu. Sebuah film Alkitab dipertunjukkan kepada hadirin yang berjumlah 75 orang. Tiga orang peminat menyertai keluarga Gardner dalam kegiatan pengabaran mereka dan dibaptis pada tahun itu. Penyelenggaraan-penyelenggaraan yang sepatutnya dibuat untuk perhimpunan-perhimpunan yang tetap tentu.
Meskipun ada kasih yang kuat dari keluarga Gardner terhadap Pulau Cerf, kasih mereka akan sesama lebih kuat, maka pada tahun 1966, mereka pindah ke pulau terbesar Mahé agar dapat menyediakan pusat untuk kemajuan ibadat sejati. Sebuah Balai Kerajaan dibangun yang dihubungkan dengan rumah mereka, membuka jalan untuk perluasan selanjutnya.
Stephen Hardy dan istrinya, Barbara, para utusan injil Inggris yang melayani di Uganda, mengadakan kunjungan-kunjungan wilayah berulang kali ke Kepulauan Seychelles. Selama suatu kunjungan pada tanggal 6 Desember 1968, terdapat 6 penyiar aktif, dan 23 orang hadir pada penahbisan Balai Kerajaan yang baru.
Pada tahun 1969, upaya dibuat untuk mendaftarkan pekerjaan itu dan memohon untuk memasukkan para utusan injil. Kedua permohonan itu ditolak. Tidak ada alasan yang diberikan.
Pertumbuhan lambat, karena beberapa orang muda berimigrasi ke tempat lain untuk mencari pekerjaan, dan banyak yang lainnya menahan diri karena takut manusia, sesuatu yang wajar dalam lingkungan masyarakat yang agak kecil. Juga, buta huruf, sikap tidak berminat yang umum, dan perbuatan amoral yang meluas merupakan hambatan-hambatan nyata bagi banyak orang. Namun, yang lain-lain—seperti pegawai-pegawai pemerintah dengan keluarga besar yang melakukan pengajaran Alkitab setiap hari selama istirahat makan siang—maju dengan cepat. Maka, pada tahun 1971, ada 40 orang yang menghadiri Peringatan kematian Kristus, dan 11 yang aktif dalam dinas pelayanan. Berita tentang bumi Firdaus yang akan datang terus terdengar di Kepulauan Seychelles yang indah.
Burundi—Tahun-Tahun Permulaan
Sebelum melayani di Uganda dan mengunjungi Kepulauan Seychelles, suami-istri Hardy ditugaskan ke negeri Burundi yang elok, sebuah negeri yang kecil, pemandangannya indah yang terdiri dari ribuan bukit dan terletak di antara Tanzania dan Zaire. Negeri ini padat penduduknya yang terdiri dari petani-petani yang bekerja keras, kebanyakan menanam sejenis pohon pisang di lereng-lereng bukit yang berpetak-petak.
Selama pemerintahan kolonial Belgia, Lembaga Menara Pengawal mengajukan permohonan untuk mengirimkan para utusan injil ke Usumbura, sekarang Bujumbura, ibu kota Burundi, namun permohonan ditolak. Akan tetapi, kemerdekaan pada tahun 1962, menciptakan keadaan politik yang berbeda, dan pada bulan Oktober 1963 dua perintis istimewa dari Rhodesia Utara berhasil memperoleh visa tiga bulan, yang diperpanjang tanpa kesulitan. Hanya tiga bulan kemudian, pada bulan Januari 1964, empat lulusan Gilead tiba dengan visa untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Tekanan Agama
Dari sejak permulaan, orang-orang menyambut dengan bergairah kabar baik Kerajaan. Sewaktu para utusan injil tiba di Burundi, para perintis istimewa telah memimpin banyak pengajaran Alkitab, dan sembilan penyiar yang memberitakan kabar baik. Tetapi pada bulan berikutnya para utusan injil diberi tahu bahwa perlu untuk mendaftarkan organisasi mereka agar dapat memperoleh izin kerja.
Saudara-saudara yakin bahwa pendaftaran mereka dapat disetujui. Akan tetapi, selama minggu-minggu berikutnya, pejabat imigrasi dan pejabat-pejabat lain memperlihatkan sikap yang tidak menyenangkan. Tekanan agama dikenakan atas mereka di belakang layar. Maka pada permulaan bulan Mei, para utusan injil diberi waktu sepuluh hari untuk meninggalkan negeri itu. Bayangkan kekecewaan mereka karena harus meninggalkan 70 orang dengan siapa mereka mempelajari Alkitab bersama-sama!
Pada akhir bulan Mei, para perintis istimewa juga harus pergi. Hal ini memberikan tugas yang cukup besar bagi seorang saudara di Tanzania, untuk memelihara kira-kira 30 orang yang mempelajari Alkitab. Meskipun kehilangan perintis-perintis dan para utusan injil, para penyiar setempat terus mengabar. Menjelang 1967 puncak 17 penyiar melaporkan, dan 32 menghadiri Perjamuan Malam. Sayang sekali, pada tahun berikutnya kesulitan-kesulitan timbul, karena beberapa saudara tidak menerima pengawas-pengawas yang terlantik. Ini menyebabkan penurunan dalam tahun dinas sampai delapan penyiar. Nasihat rohani untuk menyembuhkan diberikan. Akhirnya, saudara-saudara dapat menanggulangi problem-problem mereka. Maka tahun 1969 terdapat 25 yang aktif dalam dinas pelayanan dan 58 orang menghadiri Perjamuan Malam.
Orang-Orang Baru Menahan Penganiayaan
Kerajinan Saksi-Saksi ini menimbulkan iri hati kaum pendeta, yang memberikan tekanan pada pemerintah. Pada bulan Agustus 1969, tujuh orang Saksi ditahan dan dianiaya dan disuruh berdiri dalam air setinggi pinggang selama dua hari. Namun seperti rasul-rasul dahulu, mereka tidak gentar. Dua bulan kemudian, sembilan orang baru dibaptis. Sesudah itu, dua kali, pejabat-pejabat meminta saudara-saudara untuk mendaftarkan agama mereka, tapi kedua permohonan ditolak. Masing-masing tahun berikutnya mendatangkan puncak-puncak baru sebanyak 46, 56, 69, 70, dan 98 penyiar, disertai dengan pembentukan sidang di Bujumbura pada tahun 1969.
Pada tahun 1972 pertikaian antar suku yang serius terjadi antara orang suku Tusi dan Hutu. Dilaporkan bahwa lebih dari 100.000 orang Hutu telah terbunuh selama konflik itu, termasuk empat orang Saksi. Saksi-Saksi lain dipenjarakan, beberapa selama delapan bulan. Meskipun adanya pergolakan itu, saudara-saudara rajin dalam dinas pengabaran dan tiap penyiar rata-rata menggunakan 17 jam setiap bulan.
Setelah sepuluh tahun pertumbuhan, masih terdapat problem yang menggantung berkenaan memberikan pengawasan teokratis yang sepatutnya. Meskipun sejumlah besar saudara berdiri teguh, dengan cara-cara lain mereka menunjukkan diri muda secara rohani, tidak memiliki kedalaman dan pengertian. Dari daerah-daerah yang berdekatan pengaruh Kitawala, ”Gerakan Watchtower” palsu mempengaruhi beberapa saudara. Problem-problem ini tidak mengejutkan, karena saudara-saudara tidak pernah dikunjungi oleh seorang pengawas zone, tidak pernah ada suatu pertunjukan film-film Lembaga, kursus spesial untuk pengawas-pengawas sidang, kebaktian-kebaktian, atau publikasi apa pun dalam bahasa mereka. Maka, pada tahun 1976, pengawasan untuk negeri itu dipindahkan ke cabang Zaire. Dengan cara demikian saudara-saudara yang berbahasa Perancis dan Swahili dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada Saksi-Saksi di Burundi.
Menariknya, pada waktu pembunuhan antar suku, pemimpin Burundi yang digulingkan menerima suatu kesaksian yang saksama sebelum kematiannya di pengasingan. Seorang utusan injil yang berkunjung bertemu dengan pria ini di Mogadishu, Somalia. Suatu percakapan yang panjang berlangsung, dengan banyak pertanyaan, sehingga mantan penguasa ini sangat terkesan. Baru belakangan utusan injil itu mengetahui siapa orang yang telah ia beri kesaksian.
Tahun-Tahun Emas bagi para Utusan Injil di Uganda
Pengusiran para utusan injil dari Burundi mendatangkan manfaat bagi Uganda, di mana, menjelang 1964, suatu inti yang kuat dari penyiar-penyiar aktif melayani. Akhirnya, setelah upaya lebih dari 30 tahun dan disertai dengan kedatangan pasangan utusan injil yang pertama, saudara dan saudari yang matang tiba untuk melayani di daerah yang memerlukan lebih banyak tenaga. Lebih banyak utusan injil yang tiba.
Setelah rumah utusan injil yang pertama didirikan di Kampala, rumah kedua dibuka di kota industri Jinja, tempat Sungai Nil mengalir ke utara dari Danau Victoria. Kemajuan cepat; sebuah sidang segera terbentuk.
Sementara itu, berita Kerajaan telah mencapai kota-kota distrik yang lebih kecil di seluruh Uganda, dan menjelang tahun 1967, penyiar-penyiar berjumlah 53. Pada tahun berikutnya sebuah rumah utusan injil lain dibuka di Mbale, suatu kota yang bertumbuh di sisi barat dari Gunung Elgon, dekat perbatasan Kenya. Menjelang tahun 1969, terdapat 75 penyiar dan jumlah itu mencapai 97 pada tahun berikutnya, dan 128 pada tahun 1971.
Sejak tanggal 12 Agustus 1965, pekerjaan secara resmi diakui. Pada tahun 1972, keadaannya kelihatan sangat menguntungkan. Puncak baru dari 162 penyiar telah dicapai, dan lima utusan injil baru telah diizinkan memasuki negeri itu. Persiapan-persiapan dibuat untuk menyelenggarakan kebaktian yang paling besar sampai saat itu bagi Saksi-Saksi Yehuwa di Uganda di Stadion Lugogo, di Kampala. Saksi-Saksi datang dari negeri-negeri yang berdekatan yaitu Kenya dan Tanzania dan bahkan sampai sejauh Ethiopia. Enam puluh lima saudara-saudara Ethiopia bepergian dengan bis yang dicarter, beberapa dari mereka menempuh perjalanan sejauh hampir 3.200 kilometer selama dua minggu.
Gejolak di Uganda
Para pengunjung yang memasuki Uganda merasa heran melihat arus guru-guru asing dan keluarga-keluarga Asia pergi ke arah yang berlawanan, meninggalkan negeri-negeri itu dengan tergesa-gesa. Suasana politik berubah setelah suatu kudeta dan orang-orang takut akan masa depan mereka. Kelihatannya setiap orang, kecuali para Saksi, ingin meninggalkan negeri itu. Situasinya tegang. Namun, di tengah-tengah semua gejolak ini, sebuah spanduk sepanjang 18 meter yang membentang di atas jalan utama Kampala dengan jelas mengumumkan khotbah umum kebaktian. Saudara-saudara bersyukur bahwa kebaktian distrik ”Pemerintahan Ilahi” dapat diselenggarakan dengan sukses, dengan puncak hadirin 937 pada waktu khotbah umum. Saudara-saudara yang sudah tua di seluruh Afrika Timur masih memiliki kenangan-kenangan indah dari kebaktian di Kampala ini.
Meskipun terdapat minat akan kebenaran Alkitab dan lektur disebarkan dalam jumlah yang besar, awan gelap terlihat di kaki langit. Perpanjangan izin kerja untuk kedua pasangan utusan injil ditolak, maka mereka harus meninggalkan negeri itu dalam jangka waktu tiga bulan. Kemudian, pada tanggal 8 Juni 1973, tanpa peringatan lebih dahulu, pemerintah melarang 12 kelompok agama, termasuk Saksi-Saksi Yehuwa. Dua belas utusan injil yang masih tinggal harus meninggalkan negeri itu pada tanggal 17 Juli 1973. Ini merupakan kejadian yang menyedihkan bagi semua penolong dari luar negeri, dan itu terjadi pada suatu waktu manakala bahkan di Kenya terdapat kesulitan-kesulitan sehubungan dengan kebebasan beribadat.
Kebanyakan utusan injil harus kembali ke negeri asal mereka, namun beberapa pasangan yang telah melayani di daerah yang memerlukan lebih banyak tenaga di Uganda dapat tinggal di Kenya dan memberikan bantuan lebih lanjut. Di antara mereka terdapat Larry dan Doris Patterson, maupun Brian dan Marion Wallace. Suami-istri Hardy pergi untuk melayani di Pantai Gading dan kemudian di Betel London pada tahun 1983.e
Hukum dan ketertiban kini mempunyai arti lain di Uganda. Misalnya, seorang saudara perintis ditahan dan dibawa ke barak militer untuk interogasi. Kejahatannya? Menerima uang dari ”mata-mata” Eropa. Dia terlihat mengunjungi rumah utusan injil. Meskipun penjelasannya yang gamblang mengenai corak pekerjaan pengabarannya yang sukarela, dia dipukuli dan diberi sebuah sekop untuk menggali kuburnya sendiri. Setelah selesai menggali kuburnya, ia diberi tahu untuk menggali dua kubur lagi untuk ”mata-mata” Eropa, yaitu para utusan injil! Setelah selesai, tiga prajurit dengan senapan memukulnya roboh dan kemudian menembaknya. Tembakan mereka meleset! Sebutir peluru menyerempet bagian dalam dari sepatu lars seorang prajurit, sehingga timbul pertengkaran di antara prajurit-prajurit itu dan menyimpangkan perhatian mereka. Saudara itu terus berbaring di sana beberapa saat lamanya dan dibebaskan hari berikutnya.
Sidang-sidang kini harus berhimpun secara diam-diam dan menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan yang baru. Pada umumnya nyawa tidak ada artinya, dan bekerja untuk suatu agama yang terlarang mendatangkan risiko tambahan.
Sudan Selatan Dibuka
Selama akhir tahun 1960-an, Sudan juga mengalami ketegangan-ketegangan, terutama antara orang-orang utara dan selatan. Jauh dari kantor cabang di Nairobi dan sangat terpencil dari saudara-saudara di mana pun, Sidang Khartoum dengan berani maju terus. Pada bulan Agustus 1970 suatu puncak dari 54 penyiar dicapai tidak lama sebelum penatua sidang yang paling berpengalaman, George Orphanides, meninggalkan negeri itu.
Tepat pada waktu itu sejumlah Saksi-Saksi dituduh sebagai orang-orang Zionis dan diinterogasi oleh petugas-petugas selama dua hari penuh. Juga, dua saudari perintis, sewaktu memberi kesaksian kepada seorang wanita yang berminat, dikejutkan oleh seorang imam Koptik, yang kemudian memanggil polisi dan melaporkan mereka sebagai mata-mata Israel. Di markas besar polisi saudari-saudari itu dapat memberikan kesaksian yang bagus dan kemudian dibebaskan. Meskipun pengalaman-pengalaman demikian menyebabkan beberapa Saksi menjadi takut, bagi yang lain-lain itu menguatkan iman.
Sebegitu jauh semua riwayat kita mengenai Sudan berpusat di Khartoum. Namun ada suatu daerah yang belum dijamah: daerah selatan, yang penuh dengan orang-orang dari latar belakang Kristen. Bagaimana kebenaran dapat menembus ke daerah yang luas ini? Pada tahun 1970 datang terobosan, sewaktu seorang pemuda dari selatan, seorang redaktur sebuah majalah Katolik, dihubungi para Saksi. Dia membuat kemajuan yang cepat dalam pengajaran Alkitabnya dan dengan segera memulai pengajarannya sendiri dengan teman-temannya dan sanak keluarganya. Salah seorang dari teman-temannya dengan berani mengabarkan berita Kerajaan di sekolahnya meskipun terdapat surat-surat selebaran yang dicetak menentang hal itu.
Menjelang tahun 1973 terdapat sejumlah kelompok kecil peminat di bagian Selatan negeri itu, dan 16 siswa Alkitab dari daerah itu dibaptis. Di samping kebenaran yang jelas dari Alkitab, orang-orang Selatan ini tertarik pada waktu melihat suatu agama mempraktikkan kasih yang tidak munafik, suatu agama dengan persaudaraan yang sejati mengatasi perbedaan-perbedaan suku dan ras.
Pada awal tahun 1970-an, bagian selatan dari Sudan memiliki pesona tersendiri, mungkin karena keadaan yang terpencil. Perjalanan dari Khartoum ke Juba dengan kereta api atau kapal memakan waktu satu minggu lebih. Kejadian-kejadian dunia jauh dari pikiran banyak orang. Orang-orang sangat ramah dan suka memberi tumpangan. Beberapa hotel bahkan tidak mempunyai kunci atau gembok untuk kamar-kamar tamu mereka. Orang-orang suka mengadakan upaya ekstra untuk menunjukkan jalan, memberi makan, atau menampung pengunjung-pengunjung yang lewat tanpa mengharapkan bayaran. Sesungguhnya, dalam banyak kasus pembayaran betul-betul ditolak. Makin banyak orang yang baik hati ini mendengar dan menerima kebenaran tentang maksud-tujuan Yehuwa.
Dengan dibukanya daerah Selatan dan penerimaan yang lebih baik dari publikasi-publikasi Alkitab, maka terjadi pertumbuhan yang mantap, dan menjelang tahun 1974 suatu puncak dari 100 penyiar dicapai di Sudan.
Eritrea Berkobar oleh Penganiayaan!
Tepat di seberang perbatasan timur dari Sudan terletak Eritrea, atau Ethiopia Utara. Pada awal 1960-an—setelah pengusiran para utusan injil—radio, surat kabar, dan media lainnya dengan luas digunakan oleh suatu kampanye untuk memfitnah Saksi-Saksi Yehuwa. Di bawah judul-judul seperti ”Nabi-Nabi Palsu” dan ”Awas Agama Palsu yang Mengarah Kepada Penyangkalan Iman Sejati”, para Saksi digambarkan sebagai pembenci kaisar dan gereja dan orang-orang yang menolak Tritunggal dan Perawan Maria. Mereka digambarkan merupakan antek-antek dari musuh-musuh asing, orang-orang amoral yang tidak mau berperang untuk negara mereka. Tuntutan-tuntutan untuk tindakan drastis guna menyingkirkan Saksi-Saksi Yehuwa dari negeri itu terdengar.
Imam-imam dari Gereja Ortodoks Ethiopia merupakan pencetus utama dari pekerjaan itu. Pada suatu pesta pembaptisan yang dihadiri oleh lebih dari 20.000 orang, imam kepala menyiarkan suatu resolusi untuk mengucilkan Saksi-Saksi Yehuwa, memerintahkan orang-orang agar jangan memberi salam kepada mereka atau mempekerjakan mereka atau menguburkan anggota mereka yang meninggal.
Banyak yang memperoleh kesan bahwa itu merupakan ”masa perburuan terbuka” terhadap Saksi-Saksi Yehuwa—mereka sekarang dapat dibunuh oleh siapa pun tanpa konsekuensi-konsekuensi hukum! Para pemilik tanah diharapkan untuk mengusir penyewa-penyewa yang adalah Saksi-Saksi Yehuwa. Orang-tua diberi tahu bahwa bila salah seorang dari anak-anak mereka adalah seorang Saksi, ia harus diusir dari rumah, dikutuk, dan tidak memperoleh warisan. Dalam suatu rumah tangga yang besar, 18 rang muda dipaksa keluar karena belajar dengan Saksi-Saksi Yehuwa.
Di suatu kota, segerombolan orang berniat mengeroyok seorang saudara namun tidak menemukan dia. Polisi mulai menahan saudara-saudara, mencoba memaksa mereka untuk menandatangani pernyataan yang menyangkal iman mereka dan mengakui bahwa mereka melakukan pekerjaan yang melawan keamanan dari pemerintah. Karena kurang pengertian, beberapa saudara menandatangani namun setelah menyadari kekeliruan mereka dengan segera membatalkan tanda tangan mereka secara tertulis, tidak peduli konsekuensinya.
Yang lain-lain berhadapan dengan jerat bujukan halus: ”Anda dapat memiliki iman Anda di dalam hati, namun hanya beri tahu saja kepada kami bahwa Anda bukan salah seorang dari Saksi-Saksi ini,” demikian kata para pejabat. Atau bagi para tahanan Saksi muda ini, para petugas akan menggunakan bujukan yang lebih licik. Pada suatu hari tertentu, mereka akan memisahkan seorang tahanan Saksi muda dan mengatur agar sejumlah besar sanak keluarganya yang lebih tua mengunjunginya. Setelah tiba, sanak keluarga itu mula-mula akan menatapnya diam-diam, kemudian mulai menangis, jatuh berlutut, dan memohon agar dia menyangkal imannya akan Yehuwa. Saudara-saudara yang menghadapi tekanan-tekanan ini mengenang kembali hal ini sebagai ujian yang paling berat. Penganiayaan yang hebat dan tekanan-tekanan seperti itu terus dilanjutkan selama bertahun-tahun.
Kelegaan dan Konsolidasi di Ethiopia
Selama tahun-tahun yang sama, Saksi-Saksi di Addis Ababa dan di selatan Ethiopia juga mengalami penganiayaan meskipun bukan dalam tingkatan yang sama seperti di Eritrea. Pada tahun 1962, Ethiopia dan Eritrea disatukan sebagai satu negara, yang mengakibatkan kesulitan-kesulitan politik sampai tahun 1990-an.
Pada tahun 1964 terbukti praktis untuk memindahkan pengawasan dari semua sidang Ethiopia kepada cabang di Kenya yang baru saja dibentuk. Wakil-wakil cabang dari Nairobi dapat melakukan pekerjaan wilayah di Ethiopia dan, pada saat mengunjungi sidang-sidang, membantu memperbaiki ketidaksepakatan serius di antara para penatua sidang yang terlantik. Dalam sejumlah sidang, Pelajaran Menara Pengawal dipimpin dalam gaya debat. Seorang pengawas wilayah setempat memajukan gagasan-gagasannya sendiri dan bukan dari Alkitab, maka dia harus diganti. Problem-problem demikian memperlambat pertambahan selama tahun-tahun antara 1964 sampai 1966, sewaktu jumlah penyiar tetap pada angka 200.
Namun, kebenaran menyebar. Seorang Saksi yang berlibur di pantai Laut Merah yang panas yaitu Massawa bertemu dengan seorang peminat di kantor pos dan memulai suatu pengajaran Alkitab. Orang-orang Ethiopia yang berminat lainnya ikut serta, dan segera sebuah sidang baru didirikan. Kira-kira pada waktu inilah suatu sidang baru lainnya berkembang lebih ke arah selatan di Aseb, kota pelabuhan lainnya di Ethiopia.
Meskipun terdapat larangan atas publikasi kita sejak 1957, Saksi-Saksi menemukan jalan untuk memberikan makanan rohani dalam bahasa setempat. Pada tahun 1966, kursus Sekolah Pelayanan Kerajaan diadakan selama dua minggu di ibu kota, memberikan pengajaran kepada pengawas-pengawas yang terlantik berkenaan organisasi teokratis dan masalah-masalah Alkitab. Dengan demikian saudara-saudara dapat memiliki suatu sikap yang lebih teokratis dan memandang ke depan, dan pada tahun dinas 1967 terdapat pertambahan 21 persen, dengan jumlah 253 penyiar.
Meskipun tekanan agama mengendur, para Saksi harus terus berhimpun dalam kelompok-kelompok kecil karena ketegangan politik di negeri itu. Meskipun surat kabar resmi dari pemerintah kekaisaran menjamin kebebasan beribadat bagi semua dan memasukkan Saksi-Saksi Yehuwa dalam daftar bersama agama-agama lain yang diberi hak demikian, semua permohonan pendaftaran ditolak.
Imam-Imam Belajar tentang Yehuwa
Serupa dengan apa yang terjadi pada abad pertama di Yerusalem, sejumlah imam-imam yang berhati jujur menaruh perhatian kepada kebenaran-kebenaran Alkitab. (Kis. 6:7) Seorang imam yang berpikiran jujur mengaku kepada seorang Saksi, ”Anda sesungguhnya sedang melakukan pekerjaan yang seharusnya saya lakukan. Kunjungan Anda hari ini betul-betul merupakan pukulan pada jabatan saya sebagai seorang imam.”
Seorang imam lain demikian mulai mencari tahu pengajaran-pengajaran Saksi-Saksi Yehuwa dan memperoleh jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan Alkitab-nya—dalam pembahasan-pembahasan yang kadang-kadang berlangsung sampai 12 jam setiap kali! Hasilnya? Ia mengesahkan perkawinannya, menjadi bergairah untuk kebenaran, dan memberi kesaksian kepada seorang biarawati. Biarawati itu mengatur suatu debat antara putranya (seorang penatua gereja) dan seorang Saksi, dan berjanji bila Saksi itu ”menang”, ia akan mulai mempelajari Alkitab.
Nah, putranya itu ”kalah”. Belakangan ia memojokkan pengawas wilayah yang berkunjung dan menahan dia dengan pertanyaan-pertanyaan selama 20 jam, dengan hanya istirahat 4 jam untuk tidur sejenak! Hasilnya? Seluruh keluarga belajar dan 15 di antaranya maju dengan baik dalam kebenaran; bahkan biarawati itu dibaptis, dan putranya menjadi seorang rohaniwan perintis istimewa.
Masa-Masa yang Lebih Baik namun Singkat
Menjelang awal 1971 saudara-saudara di Ethiopia memiliki banyak alasan untuk bersukacita. Saudara Henschel dari Badan Pimpinan mengunjungi Addis Ababa dan Asmara dan berbicara kepada hadirin dari 912 orang. Jumlah penyiar di negeri itu telah mencapai sekitar 500. Dan suatu kiriman besar lektur telah tiba di negeri itu.
Namun, kesulitan mulai muncul. Seraya tahun berjalan, pemancar-pemancar radio dengan marah mengutuk Saksi-Saksi Yehuwa. Lebih dari 20 orang yang murtad bekerja sama dengan kaum pendeta, membantu mereka menulis artikel-artikel yang menghujat.
Di suatu daerah, polisi memasuki tempat perhimpunan, menyita 70 Alkitab, dan menahan beberapa Saksi beberapa waktu lamanya. Selanjutnya, Balai Kerajaan di Asmara ditutup, memaksa sidang untuk berhimpun dalam kelompok-kelompok kecil lagi. Namun pekerjaan tidaklah mengendur. Dalam tahun 1971, orang-orang baru yang dibaptis berjumlah 142, dan 2.302 menghadiri Peringatan kematian Kristus.
Kelompok-kelompok baru dibentuk di daerah-daerah terpencil, dan dua pengawas wilayah mengatur untuk mengunjungi 25 sidang dan kelompok-kelompok dan orang-orang berminat lainnya di tempat terpencil. Segera angka 1.000 penyiar dilewati, dengan puncak 1.844 pada tahun 1974.
Ditindas tetapi Tidak Ditinggalkan dalam Kesukaran
Tentangan tidak berhenti. Pada tahun 1972 polisi memanggil beberapa saudara untuk ditanya dan diperingatkan bahwa tindakan akan diambil jikalau aktivitas tidak berhenti. Kemudian, pada tanggal 27 Agustus 1972, truk-truk besar tiba di tempat-tempat perhimpunan hari Minggu yang tetap tentu; polisi menahan 208 Saksi dan peminat. Di sebuah sidang pengkhotbah sedang membahas nubuat Yehezkiel mengenai serangan Gog (Setan) dan bertanya, ”Apa yang akan saudara-saudara katakan bila polisi datang kemari untuk menahan kita?” Anehnya, hal inilah yang tepat terjadi beberapa menit kemudian!
Polisi menggiring 59 saudara memasuki sebuah ruangan yang penuh kutu busuk seluas 3 meter persegi. Mereka menjebloskan 46 saudari-saudari ke suatu ruangan lain yang berukuran sama. Mereka memaksa yang lain-lain tidur dan kedinginan di luar. Uang jaminan ditolak. Demikian pula mereka tidak boleh memiliki seorang pengacara untuk membela mereka. Meskipun saudara-saudara memberi kesaksian yang bagus kepada petugas-petugas penjara, 96 dijatuhi hukuman enam bulan penjara. Beberapa hari kemudian setelah rambut mereka dicukur, mereka dibebaskan dengan jaminan.
Ke-112 saudara lainnya dituduh mendirikan suatu perkumpulan agama yang ilegal dan dijatuhi hukuman penjara enam bulan. Setelah sebulan saudara-saudara ini dilepaskan dengan jaminan. Belakangan mereka dipanggil menghadap ke pengadilan lagi, dipenjarakan lagi, dan selanjutnya dibebaskan atas jaminan setelah 12 hari. Hampir satu tahun sejak pemenjaraan pertama, Pengadilan Tinggi menyidangkan permohonan naik banding dan meneguhkan keputusan pengadilan yang lebih rendah, tetapi menangguhkan hukuman dengan peringatan keras. Saksi-Saksi ditindas tetapi tidak ditinggalkan dalam kesulitan. (2 Kor. 4:9) Sementara itu, selama mereka dalam penjara, saudara-saudara mengabar tanpa gentar dan membantu sampai titik pembaktian dua narapidana lainnya yang menjalani hukuman penjara seumur hidup.
Suatu Kunjungan yang Membantu dan Lebih Banyak Makanan Rohani
William Nisbet dari kantor cabang di Nairobi mengunjungi Addis Ababa dan menghadapi suatu problem tambahan. Sekelompok saudara-saudara muda yang terus bertambah jumlahnya, yaitu saudara-saudara yang emosional mengaku sebagai kaum terurap, dengan harapan surgawi. Mereka ikut serta dalam dinas pengabaran hanya bersama-sama dengan kelompok mereka dan tidak mau menerima nasihat dari siapa pun yang tidak mengaku kaum terurap. Perhimpunan-perhimpunan mereka ditandai dengan pernyataan-pernyataan ”roh kudus”. Misalnya, pada Peringatan kematian Kristus, beberapa akan berteriak, mengambil lambang-lambang dari saudara-saudara yang melayani, dan berdiri untuk ambil bagian seraya menarik perhatian kepada diri mereka sendiri. Berurusan dengan problem-problem ini memakan banyak waktu. Dalam tahun-tahun berikutnya sejumlah besar orang yang ambil bagian dengan lantang dan gigih tetap tidak mempertahankan kesetiaan sebagai Saksi-Saksi.
Pada tahun 1973 beberapa publikasi yang sangat dibutuhkan tersedia, termasuk buku-buku Kebenaran yang Membimbing Kepada Hidup yang Kekal dan Perdamaian dan Keamanan yang Sejati—Dari Sumber Mana? Keduanya dalam bahasa Amharik, dan buku Diorganisir untuk Pemberitaan Kerajaan dan Menjadikan Murid dalam bahasa Tigrinya. Makanan rohani yang bagus ini, bersama serangkaian kebaktian-kebaktian wilayah yang dihadiri oleh 1.352 orang, mendatangkan pengaruh yang menguatkan iman atas saudara-saudara.
Selain itu, sekelompok Saksi-Saksi Ethiopia pergi melalui daratan ke Kebaktian Internasional ”Kemenangan Ilahi” di Nairobi, di mana Saudara Henschel dan Saudara Suiter dari Badan Pimpinan Saksi-Saksi Yehuwa ikut serta. Namun perubahan-perubahan politik akan terjadi dan sebuah revolusi tidak lama kemudian akan mengubah situasi teokratis di Ethiopia.
Pengakuan Resmi dan Kantor Cabang di Kenya
Sekarang mari kita kembali ke Kenya untuk mengikuti perkembangan-perkembangan di sana. Negeri itu baru saja merdeka dari pemerintahan Inggris ketika, dalam kebaktian wilayah terakhir yang diatur seolah-olah piknik pada bulan Februari 1962, Harry Arnott, pengawas zone yang berkunjung, menyampaikan suatu pengumuman yang bersejarah kepada ke-184 hadirin. Ini merupakan kebaktian mereka yang tidak sah yang terakhir di Kenya. Pengakuan resmi baru saja diberikan kepada Saksi-Saksi Yehuwa! Kelima sidang kecil di Nairobi sekarang dapat berkumpul bersama dalam suatu balai yang menyenangkan di dekat pusat kota. Betapa riangnya saudara-saudara mendapati bahwa mereka kini merupakan suatu sidang yang lebih besar dengan 80 penyiar! Perjamuan Malam, perhimpunan pertama mereka dalam kebebasan, dihadiri oleh 192 orang.
Peristiwa-peristiwa dengan cepat terjadi silih berganti. Peter dan Vera Palliser dari kantor cabang Zambia ditugaskan untuk membantu di Kenya. Pasangan Palliser dan pasangan yang baru saja lulus dari Sekolah Gilead, suami-istri McLains pindah ke rumah utusan injil yang pertama di Nairobi Selatan, dan sebuah kantor cabang dibuka pada tanggal 1 Februari 1963. Pada waktu itu, terdapat sekitar 150 penyiar di Kenya dan Uganda, memerlukan sedikit pekerjaan di kantor cabang, barangkali satu atau dua hari setiap minggu. Sebuah ruangan kecil berukuran 2,5 kali 3 meter di apartemen itu, cukup berfungsi sebagai kantor.
Namun segera negeri-negeri lain, seperti Tanzania dan Ethiopia, berada di bawah bimbingan kantor cabang Kenya, sehingga melipatgandakan pekerjaan. Penyelenggaraan-penyelenggaraan dibuat untuk mendaftarkan petugas-petugas pernikahan di antara saudara-saudara. Kebaktian-kebaktian wilayah diorganisasi di tempat-tempat pertemuan umum atau sekolah-sekolah, dan Saudara Henschel berkunjung dan memberikan pengarahan yang dibutuhkan berkenaan bagaimana mengoperasikan kantor cabang yang baru.
Sebuah Ladang yang Terbagi Dibuka
Dibutuhkan upaya untuk mengatasi perbedaan warna kulit yang ditinggalkan dari zaman kolonial. Menurut cerita tidak aman untuk memasuki bagian kota yang dihuni orang-orang Afrika, bahkan pada siang hari. Tetapi para utusan injil dan saudara-saudara yang melayani daerah-daerah yang memerlukan lebih banyak tenaga ingin memperluas aktivitas mereka. Suatu lokasi pekerja-pekerja jalan kereta api dipilih sebagai daerah pertama.
Itu terjadi pada musim hujan, dan segumpal lumpur yang tebal menempel pada sepatu pengabar-pengabar yang bergairah tersebut. Ini merupakan upaya mereka yang pertama untuk menggunakan persembahan Alkitab bahasa Swahili yang dipersiapkan dengan baik. Apa sambutannya? Banyak wanita yang mendengarkan dengan pandangan hampa di wajah mereka, seraya memberi isyarat bahwa mereka tidak memahami bahasa Inggris. Betapa leganya untuk mengetahui, sewaktu suami-suami mereka yang berbahasa Inggris pulang dari tempat kerja, bahwa istri-istri mereka juga tidak mengetahui banyak bahasa Swahili!
Mempelajari bahasa Swahili merupakan pengalaman yang menarik bagi saudara-saudara dari luar negeri, karena beberapa kata mirip dengan yang ada dalam bahasa Eropa. Namun terdapat suatu tata bahasa yang masuk akal, dan dengan segera hal itu mudah dipahami. Pengucapan katanya mudah, dan perbendaharaan katanya lebih besar daripada kebanyakan bahasa Afrika.
Tentu saja, selama masa belajar, segala sesuatunya tidak berjalan tanpa kekeliruan. Seorang saudari ingin berbicara tentang ”serikali ya Mungu (yang berarti Pemerintahan Allah) namun mengucapkan ”suruali ya Mungu” (yang berarti celana panjang Allah). Bagi seorang saudara akan menyulitkan bila dia mengacaukan salam yang umum ”Habari gani?” (Apa kabar?) dengan ”Hatari gani?” (Apa bahayanya?). Seorang saudari utusan injil merasa bahwa dia tidak dapat menyembelih seekor ayam dan ingin meminta tolong kepada seorang perintis, ”Maukah saudara menyembelih ayam itu untuk saya?” Sebaliknya dari menyebutkan ”kuua” (membunuh), disebutkan ”kuoa”, sehingga kata-katanya berbunyi ”Maukah saudara mengawinkan ayam ini bagi saya?” Seorang utusan injil lain yang memimpin bagian tanya jawab memanggil semua saudara ”Dudu” (serangga) sebaliknya daripada ”Ndugu” (saudara).
Tentu saja bagi banyak anak-anak, orang-orang asing ini merupakan hal yang aneh. Beberapa akan menyentuh tangan saudara-saudara untuk melihat apakah warna kulit mereka yang putih akan terhapus. Puluhan anak-anak akan mengikuti para penyiar berjalan dari rumah ke rumah. Kisah-kisah mengenai perasaan tidak enak terhadap orang asing terbukti keliru. Sebaliknya, banyak orang menunjukkan kelaparan yang tulus akan kebenaran Alkitab. Dalam banyak kasus para pengunjung akan diundang masuk dan dipersilakan duduk, kadang-kadang bahkan disajikan teh atau makanan. Betul-betul suatu pengalaman baru!
Para penyiar asing kita juga harus belajar untuk selektif dalam menawarkan pengajaran Alkitab—begitu banyak yang senang menerima tawaran itu, dan tidak mungkin untuk belajar dengan begitu banyak orang. Namun sebelum akhir tahun, suatu sidang kedua dibentuk di Nairobi, di daerah Eastlands yang produktif. Para Saksi merasa seperti di rumah sendiri sewaktu daerah mereka mencakup daerah-daerah perumahan seperti ”Yerusalem” dan ”Yerikho”, dan dengan segera saudara-saudara menangani sebanyak mungkin pengajaran yang dapat mereka tangani.
Menariknya, kira-kira dua belas dari mereka yang belajar kebenaran pada waktu itu dan bergabung dengan dua sidang yang mula-mula di Nairobi masih terus melayani dengan setia sekitar 30 tahun kemudian.
Buku pertama dalam bahasa Swahili, Dari Firdaus Hilang Sampai Firdaus Dipulihkan, diperkenalkan pada bulan Juni 1963. Ini merupakan alat yang cocok bagi para pencari kebenaran dari semua tingkat pendidikan. Sesudah ini Pelayanan Kerajaan diperbanyak dalam bahasa Swahili dan The Watchtower (Menara Pengawal) dihasilkan di Zambia dalam bahasa Swahili.
Sementara itu, Alan dan Daphne MacDonald dari Sekolah Gilead pindah ke penugasan baru mereka di Pulau Mombasa di lepas pantai Kenya, seraya suami-istri McLain ditugaskan ke Kampala, Uganda, sebagai utusan injil pertama di sana. Ini memungkinkan William dan Muriel Nisbet pindah ke kantor cabang. Betapa bahagianya mereka dapat bebas lagi untuk ambil bagian dalam dinas sepenuh waktu. Selama tujuh tahun, agar dapat tinggal di negeri itu, Saudara Nisbet harus melakukan pekerjaan duniawi. Suami-istri Nisbet kini melaksanakan pekerjaan wilayah dan pekerjaan distrik di negara tetangga Tanzania.
Perluasan Sampai ke Kota-Kota di Kenya
Di Mombasa, suami-istri MacDonald mendapati suatu sidang kecil yang terdiri dari saudara-saudara asing yang telah datang untuk melayani daerah dengan kebutuhan lebih besar, maupun sekelompok kecil Saksi-Saksi Afrika yang telah tiba dari Tanzania ke Mombasa untuk bekerja. Kini seraya kegiatan pengabaran telah bebas, saudara-saudara ini dengan segera mengorganisasi perhimpunan mereka yang pertama. Ada 30 yang hadir. Akan tetapi, kebanyakan dari saudara-saudara Afrika belum menikah secara resmi. Maka pada suatu hari Minggu salah seorang petugas pernikahan Lembaga menikahkan 14 pasangan. Pada hari Minggu berikutnya semuanya dibaptiskan kembali.
Daerah di Mombasa memberikan suatu tantangan bagi saudara-saudara karena terdapat banyak agama di situ. Orang-orang Zoroaster yang adalah penyembah-penyembah api mengaku bahwa agama mereka dimulai pada zaman Nimrod. Berbagai sekte dari agama Hindu mencakup bukan hanya orang-orang Sikh yang menggunakan turban, tetapi juga orang-orang Jain, yang tidak akan menginjak seekor semut atau membunuh seekor lalat. Kemudian ada lagi sejumlah besar orang-orang Muslim dan orang-orang yang mengaku Kristen. Mombasa penuh dengan kuil-kuil, mesjid-mesjid, dan gereja-gereja besar. Mempersembahkan kabar baik membutuhkan kelentukan dan keterampilan yang baik.
Pada waktunya lebih banyak utusan injil tiba dan ditugaskan ke daerah-daerah pemukiman, seperti Nakuru, Kisumu, Kitale, Eldoret, Kericho, Kisii, Thika, dan Nyeri. Pada akhir tahun 1960-an, sejumlah orang-orang Kenya telah terjun dalam dinas perintis istimewa dan cocok untuk memberitakan di pusat-pusat pemukiman yang lebih kecil.
Yang Kecil Menjadi Seribu
Kini segala sesuatunya betul-betul mulai bertumbuh. Pada saat pekerjaan kita terdaftar secara hukum, terdapat 130 penyiar di Kenya. Dua tahun kemudian jumlahnya hampir berlipat dua, dan menjelang 1970, yang kecil sungguh-sungguh menjadi seribu.—Yes. 60:22.
Orang-orang yang belajar kebenaran harus membuat perubahan-perubahan besar, seperti mengatasi perbuatan amoral, pemabukan, ilmu sihir, dan buta huruf. Juga banyak yang dididik dengan kasih yang berlebih-lebihan akan tanah, ternak, pendidikan, atau uang. Kebanggaan pribadi dan menyelamatkan muka juga merupakan hal-hal yang harus ditanggulangi. Jadi, seraya terdapat minat di sana, dibutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum orang-orang dapat mengenakan kepribadian baru Kristen sepatutnya agar dapat membuat pembaktian kepada Allah Yang Maha Tinggi.
Pada umumnya orang-orang yang lebih muda maju lebih cepat daripada orang-orang tua, karena mereka dapat membaca dan belum terlalu berakar dalam tradisi. Suatu kasus dalam hal ini melibatkan seorang remaja bernama Samuel Ndambuki, yang merasa bingung dan muak karena kemunafikan agama-agama Susunan Kristen. Pada usia 13, dia mulai menempuh suatu kehidupan yang menyeleweng yang melibatkan merokok, mencuri, berdusta, perbuatan amoral, dan kecanduan narkotik. Pada tahun 1967, delapan tahun kemudian, dua bekas teman sekolahnya menghubungi dia dengan kabar baik Alkitab. Dia terkesan akan bagaimana teman-temannya yang muda ini menggunakan Alkitab. Betapa berbedanya Saksi-Saksi Yehuwa dalam keteguhan mereka akan tingkah laku yang bersih! Samuel membuat perubahan-perubahan dramatis ke arah yang lebih baik, perubahan-perubahan yang diamati oleh tetangganya. Meskipun perbaikan-perbaikan moral yang telah dilakukannya, dia menghadapi tentangan besar atas kepercayaan yang baru ditemukannya, tetapi dia terus maju dan dibaptis belakangan pada tahun itu. Selama tahun berikutnya, dia memulai dinas perintis biasa, dilanjutkan dengan dinas perintis istimewa, dinas Betel, dan pekerjaan wilayah. Sekarang ia sudah berkeluarga dan telah membantu sejumlah orang untuk memperoleh pengetahuan akan kebenaran, meletakkan dasar untuk sidang yang bertumbuh di Ukambani.
Suatu contoh lain adalah mengenai Raymond Kabue, di Nairobi, yang belajar kebenaran bersama dengan saudara jasmaninya dan sekelompok pemuda-pemuda lain. Dengan penuh gairah dia kembali ke daerah asalnya di Aberdare Range dan memberitakan kepada orang-orang di sana. Hasilnya, suatu sidang bertumbuh yang menghasilkan banyak perintis biasa dan istimewa. Salah seorang dari anak-anaknya menjadi seorang perintis, dan yang satu lagi melayani di Betel.
Saudaranya, Leonard membantu Ruth Nyambura, seorang wanita yang telah membaca seluruh Alkitab tanpa memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Dia memiliki sebuah daftar pertanyaan yang telah disiapkan bila Saudara Leonard datang berkunjung. Dengan bantuan seorang saudara dari luar negeri, Saudara Kabue dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, termasuk makna dari angka 666 yang terdapat di Wahyu 13:18. Wanita yang tulus ini menjadi salah satu dari orang-orang berbahasa Swahili yang pertama menerima kebenaran. Ini terjadi tahun 1965. Dengan suami yang tidak beriman, dia merupakan contoh yang khas dari banyak saudari-saudari yang setia lainnya di Kenya, di mana, berbeda dengan di negeri-negeri Afrika lainnya, kaum wanita sering kali jauh melebihi jumlah kaum pria di sidang-sidang. Ia membesarkan tujuh orang anak dalam kebenaran, melayani sebagai perintis biasa untuk suatu waktu lamanya, dan masih melayani dengan setia sebagai penyiar.
Salah seorang putrinya, Margaret MacKenzie, bertahan dengan tabah atas kematian tragis suaminya dalam suatu kecelakaan pada tahun 1974. Dia ditinggalkan dengan tiga orang anak kecil. Setelah upacara adat, kaum kerabat suaminya yang tidak beriman telah merencanakan agar dia dapat diculik pada saat pemakaman dan ”dinikahkan” dengan iparnya. Akan tetapi, dia telah diperingatkan lebih dahulu dan lari dari tempat itu, sehingga terpaksa melepaskan semua haknya atas rumah yang telah ia bantu untuk membangunnya dan ladang yang telah digarapnya. Kaum kerabatnya berhasil mengambil anak laki-laki kecilnya dari dia, sehingga dia hanya tinggal bersama putri-putrinya. Tidaklah mudah untuk menyediakan nafkah bagi anak-anaknya dan pada saat yang sama memberikan perhatian rohani yang cukup kepada mereka. Tetapi dengan bantuan Yehuwa, Saudari MacKenzie berhasil. Dia memimpin pelajaran keluarga dan dinas pengabaran dengan serius sekali. Pada tahun 1987 dia merasakan sukacita melihat kedua anak gadisnya, yang satu 14 tahun dan yang lainnya 15, dibaptis di suatu kebaktian wilayah. Juga, putranya pulang ke rumah setelah 11 tahun menghilang dan telah maju sampai pada tahap melayani Yehuwa.
Memperluas Jangkauan Pekerjaan Kerajaan
Kantor cabang sungguh-sungguh berupaya untuk memperluas jangkauan pekerjaan Kerajaan. Risalah-risalah dan buku-buku diterjemahkan ke dalam bahasa Kikamba, Kikuyu, dan Luo. Lebih banyak buku diperkenalkan dalam bahasa Swahili, yaitu, ”Allah Mustahil Berdusta”, Kebenaran yang Membimbing Kepada Hidup yang Kekal, dan ”FirmanMu Adalah Pelita Bagi Kakiku”. Edisi Menara Pengawal dalam bahasa Swahili ditingkatkan menjadi 24 halaman. Maka, penempatan lektur tinggi.
Publikasi-publikasi itu populer di antara orang-orang Asia, yang biasanya menerima Saksi-Saksi Eropa dengan baik dan senang mengambil lektur, tetapi umumnya tetap terikat pada agama mereka. Akan tetapi, ada beberapa kekecualian. Seorang gadis remaja berpegang kepada kebenaran meskipun tentangan keluarga yang keras dan tekanan-tekanan dari masyarakat Sikh. Ayahnya mengusir dia dari rumah dan bahkan mengancam untuk membunuhnya. Dia pindah ke suatu keluarga Saksi dan setelah pengajaran Alkitab yang ekstensif, ia membaktikan hidupnya kepada Yehuwa, memasuki dinas perintis, dan akhirnya mengikuti Sekolah Gilead. Setelah menikah, Goody Poulsen masih merupakan perintis yang bergairah, memperoleh sukses yang bagus, khususnya di ladang Asia.
Suatu Problem Pernikahan Ditanggulangi
Di seluruh Kenya banyak orang tidak menikah secara sah. Beberapa menikah menurut adat istiadat suku, dengan peraturan-peraturan perceraian yang sangat liberal; yang lain-lain hidup bersama dengan persetujuan lisan. Ini tidak sesuai dengan tuntutan-tuntutan Yehuwa yang tinggi.—Ibr. 13:4.
Oleh karena itu, lebih banyak saudara diangkat sebagai petugas-petugas pernikahan di bawah Undang-Undang Pernikahan Kristen Afrika. Saudara-saudara ini bepergian ke sana sini seraya orang-orang berminat berpihak kepada ibadat sejati dan tiba pada tahap ingin mengesahkan pernikahan mereka. Dalam kebanyakan kasus ini bertepatan dengan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi penyiar kabar baik. Itu juga meletakkan dasar untuk suatu kehidupan keluarga yang lebih baik, karena menyingkirkan ketakutan bahwa pernikahan akan diputuskan jikalau tidak ada anak-anak yang dilahirkan atau bila pembayaran mas kawin tidak dilunasi. Selama tahun-tahun berikutnya, lebih dari 2.000 pasangan menerima manfaat dari penyelenggaraan ini.
Sebuah Kantor Cabang Baru
Pada kebaktian distrik 1970, diumumkan bahwa Lembaga telah membeli fasilitas kantor cabang yang baru di Jalan Woodlands di Nairobi. Kantor satu ruangan di Nairobi Selatan harus pindah ke suatu apartemen di lingkungan yang sama, namun kini terdapat hampir 3.000 yang melaporkan di delapan negeri di daerah yang diawasi cabang tersebut. Ini menuntut lebih banyak pengiriman, lebih banyak penerjemahan, dan lebih banyak korespondensi.
Bangunan yang baru itu terletak di sebidang tanah seluas enam hektar dengan lingkungan yang sepi namun dekat pusat kota yang merupakan tempat yang ideal untuk perluasan lebih lanjut. Banyaknya pepohonan dan lapangan rumput yang rendah yang dibatasi dengan bunga-bunga yang berwarna-warni serta semak-semak, membuatnya menjadi seperti sebuah firdaus kecil.
Acara penahbisan diatur pada hari Sabtu, 26 Juni 1971. Belakangan, perubahan-perubahan dilakukan pada bangunan itu sehingga lebih cocok untuk digunakan sebagai kantor dan tempat tinggal. Lebih banyak kamar tidur ditambahkan. Ruangan yang luas yang terdapat di bagian bawah dari tanah milik itu digunakan untuk membangun sebuah Balai Kerajaan yang besar—yang pertama di Nairobi. Itu akan melayani dua sidang, dan masih terdapat suatu lapangan rumput yang luas yang tersedia untuk pembangunan lebih lanjut di kemudian hari. Balai Kerajaan ini selesai dibangun kira-kira pada saat yang sama dengan balai-balai di Mombasa, Kisumu, dan Nakuru.
Pertambahan Mencetuskan Kecemburuan Kaum Pendeta
Seraya makin banyak orang berminat mengundurkan diri dari gereja mereka, kaum pendeta menjadi semakin berang. Berbagai upaya dibuat untuk mendiskreditkan Saksi-Saksi Yehuwa. Karena salah informasi, seorang anggota parlemen memberi tahu Dewan bahwa Saksi-Saksi tidak mengirim anak-anak mereka ke sekolah dan tidak mengizinkan anggota-anggota mereka dirawat di rumah sakit. Anggota-anggota parlemen ini terlihat bodoh sewaktu dikoreksi oleh ketua dewan yang telah menerima informasi akurat dari seorang petugas yang merupakan sanak keluarga dari salah seorang Saksi.
Maka suatu sikap yang demokratis, dan mencintai kemerdekaan terus ada. Menjelang awal 1972, Saudara Knorr mengadakan kunjungan lagi ke Nairobi, dan belakangan pada tahun itu suatu kebaktian besar diselenggarakan di Mombasa, dengan hadirin 2.161 pada khotbah umum. Prospeknya cerah, dan segala sesuatunya kelihatan tenteram dan aman.
Suatu Kejutan—Pelarangan pada Tahun 1973
Sungguh mengejutkan mendengar sebuah pengumuman radio pada tanggal 18 April 1973, bahwa Saksi-Saksi Yehuwa dianggap berbahaya untuk pemerintahan yang baik dan dilarang di Kenya. Terdapat pengaruh-pengaruh dan publisitas yang tidak baik di sana sini namun tidak ada tuduhan-tuduhan resmi atau tindakan polisi di mana pun. Tiba-tiba, pengajaran Alkitab yang sejati dianggap tidak sah!
Upaya-upaya dibuat untuk menghadap pejabat-pejabat tinggi untuk menjernihkan masalahnya. Sebuah imbauan resmi disampaikan pada tanggal 8 Mei namun telah ditolak enam hari kemudian. Sementara itu panitera tertinggi membatalkan pengesahan Perkumpulan Saksi-Saksi Yehuwa. Suatu audiensi dengan presiden kemudian ditolak. Pada tanggal 30 Mei suatu permohonan banding disampaikan terhadap pembatalan pengesahan tersebut. Markas besar Saksi-Saksi Yehuwa di Brooklyn, New York, mengadakan tindak lanjut dengan sebuah surat pribadi dari presiden Menara Pengawal.
Pada tanggal 5 Juli, Saksi-Saksi Yehuwa merupakan topik utama dalam pembicaraan Sidang Nasional Kenya. Mereka masih dikacaukan dengan sebuah kelompok politik kecil dan digambarkan tidak merespek pemerintahan duniawi dan menolak perawatan rumah sakit. Mereka bahkan disebut Saksi-Saksi Iblis. Tentu saja semua ini menunjukkan dengan jelas bagaimana orang-orang yang salah informasi dapat bersikap serupa dengan mereka yang melontarkan tuduhan terhadap Putra Allah, Kristus Yesus.—Mrk. 3:22; Luk. 23:2.
Selanjutnya, pemerintah mengambil tindakan cepat untuk mengusir 36 utusan injil. Mereka harus meninggalkan negeri itu pada tanggal 11 Juli 1973. Itu betul-betul merupakan saat yang menyedihkan dalam sejarah teokratis di Kenya. Dengan terburu-buru, peralatan-peralatan di sepuluh rumah utusan injil di seluruh negeri harus diambil dan barang-barang pribadi dipak ke dalam peti dan disimpan untuk dikirimkan ke berbagai penugasan lain.
Namun, kantor cabang terus buka. Persiapan-persiapan dibuat untuk mengajukan gugatan resmi terhadap pelarangan sebagai suatu pelanggaran atas konstitusi Kenya, yang menjamin kebebasan beribadat.
Pelarangan Dicabut!
Para pejabat yang bijaksana segera menyadari bahwa keadaannya tidak sesuai dengan tujuan agar Kenya dipandang sebagai negara yang moderat, layak dan demokratis, terbuka bagi para wisatawan dan menghargai hak-hak manusia. Maka, pada bulan Agustus 1973, pemerintah membuat langkah yang berani untuk mencabut pelarangan. Pengumuman pemerintah memberi kesan seolah-olah tidak pernah ada pelarangan. Saudara-saudara kita sangat bersukacita!
Bagi para Saksi yang masih ada di kantor cabang, pekerjaan tidak mudah. Beberapa Saksi di luar keluarga Betel datang untuk memberi bantuan, termasuk Helge Linck, Stanley Makumba, dan Bernard Musinga. Hanya beberapa di antara mereka yang mengetahui prosedur kantor dan apa yang dibutuhkan. Mereka harus belajar cara-cara melakukan koresponden, membuat laporan keuangan dan juga membuat arsip.
Dalam keadaan ini, kebaktian-kebaktian sudah tentu mendapat prioritas utama. Serangkaian kebaktian wilayah yang diselenggarakan pada bulan Oktober memberikan semangat dan pengarahan baru kepada saudara-saudara kita dalam pekerjaan pengabaran. Selain itu, rencana untuk pesta distrik internasional yang dijadwalkan untuk tanggal 26-30 Desember, di Nairobi, diorganisasi kembali. Setelah pelarangan, tema kebaktian ”Kemenangan Ilahi” sangat cocok dan tepat waktu. Sekalipun itu berarti banyak kerja keras dengan pemberitahuan singkat, adalah suatu sukacita yang besar untuk bertemu dengan orang-orang dari negeri-negeri lain yang datang untuk memberikan anjuran tambahan kepada saudara-saudara setempat! Puncak hadirin mencapai 4.588, dan 209 dibaptis.
Ada publisitas yang bagus di surat kabar serta wawancara di televisi selama 28 menit dengan Grant Suiter, anggota staf kantor pusat Watch Tower di Brooklyn yang sedang berkunjung. Semua ini menunjukkan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa masih hidup dan aktif. Lebih banyak kebaktian wilayah yang diselenggarakan, dan para penatua ditambah semangatnya melalui pelatihan yang mereka terima di Sekolah Pelayanan Kerajaan.
Bagi para Saksi pelarangan yang mendadak ini merupakan pengalaman yang mengejutkan dan ujian atas iman mereka. Namun, hal itu telah memberikan pengaruh yang sehat untuk memisahkan mereka yang tidak memiliki hubungan yang akrab dengan Pencipta mereka yang pengasih dan tidak membangun iman mereka di atas dasar yang sesungguhnya, Teladan kita, Kristus Yesus. (1 Kor. 3:11) Menjadi jelas bahwa saudara-saudara di Kenya perlu belajar untuk bekerja lebih keras dan memikul tanggung jawab yang lebih besar, tidak hanya bergantung kepada para utusan injil dan saudara-saudara dari negeri-negeri lain yang datang untuk melayani di tempat yang lebih membutuhkan tenaga. Juga dibutuhkan lebih banyak pengajaran Alkitab pribadi dan doa yang sungguh-sungguh.
Tidak lama kemudian utusan-utusan injil lain dapat datang ke Kenya untuk memberi bantuan, termasuk John dan Kay Jason, yang telah melayani dalam dinas utusan injil, wilayah, dan Betel di Zambia selama 26 tahun. Yehuwa telah menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan di Kenya, dan dengan tekad yang kuat para Saksi segera melanjutkan pekerjaan tersebut.
Ekspansi dengan Momentum yang Baru
Kemajuan juga dicapai dalam hal rohani. Sampai pada waktu itu, para penyiar terutama memberikan kesaksian dengan menggunakan majalah. Kini penekanan khusus diberikan untuk menggunakan Alkitab, sebagaimana digariskan dalam Pelayanan Kerajaan. Betapa menyegarkan untuk melihat bahkan anak-anak kecil dalam dinas pengabaran membuka Alkitab mereka dan memberikan kesaksian, yang sangat mengherankan bagi tuan rumah dan bagi penyiar-penyiar yang lebih tua.
Untuk pertama kali, Pelayanan Kerajaan juga membahas pokok mengenai tradisi-tradisi bukan Kristen. Dikemukakan bahwa memang ada tradisi-tradisi yang baik dan membawa manfaat, namun ada pula yang didasarkan atas ajaran-ajaran yang salah, seperti jiwa yang tidak berkematian, yang dapat melibatkan umat kristiani dalam agama palsu. Maka, secara progresif, saudara-saudara dan saudari-saudari melepaskan diri dari praktik-praktik yang tidak suci seperti berjaga semalam suntuk menunggui jenazah, upacara penguburan, takut akan kekuatan mata yang dapat mencelakakan orang (”evil eye”), penggunaan jimat-jimat, upacara-upacara inisiasi suku, dan upacara sunat.
Kemajuan penting lain adalah langkah yang menetapkan penggunaan satu bahasa dalam setiap sidang di kota-kota, bahasa Swahili atau Inggris. Sebelumnya, perhimpunan-perhimpunan menggunakan kedua bahasa tersebut, sehingga penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain mengakibatkan hanya setengah dari seluruh bahan dapat dibahas. Kini saudara-saudara dapat menikmati acara penuh dalam salah satu bahasa.
”Makedonia” Menjadi Kata yang Dikenal
Sementara itu kunjungan pengawas zone oleh Wilfred Gooch dari kantor cabang di London membantu untuk mengorganisasi kembali banyak hal di Kenya dan untuk meletakkan dasar kampanye pertama yang sistematis untuk mengerjakan daerah-daerah terpencil di Afrika Timur. Di Kenya, misalnya, tiga perempat dari penduduknya tinggal di daerah terpencil.
Para penyiar menanggapinya dengan penuh semangat, dan sejak tahun 1975 kata-kata di Kisah 16:9 mengenai Makedonia merupakan pengetahuan yang tersebar luas. Bahkan yang bukan Saksi mengatakan, ”Sekarang para Saksi mengadakan perhimpunan-perhimpunan mereka di Makedonia.” Tiga bulan dalam satu tahun dikhususkan untuk bekerja di Makedonia zaman modern.
Selain itu kantor cabang menganjurkan semua penyiar menggunakan cuti tahunan dari pekerjaan duniawi mereka untuk mengerjakan daerah pedesaan dekat rumah mereka. Seorang saudari menanggapinya dengan menulis, ”Setibanya di rumah, saya memberikan kesaksian mengenai kabar baik dari Yehuwa dan tidak lama kemudian mendapat banyak pengajaran Alkitab, delapan di antaranya adalah sanak-keluarga saya sendiri, dan enam dari antaranya mulai menghadiri perhimpunan, yang diadakan 16 kilometer dari tempat kami.”
Semua kegiatan kesaksian ini menghasilkan banyak koresponden dari orang-orang yang berminat. Ratusan surat setiap bulan meminta bacaan atau pengajaran Alkitab sehingga staf koresponden di kantor cabang perlu ditambah.
Segi baru lain yang penting pada tahun itu adalah Sekolah Pelayanan Kerajaan bagi para penatua di tujuh negeri di Afrika Timur. Bukan hanya terdapat banyak pengajaran rohani tetapi juga hal-hal baru yang menakjubkan. Bagi banyak saudara, adalah untuk pertama kali dalam kehidupan mereka bahwa mereka membantu dengan tugas-tugas pembersihan—mencuci piring dan menyediakan makanan—hal-hal yang biasanya diserahkan seluruhnya kepada kaum wanita. Namun para penatua terbukti memiliki sifat rendah hati dan bersedia menyesuaikan diri. Beberapa pengawas mendapat pelajaran yang baru sewaktu mendengar bahwa seorang bapa perlu bermain dengan anak-anaknya. Sebagaimana seorang penatua mengatakan, ”Setelah sekian lama, anak-anak saya akan merasa heran melihat saya bermain-main dengan mereka sepulangnya saya nanti.”
Dengan demikian, tahun 1975 diakhiri dengan puncak baru dari 1.709 penyiar di Kenya. Lebih dari 300 dibaptis. Namun, bagaimana kemajuan pekerjaan Kerajaan di negara tetangganya, Tanzania?
Keadaan Berubah di Tanzania
Tidak seperti di Kenya, pelarangan terhadap para Saksi, yang mulai berlaku sejak 3 April 1965, berlanjut. Keadaan ini, disertai keadaan-keadaan keluarga dan ekonomi yang selalu berubah, mengakibatkan perkembangan-perkembangan lain. Satu per satu dari saudara-saudara asing yang sedang melayani di tempat yang lebih membutuhkan tenaga harus keluar dari negeri itu. Juga, banyak perintis istimewa dari Zambia harus kembali ke negeri mereka, sering kali karena masalah ekonomi dengan pertambahan yang cepat dari jumlah anggota keluarga mereka. Misalnya, seorang perintis istimewa yang ditugaskan pada tahun 1961 dengan dua orang anak, pada tahun 1967, mempunyai tujuh orang anak.
Pengecualian dari keluarnya perintis-perintis adalah Lamond Kandama. Ia menerima kebenaran pada tahun 1932 di Zambia dan pada tahun 1940 dan 1941 ditangkap dan dipenjara di sana karena kepercayaannya. Pada tahun 1959 ia memasuki dinas perintis ketika berusia 47 tahun dan dikirim ke Tanzania. Di sana ia juga ditangkap. Akhirnya, ia ditugaskan kembali ke Kenya, tempat ia pernah melayani dalam berbagai penugasan, dan sekarang, seraya ia mendekati usia 80 tahun, ia masih melayani sebagai perintis istimewa dan masih lajang. Benar-benar teladan yang baik dari ketekunan yang loyal!
”Domba” di Pengadilan
Dua dasawarsa berikutnya mendatangkan banyak sekali penangkapan dan kasus-kasus pengadilan di seluruh Tanzania. Para Saksi tidak merasa heran akan hal ini. Yesus berkata, ”Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. . . . Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu.” (Yoh. 15:18, 20) Jadi dengan sukacita mereka bertahan tanpa banyak mempersoalkan hal itu.
Sifat saudara-saudara yang suka damai dan kerja sama tanpa disadari menguntungkan para penuduh yang membenci mereka. Para penentang pura-pura berlaku ramah atau menunjukkan minat, dan Saksi-Saksi tanpa curiga mengundang mereka ke rumah mereka, dengan bangga mempertunjukkan perpustakaan teokratis mereka. Kadang-kadang mereka bahkan mengizinkan orang-orang ini meminjam alat bantuan pengajaran Alkitab yang di kemudian hari dimanfaatkan sebagai bukti di pengadilan terhadap Saksi-Saksi Yehuwa. Saudara-saudara dengan tegas mengakui bahwa mereka adalah anggota persekutuan Saksi-Saksi Yehuwa, yang secara hukum berarti mendukung lembaga yang tidak sah. Karena beberapa saudara mengakui kesalahan secara hukum di kantor polisi, mereka tidak diizinkan memberikan kesaksian di pengadilan. Lagi-lagi, karena kecenderungan mereka untuk berdamai, mereka membiarkan rumah-rumah mereka digeledah, sehingga mereka ditangkap, sekalipun tidak ada surat perintah dari pengadilan. Ada saudara-saudara yang merasa bahwa mereka harus menjawab setiap pertanyaan pada waktu diinterogasi, sehingga keadaannya dengan cepat merugikan mereka.
Para Saksi dituduh sebagai anggota perkumpulan yang terlarang hanya karena mereka menghadiri perhimpunan-perhimpunan pengajaran Alkitab atau memberitakan kabar baik atau memiliki bacaan Alkitab. Pengadilan mengenakan denda dan memutuskan hukuman pemenjaraan selama tiga sampai sembilan bulan.
Misalnya, sekalipun para Saksi di Tanzania tidak banyak, kira-kira berjumlah 1 dalam 10.000 penduduk di negeri itu pada tahun dinas 1973, gairah mereka terkenal. Pada tanggal 7 September 1974, ketika perhimpunan sedang berlangsung di rumah Isaack Siuluta di Dar es Salaam, polisi-polisi mengelilingi rumah Siuluta. Dari antara yang hadir, 46 ditangkap, termasuk dua saudari perintis. Polisi menyuruh wanita-wanita yang lain pulang. Semua alat bantu pengajaran Alkitab yang ditemukan dalam tas-tas atau di tangan hadirin digunakan sebagai bukti di pengadilan yang diadakan setelahnya.
Pengadilan mendengarkan kasusnya pada tanggal 29 November. Bukti yang dikemukakan menunjukkan bahwa Saksi-Saksi suka berdamai dan taat kepada hukum. Namun, hakim memutuskan bahwa ”aspek agama mereka semata-mata hanya untuk mengelabui”, semuanya dinyatakan bersalah. Mereka dikenakan denda atau hukuman penjara selama enam bulan karena memiliki alat bantu pengajaran Alkitab atau karena menghadiri pertemuan dari perkumpulan yang terlarang.
Di penjara Saksi-Saksi saling menganjurkan satu sama lain dengan pengajaran Alkitab dan ceramah-ceramah Alkitab, seperti ”Menjadikan Yehuwa Sukacita Saudara Setiap Hari”. Setelah enam bulan semuanya dibebaskan. Pekerjaan Kerajaan di Tanzania tidak berhenti; puncak penyiar 1.609 dilaporkan selama tahun dinas 1975.
Pada mulanya dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi kantor cabang Kenya untuk menyadari kesulitan-kesulitan hukum yang dialami saudara-saudara yang kurang pengalaman ini. Pada waktu kantor cabang menyadarinya, nasihat yang berguna disampaikan ke setiap sidang mengenai hak-hak hukum andai kata ada kasus penangkapan dan tindak pengadilan. Ini diterbitkan dalam bahasa Swahili yang sederhana dan terbukti banyak membantu.
Pada tahun-tahun setelah itu, ada sejumlah kasus pengadilan di mana saudara-saudara dibebaskan. Ada hakim-hakim yang memutuskan bahwa saksi-saksi yang diajukan pihak penuntut tidak mempunyai bukti sehubungan ”pemberitaan yang berkaitan dengan perkumpulan yang terlarang” dan bahwa ”hanya memiliki buku-buku tidak merupakan bukti seseorang menjadi anggota perkumpulan yang terlarang”. Semua ini memberikan kesaksian yang meyakinkan untuk melawan Musuh besar dari Yehuwa.—Ams. 27:11.
Yehuwa Memberikan Kekuatan
Gelombang pengejaran terhadap Saksi-Saksi di negara tetangga Malawi memberi pengaruh-pengaruh yang buruk, terutama di daerah sekitar Tukuyu. Sementara hal itu membuat marah para penentang, hal tersebut juga memberikan pengertian kepada orang-orang lain. Seorang petugas penjara menyatakannya demikian, ”Di Malawi para penentang sia-sia berupaya menganiaya dan membunuh orang-orang ini. Demikian juga di sini. Mereka tidak pernah akan berkompromi. Jumlah mereka justru bertambah.”
Namun, pengejaran tidak merata di seluruh negeri. Ada sidang-sidang yang dapat membangun Balai Kerajaan dan berhimpun secara terbuka, bahkan bernyanyi dengan penuh semangat. Sering kali publikasi-publikasi diterima para Saksi melalui pos dengan aman. Cabang Kenya terus mengirim pengawas-pengawas keliling untuk menguatkan mereka dan wakil-wakil kantor cabang untuk mengadakan pertemuan dengan para penatua dan beberapa sidang. Lebih banyak publikasi dalam bahasa Swahili dengan nyata menguatkan iman saudara-saudara di Tanzania. Sejumlah Saksi memulai dinas perintis dan bahkan memenuhi syarat untuk menggantikan perintis-perintis istimewa dari Zambia.
Peristiwa besar bagi banyak saudara di Tanzania adalah perjalanan tahunan ke kebaktian-kebaktian distrik di Kenya. Biasanya tidak sulit untuk pergi ke Kenya dengan bis. Pada kenyataannya, dalam bulan Oktober 1968 dan bahkan tahun-tahun setelah itu, kelompok-kelompok besar dari kira-kira 80 orang saudara mencarter bis untuk melakukan perjalanan kira-kira sejauh 1.500 kilometer dari Tanzania bagian selatan ke Kenya. Pengorbanan yang cukup besar, karena mereka harus menabung selama berbulan-bulan untuk membayar biaya dari peristiwa besar tahunan itu. Beberapa penjaga perbatasan Tanzania tidak mempersulit perjalanan, mereka bahkan mengatakan kepada saudara-saudara, ”Pergilah dan tolong doakan kami.” Pada tahun 1970 empat bis diperlukan untuk 350 Saksi yang menempuh perjalanan dari Tanzania bagian selatan sampai ke kebaktian di Nairobi.
Bersaksi seraya Saudara Bekerja
Saudara-saudara di Tanzania tidak merasa takut dan cukup cerdik dalam kegiatan pengabaran mereka. Saksi-Saksi yang bekerja bersama kelompok orang-orang yang bukan Saksi sering mengatur agar salah seorang saudara memainkan peran dari seorang peminat dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan Alkitab dengan suara keras kepada Saksi-Saksi yang lain, yang tentu saja dengan senang hati menjawabnya. Hal ini dilakukan dengan suara keras sehingga dengan segera pekerja-pekerja yang lain ikut serta dalam diskusi tersebut, dan kesaksian Alkitab diberikan selama berjam-jam—tentu saja, tanpa mengganggu pekerjaan mereka.
Pada waktu buku Kebenaran yang Membimbing Kepada Hidup yang Kekal diterbitkan dalam bahasa Swahili, buku itu menjadi begitu terkenal sehingga segera setelah penerbitannya bahkan para penentang kabar baik benar-benar mengenalinya melalui sampulnya yang berwarna biru. Oleh karena itu Lembaga mengambil keputusan menerbitkan edisi yang berbeda untuk buku Kebenaran dalam bahasa Swahili dengan sampul yang tidak begitu mencolok mata.
Kebenaran Memerdekakan
Di beberapa bagian dari negeri itu, kesulitan timbul dari pihak kaum pendeta Susunan Kristen. Di lereng Gunung Meru, tepat di sebelah barat Kilimanjaro, kelompok dari enam orang dengan bergairah belajar kebenaran Alkitab. Pada akhir sebuah pengajaran, seorang pendeta Luteran mengatur segerombolan orang untuk menimbulkan kericuhan di luar tempat mereka belajar. Beberapa hari kemudian orang-orang berminat ini berjalan pulang dari perhimpunan sejauh 20 kilometer dan menemukan kesulitan telah menanti di rumah mereka. Ayah dari salah seorang peminat mengacung-acungkan kapak, mengancam untuk membunuh dia. Yang lain menemukan rumahnya dirusak, kambingnya hilang, serta anaknya tidak ada. Siswa Alkitab yang ketiga dipukuli dan ternaknya dirampok. Apakah peminat-peminat ini merasa kecil hati dalam usaha mereka mencari kebenaran Alkitab? Jauh daripada itu! Mereka masing-masing menulis pernyataan pengunduran diri dari gereja.
Segera mereka semua maju sampai ke tahap menjadi penyiar belum terbaptis tetapi ada satu halangan; untuk halangan ini mereka perlu memperlihatkan surat kawin. Namun surat-surat tersebut masih berada dalam tangan para pendeta, yang menolak untuk melepaskannya. Persoalan ini dibawa ke pengadilan. Para pendeta berdebat bahwa orang-orang ini bergabung dengan perkumpulan yang terlarang, namun hakim yang merasa kesal terhadap pendeta-pendeta ini, mengenakan denda terhadap para pendeta, dan menyerahkan surat-surat itu kepada yang empunya.
Bantuan untuk Orang-Orang Seychelles
Apakah saudara masih ingat 11 orang penyiar yang hidup terasing dari daratan utama Afrika di Kepulauan Seychelles? Mereka sangat mengharapkan bantuan dari luar. Pada awal tahun 1974, Ralph dan Audrey Ballard dengan anak-anak mereka datang dari Inggris untuk melayani daerah yang lebih membutuhkan tenaga dan dapat memperoleh izin tinggal. Semangat dan gairah mereka dalam pengabaran membantu dimulainya beberapa pengajaran Alkitab baru. Sekalipun izin untuk mendatangkan utusan injil ditolak pada tahun 1969 dan kemudian pada tahun 1972, International Bible Student Association diakui secara hukum pada tanggal 29 Agustus 1974, dan hal ini juga memberikan dorongan tambahan kepada pekerjaan di sana.
Pada waktu itu, ada 32 penyiar yang melapor, dan pada tahun berikutnya angka itu membengkak menjadi 51. Tidak mudah bagi orang-orang setempat mengambil sikap berpihak kepada Yehuwa, karena pendeta-pendeta Katolik mengancam orang-orang akan kehilangan pekerjaan atau rumah mereka. Seraya tahun-tahun berlalu, pengaruh kaum pendeta berkurang, dan para pencinta kebenaran mengambil langkah-langkah yang berani.
Juga pada tahun 1974, setelah kabar baik diberitakan di seluruh pulau utama Mahé, para Saksi menempuh tiga jam perjalanan dengan kapal menuju pulau kedua yang terbesar, Praslin, terkenal dengan Vallée de Mai dengan daun-daun palemnya yang seperti kipas. Pohon-pohon palem ini menghasilkan apa yang disebut kelapa ganda, atau coco de mer, mungkin biji yang paling berat di dunia (14-18 kilogram), yang biasanya diincar oleh para kolektor karena bentuknya yang unik. Tentu saja, dengan jumlah penduduk di bawah 5.000, orang-orang saling mengenal satu dengan yang lain. Diperlukan orang yang memiliki keberanian untuk berpihak kepada kebenaran dalam tekanan sedemikian. Namun, beberapa orang melakukan hal itu, sekalipun dibutuhkan waktu melatih mereka untuk memberitakan kabar baik dengan lentuk daripada semata-mata hanya menyerang penyembahan berhala atau hanya memberitakan kutukan atas orang-orang jahat di Armagedon.
Akhirnya, pada tahun 1976, sepasang utusan injil menetap di Victoria di Pulau Mahé. Mereka membantu mengokohkan sidang secara rohani dan membantu banyak anak-anak dari para Saksi untuk berjalan dalam kebenaran. Hal ini bukan tugas yang mudah, karena ada yang biasa menempuh hidup serba mudah, cara hidup dengan batas-batas moral yang ringan. Hanya sedikit Saksi setempat yang berupaya keras dalam pelajaran pribadi dan dinas pengabaran. Jadi beberapa mudah diombang-ambingkan oleh arus-arus duniawi yang baru, yang mengakibatkan banyak melepaskan kebenaran. Juga, ada orang-orang yang bergabung dengan sidang, sebaliknya daripada melayani dengan pandangan kekekalan, telah menetapkan suatu tanggal tertentu dari akhir dunia jahat ini dalam pikiran mereka. Semua ini menghambat kemajuan rohani.
Berdiri Teguh tanpa Bantuan Luar
Pada tanggal 5 Juni 1977 sebuah kudeta menghasilkan pemerintahan baru dan pengalaman baru untuk pulau-pulau yang dahulunya tenang ini. Parlemen yang baru membicarakan Saksi-Saksi Yehuwa dan keyakinan mereka akan kenetralan terhadap semua pemerintahan di bumi. Seorang anggota parlemen menyarankan pelarangan terhadap Saksi-Saksi, akan tetapi yang lainnya dengan bijaksana mempertahankan jaminan undang-undang mengenai kebebasan beragama.
Sekalipun demikian, pada tahun 1978, rumah utusan injil ditutup dan para utusan injil diberi penugasan baru di Kenya. Keluarga Ballard juga harus pindah. Sekarang saudara-saudara setempat harus berdiri sendiri. Namun, mereka sudah lebih dilengkapi untuk melakukan pekerjaan Kerajaan sekarang, setelah mendapat manfaat dari pergaulan dengan saudara-saudara yang berpengalaman dalam kebenaran dan dari para penatua yang telah menghadiri beberapa Sekolah Pelayanan Kerajaan. Sekalipun keadaan buta huruf yang meluas dan keterikatan kepada spiritisme, orang-orang yang berhati domba masih terus ditemukan. Pada tahun 1982, sekali lagi ada 50 penyiar di Seychelles, dan beberapa sudah memulai dinas perintis biasa, salah satunya adalah Lise Gardner. Akhirnya, pendaftaran dari Lembaga Saksi-Saksi Yehuwa di Seychelles disetujui pada bulan Januari tahun 1987, namun izin masuk utusan injil masih belum diberikan.
Tuaian di Pulau-Pulau
Kebaktian distrik yang pertama diadakan pada tanggal 16-18 Januari 1987. Sampai saat itu semua perhimpunan dan kebaktian wilayah diadakan di Balai Kerajaan; kebaktian ini merupakan pertemuan pertama di tempat yang berbeda.
Di mana lokasinya? Di sebuah paviliun dari sebuah hotel pariwisata besar yang terletak di tempat yang indah. Bangunan yang separuh terbuka dengan atap jerami itu, terletak di antara batu-batu karang dan memandang ke bawah ke Teluk Mahé yang sangat indah. Para peserta kebaktian tidak saja menikmati program rohani namun suara ombak laut yang menenangkan dan angin laut yang menyegarkan bertiup melalui auditorium.
Hadirin pada hari pertama mencapai jumlah yang menggetarkan, yakni 173. Pada hari Minggu gedung dibanjiri dengan 256 hadirin. Hanya dengan 80 penyiar, benar-benar merupakan potensi untuk pertumbuhan di pulau-pulau tersebut!
Di antara orang-orang yang dibaptis di kebaktian itu terdapat seorang wanita yang tadinya menentang. Apa yang membuat ia berubah? Kehadirannya pada Peringatan kematian Kristus. Pada waktu itulah ia menyaksikan orang-orang macam apa sebenarnya Saksi-Saksi Yehuwa itu. Namun, ia perlu membuat beberapa perubahan dalam hidupnya. Untuk nafkahnya ia memiliki sebuah toko kecil di tepi jalan tempat langganannya dapat membeli barang, di antaranya tembakau. Ia diperingatkan bahwa bisnisnya akan merosot jika ia berhenti menjual produk-produk tembakau. Tanpa gentar, ia menaruh kepercayaannya kepada Yehuwa dan berhenti menyediakan tembakau. Bisnisnya tidak rugi. Bahkan, agar dapat memperoleh waktu untuk pekerjaan pengabaran Kerajaan yang penting, ia memasang tulisan jam-jam buka dan tutup di depan tokonya, sehingga ia dapat mengatur jam-jam yang terbaik untuk digunakan dalam pekerjaan pengabaran.
Upaya penginjilan dari para penyiar mendatangkan hasil tuaian yang berlimpah. Pada tahun 1990 sebuah Balai Kerajaan ditahbiskan di Pulau Praslin. Sejumlah pengajaran Alkitab diadakan di pulau ketiga terbesar, La Digue. Juga, pada bulan September 1990, pengawasan untuk Kepulauan Seychelles dialihkan kepada cabang Mauritius, tempat bahasa Kreol yang serupa digunakan.
Ruanda—Swiss Afrika yang Tersembunyi
Sekarang kita kembali ke daratan utama. Di sebelah utara Burundi, sama indahnya dan juga berbukit, di antara Tanzania, Uganda, dan Zaire, terletak negara yang paling padat penduduknya di Afrika, Ruanda. Panjangnya lebih dari 160 kilometer dari timur ke barat dan dari utara ke selatan, namun selama 20 tahun terakhir, penduduknya bertambah dari tiga juta menjadi tujuh juta lebih. Ruanda memiliki beberapa jenis teh yang paling baik di dunia dan banyak gorila gunung. Ruanda merupakan negeri dengan banyak gunung, danau, dan lebih dari 10.000 bukit, dan mengakui memiliki sumber Sungai Nil yang paling jauh.
Seperti negara tetangganya Burundi, di Ruanda kita juga melihat suku Hutu sebagai mayoritas dan suku Tusi yang jangkung sebagai minoritas. Di negeri ’Swiss Afrika yang Tersembunyi’ ini, kebanyakan orang tinggal di rumah-rumah desa yang terpencil, dikelilingi rumpun pohon-pohon pisang. Semua penduduknya berbicara bahasa Kinyarwanda; yang lebih berpendidikan juga mengerti bahasa Perancis.
Bagaimana kebenaran Firman Allah yang memberi kehidupan mencapai negeri pegunungan yang terpencil ini? Pada tahun 1969 Badan Pimpinan menugaskan empat orang lulusan Gilead untuk datang ke Ruanda, namun permohonan masuk mereka ditolak, mungkin karena pengaruh Gereja Katolik yang masih kuat.
Namun, tahun berikutnya, dua orang perintis istimewa dari Tanzania, Oden dan Enea Mwaisoba, menetap di Kigali yang adalah ibu kota, dan mulai mengabar. Karena mereka tidak bisa berbicara bahasa Kinyarwanda, mereka mulai mengunjungi orang-orang berbahasa Swahili, terutama yang datang dari Zaire dan Tanzania. Pada bulan Februari 1971 empat penyiar sidang melaporkan jam dalam dinas pengabaran. Suatu perubahan dalam pemerintahan membuka kesempatan untuk toleransi agama yang lebih besar, namun kesulitan bahasa menghambat pertumbuhan, karena belum ada publikasi yang tersedia dalam bahasa Kinyarwanda.
Perintis-perintis lain dari Zaire dan Tanzania datang untuk membantu. Pada tahun 1974 ada 19 penyiar yang aktif. Pada tahun 1975 mereka menempatkan lebih dari seribu buku. Pada tahun itu beberapa peristiwa penting lain terjadi: Seorang saudara berkunjung dari kantor cabang di Nairobi, enam orang dibaptis, dan tujuh saudara Ruanda mendapat manfaat dari kursus Sekolah Pelayanan Kerajaan. Sesungguhnya, sebuah dasar yang baik diletakkan untuk perluasan. Kelompok-kelompok pengajaran Alkitab mulai muncul di luar Kigali.
Seorang Emigran Kembali
Sementara itu, seorang pria Ruanda, Gaspard Rwakabubu, belajar kebenaran pada waktu ia bekerja di pertambangan timah di Kolwezi di Zaire Selatan. Ia membantu mengawasi sidang setempat, dengan demikian memperoleh pengalaman rohani yang berguna. Sekalipun demikian, pikiran dan doa-doanya sering kali tertuju pada tanah asalnya, Ruanda, di mana hampir belum ada orang yang mendengar kabar baik.
Apa yang ia dapat lakukan mengenai hal itu? Gaspard berbicara kepada instruktur dari Sekolah Pelayanan Kerajaan yang juga seorang utusan injil. Instruktur itu bertanya kepadanya, ”Bagaimana kalau Saudara terjun ke dalam dinas perintis sepenuh waktu dan pindah kembali ke Ruanda?”
Ia bergembira atas kemungkinan itu, dan baik kenaikan pangkat di pekerjaan atau bujukan sanak-keluarganya tidak dapat menahan dia. Bantuan Yehuwa juga sangat nyata. Bukan hanya surat-surat yang diperlukan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dari biasa, tetapi majikannya dari perusahaan pertambangan itu bahkan menghadiahkan tiket pesawat untuk kembali ke Ruanda. Ia tiba di Kigali pada bulan Juni 1975. Kepindahan ini berarti pengorbanan secara materi bagi Saudara Rwakabubu; ia tidak dapat lagi tinggal di rumah milik perusahaan yang besar, hanya sebuah tempat tinggal sederhana dari batako.
Semangat dan pemahamannya akan kepribadian orang Ruanda membantu mempercepat kemajuan teokratis. Orang-orang Ruanda yang lain masuk ke dalam kebenaran dengan semangat yang sama dengan Saudara Rwakabubu. Di perhimpunan Kigali hadirin meningkat, dan jumlah penyiar naik dari 29 pada tahun 1975 menjadi 46 pada tahun 1976, kemudian sampai 76 pada tahun 1977. Ada empat puluh yang menghadiri kebaktian wilayah yang pertama, yang diadakan di ruang keluarga di rumahnya.
Pada tahun 1976 publikasi pertama dalam bahasa Kinyarwanda muncul, buku kecil ”Kabar Kesukaan dari Kerajaan”. Kemudian, pada tahun 1977, ada upaya lain untuk mendatangkan utusan injil ke Kigali. Dua pasang suami-istri diizinkan memasuki negeri itu dengan visa sementara. Setelah upaya yang keras, mereka menemukan sebuah rumah utusan injil yang memadai. Wah, sekalipun rumahnya besar, air ledeng belum terpasang, dan para utusan injil harus mandi di bawah pipa saluran air hujan. Setiap kali hujan turun, mereka buru-buru menaruh wadah-wadah yang ada untuk menampung air hujan. Suatu kali, dengan segala upaya, mereka mengisi bak air, akhirnya menjumpai bahwa sumbatnya bocor dan seluruh air mereka yang berharga habis terbuang!
Berbicara Bahasanya
Para utusan injil mengetahui bahwa untuk menyentuh hati penduduk asli dengan kabar baik, mereka harus berbicara bahasa mereka, maka mereka segera mulai belajar bahasa Kinyarwanda. Mereka membuat kemajuan yang bagus, bahkan mengesankan para pejabat setempat, yang banyak di antaranya menunjukkan sikap yang baik terhadap berita Kerajaan. Namun, tidak lama kemudian, pengaruh pemuka agama palsu mulai terasa; kepada para utusan injil tidak diberikan visa yang baru. Maka, setelah hanya kira-kira tiga bulan di negeri itu, para utusan injil pergi ke Zaire.
Karena berbagai alasan, perintis-perintis istimewa asing juga harus meninggalkan Ruanda. Saudara-saudara Ruanda setempat mengisi kekosongan, mulai merintis, dan meluaskan kegiatan pengabaran sampai ke seluruh wilayah di negeri itu. Hasilnya? Para Saksi mengabarkan berita Kerajaan ke lebih dari seratus pasar setempat. Benar-benar menyenangkan melihat kemajuan ini setelah permulaan yang terlambat!
Dengan semangat yang berkobar-kobar untuk kebenaran, Saksi-Saksi di Ruanda ingin mencicipi sukacita bergaul dengan saudara-saudara mereka dari tempat-tempat lain. Maka pada tahun 1978, ada 30 orang dari Ruanda mengadakan perjalanan ke Nairobi, yang jauhnya lebih dari 1.200 kilometer, untuk menghadiri Kebaktian ”Iman yang Berkemenangan”. Karena beberapa alasan perjalanan itu cukup sulit. Transportasi yang tidak dapat diandalkan adalah salah satu problem. Hal lain adalah bahwa perjalanan melalui Uganda yang tidak stabil secara politik berarti lusinan pemeriksaan dengan todongan senapan di beberapa blokade di jalan, bahkan penangkapan dan ancaman eksekusi. Ditambah lagi kendaraan yang beberapa kali mogok dan kesulitan-kesulitan melewati perbatasan. Dengan kesemuanya itu, perjalanan ke Nairobi memakan waktu empat hari. Namun betapa sukacitanya saudara-saudara itu ketika melihat ribuan rekan-rekan Saksi dari berbagai negara dengan damai bersatu di kebaktian di Nairobi!
Tahun-Tahun yang Sulit di Uganda
Bunyi sukacita tidak terdengar di negara tetangga yaitu Uganda selama pertengahan tahun 1970-an. Keadaan-keadaan mencemaskan melanda. Para utusan injil dan saudara-saudara asing bukan saja dipaksa meninggalkan negeri itu, tetapi seluruh penduduk khawatir akan keselamatan jiwa mereka. Kesulitan ekonomi dan pelarangan kembali atas Saksi-Saksi Yehuwa pada tahun 1975 menambah penderitaan saudara-saudara. Permohonan untuk pencabutan pelarangan tidak berhasil, meskipun sebelumnya pemerintah sudah mengumumkan kebebasan beragama.
Selama tahun-tahun itu, pelanggaran hukum tidak dibawa kepada kasus pengadilan, melainkan kepada penyiksaan dan kematian. Ini bukan tempat untuk para penakut. Perlu memiliki keberanian baja untuk dapat tetap menjadi saksi dari Allah yang benar. Dan dengan ekonomi yang merosot, keprihatinan terhadap hal-hal materi menjadi kesulitan utama dalam pikiran orang-orang, dan kecenderungan terhadap hal-hal amoral juga sama sekali tidak hilang. Jadi para Saksi berperang menghadapi berbagai kesulitan: Rasa takut akan manusia, materialisme, perbuatan amoral, spiritisme—ini hanya beberapa di antaranya. Akibatnya jumlah penyiar menurun, dari 166 pada tahun 1976 menjadi 137 pada tahun 1979. Tentu saja, menurunnya jumlah ini juga karena banyak orang meninggalkan negeri itu. Lebih dari 1 di antara 4 penyiar pergi. Namun, banyak orang yang memiliki respek terhadap Allah dan yang bersikap ramah terhadap para Saksi tetap tinggal di negeri itu.
Tahun-tahun ini merupakan ujian bagi setiap orang di Uganda dan terlebih lagi bagi para Saksi karena adanya pelarangan. Untunglah, pelarangan ini tidak dijalankan dengan keras di semua tempat. Di lokasi-lokasi tertentu pekerjaan perintis istimewa masih berfungsi dan, pada kenyataannya, bertambah luas. Para perintis istimewa ditugaskan ke kota-kota di sebelah utara di negeri itu, dan sidang-sidang tambahan segera terbentuk. Di Soroti, sebuah kota di sebelah timur laut, komisaris distriknya bahkan mengizinkan salah satu sekolah yang terbaik di kota itu digunakan untuk perhimpunan-perhimpunan sidang sekalipun ada pelarangan!
Namun, di Kampala, dua orang saudara ditangkap sewaktu mengabar dan dijebloskan ke penjara yang paling buruk di negeri itu. Rekan-rekan yang lain khawatir tidak akan melihat mereka lagi, namun syukurlah, mereka dibebaskan setelah satu minggu. Di kota Lira, tiga orang Saksi dipenjarakan selama tiga bulan karena mengabar.
Bagi masyarakat setempat, menghilangnya sanak-saudara dan tetangga, tembak-menembak pada malam hari, toko-toko yang kosong, inflasi yang sangat tinggi, dan kurangnya transportasi sudah menjadi hal yang biasa. Ratusan orang menunggu di perhentian bis, siap untuk menyerbu kendaraan yang hanya dapat memuat delapan orang. Harga transportasi yang ditetapkan pemerintah sama sekali diabaikan. Pembayaran untuk ”karcis” biasanya dilakukan pada waktu kendaraan berhenti di jalan yang sepi, dan setiap penumpang harus membayar berapa saja yang dituntut sang supir.
Bacaan yang dikirim dari Nairobi dan kunjungan saudara-saudara dari kantor cabang bagaikan manna dari surga—makanan rohani pada waktu yang tepat dan sumber penyegaran serta anjuran bagi Saksi-Saksi di Uganda. Sekalipun segala kesulitan yang menghalangi, beberapa dapat menghadiri pesta distrik di Kenya. Juga, kebaktian-kebaktian kecil setempat terus diadakan; pada salah satu pertemuan sedemikian, seorang wanita dibaptis tepat satu hari setelah ia melahirkan.
Dipelihara oleh Yehuwa
Saksi-Saksi yang terus melayani sebagai penginjil sepenuh waktu di bawah keadaan-keadaan yang sangat sulit ini benar-benar merupakan teladan iman. Salah satunya adalah Anna Nabulya, seorang saudari yang sudah berusia lanjut dari kota Masaka. Kejadian penting dalam hidupnya adalah pada waktu ia menghadiri Sekolah Dinas Perintis di Kenya. Dengan pakaian lebar ala Uganda dengan bahan kain bercorak bunga-bunga besar, ia datang ke kelas untuk dipuaskan dengan pengertian yang mendalam melalui makanan rohani dan keterangan praktis yang disampaikan!
Sanak-saudara dari Saudari Nabulya memaksa dia untuk tidak kembali ke Uganda dan tinggal dengan mereka di Kenya, sehingga terhindar dari kesulitan ekonomi, bahaya, dan ketidaknyamanan. Ia tetap pada tekadnya; ia ingin menginjil di Uganda, di mana orang-orang membutuhkan kabar baik yang menghibur. Ia berkata, ”Sekalipun kelemahan-kelemahan dari usia tua, dengan sedikit kekuatan yang saya miliki, saya akan membantu orang-orang untuk menjalin hubungan yang baik dengan Yehuwa.” Maka ia kembali ke Uganda dan melayani orang-orang sebangsanya dan Allahnya dengan setia sampai ia meninggal.
Teladan iman yang lain adalah seorang saudara perintis yang dengan berani mengabar kepada setiap pejabat militer dan polisi di daerah penugasannya yang terpencil. Pada waktu ia kehabisan uang untuk membeli kayu bakar untuk memasak, ia membakar kursi dan perabot mebel lainnya sampai datangnya kiriman uang dan bacaan Alkitab yang sangat dibutuhkan. Orang-orang di wilayahnya sangat lapar akan makanan rohani sehingga dalam satu hari ia dapat dengan mudah menempatkan 40 sampai 50 buku.
Saksi-Saksi terus diancam, ditangkap, dan diinterogasi, namun mereka bertahan. Yehuwa mengaruniakan kepada umat-Nya ”lidah seorang murid,” dan mereka bersaksi dengan berani kepada yang berwenang.—Yes. 50:4.
Saudari-saudari janda merupakan sumber anjuran bagi banyak Saksi di Kampala. Mereka tidak saja mengalami masa-masa sulit karena kehilangan suami tetapi mereka juga menderita karena kehilangan harta milik mereka. Namun, mereka mendahulukan kepentingan Yehuwa, bekerja keras dalam dinas dan menanamkan norma-norma yang saleh dalam diri anak-anak mereka. Mereka juga membantu sesama mereka belajar kebenaran, dan kemudian mereka mendapatkan sukacita karena melihat anak-anak dari pelajar-pelajar Alkitab mereka menjadi perintis. (Lihat terbitan Watchtower, 15 Februari 1985, halaman 27-31.) Yehuwa memberkati pekerjaan bergairah dari mereka yang setia, dan jumlah penyiar Kerajaan bertambah.
Jibouti—Panas dan Kering
Di seberang ujung barat daya dari Semenanjung Arab, antara Ethiopia dan Somalia, terdapat negara kecil Jibouti, dahulunya negeri Somalia Perancis. Di negeri ini terdapat pusat militer yang penting dari Angkatan Laut Perancis. Ibu kota negara, juga disebut Jibouti, terdaftar dalam beberapa almanak sebagai kota terpanas di dunia. Sekalipun keadaan-keadaannya yang seperti gurun, negeri kecil ini mempunyai daya tarik tersendiri, terutama di lepas pantai, tempat adanya deretan-deretan koral yang indah yang dipenuhi kehidupan laut.
Di tempat inilah Lembah Great Rift memanjang dari Libanon sampai ke Laut Merah, memasuki wilayah benua Afrika. Di sekitar Danau Assal dan Danau Abbé terdapat berbagai pemandangan alam yang menakjubkan—formasi garam dan gips, menara-menara batu gamping, sumber-sumber air panas, dan danau-danau yang berwarna-warni.
Lebih dari setengah penduduk negeri itu adalah dari suku Afar, yang wilayahnya sampai ke Gurun Danakil di Ethiopia. Suku yang lain, Issa, orang-orang Somalia, tinggal di ibu kota, yang terletak dekat Somalia. Panas yang membakar membuat orang-orang merasa lesu, dan mereka naik bis hanya untuk menempuh jarak 90 meter. Banyak yang kecanduan khat, obat perangsang yang tidak terlalu kuat yang ada pada daun-daun pohon yang tumbuh di dataran tinggi Yaman, Ethiopia, dan Kenya. Sebenarnya, waktu siang hari dilewatkan dengan meminum khat; hampir semua kegiatan lain berhenti pada waktu itu. Sebagian besar orang-orang itu beragama Islam dan berbahasa Perancis, Arab, Somali, dan Afar.
Pemberita kabar baik yang pertama di Jibouti adalah Claudine Vauban, saudari dari Perancis yang menikah dengan seorang tentara. Di negara Islam itu, bagi seorang wanita berkulit putih berbahaya untuk keluar sendiri di jalan. Hal ini tidak menghambat kegiatan Saudari Vauban. Ia tetap aktif dalam dinas pengabaran dan memimpin dua pengajaran Alkitab selama tiga tahun di Jibouti. Kira-kira dua tahun kemudian, pada akhir tahun 1977, seorang pemuda Jibouti yang sudah belajar kebenaran di Perancis tiba. Namun, ia mengembangkan problem-problem secara rohani dan kemudian harus dipecat.
Pada tahun 1978 seorang saudari pengungsi dari Ethiopia pindah ke Jibouti. Ia kemudian belajar bahasa Perancis dan tetap setia sekalipun jangka waktu yang cukup lama tanpa hubungan dengan Saksi-Saksi lain. Saudara-saudara yang berkunjung dari Perancis dan Ethiopia memberi pembinaan rohani kepadanya. Namun ini hanya sekali-sekali, sampai pada tahun 1981, ketika Jean Gabriel Masson, seorang pelayan sidang dari Perancis, datang bersama istrinya, Sylvie, untuk melayani di tempat yang lebih membutuhkan tenaga. Hal ini merupakan langkah yang berani dari keluarga Masson mengingat keadaan yang terpencil, dan mereka masih baru dalam kebenaran, iklim yang sama sekali lain, dan biaya hidup yang tinggi.
Tidak lama kemudian pengabaran mereka yang diorganisasi mulai menghasilkan buah. Beberapa pengungsi dari Ethiopia menerima kebenaran sebelum meninggalkan Jibouti untuk pergi ke negeri-negeri lain. Pada tahun 1982 ada 6 penyiar yang aktif; 12 yang menghadiri Perjamuan Malam. Dua bulan kemudian, selama kunjungan pengawas wilayah dari Perancis, ada tiga orang dibaptis.
Pada masa itu perhimpunan-perhimpunan diadakan di halaman rumah Saudara Masson yang sederhana, kadang-kadang dalam keadaan yang lain dari yang lain. Suatu kali seorang saudara yang berkunjung dari Nairobi sedang menyampaikan khotbah Alkitab ketika itu kucing-kucing mulai mengeong dengan suara keras, berkelahi di atas tanaman merambat yang ditambatkan ke terali di atas halaman tersebut. Suaranya menjadi begitu keras, dan tentu saja, sangat mengganggu sampai kucing-kucing yang sedang berkelahi itu jatuh dari terali tepat di depan sang pengkhotbah! Namun puncaknya adalah, segera setelah itu listrik mati, jadi semuanya duduk dalam kegelapan yang pekat. Sekalipun demikian, perhimpunan selesai dengan baik. Hadirin bertambah menjadi 18. Mengherankan untuk melihat bahwa sekalipun dengan hadirin yang begitu sedikit, perhimpunan-perhimpunan diadakan dalam empat bahasa: Inggris, Perancis, Amharik, dan Somali.
Seorang Biarawan Mengambil Keputusan
Tidak mudah bagi Saudara Masson untuk mendapat pekerjaan, namun akhirnya ia memperoleh pekerjaan mengajar. Di sekolah ia bertemu dengan Louis Pernot, seorang biarawan Katolik dan kepala sekolah di situ, yang sudah menetap di sana selama hampir 20 tahun. Pada waktu Louis menunjukkan minat yang bagus terhadap kebenaran Alkitab, Saudara Masson mengundang dia ke Peringatan kematian Kristus. ”Tidak mungkin,” kata Louis. ”Di sini, di Jibouti, semua orang mengenal saya dan mengetahui siapa saya. Bagaimana mungkin saya dapat menghadiri suatu pertemuan Saksi-Saksi Yehuwa?”
Namun, Saudara Masson mendapat akal. Ia menyarankan agar Louis datang ke rumahnya ketika seluruh penduduk Jibouti tidur siang sewaktu matahari sedang terik. Kemudian ia dapat duduk di kamar tidur di balik tirai dan menunggu sampai waktu perhimpunan dimulai. Tidak akan ada yang tahu bahwa ia hadir, dan ia dapat menyelinap pada waktu perhimpunan sudah selesai, dengan aman ditutupi kegelapan.
Maka itulah yang dilakukannya—Louis menghadiri perhimpunannya yang pertama, duduk di balik tirai dari kamar tidur Masson! Meskipun ia tidak mengerti banyak mengenai keterangan Alkitab itu, ia terkesan oleh dalamnya pembahasan Alkitab.
Kemudian Saudara Masson menganjurkan ia memilih salah satu dari buku-bukunya untuk dibawa pulang. Karena Louis seorang pendidik, ia memilih buku Masa Remaja—Manfaatkanlah Sebaik-baiknya. Ia sering bertanya-tanya mengapa agamanya tidak memberikan keterangan yang jelas untuk membantu kaum muda dengan problem-problem mereka di dunia dewasa ini. Ia berpikir bahwa agama yang benar dari Allah harus memberikan bimbingan yang baik tanpa mengkompromikan Firman-Nya. Louis mulai membaca buku Remaja malam itu. Ia tidak dapat berhenti membaca. Keesokan harinya ia mengatakan kepada Saudara Masson bahwa ia telah menemukan kebenaran. Pada minggu yang sama, ia mengundurkan diri bukan saja sebagai biarawan tetapi juga sebagai seorang Katolik!
Hal ini tentu sangat menarik perhatian, dan tidak lama setelah itu Saudara dan Saudari Masson diperintahkan untuk meninggalkan republik yang kecil itu. Suatu hal yang sangat menyedihkan bagi Saksi-Saksi setempat, karena ada 44 orang menghadiri Peringatan kematian Kristus. Saudara Masson memohon kepada pemerintah dan diberikan perpanjangan tinggal selama satu bulan; setelah itu ia pergi ke wilayah Perancis di Mayotte, di Lautan Hindia.
Sampai keberangkatan Masson, tiap hari diadakan pengajaran Alkitab dengan Louis, yang pada waktu itu menyadari bahwa ia harus berdiri sendiri. Setelah keluarga Masson pergi, seorang rohaniwan perintis dapat datang ke Jibouti untuk membantu Louis secara rohani.
Akan tetapi, karena banyak alasan, Saksi-Saksi tidak ada yang menetap di sana. Maka, Louis yang baru dibaptis harus berdiri teguh sekalipun secara relatif ia terpencil secara rohani selama bertahun-tahun. Berkali-kali ia harus menghadap pihak yang berwenang, diperiksa, dan kemudian diberi peringatan mengenai kegiatannya dalam mengabar. Ia tidak pernah goyah; ia bahkan melayani sebagai perintis ekstra. Namun akhirnya, ia kehilangan pekerjaan karena imannya. Louis menyerahkan perkaranya ke tangan Yehuwa dan maju terus sampai ia menemukan jalan lain untuk mencari nafkah.
Dewasa ini, kelompok kecil penyiar di Jibouti terus memberitakan kebenaran Alkitab kepada penduduk di sana. Baru-baru ini, Saksi-Saksi dari luar Jibouti pindah ke Jibouti, dengan demikian memberikan semangat baru.
Upaya yang Diperbarui di Somalia
Bertahun-tahun setelah utusan injil Vito dan Fern Fraese berangkat untuk penugasan lain pada tahun 1963, tidak ada kesaksian Kerajaan yang jelas dilakukan di Somalia. Akhirnya, seorang saudara Eropa yang lahir di Somalia berlibur di daratan yang banyak pantainya itu pada akhir tahun 1980. Ketika berada di sana, ia menemukan beberapa orang yang berminat akan kabar baik. Orang-orang seperti domba ini dibantu lebih lanjut oleh Saksi-Saksi yang berlainan yang kadang-kadang berkunjung ke negara itu.
Belakangan, seorang saudara Italia datang untuk bekerja di Mogadishu, kota pelabuhan dan ibu kota, dalam rangka suatu kontrak pembangunan. Kurangnya pengalaman ia gantikan dengan semangat. Ia mengambil risiko dan berbicara tentang kabar baik kepada siapa pun yang ia temui, termasuk orang-orang Muslim. Di antara orang-orang Muslim ini, ada seorang setengah umur yang mendengarkan dengan saksama. Ia melihat terang kebenaran. Karena pria ini banyak bepergian, ia berpikiran terbuka dan menerima pengajaran Alkitab. Kemudian kontrak kerja saudara Italia ini berakhir, dan ia harus meninggalkan negeri itu. Namun, keluarga Italia lain pindah ke Somalia, dan mereka memberikan bantuan seterusnya kepada pria yang berminat itu.
Kemudian, seorang wanita yang sebelumnya telah menunjukkan minat terhadap kebenaran selama ia tinggal di Eropa kembali ke Somalia bersama suaminya. Ia berupaya menemukan Saksi-Saksi. Maka, terbentuklah sebuah kelompok kecil. Perhimpunan-perhimpunan diadakan, dan bahkan ada kunjungan pengawas wilayah. Akhirnya, pada tahun 1987, wanita ini dibaptis. Ia benar-benar bersukacita. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun sampai ia tiba pada tahap ini. Tidak mengherankan jika kemajuan rohaninya terhambat karena ia harus bepergian dari satu negeri ke negeri lain dan harus belajar bahasa-bahasa baru, namun sekarang, tidak ada yang dapat menghalanginya. Ia segera memimpin beberapa pengajaran Alkitab dan tergetar ketika sepasang suami-istri ikut memuji Allah bersamanya. Sang istri menjadi Saksi pertama yang berkebangsaan Somali.
Sangat menyedihkan, keadaan ekonomi dan keamanan di negeri itu begitu merosot sehingga banyak orang asing bahkan orang-orang setempat pergi meninggalkan negeri itu. Pada akhir tahun 1990, semua penyiar juga sudah pergi. Hal ini mungkin ada untungnya, karena perang saudara pada tahun 1991 memporak-porandakan negeri itu, dan Mogadishu diteror dengan pembunuhan-pembunuhan secara membabi-buta.
Somalia bukan satu-satunya negeri yang diguncang revolusi. Hampir dua dekade sebelumnya, suatu badai perjuangan rakyat juga menyapu Ethiopia.
Revolusi di Ethiopia
Pada tahun 1974, kekaisaran yang bersejarah di Ethiopia mulai runtuh. Karena ingin mempromosikan ideologi baru, pihak militer merebut kekuasaan dari raja yang sudah tua dan memprakarsai reformasi besar-besaran. Untuk yang pertama kalinya dalam hidup mereka, kaum revolusioner muda merasakan kuasa yang datang dari senjata yang mereka panggul yang dapat membunuh dengan sekejap. Jam-jam malam diberlakukan, slogan-slogan diperdengarkan, seperti ”Ethiopia Dahulu!” Dan tidak ada pembangkang politik yang ditoleransi.
Ini bertepatan dengan waktu untuk perkembangan-perkembangan yang baik bagi umat Yehuwa di Ethiopia. Puncak 1.844 penyiar dicapai pada tahun 1974, dan buku Kebenaran telah diterjemahkan ke dalam bahasa Amharik. Hadirin pada Peringatan kematian Kristus membengkak sampai 3.136. Pekerjaan kesaksian, dengan bantuan para perintis istimewa yang baru diangkat, meluas ke seluruh propinsi Ethiopia untuk pertama kalinya. Namun, ini juga adalah waktu untuk keadaan yang tidak menentu. Ada sidang-sidang yang dapat berhimpun dengan bebas, sementara beberapa perintis istimewa sedang dipenjarakan.
Perang gerilya berlanjut di propinsi Eritrea sebelah utara. Sidang di kota Cheren (Keren) sama sekali terputus dari dunia luar. Tidak ada air, makanan, atau listrik. Dengan jam-jam malam berlaku mulai dari petang sampai subuh, bagaimana Perayaan kematian Kristus, yang tidak dapat dimulai sebelum matahari terbenam dapat diselenggarakan? Upacara yang khusuk menjadi kejadian yang lain dari yang biasa, karena semua Saksi harus datang awal, sebelum matahari terbenam, dan bersiap-sedia untuk tinggal sepanjang malam di tempat perhimpunan sampai jam malam berakhir pada waktu subuh. Benar-benar malam yang indah untuk bergaul!
Bagi para Saksi perkembangan positif lain menyusul. Selama tahun 1975 Sekolah Pelayanan Kerajaan yang pertama dalam waktu sembilan tahun diselenggarakan demi manfaat para penatua di Ethiopia. Program kebaktian wilayah disampaikan kepada hadirin sebanyak lebih dari 2.000. Izin diperoleh untuk mengimpor bacaan kita. Pengiriman seberat tujuh ton, termasuk 40.000 buku dari luar negeri, tiba di Addis Ababa. Tahun berikutnya, 1976, kota Asmara, tidak seperti biasanya, mengalami masa yang tenang dari kegiatan gerilya, dengan demikian Sekolah Pelayanan Kerajaan dapat diselenggarakan. Saksi-Saksi setempat melaporkan bahwa tepat setelah sekolah itu berakhir, penembakan dan ledakan-ledakan roket segera mulai lagi.
Teror Merah!
Perubahan yang memburuk melanda para Saksi. Pada awal tahun 1976, pihak berwenang mengeluarkan surat edaran yang menentang Saksi-Saksi Yehuwa. Kira-kira pada pertengahan tahun itu, Kampanye Teror Merah mulai bergerak dan menyapu semua musuh revolusi. Penyembah-penyembah Yehuwa juga menjadi sasaran. Mereka secara tidak benar dituduh sebagai musuh. Penangkapan-penangkapan menyusul.
Betapa senangnya Gereja Ethiopia Ortodoks melihat hal ini! Mereka menggunakan keadaan ini untuk melancarkan serangan mereka sendiri terhadap para Saksi. Di sebelah selatan ibu kota, di sebuah kota kecil Mojo, para pendeta membentuk sebuah gerombolan sebanyak 600 orang untuk menyerang dan membunuh para Saksi, namun polisi menghadang dan mencegah mereka agar tidak menimbulkan kerusakan yang serius. Aksi gerombolan yang serupa terjadi di Bahir Dar, di mata air Sungai Nil Biru.
Di seluruh negeri, penggeledahan rumah kemudian menyusul, dengan ketelitian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan kebun-kebun digali dan lantai-lantai papan dibongkar sewaktu mencari publikasi-publikasi Alkitab, mesin-mesin tik, dan bahan yang bersangkutan.
Di Asmara, polisi mendatangi rumah seorang perintis istimewa yang berasal dari daerah pinggir kota yang diduduki gerilyawan. Mereka memeriksa dia dan menemukan formulir laporan dinasnya. Tertera di formulir tersebut beberapa tulisan singkatan yang membuat mereka curiga. Kemudian mereka memaksa perintis itu untuk menunjukkan kepada mereka tempat dari pengawas kota, Gebregziabher Woldetnsae. Karena mereka berharap untuk menangkap pemimpin gerilya, beberapa truk tentara bersenjata dengan cepat tiba di tempat kerja Saudara Gebregziabher.f Mereka mengepung kantornya, kemudian menerobos masuk dengan pucuk senapan yang siap menyerang. Mereka meneriakkan nama Saudara Gebregziabher, menangkapnya, dan membawa dia pergi. Rekan-rekan sekerjanya merasa yakin bahwa mereka tidak akan pernah melihatnya lagi.
Di markas angkatan darat tentara-tentara menginterogasi Saudara Gebregziabher. Ia menjawab semua pertanyaan dengan terus-terang, memberikan kesaksian mengenai pekerjaan pengabaran kita dan menjelaskan singkatan-singkatan yang misterius dari ”maj, KK, PAR”, dan sebagainya. Tulisan tersebut hanyalah sekadar catatan tentang apa yang dikerjakan perintis istimewa itu dalam dinas pengabarannya pada bulan itu, seperti misalnya, jumlah majalah yang ditempatkan, kunjungan kembali yang dilakukan, dan pengajaran Alkitab yang dipimpin. Mereka mencecar dengan pertanyaan-pertanyaan, ”Apa! Jadi ini tidak ada hubungannya dengan senjata, amunisi? Siapa yang akan percaya ini? Mengapa menggunakan kode ini?”
Ketulusan dan kerja sama Saudara Gebregziabher mengesankan mereka, namun mereka tetap ragu-ragu. Akhirnya pejabat yang lebih tinggi bertanya, ”Bagaimana kita dapat yakin bahwa kamu benar-benar seorang Saksi Yehuwa?” Saudara itu mencari-cari sesuatu untuk ditunjukkan sebagai identitas, namun tidak menemukan apa-apa. Akan tetapi, tunggu—terselip di antara barang-barang yang lain ada sebuah kartu di mana tercetak: ”Jangan Beri Transfusi Darah”. Ketika pejabat itu melihat kartu itu, ia berkata, ”Ya, itu cukup. Kamu boleh pergi.” Pada waktu saudara kita kembali ke kantornya, rekan-rekan sekerjanya mengira bahwa ia sudah dibangkitkan!
Hasil yang Tidak Diduga
Di kota Asmara sejumlah saudara berkumpul di sebuah rumah. Sekelompok anak muda mengintai tempat ini dan segera melaporkan kepada polisi mengenai pertemuan yang diadakan. Mereka menjelaskan bahwa ada dua vila dan bahwa di depan salah satunya ada seorang anak perempuan sedang bermain. Di dalam rumah inilah para Saksi sedang berkumpul!
Polisi pergi untuk mendapatkan Saksi-Saksi itu. Sementara itu si anak perempuan kecil pindah tempat. Ia mulai bermain di depan vila yang lain. Polisi menyergap rumah itu dan hanya menemukan sekelompok kecil orang dari suatu keluarga. Polisi-polisi itu merasa malu dan kembali ke kantor polisi, merasa kesal terhadap anak-anak muda itu, menganggap bahwa anak-anak itu telah mempermainkan mereka.
Iklim politik dan sosial tidak menguntungkan bagi para Saksi. Orang-orang dianjurkan untuk mengucapkan slogan-slogan politik, berpartisipasi dalam pemilihan-pemilihan yang bersifat politik, dan menyumbangkan uang, makanan, dan peralatan demi kepentingan perang. Namun, di tengah-tengah semua ini, dengan bantuan saudara-saudara yang berani, bacaan-bacaan Alkitab yang sangat berharga diselundupkan dari luar negeri ke Ethiopia.
Para Gembala yang Rela Berkorban
Di Eritrea, para gerilyawan telah memutuskan hubungan beberapa sidang dengan dunia luar. Namun, ada gembala-gembala yang pengasih memberi anjuran kepada saudara-saudara di sana. Seorang pengawas wilayah merencanakan perjalanan sejauh 92 kilometer ke Cheren dengan konvoi suplai untuk tentara. Bayangkan, berjalan dengan 100 truk, dilindungi oleh 5 tank dan 30 kendaraan bersenjata.
Di tengah jalan, pertempuran besar terjadi, karena gerilyawan mengepung konvoi. Para penyerang bermaksud merampas semua perlengkapan yang ada, sebagaimana sering mereka lakukan sebelumnya. Setelah pertempuran hebat selama 30 menit, konvoi itu dapat menerobos dan berhasil lolos. Dengan demikian pengawas wilayah itu dapat mengunjungi sidang yang terisolasi dan membina saudara-saudara di sana.
Namun, untuk perjalanan pulang pengawas wilayah ini, tidak ada konvoi dan tidak ada sarana transpor yang lain. Jalan satu-satunya adalah berjalan kaki sepanjang jalan kembali. Ini sangat berbahaya. Perjalanan itu ditempuhnya dalam waktu tiga hari dan termasuk perjalanan panjang tanpa berhenti pada malam hari.
Selama waktu yang penuh keresahan dan ketakutan ini, ada penyiar-penyiar, termasuk beberapa yang bagus, mengucilkan diri. Yang lain-lain menjadi tidak aktif, dan yang lain lagi melarikan diri dari negeri itu. Akibatnya, jumlah penyiar merosot.
Pada tahun 1979, ada 80 saudara yang dipenjarakan karena sikap netral mereka. Pada bulan April tahun itu, pengawas kota Asmara, Gebregziabher Woldetnsae, dalam perjalanannya mengunjungi saudara-saudara di daerah pedesaan yang terkepung, secara tragis, terbunuh dalam suatu kecelakaan. Sekalipun semua berita yang menyedihkan ini, mereka yang dengan setia bertahan dapat tetap melihat dukungan Yehuwa yang penuh kasih.
Pemurnian dan Ujian Iman Lebih Lanjut
Pada waktu tahap pertama revolusi sudah berlalu dan negeri itu mulai agak tenang, warga-warganya merasa seakan-akan mereka berada dalam kekosongan rohani. Di depan mata kepala sendiri, mereka menyaksikan gereja-gereja mereka berkompromi dan dukungan populer yang diberikan runtuh. Beberapa Saksi juga menjadi tidak stabil secara rohani. Sangat menyedihkan, namun perlu, untuk melihat 23 orang penatua dan pelayan sidang kehilangan hak istimewa dinas mereka pada tahun 1981. Mereka menjadi tidak tetap tentu dalam dinas pengabaran. Suatu pembalikan terjadi bagi sidang itu, dan alangkah senangnya melihat kebanyakan dari saudara-saudara tersebut sejak itu mendapat kembali hak-hak istimewa sidang mereka yang sebelumnya.
Ujian-ujian lain, termasuk masa-masa kekurangan makanan yang hebat, menyusul. Sebenarnya tahun-tahun ujian telah menghasilkan iman yang kokoh, dan teruji dalam diri saudara-saudara Ethiopia.—1 Ptr. 1:6, 7.
Sudan—Pertumbuhan di Bawah Kesukaran
Dibutuhkan waktu dua tahun, dari bulan Agustus 1974 sampai 1976, untuk mencapai puncak baru 101 penyiar di Sudan. Saat-saat tegang mewarnai masa ini. Upaya kudeta sering terjadi, kecurigaan politik ada di mana-mana. Kadang-kadang para penyiar dan penatua diinterogasi polisi. Kesulitan ekonomi, dengan naiknya harga-harga dan kurangnya barang-barang kebutuhan, menciptakan kekhawatiran akan hal-hal materi yang memperbudak banyak orang. Maka, pertumbuhan penyiar menjadi lambat. Pada bulan April 1981 puncak penyiar hanya 102.
Di selatan ada dua macam kesulitan bagi pengawas-pengawas wilayah untuk membuat kunjungan yang teratur ke sidang-sidang: Perang gerilya atau kurangnya bensin, yang dapat mengganggu transportasi kapan saja, dan problem-problem dengan keadaan selama perjalanan. Hal ini dapat berarti dijejalkan ke belakang truk yang sudah penuh sesak dan diguncang naik-turun sepanjang hari atau merayap dengan kecepatan 10 kilometer per jam di atas kereta yang penuh sesak, dengan dua penumpang setiap kursi dan penumpang-penumpang gelap di atas atap kereta. Perjalanan melalui udara juga tidak mudah. Ini bisa berarti menunggu selama seluruh minggu, menunggu sampai pesawat tiba, dan dengan pemberitahuan keberangkatan kurang dari satu jam di muka. Namun, sidang-sidang benar-benar menghargai kunjungan pengawas wilayah! Sukacita dan keramahan mereka tidak dapat dilukiskan.
Pada tahun 1982 semangat merintis dikobarkan. Hal ini menghasilkan berkat-berkat yang limpah. Dalam waktu lima tahun, jumlah perintis meningkat sampai 86, dari 7. Selama satu bulan, 39 persen dari semua penyiar ikut serta dalam dinas sepenuh waktu, dan bulan itu adalah bulan yang terpanas sepanjang tahun, dengan rata-rata temperatur siang lebih dari 40° C. Pada tahun 1987 lebih dari 300 penyiar yang aktif, dan hampir 1.000 orang hadir dalam Peringatan kematian Kristus. Rata-rata jam penyiar adalah 20 jam setiap bulan.
Banyak anak muda maju dengan pesat dan memenuhi syarat untuk dilantik sebagai pelayan sidang dan, pada waktunya, sebagai penatua, dengan demikian lebih memperkuat sidang. Pada tahun 1987, akhirnya, sebuah sidang dibentuk di seberang Sungai Nil di kota bersejarah Omdurman. Sidang tersebut mempunyai wilayah dengan satu juta orang. Juga, di kota Port Sudan, muncul sekelompok Saksi-Saksi.
Namun, pertumbuhan kebanyakan datang dari orang-orang bagian selatan, orang-orang tinggi yang berkulit hitam dengan perawakan atletis yang sering ditandai dengan banyak torehan dan perhiasan-perhiasan pada wajah dan tubuh mereka. Orang-orang yang berasal dari Sudan utara dan Mesir juga menerima kebenaran, dan berbagai pengungsi melihat sinar harapan dari Allah bagi umat manusia. Semua kelompok menunjukkan gairah dan ketekunan dalam dinas Yehuwa. Pekerjaan kesaksian sering menuntut perjalanan yang jauh di bawah matahari yang membakar. Dibutuhkan banyak kebijaksanaan untuk mengatur perhimpunan-perhimpunan, karena pekerjaan belum diakui secara hukum.
Mencicipi Roti Kehidupan dari Allah
Pada tahun 1983, kaum fundamentalis Muslim memperkenalkan Shariʽa, hukum Islam, di Sudan. Musuh-musuh umat Yehuwa memanfaatkan keadaan yang penuh semangat agama ini untuk memusatkan perhatian kepada Saksi-Saksi, yang kini harus berhimpun dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Sebagaimana dipublikasikan secara luas, selama tahun-tahun belakangan bahaya kekeringan menyapu daerah Sahelia di Afrika, termasuk Sudan. Hal ini terjadi pada waktu perang saudara mulai pecah lagi, yang mengakibatkan banyak kelaparan dan penderitaan. Namun, hal ini menghasilkan efek sampingan yang menarik: Banyak orang muda yang pindah ke ibu kota dari berbagai daerah yang terpencil di Sudan. Di sana mereka mencicipi Roti Kehidupan dari Allah, yang mungkin tidak mereka temukan di tempat mereka sebelumnya yang terisolasi. (Yoh. 6:35) Hal ini mempercepat pertambahan.
Kelaparan secara Fisik, namun Kelimpahan secara Rohani
Pada tahun 1988 cuaca yang tidak normal membawa curahan hujan dalam jumlah yang besar ke daerah Khartum, mengakibatkan ribuan orang kehilangan rumah dan ada yang meninggal. Banyak Saksi dengan anak-anak mereka juga terkena bencana. Seorang ayah berdiri di luar, di tengah-tengah kegelapan yang pekat, mengangkat anaknya tinggi-tinggi sementara hujan lebat terus turun dan permukaan air terus naik sampai ke paha. Tiang-tiang listrik tumbang, rumah-rumah batako ambruk, dan toilet-toilet di luar rumah anjlok, membuat lubang-lubang yang tersembunyi dan mencemarkan air. Jalan-jalan banjir, memutuskan hubungan seluruh bagian-bagian kota. Mobil-mobil mogok terbenam dalam lumpur dengan sedikit harapan dapat ditarik ke luar. Dibutuhkan berhari-hari sebelum ”danau-danau” baru tersebut kering.
Yang dengan berani menghadapi bahaya-bahaya ini adalah para penatua yang penuh perhatian. Dengan cepat mereka mengatur agar dapat menghubungi kawanan yang sedang menderita. Tindakan-tindakan pertolongan segera dimulai. Badan Pimpinan memastikan agar bantuan-bantuan tambahan dilaksanakan. Yang sangat mengagumkan adalah bahwa, dengan semua keadaan ini, dinas pengabaran tetap dilakukan dengan giat.
Badai jenis lain juga memukul Sudan dengan keras. Sebuah kudeta membawa perubahan dalam pemerintahan dan memperbarui kepentingan masyarakat Islam. Perang saudara berkelanjutan, musim kering, dan pembatasan-pembatasan dalam hal impor mengakibatkan keadaan ekonomi yang mencekik. Kelaparan masih menghantui kota-kota besar untuk meminta korban.
Karena banyak yang mengungsi akibat kelaparan dan peperangan, Juba, kota utama di selatan, membengkak penduduknya menjadi lebih dari seperempat juta orang. Namun, para gerilyawan mengeraskan cengkeramannya terhadap Juba. Maka, untuk waktu yang lama, kota tersebut sama sekali terputus hubungannya dengan dunia luar. Bantuan untuk saudara-saudara kita sering tiba pada saat yang tepat, persis pada saat persediaan mereka nyaris habis.
Namun, pelatihan untuk para perintis yang bertambah banyak terus berlanjut, demikian juga pergaulan rohani yang tetap tentu. Persediaan makanan rohani tidak kurang. Seraya kebenaran menyebar lebih luas lagi di selatan, kelompok-kelompok dan sidang-sidang baru terbentuk di berbagai kota.
Di tengah-tengah semua tekanan ini, ada hal-hal yang mengejutkan terjadi pada tahun 1990. Pertama-tama, satu propinsi selatan memberikan keabsahan hukum kepada Saksi-Saksi Yehuwa.
Kesaksian oleh Seorang Bukan Saksi
Kemudian, pada tanggal 2 November, seorang penceramah Muslim yang memiliki reputasi internasional memberikan penyajian yang sangat baik mengenai Saksi-Saksi Yehuwa kepada sekelompok besar pejabat yang berkumpul pada sebuah seminar. Ia menjelaskan apa yang kita percayai kepada mereka, kenetralan kita terhadap soal-soal politik, upaya-upaya pengajaran kita kepada umum, dan pekerjaan yang membawa manfaat kepada masyarakat umum. Selain itu semua, seluruh ceramahnya disiarkan di televisi nasional pada hari Minggu berikutnya, dengan demikian memberi kesaksian kepada orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat dan dalam skala yang seakan-akan tidak terbayangkan. Apa hasil kesaksian akbar ini? Banyak komentar yang menyenangkan terdengar, kesalahpahaman dijernihkan, minat yang lebih lanjut terhadap kebenaran terbentuk. Sesungguhnya, para pejabat pemerintah merasa dianjurkan untuk meniru semangat rela berkorban yang diperlihatkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
Saksi-Saksi di Sudan benar-benar terus mencari dahulu Kerajaan Allah dan dengan senang hati menyumbangkan hampir 20 jam setiap penyiar dalam dinas setiap bulan. Maka itu, sekalipun ada banyak kesulitan, termasuk bencana kelaparan, kebenaran mengenai Kerajaan Allah sebagai satu-satunya jalan keluar yang tahan lama bagi problem-problem manusia diberitakan di Sudan seperti tidak pernah dilakukan sebelumnya.
Yaman—Jalan Perdagangan
Pada tahun-tahun belakangan ini seorang saudari yang berbakti dari Sudan mendapat kesempatan yang jarang untuk membiarkan terangnya bercahaya di negeri Yaman yang terpencil, yang ada di sudut barat daya Semenanjung Arabia. Pada zaman Raja Salomo yang bijaksana, rute perdagangan dimulai di situ, dan terus melalui wilayah yang mungkin dikuasai Ratu Syeba. Sekarang, bersama saudari Sudan kita, beberapa Saksi berada di Sudan sehubungan dengan kontrak kerja. Dengan bantuan Yehuwa mereka dapat saling bertemu. Dalam cara yang bijaksana, mereka menceritakan kepada orang lain mengenai iman mereka dan bahkan menemukan orang-orang yang mau belajar Alkitab.
Agama Islam masih sangat kuat di negeri pegunungan ini, tempat tradisi-tradisi tua berkuasa. Kebanyakan wanita sama sekali ditutup kain, dan kaum prianya dengan bangga memperlihatkan belatinya di sabuk mereka. Sangat menyedihkan waktu mendengar bahwa seorang saudara setengah umur dari Afrika, dalam keadaan sehat, tiba-tiba meninggal pada suatu malam. Sebabnya masih tidak diketahui. Namun, pekerjaan pengabaran tetap dilaksanakan.
Pada tahun 1986, Peringatan kematian Kristus dihadiri oleh 15 orang. Sejak waktu itu beberapa di antaranya sudah pindah ke luar negeri. Maka, laporan dinas dan perhimpunan tidak lengkap, namun perhimpunan-perhimpunan tetap diadakan. Seorang saudari dari negara lain, sekalipun terpisah dari penyiar-penyiar lain, memimpin beberapa pengajaran Alkitab. Maka, sebagai penggenapan Matius 24:14, bahkan di negeri ini pun kesaksian diberikan.
Di seberang Laut Merah dari Yaman, terdapat sebuah negeri yang dulu pada akhir tahun 1970-an adalah tempat memberi kesaksian yang merupakan soal hidup dan mati.
Pemelihara Integritas di Ethiopia
Di Ethiopia, tentangan yang kuat datang dari Pemerintah. Pihak yang berwenang menjatuhkan hukuman mati kepada dua orang Saksi, namun saudara-saudara itu tidak jadi dieksekusi. Saksi-Saksi ditekan untuk melanggar hati nuraninya, para penganiaya bahkan menodongkan pistol di pelipis mereka.
Tekanan ekonomi hampir menggenapi nubuat Wahyu secara harfiah yang menyatakan bahwa ”tidak seorangpun yang dapat membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya”. (Why. 13:17) Alkitab sukar diperoleh. Pemerintah semakin menguasai kehidupan orang-orang. Dituntut visa untuk bepergian di dalam negeri. Pria, wanita, dan anak-anak diharuskan bergabung dengan partai-partai politik.
Pada bulan Maret 1978, Wubie Ayele dipukuli sampai mati karena berpegang teguh kepada prinsip-prinsip Alkitab. Dalam bulan-bulan berikutnya, Ayele Zelelew, seorang perintis dan penatua, dan Hailu Yemiru, seorang penyiar, dibunuh, dan mayat mereka dibiarkan tergeletak di jalan di Addis Ababa sepanjang hari, dipertontonkan kepada umum.
Tekanan meningkat. Siaran radio, surat kabar, dan polisi menyerang para Saksi. Kadang-kadang, lebih dari seratus saudara ditahan di penjara. Beberapa dibebaskan, termasuk mereka yang sudah melewatkan dua setengah tahun dalam penjara di bawah penyiksaan. Ada yang bahkan menjadi perintis ekstra di penjara!
Kemudian rencana yang keji dirancang—berantas Saksi-Saksi Yehuwa. Ketika beberapa orang Saksi mengetahui rencana ini, takut akan manusia melanda mereka. Selain itu, ada kesulitan ekonomi; daging dan gandum sukar didapat, demikian juga ban mobil, bensin dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya.
Lebih dari seratus Saksi tetap setia, bahkan setelah mereka kehilangan pekerjaan—suatu ujian iman yang cukup berat bagi mereka yang harus memberi makan keluarga yang besar. Namun, betapa menghangatkan hati untuk melihat Saksi-Saksi yang mempunyai pekerjaan membantu menanggung beban ekonomi dari mereka yang berkekurangan, suatu pernyataan kasih sesuai teladan umat kristiani yang mula-mula! (Kis. 4:32) Dalam masa yang sangat sukar ini, para Saksi membutuhkan banyak bimbingan dan anjuran rohani, dan ini diberikan di bawah bimbingan Yehuwa.
Terus Berani
Kasus-kasus penangkapan dan pengadilan terus dilancarkan seperti borok yang bernanah. Seorang perintis sudah ditangkap sebanyak 15 kali sejak tahun 1972. Anak-anak seusia 14 tahun dipenjarakan, beberapa berada di penjara selama lebih dari 4 tahun. Mereka tidak kompromi! Kemudian datang wajib militer untuk mendukung upaya perang. Sekarang wanita-wanita muda pun harus turut serta. Banyak Saksi yang menggunakan waktu mereka di penjara untuk merintis ekstra, membantu tahanan lain belajar kebenaran Alkitab. Seorang saudari diperbolehkan meninggalkan penjara sebentar untuk melahirkan, dan setelah itu ia harus kembali ke selnya.
Seorang saudara yang berani ketika sedang pergi ke luar kota dengan mobil tiba-tiba menyadari bahwa ia lupa menyembunyikan bungkusan bacaan Alkitabnya. Bungkusan itu terletak di bawah dashboard mobil, mudah terlihat. Ia berdoa untuk tempat persembunyian yang cocok, namun seakan-akan tidak ada tempat untuk menyelipkan bungkusan yang tebal itu. Ia harus membiarkannya di situ, dan menaruh keyakinan kepada Yehuwa. Bayangkan keheranannya pada waktu melewati sembilan pos pemeriksaan di jalan, beberapa di antaranya adalah penggeledahan seluruh mobil dengan teliti, tidak ada satu petugas pun yang mencurigai bungkusan itu!
Pada bulan Desember 1982, enam orang Saksi ditangkap karena mengambil sikap netral Kristen. Mereka juga pria-pria yang berani dan membantu rekan-rekan sepenjaranya untuk berpegang pada harapan Kerajaan. Setelah tiga tahun, mereka dipindahkan dari penjara, dan tidak pernah terlihat lagi. Semuanya dieksekusi.
Di Dese, bagian utara-tengah dari negeri ini, Demas Amde, seorang guru sekolah dan ayah dari lima orang anak berada di penjara selama lebih dari lima tahun yang penuh dengan penganiayaan: Mula-mula, kerja keras; kemudian enam bulan berada di sel yang terisolasi dengan dirantai pada posisi membungkuk, diikuti dengan keadaan sakit tanpa perawatan medis; berikutnya, harus telanjang selama dua bulan, kena infeksi karena kutu busuk; setelah itu dipindahkan ke sel lain tempat para tahanan yang sekarat karena tipus. Akhirnya, setelah kesehatannya hancur dan tubuhnya melemah karena kanker, ia dibebaskan dari penjara untuk mati. Ia meninggal, pada tanggal 4 Februari tahun 1991, setia sampai akhir dan dengan harapan yang teguh akan kebangkitan.—Bandingkan Ibrani 11:37-40.
Saksi-Saksi yang lain dibiarkan hidup. Seorang saudara yang sedang dalam perjalanan ke luar kota ditangkap dan dicurigai sebagai anggota gerakan gerilya. Ia tidak dapat diam dan sekalipun besar risikonya, dengan berani ia menyatakan bahwa ia seorang Saksi Yehuwa. Tak seorang pun mempercayainya, dan ia dimasukkan ke dalam penjara dengan tahanan-tahanan lain.
Bagaimana ia melewatkan malam hari? Daripada meratapi keadaannya, ia mempergunakan kesempatan yang ada untuk memberitakan kabar baik kepada yang lain-lain. Pada pagi harinya, betapa mengejutkan ketika beberapa rekan tahanannya dikeluarkan dari sel dan ditanyai oleh para petugas, ”Orang macam apa yang kami masukkan di sel kalian kemarin malam?” tanya petugas-petugas itu.
”Oh, orang yang berkhotbah hampir sepanjang malam dan membuat kami tidak bisa tidur itu?” jawab mereka. Dengan mudah para petugas dapat mengenali bahwa pria ini memang salah seorang dari Saksi-Saksi Yehuwa. Pernyataan imannya kepada umum membuka pintu penjara; ia dibebaskan!
Di sebelah selatan dari negeri tersebut, seorang pria yang berminat bertahan dengan setia di penjara selama empat tahun. Untuk tahun pertama, kedua kakinya dirantai; ia dimasukkan ke dalam sel yang terisolasi selama enam bulan. Pada waktu barang-barang milik pribadinya dikembalikan kepada sanak-keluarganya, mereka yakin bahwa ia telah dieksekusi. Ia hidup dari sedikit makanan dan kemudian, dalam keadaan tubuhnya yang semakin lemah, ia dijatuhi hukuman mati. Namun hukuman ini diubah oleh pejabat yang lebih tinggi kedudukannya.
Beberapa kali yang lain, pelacur-pelacur dimasukkan ke selnya untuk menggoda dia. Setelah tiga tahun, ia merasa dianjurkan karena dapat menceritakan imannya kepada orang lain; seorang peminat dipenjara bersama-sama dengan dia. Namun, mengenai pembebasannya, kelihatan tidak ada harapan. Pada suatu hari, sama sekali tidak disangka-sangka, ia diberi tahu bahwa ia bebas! Sekarang, akhirnya, ia mempunyai kesempatan untuk melambangkan pembaktiannya kepada Yehuwa dengan baptisan!
Delapan Kali Dihukum Mati!
Di Debre Zeit, sebuah kota dekat pusat Ethiopia, seorang perintis, Worku Abebe, ditangkap karena pendiriannya yang netral. Hukumannya—eksekusi malam itu juga. Namun, sebelum hukuman dilaksanakan, 20 saudara dan saudari lain ditangkap di kota yang berdekatan. Kalangan berwenang percaya bahwa yang 20 ini akan berkompromi jika mereka melihat Saudara Worku dibunuh. (Para petugas mengira bahwa dia adalah ”pemimpinnya”.) Jadi para petugas di kota yang berdekatan itu ingin agar Saudara Worku diserahkan kepada mereka untuk dihukum mati.
Perpindahan penjara tersebut memberi kesempatan kepada Saudara Worku untuk menjelaskan kepercayaannya di hadapan 300 orang. Saudara Worku memanfaatkan kebiasaan setempat untuk tidak memotong pembicaraan seseorang, ia berbicara selama empat jam untuk menyampaikan ceritanya, dengan menyebutkan sejarah Saksi-Saksi Yehuwa mulai dari Habel sampai sekarang. Pada waktu ia selesai, seorang pejabat berkata, ”Orang ini perlu dipisahkan dari yang lain. Ia hampir-hampir meyakinkan saya!”
Pada suatu sore, para penjaga penjara menggiring dia dan tahanan-tahanan Saksi lainnya ke tepi sungai untuk dieksekusi. Dengan mengarahkan pucuk senapan kepada para Saksi, mereka bertanya, ”Apakah kalian mau menyangkal iman atau tidak?” Saksi-Saksi itu menjawab dengan suara terpadu yang tegas bahwa mereka tidak akan pernah menyangkal Yehuwa. Mereka tidak jadi dieksekusi; sebaliknya, mereka dipukuli dengan hebat selama berjam-jam. ”Penderitaan yang kami alami begitu hebat sehingga kami memohon untuk dibunuh saja, namun mereka tidak mau berhenti memukul,” kata saudara-saudara itu.
Kemudian Saudara Worku dipisahkan sendiri untuk dieksekusi. Terdengar bunyi satu ledakan tembakan. Ia merasa terkejut untuk sesaat. Ia tidak jatuh ataupun luka. Kemudian ia menduga—peluru tersebut tidak kena sasaran. Para penganiaya itu tidak membuang-buang waktu. Dengan kejam mereka memukuli dia dengan gagang senapan. Ia jatuh pingsan dan dikembalikan ke selnya.
Kembali di penjara, para penjaga menerima instruksi untuk memastikan agar semua Saksi mau berkompromi pada malam itu. Segera bunyi rentetan tembakan yang menyakitkan telinga terdengar di seluruh sel-sel. Saksi-Saksi itu diberi tahu, ”Kalian dengar bunyi tembakan tadi? Ya, saudara-saudaramu sudah dibunuh. Kalian akan melihat mayat-mayat mereka di jalanan besok. Dan, jika kalian tidak berkompromi, kalian juga akan dibunuh.”
Saksi-Saksi itu berkata, ”Kami bersedia minum cawan yang diminum saudara-saudara kami.”
Pada malam itu, para penjaga mulai memukuli Saudara Worku dan Saksi-Saksi lain dengan tongkat. Seorang penjaga yang kejam mengikat tangan Saudara Worku begitu keras sehingga kulit jari-jarinya pecah dan darah mulai mengalir. Saudara Worku menyembunyikan jari-jarinya yang hancur itu dari saudara-saudara yang lain agar tidak membuat mereka kecil hati. Ketika penyiksaan berhenti untuk beberapa saat, para Saksi itu berdoa sebelum tidur. Namun, pada pukul satu pagi, penganiaya-penganiaya yang penuh amarah menyerbu masuk dan terus memukuli mereka sampai pukul empat pagi. Setelah itu Saksi-Saksi tersebut berdoa lagi, bersyukur kepada Yehuwa untuk kekuatan-Nya dan memohon agar Dia terus menguatkan mereka.
Pada pagi harinya, jagoan-jagoan lain datang ke sel tersebut. Mereka mulai menendangi para Saksi. Pada siang harinya, Saudara Worku kembali dipisahkan, dan sebanyak 20 orang memukuli dan menginjak-injak dia. Ia masih tidak menyerah. Diputuskan lagi bahwa ia harus dibunuh. Pada pukul 10 malam, sejumlah 20 penjaga datang dan memukuli dia sampai pukul 2 pagi. Seorang penyiksa menjadi sangat marah sehingga ia menabrak seorang Saksi dari belakang dan dengan ganas menggigit dia, membuat Saksi itu memiliki bekas luka untuk selamanya. Selama empat hari Saksi-Saksi itu ditahan di sebuah kamar yang gelap tanpa makanan atau minuman dan berulang-ulang dipukuli. Semuanya mengalami berbagai keretakan tulang, termasuk tulang rusuk dan tengkorak. Secara jasmani mereka menjadi sangat lemah.
Pada waktu seorang pejabat tinggi mengunjungi penjara itu, ia merasa kasihan ketika melihat keadaan mereka dan menyuruh agar mereka diberi sedikit makanan. Namun, seorang penjaga, yang kejam itu, sangat marah melihat Saksi-Saksi diberi makanan dan minuman. Ia mengarang suatu cerita bohong dan menuduh mereka mencoba melarikan diri. Kebohongan ini dipercayai, segera direncanakan hukuman mati berikutnya. Saudara-saudara itu berdoa dengan sungguh-sungguh untuk mendapat kelepasan, terutama karena tuduhan-tuduhan yang palsu dan memalukan itu. Seorang pejabat yang pangkatnya bahkan lebih tinggi lagi mencegah hukuman mati tersebut, namun saudara-saudara menderita pukulan dengan tongkat sepanjang malam.
Setelah beberapa hari, pejabat lain datang, mengumumkan bahwa Saudara Worku akan dihukum mati dan saudara-saudara yang lain dibebaskan. Namun sangat mengejutkan, saudara-saudara ini bukan saja dibebaskan tetapi beberapa hari kemudian, Saudara Worku diberi tahu bahwa ia boleh pergi juga.
Dengan segera ia menggunakan kesempatan untuk bertemu dengan saudara-saudara lain dan menguatkan mereka di sebuah rumah pribadi. Ia tidak menyadari bahwa ia telah diikuti dan dilaporkan. Maka keesokan harinya, ia kembali ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Namun masih ada lagi upaya untuk menjerat dia agar berkompromi. Ia didekati dengan cara yang ramah dan dengan baik-baik diminta menyerukan slogan-slogan tertentu. Saudara Worku menolak; ia hanya menyebutkan slogan-slogannya sendiri dari Alkitab yang memuji Allah yang benar. Sekarang orang-orang yang ”ramah” ini berubah menjadi penganiaya yang bengis.
Beberapa hari kemudian, petugas-petugas penjara ingin membicarakan beberapa hal dengan dia. Pembicaraan ini memakan waktu empat jam. Ia ditawarkan kedudukan politik yang tinggi. Ia menolak. Kata-kata mereka untuk dia adalah, ”Kamu pasti ditembak mati untuk dijadikan makanan belatung.”
Akhirnya, beberapa pejabat yang agak adil berminat akan kasus Saudara Worku dan memilih agar ia dibebaskan. Ia menganggap kesengsaraannya sebagai sukacita; ia tidak menyerah. (Ibr. 12:2) Sebelum pengadilannya dimulai, ia selalu menganggap pelajaran keluarga dan doa yang tetap tentu sebagai hal-hal yang serius. Tentu hal ini telah membantu ia bertahan. Ia menceritakan apa yang dikatakan seorang ”Nikodemus”, pendeta Susunan Kristen, mengenai keadaan Saksi-Saksi selama ujian penganiayaan itu dibandingkan dengan orang-orang dari agamanya, ”Kami merasa takut dan berkompromi. Kami mengecewakan Allah, tetapi kalian berdiri teguh demi Dia, tidak takut bahkan sampai mati. Bagus sekali!” Jadi, jika dihitung semuanya, Saudara Worku telah dijatuhi hukuman mati delapan kali, namun Yehuwa memelihara dia hidup!
Pelajaran Besar Diperoleh
Selama tahun-tahun ujian yang berat itu, Saksi-Saksi di Ethiopia mengalami bahwa kata-kata rasul Paulus terbukti benar bagi mereka, ’Dari keadaan yang lemah mereka dikuatkan.’ (Ibr. 11:34) Seorang saudari yang sederhana, seorang pembantu rumah tangga, yang sedang belajar membaca, dipenjarakan bersama-sama sekelompok Saksi yang berpendidikan. Seraya beberapa tahanan Saksi berdoa untuk mendapat kebebasan, ia berdoa memohon kekuatan untuk dapat tetap setia. Pada suatu hari para penganiaya membawa semangkuk minyak yang mendidih dan mengancam untuk mencelupkan jari-jari semua tahanan ke dalamnya. Beberapa Saksi runtuh pertahanannya karena ketakutan, namun saudari yang sederhana ini tetap teguh. Dan jari-jarinya tidak pernah disakiti. Akhirnya ia dibebaskan.
Ini merupakan pelajaran bagi mereka yang menganggap penting status sosial dan pendidikan. Mereka kini melihat bahwa yang paling penting adalah kesetiaan.
Tidak Ditinggalkan dalam Kesukaran
Betapa bermanfaat untuk melihat kematangan, keseimbangan, kepercayaan kepada Yehuwa, dan semangat berkorban yang lebih besar bertumbuh di antara Saksi-Saksi yang telah bertahan dengan gigih! Sebagaimana di tempat-tempat lain, mereka tidak ditinggalkan dalam kesukaran. Ibadat sejati berkemenangan.
Selama waktu ini, orang-orang datang berpihak kepada Yehuwa dengan cara-cara yang lain dari biasa. Misalnya, di tempat pekerjaannya, seorang penatua memberi kesaksian kepada seorang wanita dari Eropa Timur. Karena minatnya yang besar, ia meminjamkan kepada wanita ini publikasi Alkitab yang sangat berharga bagi dia. Ia sangat kecewa karena si wanita ini meninggalkan negeri itu dan tidak pernah mengembalikannya. Bertahun-tahun kemudian, sebuah surat dari wanita yang sama ini membuat ia gembira. Wanita ini menceritakan kepadanya bagaimana publikasi itu telah mengubah kehidupannya dan ia sekarang telah menjadi saudari rohaninya yang terbaptis!
Contoh lain adalah mengenai seorang pembantu rumah tangga yang pemalu yang dengan diam-diam mendengarkan dari kamar lain pengajaran Alkitab yang diadakan dengan majikannya, seorang guru sekolah. Ia merasa tidak berharga, namun ia berhasrat untuk merengkuh kebenaran-kebenaran yang luar biasa itu. ’Pengajaran Alkitab itu pastinya mahal,’ pikirnya. Jadi ia berhenti bekerja dengan guru sekolah itu dan mencari pekerjaan yang menghasilkan lebih banyak uang dan dapat membayar pengajaran Alkitab itu. Pada waktu ia telah menabung sebanyak yang ia pikir cukup untuk membayar pengajaran Alkitab itu, ia langsung pergi ke rumah Saksi yang memberi pengajaran kepada bekas majikannya, guru sekolah itu. Ia sangat tercengang pada waktu mengetahui bahwa pengajaran Alkitab itu gratis! Ia membuat kemajuan yang bagus dalam pengajarannya dan kemudian menikah dengan guru sekolah tersebut; sekarang keduanya telah menjadi hamba-hamba Yehuwa yang berbakti.
Saksi-Saksi Yehuwa yang masih muda mengalami tekanan tertentu di negeri ini. Karena sikap netral mereka, mereka tidak bisa mendapat banyak kebutuhan pokok untuk kehidupan, misalnya perawatan rumah sakit, ujian-ujian sekolah, dan pekerjaan. Apakah hal ini telah menyebabkan mereka merasa diabaikan? Tidak! Dengan percaya bahwa penderitaan mereka itu hanya bersifat sementara, mereka terus maju dengan kekuatan yang Yehuwa berikan kepada mereka.—Flp. 4:13.
Jalan Keluar yang Nyata
Problem-problem yang menimpa Ethiopia mirip dengan yang menimpa tempat-tempat lain di dunia. Saksi-Saksi percaya bahwa mereka telah menemukan jalan keluar dan merasa gembira bahwa sejak tahun 1990 banyak tekanan yang mereka alami sudah agak mereda, sehingga mereka dapat menceritakan jalan keluar tersebut kepada orang lain.
Misalnya, di Asmara, ibu kota Eritrea, kalangan berwenang telah mengeluarkan instruksi untuk tidak membeda-bedakan Saksi-Saksi Yehuwa. Contoh lain: Lebih dari 50 saudara Ethiopia memperoleh izin perjalanan, dengan demikian memungkinkan mereka menghadiri kebaktian distrik di Nairobi, Kenya. Dan dua contoh lain: Perintis-perintis istimewa dapat dikirim lagi ke berbagai wilayah untuk memberitakan kabar baik. Dan beberapa sidang telah mulai lagi mengabar dari rumah ke rumah, dengan prospek yang cukup baik. Sekalipun demikian masih ada banyak problem di Ethiopia.
Dengan jatuhnya kota pelabuhan Massawa yang strategis, perang saudara meruncing pada tahun 1990. Seluruh kota hancur. Syukurlah, tidak ada Saksi yang tinggal di sana terluka. Bala kelaparan melanda Asmara dan banyak bagian di pinggiran kota. Badan Pimpinan meningkatkan bantuan kepada sudut-sudut dunia yang tertimpa malapetaka itu. Agar dapat mencapai Mekele, ibu kota propinsi Tigre, dan memberikan anjuran yang dibutuhkan oleh Saksi-Saksi yang tinggal di sana, dua perintis istimewa mempertaruhkan hidup mereka, dengan diam-diam menempuh perjalanan melalui zone peperangan. Pada bulan Mei 1991, pasukan gerilya menggeser kekuasaan pemerintahan revolusioner dan kemudian menandatangani piagam yang menjanjikan lebih banyak kebebasan. Eritrea sekarang memiliki administrasi yang berbeda dan terputus dari dunia luar. Selama pergolakan ini, Saksi-Saksi tetap bersikap netral, karena mereka mengetahui bahwa jalan keluar yang permanen bagi problem-problem manusia akan datang hanya dari Kerajaan Allah. Sampai akhir tahun dinas, kebaktian istimewa dapat diadakan dengan bebas di beberapa kota di Ethiopia. Persiapan sedang diadakan untuk kebaktian-kebaktian wilayah dan sebuah kebaktian distrik, pengiriman sejumlah besar bacaan, dan registrasi secara hukum. Di Ethiopia, seperti juga di tempat-tempat lain, ”dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu” dengan cepat, dan saudara-saudara memiliki gambaran yang menggairahkan untuk pengumpulan besar yang terakhir.—1 Kor. 7:31
Namun, apa lagi yang terjadi di daratan utama Afrika Timur sejak pertengahan tahun 1970-an? Mari kita lihat.
Ketekunan Diuji di Tanzania
Sebuah amnesti di Tanzania dalam tahun 1976 memungkinkan dibebaskannya beberapa Saksi yang ditahan. Patut disayangkan bahwa masih ada pejabat pemerintah yang menganggap saudara-saudara kita berbahaya. Mengapa? Mereka tidak dapat membedakan para pengikut yang revolusioner dari Kitawala di Sumbawanga dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Saudara-saudara diawasi dengan ketat, dan banyak perintis istimewa ’ditahan seperti seorang penjahat’, sama seperti ketika sang rasul berada di Roma.—2 Tim. 2:9
Ada lagi kesulitan-kesulitan tambahan. Pada bulan Februari 1977 perbatasan antara Tanzania dan Kenya ditutup, dan tetap tertutup selama enam tahun. Untuk sementara pelayanan surat terhambat, dan banyak surat yang hilang. Musim kering membawa problem di beberapa tempat, dan pecahnya wabah kolera menghambat perjalanan para pengawas wilayah. Partisipasi Tanzania dalam perang Uganda pada tahun 1979 mengakibatkan tekanan-tekanan lain. Keadaan ekonomi yang merosot mengakibatkan kekhawatiran akan hal-hal materi. Semua kesulitan ini sangat menekan para penatua, sehingga di beberapa sidang mereka tidak dapat membuat penggembalaan sebanyak yang dibutuhkan.
Namun, ada hal-hal yang positif. Pada tahun 1979, bagian tenggara negeri itu akhirnya terbuka untuk pekerjaan pengabaran, sehingga para Saksi dapat melakukan kegiatan mereka mulai dari Kilimanjaro di utara sampai ke perbatasan Mozambik di selatan.
Hakim-hakim mulai membuat keputusan-keputusan yang menguntungkan bagi para Saksi. Seorang penjaga penjara dari Tukuyu menjadi seorang Saksi, minatnya akan kebenaran tercetus karena melihat kelakuan baik dari para Saksi. Pada bulan Juni tahun 1981, puncak penyiar sebanyak 1.609 pada tahun 1975 akhirnya terkalahkan dengan jumlah 1.621 yang dilaporkan.
Ketekunan Mendapat Imbalan
Pada tahun 1979 dan juga pada tahun 1981, saudara-saudara mendekati pihak yang berwenang dalam upaya untuk memperoleh pengakuan secara hukum untuk pekerjaan mereka. Prakarsa ini tidak berhasil. Upaya-upaya pengesahan dilanjutkan dengan surat dari Badan Pimpinan tertanggal 5 Mei 1983. Upaya pendekatan lain dilakukan pada bulan Agustus 1984, dengan hasil Saudara Faustin Lugora dan Saudara Elikana Green menerima penolakan yang halus.
Para Saksi bertekun dan naik banding. Pertemuan ke Kementerian Dalam Negeri menghasilkan penolakan lain pada tahun 1985. Hal ini kelihatannya tidak menunjukkan harapan, namun ada tanda-tanda bahwa sidang-sidang sedang diselidiki. Mungkin ada pejabat-pejabat yang adil yang menginginkan lebih banyak fakta-fakta mengenai para Saksi.
Pada tahun 1986 saudara-saudara kita melanjutkan upaya mereka agar pekerjaan diakui. Mereka diperlakukan dengan baik dan sopan. Akhirnya ketekunan mereka membawa hasil. Setelah penyelidikan yang saksama, kesalahpengertian yang lama diperbaiki, dan pada tanggal 20 Februari 1987, wakil-wakil dari Saksi menerima surat pemerintah yang menyatakan bahwa Perkumpulan Saksi-Saksi Yehuwa diakui secara hukum di Tanzania. Setelah 22 tahun di bawah larangan, inilah waktunya untuk bersukacita!
Sebuah Firdaus Utusan Injil
Kegembiraan dirasakan di seluruh Tanzania. Kebaktian-kebaktian wilayah diorganisasi. Di antara calon-calon pembaptisan di kebaktian-kebaktian ini, ada yang menginjil seperti yang dilakukan perintis biasa dan memimpin sembilan atau lebih pengajaran Alkitab. Sebenarnya, seorang saudara yang baru, dibaptis bersama-sama dengan siswa Alkitab yang belajar dengan dia sendiri!
Izin bagi para utusan injil memasuki Tanzania diajukan dan diberikan dalam tahun 1987. Pada tahun itu juga beberapa lulusan Gilead tiba di Dar es Salaam, yang pada waktu itu berpenduduk 1,5 juta orang. Betapa besar wilayah itu untuk hanya dua sidang, dengan paduan jumlah penyiar yang kurang dari 200!
Wilayah pengabaran merupakan firdaus bagi utusan injil. Pemilik rumah mengundang mereka masuk dan dengan senang hati menerima publikasi. Sebuah rumah utusan injil dibuka di Mbeya, pusat bagi lebih dari setengah jumlah penyiar di negeri itu. Beberapa bulan kemudian, lebih banyak utusan injil datang ke Arusha dan Dodoma.
Banyak pelatihan tentang cara berorganisasi diperlukan untuk meletakkan dasar demi membantu orang-orang Tanzania yang berhati jujur untuk beribadat kepada Allah yang benar. Potensinya sangat bagus, dan semangatnya ada, sebagaimana ditunjukkan oleh perbandingan berikut: Pada tahun 1982, ada 160 perintis—pada tahun 1991, ada 866; pada tahun 1982, para Saksi membaktikan 374.831 jam dalam kegiatan pengabaran dibandingkan dengan 1.300.085 pada tahun 1991; pada tahun 1982 ada 5.499 hadirin di Perjamuan Malam—pada tahun 1991, ada 10.441; pada tahun 1982, ada 41 yang dibaptis dibandingkan dengan 458 pada tahun 1991.
Lagi-lagi, pada tahun 1988, pertanyaan-pertanyaan mengenai keabsahan para Saksi muncul, dan hal ini mengakibatkan beberapa permohonan masuk dari utusan injil tertunda sampai sekarang. Namun, untuk pertama kalinya, pemerintah menerima permohonan para Saksi agar penatua-penatua mereka bertindak sebagai petugas-petugas pengesahan perkawinan.
Serangkaian banjir dan musim panas membuat tindakan bantuan dibutuhkan di daerah selatan dan dekat Danau Victoria, dan upaya-upaya ini terus berlanjut sampai tahun 1991. Namun, sekalipun banyak kesulitan dan ketidaktentuan, umat Yehuwa dengan sangat bersemangat terus melakukan pekerjaan pengumpulan dari orang-orang berhati domba.
Disapu Bersih di Kenya
Tahun-tahun setelah tahun 1975 menyapu bersih sidang-sidang. Mereka yang berada dalam kebenaran hanya karena tahun 1975 dalam pikiran mereka sebagai akhir sistem perkara jahat ini, meninggalkan kebenaran seraya tahun itu berlalu. Dari sebuah survai selama periode ini, untuk 77 saudara baru ada 49 yang lain menjadi tidak aktif. Mereka yang sering lalai dari perhimpunan dan pelajaran pribadi menjadi mangsa dari jerat-jerat Setan berupa perbuatan amoral, kemabukan, dan ketamakan materialistis. Patut disayangkan, selama tahun-tahun tertentu, lebih 3 persen dari seluruh penyiar harus dipecat.
Tentu saja, ada banyak sidang yang kecil dan kurang pengarahan yang baik. Sebenarnya, pada tahun 1978, dari 90 sidang yang ada di Kenya, 49 memiliki kurang dari 10 penyiar, dan hanya 12 sidang yang mempunyai lebih dari 40 penyiar. Maka beban teokratis biasanya ditanggung oleh satu atau dua orang saudara saja. Bencana-bencana alam juga menambah beban para penatua. Di daerah sebelah timur Nairobi mengalami keadaan-keadaan musim kering sehingga perlu diatur bala bantuan.
Akan tetapi, tidak semuanya suram dan menyedihkan. Banyak hal yang baik dan positif juga terjadi. Hadirin Perjamuan Malam pada tahun 1977 adalah 5.584. Permintaan bacaan banyak. Kunjungan dari Lloyd Barry dari Badan Pimpinan mengobarkan kembali kegiatan Kerajaan dari semua saudara. Penyelenggaraan Panitia Cabang baru, yang berjalan sejak tahun 1976, memberikan dorongan kepada pekerjaan.
Betel yang Lebih Besar
Pada bulan Februari 1979, dicapai suatu puncak baru penyiar, yaitu 2.005. Jumlah penyiar menyebabkan anggota keluarga Betel melebihi daya tampung gedung kantor cabang yang ada, sehingga Panitia Cabang meminta persetujuan dari Badan Pimpinan untuk menambah empat kamar di Betel. Hal yang mengejutkan panitia, jawaban datang di dalam amplop besar yang memuat rancangan bangunan untuk penambahan sebuah gedung yang sama sekali baru dengan 16 kamar tidur lebih banyak!
Penggalian untuk gedung cabang yang baru ini dimulai pada bulan Desember 1978, dan pada bulan Juni 1979 sebagian dari gedung baru yang indah itu sudah digunakan. Pada bulan Januari 1980, Don Adams dari kantor pusat sedunia datang berkunjung untuk acara penahbisan dan menyampaikan khotbah kepada 2.205 orang di Stadion Nairobi City. Setelah itu, dalam cuaca gerimis, kurang lebih seribu orang tur ke kawasan Betel yang baru, banyak dari antara mereka mendapat kesempatan pertama untuk melihat cara kerja di kantor cabang mereka. Tahun itu diakhiri dengan kebaktian-kebaktian kecil, termasuk kebaktian dalam bahasa Inggris di Nakuru yang dihadiri oleh saudara-saudara dari Uganda yang diporak-porandakan perang.
Tahun berikutnya membawa langkah besar yang lain. Peralatan cetak yang diperbarui tiba di cabang Kenya. Sekarang, berbagai formulir, program, kop surat, Pelayanan Kerajaan, dan bahkan majalah dapat dicetak di situ. Tidak usah lagi menunggu lama untuk kiriman dari luar negeri! Kira-kira 120.000 eksemplar dicetak pada tahun 1980, dua tahun kemudian total produksi meningkat sampai 935.000 dan pada tahun 1990 sampai 2.000.000 eksemplar.
Pada tahun 1983, Nairobi melewati batas 1.000 penyiar, dan Kenya secara keseluruhan mencapai 3.005. Pada bulan April, 28 persen dari seluruh penyiar berada dalam dinas sepenuh waktu. Juga, lebih banyak utusan injil datang untuk membantu.
Publikasi Membantu Firman Bergerak dengan Cepat
Publikasi-publikasi Lembaga populer di Kenya. Ada sekolah-sekolah yang menggunakan Buku Cerita Alkitab dalam pelajaran agama mereka. Majalah muncul dengan penampilan yang lebih menarik, sehingga selama dua tahun, 1984-85, penyiaran meningkat menjadi lebih dari 50 persen, kadang-kadang penyiar menempatkan rata-rata lebih dari 10 majalah setiap bulan. Beberapa terbitan memberikan pengaruh langsung kepada masyarakat. Salah satu contoh adalah mengenai seorang pria yang mendekati seorang penyiar yang sedang memberi kesaksian di jalan. Pria itu menunjuk kepada majalah yang memuat artikel berjudul ”Is Smoking Here to Stay?” (Apakah Orang Akan Terus Merokok?) dan menyatakan, ”Saya bekas perokok.” Apa yang mendorong dia untuk berhenti? Artikel itu, yang sudah ia baca beberapa hari sebelumnya!
Tahun 1982 ditandai dengan tibanya brosur Nikmatilah Hidup Kekal di Bumi!, sebuah publikasi yang terbukti jitu untuk digunakan di ladang Afrika. Bahkan orang-orang berpendidikan berminat, ada yang benar-benar mengambilnya dari tas-tas penyiar. Ini terjadi pada seorang Saksi yang tinggal memiliki satu brosur lagi dalam tas dinasnya. Ia berniat menyimpan brosur tersebut untuk siswa Alkitab yang baru belajar dengannya. Seorang wisatawan melihat brosur itu. Ia menginginkannya. Ia tidak mau diberi publikasi lainnya. Saksi itu menerangkan bahwa yang itu ia simpan hanya untuk seseorang yang mau belajar Alkitab secara tetap tentu. ”Tidak jadi soal,” kata wisatawan itu. ”Saya juga mau belajar.” Hasilnya? Sebuah pengajaran Alkitab baru untuk penyiar tersebut!
Brosur ini memberikan kesaksian yang tepat mengenai Yehuwa dan maksud-tujuan-Nya, pemerintahan Kerajaan, dan standar-standar Alkitab yang benar. Karena potensi dari alat yang bagus ini, brosur ini diterjemahkan ke dalam 35 bahasa tambahan yang ada di daerah Afrika Timur, 14 bahasa di Kenya dan 21 bahasa di negeri-negeri sekitarnya. Dalam beberapa bahasa tersebut, brosur ini merupakan satu-satunya bacaan yang ada selain Alkitab. Sebenarnya salah seorang utusan injil Susunan Kristen berkata begini mengenai brosur itu dalam bahasa Masai, ”Ini merupakan hal paling baik yang pernah terjadi bagi orang-orang Masai.”
Semangat Perintis
Ada hal lain yang mengubah ladang di Kenya: semangat perintis yang meningkat di antara para Saksi. Sudah tidak ada lagi hari-hari sewaktu para perintis dianggap sebagai orang eksentrik atau orang yang gagal dalam kehidupan. Halnya menjadi jelas bahwa Yehuwa memberkati para perintis dengan limpah dengan pengalaman-pengalaman yang penuh sukacita dan buah-buah Kerajaan. Ada yang merintis sekalipun buta atau dengan kaki yang sudah diamputasi. Tidak aneh bagi seorang orang-tua yang harus membesarkan delapan orang anak untuk ikut bergabung dengan barisan perintis.
Pada bulan April 1985, kira-kira 37 persen dari seluruh penyiar berada dalam dinas sepenuh waktu. Dengan bantuan perintis-perintis ini, lebih dari satu juta jam dibaktikan dalam dinas pada tahun itu.
Orang-Orang Ruanda yang Bergairah Mengejar Waktu yang Hilang
Di Ruanda banyak perkara yang juga digiatkan. Kebenaran Alkitab sampai di sana agak terlambat jika dibandingkan dengan tempat lain, namun banyak yang lapar akan berita yang memberi kehidupan itu. Dalam bulan Februari 1980 munculnya buku Kebenaran yang Membimbing Kepada Kehidupan yang Kekal dalam bahasa Kinyarwanda memberikan semangat yang kuat bagi para penyiar, yang pada waktu itu pada puncak sebanyak 165. Di Kigali, Balai Kerajaan yang besar namun sederhana didirikan selama tahun 1980 dan segera lebih dari 200 orang menghadiri perhimpunan, sehingga melimpah ke halaman Balai.
Minat orang-orang Ruanda akan kebenaran ini tidak menyenangkan hati musuh-musuh kabar baik. Pada bulan Oktober 1979, Saksi-Saksi Yehuwa tidak termasuk dalam daftar dari agama-agama yang diterima di negara itu. Upaya dibuat agar Saksi-Saksi terdaftar secara sah. Pada bulan Maret 1980, Ernest Heuse, yang datang dari Belgia dan pernah melayani di Zaire, datang ke Kigali untuk bertemu dengan kalangan berwenang. Sekalipun ia menyerahkan banyak dokumentasi, pengakuan secara hukum tidak diberikan.
Namun, kesaksian Kerajaan terus maju. Pada tahun 1982 hadirin kebaktian distrik adalah 750, dengan 22 dibaptis, dan pada bulan Maret, 302 melaporkan waktu yang digunakan dalam dinas. Pada empat kebaktian wilayah, hadirin gabungan mencapai lebih dari 1.200, dan 40 dibaptis. Sekolah Pelayanan Kerajaan diadakan dan memberikan pelatihan yang diperlukan kepada saudara-saudara yang bertanggung jawab dalam sidang-sidang yang kecil. Gairah tidak berkurang; para penyiar mempunyai rata-rata 20 jam lebih dalam dinas setiap bulan. Dua orang saudari perintis istimewa membuka daerah baru dan dalam waktu tiga bulan memimpin 20 pengajaran Alkitab, semuanya hadir dalam perhimpunan. Ruanda tergugah oleh berita Kerajaan!
Semakin banyak orang mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehubungan kebenaran Alkitab. Banyak dari hal ini disebabkan oleh bahan dari majalah Sedarlah! yang secara tetap tentu dibacakan di radio. Gelombang-gelombang udara dipenuhi dengan kebenaran Alkitab yang menyingkapkan kepalsuan yang diajarkan oleh berbagai agama. Tidak mengherankan bahwa segera berbagai surat kabar agama, yang mempunyai pengaruh besar di Ruanda, menyerang Saksi-Saksi Yehuwa. Seperti biasanya, hal ini menarik lebih banyak orang kepada kebenaran. Namun, kira-kira pada waktu yang sama, Saksi-Saksi mulai dihadang dan diinterogasi, dan denda dikenakan karena menjalankan lembaga yang tidak sah.
Dipersulit oleh Surat Keputusan
Pada bulan November 1982 tiga perintis istimewa yang sebelumnya sudah menandatangani permohonan untuk pendaftaran yang sah dipanggil ke Kigali, dan ditangkap pada waktu mereka tiba, serta dipenjarakan tanpa pengadilan atau alasan yang sah. Balai Kerajaan ditutup. Pekerjaan pengabaran terpaksa dilakukan dengan diam-diam.
Sebuah surat dari menteri kehakiman kepada semua kepala pemerintah daerah setempat menyatakan bahwa Saksi-Saksi dilarang. Penangkapan-penangkapan lain menyusul. Kebanyakan perintis asing harus meninggalkan negeri itu. Bagi saudara-saudara setempat, ini merupakan masa ujian, waktu untuk pemurnian iman. Tepat pada waktunya, Menara Pengawal dalam bahasa Kinyarwanda mulai dicetak, menyediakan makanan rohani tambahan.
Bagi ketiga saudara perintis istimewa, Gaspard Rwakabubu, Joseph Koroti dan Frederick I’Mugarula, banyak sekali pekerjaan dalam penjara Kigali yang besar. Mereka secara tetap tentu mengadakan pengajaran Alkitab dengan tahanan-tahanan lain, dan sejumlah dari mereka belajar kebenaran dengan cara itu. Berbulan-bulan lewat tanpa adanya pengadilan. Akhirnya, pada bulan Oktober 1983, sebuah pengadilan diadakan. Ketiga saudara ini dituduh menggelapkan uang rakyat, memberontak terhadap pemerintah, dan tuduhan-tuduhan lain yang tidak beralasan. Tidak satu angka atau dokumen finansial pun yang ditunjukkan sebagai bukti selama kasus pengadilan tersebut, juga tidak ada saksi-saksi yang hadir untuk mendukung tuduhan-tuduhan tersebut.
Saudara-saudara itu dihukum dua tahun penjara dan tidak mendapat kelonggaran hukuman satu hari pun. (Sementara itu pembunuh-pembunuh mendapat amnesti.) Di Gisenyi lima Saksi lain dengan setia bertekun selama hampir dua tahun penjara tanpa adanya keputusan pengadilan.
Ada sedikit kelonggaran pada tahun 1985 yang memungkinkan beberapa saudara di Ruanda untuk menghadiri kebaktian distrik di Nairobi dan bertemu dengan saudara-saudara dari Badan Pimpinan. Namun pada bulan Maret 1986, penangkapan sudah menjadi hal yang umum di seluruh negeri. Banyak yang ditangkap waktu berada di rumah mereka. Wanita-wanita yang sedang hamil dan anak-anak juga tidak diberi kelonggaran. Di daerah-daerah tertentu para Saksi dikejar dengan mencantumkan nama mereka dalam sebuah daftar dari orang-orang yang dicari. Akhirnya, lebih dari 140 Saksi dijebloskan ke dalam penjara—hampir sepertiga dari jumlah Saksi yang aktif di negeri itu!
Sebuah Tangan Jasmani atau Percaya kepada Yang Mahakuasa?
Pada tanggal 24 Oktober 1986, persoalan para Saksi akhirnya muncul di pengadilan. Pada waktu ini ada yang sudah berada di penjara selama enam bulan. Sesungguhnya, seorang bayi dilahirkan di penjara dan dengan cocok dinamai Shikama Hodari (Tetap Teguh). Hukuman-hukuman yang dijatuhkan benar-benar terlalu kejam, berkisar antara 5 sampai 12 tahun. Seorang wanita yang berminat, yang belum menjadi penyiar, dihukum sepuluh tahun penjara.
Kasus-kasus ini menjadi terkenal secara internasional dan menjadi pokok pembicaraan di kalangan kepala-kepala pemerintahan di Eropa dan Afrika. Banyak orang di luar Ruanda mengirimkan surat-surat protes kepada pejabat-pejabat yang bersangkutan. Sebuah pengumuman radio menyebutkan bahwa pada hari-hari tertentu ada 500 surat diterima pemerintah demi kepentingan para Saksi.
Semua ini membuka kesempatan bagus untuk memberi kesaksian di penjara. Para Saksi menunjukkan teladan persatuan yang sangat bagus: berdoa bersama dan mempelajari firman Allah bersama. Banyak rekan-rekan sepenjara menjadi ingin tahu dan mulai belajar Alkitab, dan sekarang, bekas penjahat-penjahat dan wanita-wanita tuna susila membuat kemajuan dalam jalan menuju kehidupan kekal.
Saksi-Saksi tetap mempertahankan semangat sukacita sekalipun dijatuhi hukuman yang panjang. Mereka berkata, ”Kami mendapat 12 tahun, namun Setan mendapat 1.000!” Mereka juga berkata, ”Di sini kami mendapat lebih banyak kebebasan daripada saudara-saudara kita di luar karena kami dapat bernyanyi dalam perhimpunan kami, sedangkan mereka tidak dapat.”
Kejutan yang Menggembirakan
Pada tanggal 1 Juli 1987, pada hari kemerdekaan Ruanda yang ke-25, dalam ceramah radio, presiden Ruanda minta maaf atas pelanggaran hak-hak manusia, mengumumkan bahwa semua yang dijatuhi hukuman pada tanggal 24 Oktober 1986, akan dibebaskan. Benar-benar keputusan yang berani dan patut dipuji! Beberapa hari kemudian, ke-49 saudara dan saudari yang sudah dijatuhi hukuman dibebaskan.
Namun, ini menimbulkan pertanyaan bagi mereka yang belum dijatuhi hukuman. Beberapa minggu berlalu, namun akhirnya semuanya dipanggil ke pengadilan dan diberi tahu bahwa lebih baik untuk negara jika mereka semua pulang dan bertani dan berbuat sesuatu yang berguna.
Sudah sewajarnya, hal ini merupakan alasan untuk sukacita yang besar. Setelah pembebasan mereka, lebih dari 30 penyiar yang belum dibaptis dan siswa-siswa Alkitab yang membuat kemajuan yang bagus selama mereka dipenjarakan, kini mempersembahkan diri untuk dibaptis. Setelah ”sekolah” penjara ini, semua bertumbuh kepada kematangan dengan cepat. Segera setelah pembaptisan banyak dari antara mereka yang ikut serta dalam dinas merintis ekstra! Dan semua Saksi yang dibebaskan dapat memperoleh pekerjaan duniawi.—Lihat Mazmur 37:25, 28.
Pascasie adalah salah seorang di antara mereka yang dengan senang hati bertekun dalam pencobaan. Karena merasa takut atas pelarangan akan Saksi-Saksi Yehuwa, suaminya membawa dia ke kantor polisi dan menyerahkan dia untuk ditangkap. Sekalipun ia belum dibaptis, ia dipenjarakan bersama saudari-saudari lain. Hukumannya adalah sepuluh tahun. Meskipun ia merasa sangat berat untuk meninggalkan anak-anak di rumah, ia menyadari bahwa ia perlu menderita demi ibadat yang sejati. Ia membuat kemajuan rohani dalam penjara dan menjadi salah seorang yang dibaptis setelah dibebaskan. Namun, benar-benar merupakan sukacita tambahan sewaktu ia tiba di rumah dan mendapatkan suaminya bersedia belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa! Keteguhannya benar-benar mendapat imbalan, karena suaminya telah menjadi saudara rohaninya, mempersatukan keluarga dalam ibadat sejati.
Pada awal tahun 1990, di bagian lain dari negeri itu, tuduhan yang tertunda sejak tahun 1985 muncul kembali dan empat saudara dijatuhi hukuman sampai sepuluh tahun penjara masing-masing. Syukurlah, hal ini tidak mempengaruhi daerah-daerah yang lain, tempat diadakannya kebaktian-kebaktian wilayah dan kursus-kursus sekolah perintis. Seorang pengawas zone juga membuat kunjungan untuk pertama kalinya, dan makanan rohani yang semakin berlimpah dalam bahasa Kinyarwanda menghasilkan kerohanian yang meningkat. Selain itu, setelah enam bulan dalam penjara, empat saudara kita dibebaskan oleh ketetapan presiden.
Pada akhir tahun 1990 penyerbuan tiba-tiba menyebabkan perang saudara juga di Ruanda. Sikap netral dari saudara-saudara selaras dengan prinsip Alkitab di Yohanes 17:14, ”mereka bukan dari dunia,” membuat orang-orang yang dahulu menentang sadar bahwa umat Yehuwa bukan musuh dari siapa-siapa. Pada awal tahun 1991 kelaparan menambah kekhawatiran dan membuat program bantuan makanan dibutuhkan di Ruanda, terutama di bagian selatan dari negeri itu. Baru-baru ini, kebaktian-kebaktian wilayah telah diadakan secara terbuka. Saudara-saudara mengharapkan bahwa pada suatu hari kebebasan beragama sepenuhnya serta pengakuan secara hukum akan dapat mereka nikmati di Ruanda, namun sementara itu mereka terus membantu banyak pencari kebenaran di antara penduduk Ruanda yang terus meningkat.
Kebangkitan Teokratis di Uganda di Tengah-Tengah Kesukaran
Pada tahun 1979 ”perang pembebasan” mendatangkan perubahan-perubahan. Perampokan, kekerasan, dan penderitaan mengharuskan tindakan bantuan; komunikasi pos dan telepon terhambat. Namun, kemudian pemerintah baru berkuasa, dan Times Uganda tanggal 19November 1979, mengumumkan pencabutan pelarangan atas para Saksi serta kebebasan beribadat, di bawah judul besar ”Utusan Injil Boleh Datang Kembali”.
Serangkaian baru dari kebaktian-kebaktian wilayah segera diorganisasi di Uganda, dan dihadiri oleh 241 orang. Namun, keadaan ekonomi benar-benar rusak, dan nyawa orang tidak ada artinya. Banyak orang memanggul senjata, dan bekas tentara berubah menjadi penjahat. Tembak-menembak terdengar hampir setiap malam. Jalan-jalan tidak aman untuk ditempuh.
Kantor cabang di Nairobi berminat untuk membina dan menguatkan saudara-saudara dengan mencari pekerja-pekerja sukarela yang berani untuk membawa bacaan ke Uganda. Ingat, orang-orang memiliki senjata, dan sering kali tentara-tentara menempuh dua macam kehidupan, menjadi penjahat pada malam hari. Para sukarelawan harus melewati daerah hutan antara Jinja dan Kampala yang terkenal rawan. Orang-orang biasa harus mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi sampai mereka mencapai daerah yang lebih berpenduduk.
Seorang utusan injil bermalam di tempat seorang saudara di Mbale ketika mendengar bunyi orang-orang merusak mobilnya yang diparkir di halaman. Karena menyadari bahwa perampok-perampok ini mungkin bersenjata, ia mengambil keputusan untuk membiarkan mereka mencuri apa yang mereka kehendaki. Keesokan harinya dua ban mobil sudah tidak ada lagi, dan mereka juga mencuri ban serep dan kaca depan. Dengan dua ban mobil pinjaman, yang hampir gundul, dan tanpa kaca depan untuk melindungi pada musim hujan, ia harus menempuh perjalanan sejauh 240 kilometer sebelum ia sampai di Kampala. Perjalanannya melalui jalan hutan yang panjang dan berbahaya. Namun segala sesuatunya berjalan dengan baik—tidak mengalami ban bocor, hanya terpaan banyak angin dan hujan ke mukanya!
Pada bulan Desember 1980 sebuah puncak dari 175 penyiar dicapai. Tahun berikutnya dimulai dengan kebaktian distrik yang diadakan di Stadion Lugogo di Kampala, dengan 360 yang hadir. Di tengah-tengah kekerasan yang berlangsung terus, orang-orang belajar kebenaran, dan pada bulan Juli, 206 saudara-saudari mengabar di negeri itu, menempatkan rata-rata 12,5 majalah setiap bulan.
Karena hanya ada satu penatua untuk delapan sidang di Uganda, dibutuhkan banyak sekali bantuan. Maka diputuskan untuk kembali memperbantukan para utusan injil. Pada bulan September 1982, Ari Palviainen dan Jeffrey Welch, dua saudara utusan injil yang lajang, tiba di Kampala di tengah-tengah kekacauan yang sedang berlangsung. Pada pukul 6.30 sore jam malam masih berlaku, dan tembak-menembak, bahkan pertikaian dengan senjata api, merupakan ”acara” setiap malam. Ada penyiar yang menghilang dan takut mati namun kemudian muncul kembali. Yang lain tidak. Keseluruhannya, ada delapan penyiar Uganda kehilangan nyawa selama gangguan-gangguan setelah perang tahun 1979.
Pada bulan Februari 1983 izin untuk para utusan injil disetujui, dan pada bulan April dari tahun itu sebuah rumah utusan injil di tempat yang agak aman berfungsi, dengan empat lulusan Gilead yang berani, termasuk Saudara Heinz dan Saudari Marianne Wertholz. Sikap yang sopan dan respek dari orang-orang Uganda terhadap Alkitab mempermudah para utusan injil ini untuk melupakan kesulitan-kesulitan ekonomi, jalan-jalan yang jelek, kurangnya keamanan, dan gangguan-gangguan di malam hari. Bukanlah hal yang mengherankan masing-masing mempunyai 10 sampai 15 pengajaran Alkitab. Dalam satu bulan tertentu, keempat utusan injil tersebut berhasil menempatkan 4.084 majalah!
”Itu Dia!”
Di sebuah desa di bagian pedalaman Uganda, buku Kebenaran sampai ke tangan seorang pria setengah umur yang segera menyadari betapa berharga harta yang ia miliki. Ia membacanya berulang-ulang dan kemudian mulai memberi kesaksian kepada siapa saja yang ia jumpai. Sesungguhnya, ia mengaku diri sebagai seorang saksi dari Yehuwa sekalipun ia belum pernah bertemu dengan mereka dan mengetahui bahwa tidak ada seorang Saksi pun di daerah itu.
Ia menyadari bahwa ia harus menemui ”saudara-saudara”-nya. Maka pada suatu hari ia berangkat ke Kampala naik sepeda untuk mencari Saksi-Saksi Yehuwa. Pada waktu ia melihat salib-salib di puncak gereja-gereja, ia tahu bahwa mereka tidak dapat ditemukan di sana. Orang-orang yang ia tanyai mengetahui tentang Saksi-Saksi Yehuwa akan tetapi tidak dapat memberi dia alamat yang tepat. Dengan rasa putus asa ia masuk ke sebuah toko buku dan menanyakan tentang Saksi. Kasirnya berkata bahwa kadang-kadang para Saksi mampir dengan majalah-majalah, akan tetapi ia tidak tahu di mana mereka tinggal. ”Jika mereka kembali,” kata pria yang berminat itu, ”tolong berikan alamat saya kepada mereka. Mereka harus mengunjungi saya.”
Pada waktu itu dua orang utusan injil sedang membuat kunjungan kepada orang-orang yang pernah menunjukkan minat; namun, tidak ada yang di rumah. Mereka melihat catatan mereka lagi dan menemukan nama kasir itu dan berkata, ”Mari kita kunjung dia lagi.”
Pada waktu perintis-perintis itu tiba di toko buku tersebut, kasir itu memberi tahu mereka, ”Ada seseorang yang memerlukan kalian.” Ia melihat ke jalan dan menunjuk ke arah jalan, dan menambahkan, ”Itu dia!”
Beberapa saat kemudian utusan injil Eropa ini bertemu dengan orang desa yang berminat itu. Ia memeluk keduanya! Tentu saja, ia menjadi siswa Alkitab yang sangat rajin. Tidak lama kemudian sebuah Balai Kerajaan kecil didirikan di desanya, dan sejak pembaktian dan pembaptisannya, ia menjadi seorang saudara, dalam arti yang sesungguhnya.
Perang Lagi!
Bagi kebanyakan orang, kehidupan di Uganda sangat suram. Keadaan tidak aman. Orang-orang diangkut oleh tentara, dan tidak pernah muncul lagi. Harga melonjak. Misalnya, harga roti naik 1.000 persen dari tahun 1974 sampai tahun 1984! Jika membeli barang, karena malas menghitung uang, beberapa orang mengukur tinggi tumpukan uang mereka dengan mistar!
Perasaan tidak puas mengakibatkan perang gerilya di negeri itu. Akhirnya, setelah pertikaian berbulan-bulan, Pergerakan Perlawanan Nasional merebut kekuasaan dari pemerintah. Sementara itu, pasukan yang melarikan diri merampas harta-milik rakyat dan menembaki mereka secara membabi buta.
Pertempuran terjadi tepat di dekat rumah utusan injil. Pada keesokan harinya, tembak-menembak terjadi pada waktu para utusan injil sedang berada dalam perjalanan ke perhimpunan. Peluru-peluru mendesing melewati kepala mereka, namun tidak seorang pun terluka. Kemudian, pada hari Minggu siang, mereka kedatangan tamu-tamu yang tidak diundang: tentara-tentara yang melarikan diri dan merampok. Tentara-tentara itu marah karena pintu depan dikunci. Namun ketika pemimpin mereka melihat kartu pengenal utusan injil, dengan segera sikap mereka berubah menjadi ramah, tidak menyentuh barang-barang mereka. Dengan sikap meminta maaf, pria-pria itu mengambil beberapa potong pakaian dan kain-kain tempat tidur tetapi tidak ada barang yang lebih berharga.
Sewaktu hendak pergi, mereka menganjurkan para utusan injil agar membongkar-balikkan rumah itu, tarik gorden-gordennya, kosongkan laci-laci, sebarkan barang-barang di lantai, sehingga memberi kesan bahwa rumah itu sudah dirampok. Hal ini berhasil; hanya sedikit yang dicuri. Sebelum ada keadaan tenang dan sementara pertempuran hebat terjadi di sekeliling mereka, para utusan injil bersembunyi sehari semalam di gudang kecil. Tempat itu merupakan tempat yang paling aman di seluruh rumah. Setelah melalui semua ini, mereka merasakan perlindungan dari Allah Yehuwa dan ikatan kasih persaudaraan.
Saudara-saudara Uganda dapat bercerita banyak tentang tangan Yehuwa yang melindungi mereka. Ada yang dapat menunjukkan lubang-lubang peluru di tembok-tembok dan pakaian mereka. Selama lebih dari lima jam, seorang perintis istimewa harus berbaring pada perutnya pada waktu tembak-menembak antara tentara pemerintah dan pemberontak mendesing-desing di atas kepalanya. Pada waktu sudah agak tenang, ia mendapati dirinya dikelilingi mayat-mayat.
Keamanan yang Lebih Baik dan Sukacita Baru
Selama bulan-bulan sesudahnya, keamanan lebih baik, dan kejadian-kejadian yang mengherankan terjadi. Misalnya, dalam perjalanan pulang, para utusan injil harus melewati rumah besar dari seorang pejabat tinggi, yang selalu dijaga oleh tentara-tentara yang sikapnya tidak dapat diduga sehingga orang-orang takut terhadap gangguan mereka. Para utusan injil itu sendiri menarik napas panjang setiap kali mereka berhasil melewati tempat itu, dan orang yang mengunjungi rumah utusan injil menjadi sedikit. Namun, dengan pemerintah yang baru, rumah besar tersebut tiba-tiba tersedia untuk disewakan bersamaan waktu ketika para utusan injil harus pindah dari rumah mereka. Segera mereka mendapatkan diri mereka tinggal persis di rumah yang dulu takut mereka lewati, dengan menikmati makan malam di udara terbuka di teras yang luas dengan sepoi-sepoi angin malam tropis. Andai kata seseorang menyebutkannya satu tahun sebelumnya, tidak ada orang yang akan percaya!
Pekerjaan di Kampala bertumbuh dengan baik. Banyak daerah di kota belum pernah dikerjakan selama sepuluh tahun lebih, dan masih banyak yang harus dikerjakan. Saudara-saudara Uganda meningkatkan kegiatan mereka, dengan rata-rata 14,3 jam dalam dinas per bulan setiap penyiar pada tahun 1987.
Ikatan kasih yang akrab terjalin di antara Saksi-Saksi ini. Mereka siap berkorban sekalipun harta mereka sangat terbatas. (Yoh. 13:34, 35) Banyak saudara harus bekerja berbulan-bulan agar dapat membiayai perjalanan ke kebaktian distrik. Mereka selalu menunjukkan sikap yang ramah terhadap satu sama lain dan membantu para utusan injil dengan problem apa pun. Tidak mengherankan jika Yehuwa membantu mereka dalam banyak cara, dan sering kali benar-benar ”keajaiban” bahwa kebaktian-kebaktian dapat diselenggarakan, kadang-kadang tanpa peralatan pengeras suara atau bahkan tempat duduk.
Setelah rumah-rumah utusan injil dibuka di Kampala dan Jinja, rumah ketiga dibangun di bagian lain dari Kampala. Sekarang Uganda memiliki 18 sidang, puncak 820 penyiar, puncak hadirin Perjamuan Malam lebih dari 3.204, dan lebih dari 140 perintis biasa dan istimewa. Balai-Balai Kerajaan telah didirikan di Jinja, Tororo, Mbale, dan Kampala. Namun, keadaan masih tidak mudah untuk memberi kesaksian, dan masa depan masih tidak menentu.
Sejak tahun 1989 tentangan yang diperbarui muncul, mulai dengan komentar-komentar dari kaum pendeta, disusul dengan artikel-artikel surat kabar yang mengritik, pembatalan secara lisan dan tidak beralasan dari izin pembangunan gedung yang telah disetujui, penolakan izin mengadakan kebaktian di tempat-tempat tertentu, dan gangguan lain dari pejabat-pejabat yang mendapat informasi yang salah. Ketika tiba waktunya, semua perkumpulan diminta untuk mendaftar ulang, dan pendaftaran untuk Perkumpulan Siswa-Siswa Alkitab Internasional ditolak. Hampir semua utusan injil harus meninggalkan negeri itu. Meskipun semua hal ini, kebaktian-kebaktian distrik pada bulan Desember 1990 dapat diselenggarakan dengan sukses. Beberapa pejabat tinggi ternyata sangat membantu dan mempunyai sikap yang adil, membangkitkan harapan bahwa semua utusan injil akan dapat segera kembali ke Uganda dan melanjutkan pekerjaan pendidikan mereka. Ladang ini mempunyai potensi besar, dan saudara-saudara memohon kepada Pemilik tuaian untuk mengirimkan lebih banyak pekerja.—Mat. 9:37, 38.
Kenya Bersiap-siap untuk Pertambahan yang Lebih Besar
Dengan organisasi Yehuwa yang maju terus di seluruh dunia dan pertambahan mantap yang nyata di seluruh Afrika Timur, sudah tiba waktunya untuk menggunakan teknologi yang lebih maju di Kenya. Betapa menggembirakan ketika di kantor cabang pada tahun 1984 dua komputer pribadi (”personal computer”) IBM yang pertama tiba dari cabang Jerman!
Pertama-tama semua orang merasa bingung dengan mesin-mesin baru ini, namun dengan bantuan Yehuwa dan buku-buku petunjuk yang sederhana, tidak dibutuhkan waktu terlalu lama untuk dapat menggunakan komputer-komputer tersebut. Komputer memungkinkan untuk mengisi teks, yang dapat dipindahkan ke dalam disket yang dapat dikirim ke cabang-cabang di luar negeri yang mencetak. Hal ini membuka kemungkinan-kemungkinan baru. Dua atau tiga ”proof” tidak usah dikirim pulang-balik antara Inggris dan Kenya sebelum Menara Pengawal dalam bahasa Swahili dapat dicetak. Kini Menara Pengawal dalam bahasa Swahili dicetak pada waktu yang sama dengan Menara Pengawal dalam bahasa Inggris, dan semua sidang di Kenya dapat mempelajari materi Alkitab yang sama pada minggu yang sama!
Seiring dengan pertambahan yang mantap dalam jumlah penyiar juga datang pertumbuhan yang nyata menuju kerohanian yang teguh. Saksi-Saksi meningkatkan waktu yang mereka gunakan dalam dinas, dengan memelihara mata yang sederhana yang dipusatkan kepada kepentingan Kerajaan. Semakin banyak orang membuat upaya yang lebih besar untuk membantu anak-anak mereka yang banyak jumlahnya melalui pengajaran Alkitab keluarga. Penatua-penatua baru dilantik, dan semakin banyak saudara-saudara muda yang berupaya memenuhi syarat sebagai pelayan sidang. Banyak yang telah menunjukkan integritas dalam ujian-ujian kenetralan Kristen. Banyak lagi yang bersedia membuat pengorbanan secara materi agar dapat memiliki Balai Kerajaan mereka sendiri.
Kebaktian ”Pemelihara-Pemelihara Integritas” Tahun 1985
Pada akhir tahun 1985, Kenya adalah salah satu dari negeri-negeri yang dipilih untuk kebaktian internasional istimewa dengan pengunjung-pengunjung dari luar negeri. Hampir 2.000 dari antaranya datang. Seraya delegasi pengunjung ini menikmati pemandangan dan fauna hutan Kenya, dengan suara bulat mereka mengatakan bahwa hal-hal utama dalam kunjungan mereka adalah kebaktian dan dinas pengabaran, ditemani saudara-saudara setempat.
Pada waktu orang-orang Nairobi melihat semua wazungu (orang kulit putih atau orang Eropa) ini muncul dengan pramuwisata setempat, hal itu menimbulkan kegemparan. Sebaliknya, para pengunjung terkesan dengan minat yang ditunjukkan orang-orang Kenya terhadap Alkitab dan oleh kelompok anak-anak kecil yang mengikuti mereka ke mana-mana.
Juga di kebaktian, para pengunjung tertarik oleh ribuan anak-anak kecil yang penuh perhatian. Lebih dari 8.000 orang memenuhi Taman Jamhuri di Nairobi, sejauh itu kebaktian terbesar yang pernah diadakan. Acara istimewa bagi hadirin adalah kehadiran dua saudara dari Badan Pimpinan, Theodore Jaracz dan Albert Schroeder.
Selama tahun-tahun berikutnya, anggota kantor cabang bertambah, dan tambahan utusan injil datang ke Kenya. Para utusan injil ini dianugerahi dengan banyak anak rohani. Misalnya, dengan bantuan utusan injil Sidang Eldoret tumbuh dari 45 menjadi 129 penyiar dalam waktu empat tahun. Dengan semangat perintis yang meningkat, kepentingan-kepentingan Kerajaan terus maju. Pada tahun 1987 lebih dari 1,5 juta jam digunakan di lapangan, dan lebih dari 4.000 penyiar dalam keadaan aktif, masing-masing menggunakan waktu rata-rata 16,4 jam setiap bulan.
Hadirin Perjamuan Malam meningkat menjadi 15.683, dan 466 yang dibaptis. Rata-rata, lebih dari 1.000 melayani dalam dinas perintis setiap bulan, dan lebih dari 500 di antaranya adalah perintis biasa. Balai-Balai Kerajaan baru didirikan, dan rencana-rencana untuk fasilitas kebaktian yang baru di daerah pinggiran Nairobi digambar. Untuk pertama kalinya, ada lebih dari 10.000 penyiar yang aktif di bawah pengawasan cabang, termasuk 1.000 perintis biasa. Kemudian, sesuatu yang sangat mengejutkan terjadi.
Pelarangan Lain
Segera setelah selesainya kebaktian-kebaktian wilayah yang membahas tentang pengujian iman, dan sewaktu persiapan-persiapan untuk Kebaktian Distrik ”Percaya Kepada Yehuwa” mulai dilaksanakan, kepercayaan itu benar-benar diuji. Pada tanggal 19 November 1987, sebuah pengumuman yang sah tertanggal 9 November muncul dalam surat kabar Gazette di Kenya yang mencabut pendaftaran Perkumpulan Saksi-Saksi Yehuwa di Afrika Timur, sekalipun perkumpulan tersebut telah berjalan selama 25 tahun. Surat keputusan itu memberi waktu 21 hari untuk menyelesaikan semua urusan dan membagikan harta-milik kepada anggota-anggota. Pada siang yang sama, diterima sebuah surat dari kepala kantor pendaftaran yang menegaskan keputusan itu. Tidak ada alasan yang diberikan.
Pada pagi berikutnya salah satu surat kabar melaporkan berita ini sebagai pokok yang kecil di halaman 5, tidak sebagai berita utama, sebagaimana halnya pada tahun 1973. Namun agen-agen pers asing segera menelepon dan kemudian menerbitkan berita yang sangat mengejutkan ini. Tanpa menunda-nunda berbagai upaya dibuat untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah, namun mereka sibuk dengan kunjungan kenegaraan atau tidak bersedia membahas persoalan tersebut.
Nasihat hukum diupayakan, dan setelah banyak doa dipanjatkan, permohonan naik banding diajukan. Pada tanggal 27 November hakim memutuskan bahwa kasus tersebut dapat didengar, yang membuat Perkumpulan disahkan kembali secara hukum seraya menantikan hasil dari persoalan tersebut. Maka, perhimpunan-perhimpunan dan kegiatan pengabaran terus berlangsung di seluruh Kenya, memberikan kebebasan sementara.
Bagaimana dengan kebaktian-kebaktian? Dibutuhkan iman untuk melanjutkan apa yang direncanakan, tetapi betapa menyenangkan untuk menerima persetujuan-persetujuan yang diperlukan! Setelah beberapa perjuangan, kontrak-kontrak untuk lokasi kebaktian dibuat, maka ketiga Kebaktian Distrik ”Percaya Kepada Yehuwa” dilaksanakan dalam bulan Desember. Hadirin dan jumlah yang dibaptis di seluruh negeri mencapai 10.177 dan 228.
Sesudah itu, keadaan kelihatannya normal. Para Saksi dengan sepenuhnya menyadari bahwa persoalannya kini ada di tangan Yehuwa sehubungan dengan masa depan kantor cabang dan pekerjaan di Kenya.
Penyelesaian secara hukum terkatung-katung selama bertahun-tahun, karena pengadilan menunda kasus ini berulang kali. Hal ini menyebabkan banyak insiden dalam tingkat lokal, di mana para pejabat, yang tidak menyadari berlanjutnya status hukum yang sah, menangkap saudara-saudara, menunda izin, atau bahkan menolak izin kebaktian. Sementara itu kaum pendeta Susunan Kristen telah mencampuri politik seperti belum pernah dilakukan sebelumnya, yang telah membantu banyak orang untuk melihat perbedaan yang mencolok antara kaum pendeta dan Saksi-Saksi yang taat kepada hukum, pencinta damai.
Hal ini telah menghasilkan lebih banyak pertambahan dalam pemberita-pemberita Kerajaan. Kira-kira pada waktu Perjamuan Malam tahun 1991, ada hampir 6.000 penyiar di negeri ini, dan 19.644 yang hadir dalam perayaan tersebut. Di Nairobi dan Nanyuki, yang terletak di garis ekuator, beberapa Balai Kebaktian telah didirikan. Pertambahan penyiar memberikan tanggungan yang lebih berat bagi kantor cabang, maka anggota Betel telah bertambah menjadi 38, dan perluasan gedung yang sudah ada menjadi hal yang mendesak.
Menghadapi Masa Depan dengan Percaya kepada Yehuwa
Tidak cukup tempat untuk menyebutkan banyak perkembangan penting lain dan pengalaman yang menggetarkan hati di Afrika Timur. Tak terhitung banyaknya orang setia lainnya yang telah mengorbankan diri demi kabar baik dan menderita sengsara sebagai hamba-hamba dari Allah yang sejati. Banyak yang memikul tanggung jawab yang berat dan, seperti rasul Paulus, merasa khawatir untuk sidang-sidang selama bertahun-tahun. (2 Kor. 11:28) Kesukaran ekonomi, hukum dan politik, terus berlanjut. Jalan keluar yang tahan lama untuk semua problem ini akan datang hanya melalui Kerajaan Yehuwa, dan sementara ini, banyak pengumpulan yang masih harus dikerjakan.
Jumlah penduduk di bagian bumi ini sudah berlipat ganda selama 20 tahun belakangan. Dalam bulan Agustus 1991 semua negeri di bawah cabang itu mempunyai puncak penyiar gabungan sebanyak 15.970. Cabang itu mengatakan, ”Kami tahu bahwa Yehuwa mengenal domba-domba-Nya dan kami berdoa semoga ’firman Yehuwa akan terus maju dengan cepat’ sebelum akhir yang datang dengan cepat dan waktu manakala bagian bumi yang indah ini, dengan semua ciptaannya yang menakjubkan, akan menjadi bagian firdaus seluas bumi yang nyata.”—2 Tes. 3:1.
[Catatan Kaki]
a Dengan berakhirnya pemerintahan kolonial di Afrika, nama-nama dari banyak negeri yang disebutkan dalam kisah ini telah berubah. Rhodesia Utara menjadi Zambia; Rhodesia Selatan menjadi Zimbabwe; Tanganyika menjadi Tanzania; Urundi menjadi Burundi; Nyasaland menjadi Malawi; dan Kongo Belgia menjadi Zaire.
b Riwayat hidup George Nisbet muncul dalam terbitan The Watchtower, 1 Agustus 1974.
c Kisah hidupnya muncul dalam The Watchtower (Menara Pengawal) 1 Mei 1985.
d Untuk rincian, lihat catatan sejarah mengenai Afrika Selatan dalam buku Yearbook of Jehovah’s Witnesses 1976.
e Setelah menderita sakit yang lama, Barbara Hardy meninggal pada bulan Februari 1988.
f Di Ethiopia, biasanya nama utama seseorang adalah nama panggilannya.
[Grafik di hlm. 206]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
Kenya 8.000
1950 3
1960 108
1970 947
1980 2.266
1991 6.300
Puncak Penyiar
2.000
1950
1960 5
1970 132
1980 317
1991 1.256
Rata-Rata Perintis
[Grafik di hlm. 207]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
Sembilan Negara di Bawah Cabang Kenya
17.000
1950 119
1960 865
1970 2.822
1980 5.263
1991 15.970
Puncak Penyiar
4.000
1950 1
1960 49
1970 296
1980 599
1991 3.127
Rata-Rata Perintis
[Kotak/Peta di hlm. 66]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
Laut Merah
Teluk Aden
YAMAN
SUDAN
Nil
Omdurman
Khartum
Eritrea
Asmara
JIBOUTI
ETHIOPIA
Addis Ababa
SOMALIA
Mogadishu
KENYA
Nairobi
Mombasa
Khatulistiwa
Danau Victoria
UGANDA
Kampala
ZAIRE
RUANDA
BURUNDI
TANZANIA
Zanzibar
Dar es Salaam
Mbeya
MALAWI
ZAMBIA
Lautan Hindia
SEYCHELLES
MADAGASKAR
[Kotak]
KENYA
Ibu kota: Nairobi
Bahasa-Bahasa Resmi: Swahili dan Inggris
Agama Utama: Kepercayaan yang berbeda-beda
Jumah Penduduk: 23.000.000
Kantor Cabang: Nairobi
[Gambar di hlm. 69]
Gembala muda di Kenya
[Gambar di hlm. 71]
Kenya, tempat tinggal margasatwa yang sangat menarik
[Gambar di hlm. 74]
Olga Smith dan dua anaknya mengucapkan selamat jalan pada suaminya, Gray, dan kepada saudaranya Frank pada awal perjalanan laut mereka ke Afrika Timur
Frank Smith di Nairobi, dekat pusat kota, pada tahun 1931
Gray Smith memberi kesaksian di Kenya pada tahun 1931
[Gambar di hlm. 76]
David Norman dan Robert Nisbet di Durban, Afrika Selatan, tahun 1931, tepat sebelum keberangkatan mereka dengan kapal ke Dar es Salaam
[Gambar di hlm. 79]
George Nisbet, Gray dan Olga Smith, dan Robert Nisbet menyeberangi sungai Limpopo dan beristirahat sejenak dalam perjalanan ke Afrika Timur, pada tahun 1935
[Gambar di hlm. 88]
Suatu pertemuan kembali dari ”orang-orang kawakan” seraya minum kopi dan teh dekat Nairobi, tahun 1985: dari kiri, Muriel Nisbet, Margaret Stephenson, Vera Palliser, Mary Whittington, dan William Nisbet
[Gambar di hlm. 93]
Ingilizi Caliopi dengan Mary Girgis, di Khartoum, Sudan
[Gambar di hlm. 96]
Para utusan injil Gilead: Dean Haupt dan Haywood Ward di Addis Ababa
[Gambar di hlm. 99]
Kantor cabang kecil Ethiopia di Addis Ababa, tahun 1953
[Gambar di hlm. 105]
Hosea Njabula dan istrinya, Leya, termasuk di antara mereka yang pertama-tama memberitakan kabar baik di Tanzania
[Gambar di hlm. 107]
Sembilan dari mereka yang belajar kebenaran di Tanzania bagian selatan selama tahun 1930-an. Dari kiri ke kanan: Andrew Chungu, Obeth Mwaisabila, Timothy dan Ana Kafuko, Leya Nsile, Joram Kajumba, Jimu Mwaikwaba, Stela dan Semu Mwasakuna
[Gambar di hlm. 108]
Thomson Kangale, seorang guru yang sabar bagi saudara-saudaranya di Afrika Timur
[Gambar di hlm. 123]
George Kadu dan Margaret Nyende mengenang hari-hari pertama mereka di Uganda, ketika mereka mendengar kebenaran lebih dari 35 tahun yang lalu
[Gambar di hlm. 131]
Rumah utusan injil yang pertama di Kenya dan kantor cabang di Nairobi dibuka pada tanggal 1 Februari 1963
[Gambar di hlm. 139]
Pada tahun 1965, kantor cabang Kenya yang kedua, di Nairobi berada di lantai atas dari apartemen, dan gambar di bawah adalah bagian belakang dari kantor cabang ketiga pada tahun 1970, sebelum perluasan
[Gambar di hlm. 141]
Lamond Kandama, seorang Perintis Istimewa yang aktif di Zambia, Tanzania, dan Kenya, selama lebih dari 50 tahun, dengan Esinala dan Stanley Makumba, yang telah melayani lebih dari 40 tahun dalam pelayanan istimewa di Uganda dan Kenya, sebagian besar dalam pekerjaan keliling
[Gambar di hlm. 142]
John dan Kay Jason, di Betel Nairobi, masing-masing telah melayani lebih dari 50 tahun dalam dinas sepenuh waktu
[Gambar di hlm. 157]
Sekelompok saudara Ruanda yang berbahagia setelah pembaptisan mereka
[Gambar di hlm. 158]
Anna Nabulya, salah seorang pemberita Uganda yang teguh
[Gambar di hlm. 169]
Gebregziabher Woldetnsae, pengawas yang mengerahkan diri, terus hingga kematiannya
[Gambar di hlm. 177]
Wajah-wajah yang kita harap akan kita jumpai dalam kebangkitan. Semuanya dibunuh karena keloyalan mereka terhadap kabar baik. Dari kiri atas: Ayele Zelelew, Hailu Yemiru, Wubie Ayele, Kaba Ayana, Gebreyohanes Adhanom, Adera Teshome, Wondimu Demera, Kasa Gebremedhin, Eshetu Mindu
[Gambar di hlm. 192]
Gaspard Rwakabubu, Joseph Koroti, dan Ferdinand I’Mugarula setelah mereka dibebaskan dari penjara di Kigali, merasa gembira dapat menghadiri kebaktian internasional di Nairobi pada tahun 1985
[Gambar di hlm. 199]
Kebaktian wilayah di Mbale, Uganda, 1987
[Gambar di hlm. 201]
Kantor cabang Kenya sekarang dan Rumah Betel di Nairobi setelah pertambahan
[Gambar di hlm. 202]
Bernard Musinga menggunakan 20 tahun di Afrika Timur dalam pekerjaan keliling dan menjadi anggota Panitia Cabang, sebelum ia kembali ke negeri asalnya, Zambia