-
Saudara Membutuhkan Hati Nurani yang TerlatihMenara Pengawal—2001 | 1 November
-
-
Saudara Membutuhkan Hati Nurani yang Terlatih
Itu adalah hari yang menjanjikan kenangan indah bagi para penumpang dan kru pesawat Air New Zealand Penerbangan 901 ke Antartika. Dengan kamera siap di tangan, para penumpang berdebar-debar menikmati penerbangan seraya pesawat DC-10 tersebut mendekati benua putih itu lalu terbang rendah sehingga mereka dapat menyaksikan pemandangan yang luar biasa.
SANG kapten, seorang pilot berpengalaman 15 tahun, telah mengumpulkan lebih dari 11.000 jam terbang. Sebelum tinggal landas, ia telah dengan cermat memasukkan rencana penerbangan ke komputer pesawat, tetapi tidak tahu bahwa koordinat yang diberikan kepadanya salah. Sewaktu terbang menembus awan pada ketinggian hanya 600 meter, pesawat DC-10 itu menghantam lereng bagian bawah Gunung Erebus, dan menewaskan ke-257 orang di pesawat tersebut.
Sebagaimana pesawat terbang dewasa ini mengandalkan komputer guna membimbing penerbangan mereka, manusia juga telah diberi hati nurani guna membimbing perjalanan hidup mereka. Dan, tragedi Penerbangan 901 yang mengerikan itu dapat memberi kita pelajaran bagus tentang hati nurani. Misalnya, sama seperti keamanan penerbangan bergantung pada sistem navigasi yang berfungsi dengan baik dan petunjuk yang tepat, demikian pula kesejahteraan rohani, moral, dan bahkan jasmani kita bergantung pada hati nurani yang tanggap yang dibimbing oleh petunjuk moral yang benar.
Sayangnya, dalam dunia dewasa ini, informasi seperti itu cepat menghilang atau diabaikan. ”Dewasa ini, kami banyak mendengar tentang anak-anak sekolah yang tidak bisa membaca, menulis, dan tidak tahu di mana letak Prancis,” kata seorang pendidik asal Amerika. ”Selain itu, mereka juga tidak bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. Di samping buta huruf dan buta angka, masalah pendidikan masih ditambah lagi dengan adanya kebingungan moral yang parah.” Ia juga menyebutkan bahwa ”anak muda zaman sekarang hidup dalam ketidakjelasan moral. Tanyalah salah satu dari mereka apakah ada standar untuk apa yang benar dan yang salah, pasti mereka akan langsung bingung, terdiam, resah, dan merasa tidak nyaman. . . . Bukannya berkurang, kebingungan ini malah bertambah parah sewaktu mereka duduk di bangku kuliah”.
Salah satu penyebab kebingungan ini adalah relativisme moral, suatu pandangan populer bahwa standar-standar bervariasi menurut selera pribadi dan kebudayaan. Bayangkanlah apa yang terjadi jika pilot mengendalikan pesawat bukan dengan menggunakan petunjuk yang telah ditetapkan melainkan dengan sinyal radio yang tidak jelas dan kadang-kadang menghilang sama sekali! Malapetaka seperti yang terjadi di Gunung Erebus pasti akan sering terjadi. Demikian pula, karena telah mengabaikan standar-standar moral yang telah ditetapkan, dunia menuai panen yang menyedihkan berupa kesengsaraan dan kematian, seraya keluarga-keluarga menjadi berantakan akibat ketidaksetiaan dan jutaan orang menderita karena AIDS atau penyakit-penyakit lain yang ditularkan lewat hubungan seks.
Relativisme kedengarannya mungkin bersifat modern, tetapi pada kenyataannya, para penganutnya tak ubahnya seperti orang-orang Niniwe zaman dahulu yang tidak tahu ”perbedaan antara tangan kanan dan kiri”. Para penganut relativisme moral serupa dengan orang-orang Israel yang murtad, yang mengatakan bahwa ”kebaikan itu jahat dan kejahatan itu baik”.—Yunus 4:11; Yesaya 5:20.
Jadi, di mana kita dapat menemukan hukum dan prinsip yang jelas dan tidak ambigu untuk melatih hati nurani kita agar menjadi pembimbing yang aman? Jutaan orang telah mendapati bahwa Alkitab-lah yang dapat dengan tepat memenuhi kebutuhan itu. Dari moralitas hingga etos kerja dan dari pelatihan anak-anak hingga ibadat kepada Allah, Alkitab bermanfaat untuk semuanya. (2 Timotius 3:16) Alkitab telah terbukti benar-benar dapat diandalkan selama berabad-abad. Karena ditetapkan oleh wewenang yang mahatinggi, yaitu Pencipta kita, standar-standar moral Alkitab relevan bagi semua orang. Oleh karena itu, kita tidak punya alasan untuk hidup tanpa pengetahuan tentang apa yang benar dan yang salah.
Akan tetapi, terlebih lagi dewasa ini, hati nurani kita mendapat serangan yang gencar. Bagaimana bisa demikian? Dan, bagaimana Saudara dapat melindungi hati nurani Saudara? Cara yang baik untuk memulainya adalah dengan mengenali sumber serangan ini dan taktik-taktiknya. Hal itu akan dibahas di artikel berikut.
-
-
Lindungilah Hati Nurani SaudaraMenara Pengawal—2001 | 1 November
-
-
Lindungilah Hati Nurani Saudara
TAKUT rasanya kalau memikirkan terbang dalam pesawat yang komputernya salah program. Sebaliknya, bayangkan apa yang terjadi jika seseorang telah mengutak-atik sistem pemandu pesawat atau telah dengan sengaja memalsukan datanya! Demikian pula, dalam arti kiasan, itulah yang sedang diupayakan oleh suatu pribadi terhadap hati nurani Saudara. Pribadi ini bertekad untuk menyabot sistem pembimbing moral Saudara. Ia bertujuan membuat Saudara berada pada jalur tabrakan dengan Allah!—Ayub 2:2-5; Yohanes 8:44.
Siapakah penyabot yang keji ini? Dalam Alkitab, ia disebut ”ular yang semula, yang disebut Iblis dan Setan, yang menyesatkan seluruh bumi yang berpenduduk”. (Penyingkapan [Wahyu] 12:9) Ia pernah melancarkan aksinya di Taman Eden sewaktu ia, dengan menggunakan penalaran yang tampaknya masuk akal, membujuk Hawa untuk mengabaikan apa yang Hawa tahu adalah benar dan untuk memberontak melawan Allah. (Kejadian 3:1-6, 16-19) Sejak saat itu, Setan telah mendalangi berkembangnya semua praktek tipu daya untuk mengarahkan orang-orang secara massal kepada permusuhan dengan Allah. Yang paling tercela dari semua praktek ini adalah agama palsu.—2 Korintus 11:14, 15.
Agama Palsu Merusak Hati Nurani
Dalam buku Penyingkapan di Alkitab, agama palsu dilambangkan sebagai pelacur yang disebut Babilon Besar. Ajarannya telah menyimpangkan kepekaan moral banyak orang dan telah menyebabkan mereka membenci dan bahkan melakukan kekerasan terhadap orang-orang yang memiliki kepercayaan lain. Sesungguhnya, menurut Penyingkapan, Allah menganggap agama palsu terutama bertanggung jawab atas darah ”semua orang yang telah dibantai di bumi”, termasuk para penyembah Allah sendiri.—Penyingkapan 17:1-6; 18:3, 24.
Yesus memberi tahu murid-muridnya hingga sejauh mana agama palsu akan menyimpangkan kompas moral beberapa orang, dengan mengatakan, ”Jamnya akan tiba manakala setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka ia telah memberikan dinas suci kepada Allah.” Betapa butanya moral orang-orang yang bengis demikian! Yesus mengatakan, ”Mereka tidak mengenal Bapak ataupun aku.” (Yohanes 16:2, 3) Tidak lama setelah Yesus menuturkan kata-kata tadi, ia sendiri dibunuh atas perintah sejumlah pemimpin agama, yang sanggup berbuat jahat tanpa merasa bersalah sedikit pun. (Yohanes 11:47-50) Sebaliknya, Yesus mengatakan bahwa para pengikutnya yang sejati dikenal karena kasih yang mereka miliki di antara mereka. Namun, kasih mereka masih lebih luas lagi jangkauannya, karena mencakup mengasihi bahkan musuh mereka.—Matius 5:44-48; Yohanes 13:35.
Cara lain agama palsu menyabot hati nurani banyak orang adalah dengan memuaskan moralitas apa pun, atau ketiadaan moral apa pun, yang tampaknya sedang populer. Rasul Paulus menubuatkan hal ini dengan mengatakan, ”Akan ada suatu jangka waktu ketika mereka tidak dapat menerima ajaran yang sehat, tetapi sesuai dengan keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan guru-guru bagi diri mereka untuk menggelitik telinga mereka.”—2 Timotius 4:3.
Sekarang ini, para pemimpin agama menggelitik telinga orang-orang dengan mengatakan bahwa seks di luar nikah dapat diterima Allah. Ada juga yang menyetujui homoseksualitas. Bahkan, beberapa pemimpin agama sendiri adalah para pelaku homoseks yang aktif. Sebuah artikel di surat kabar Inggris The Times menyatakan bahwa ”tiga belas pemimpin agama yang dikenal sebagai gay” telah dipilih menjadi anggota Sinode Umum Gereja Inggris. Kalau para pemimpin gereja mengabaikan moralitas Alkitab, dan gereja mereka tetap diam saja, standar apa lagi yang harus diikuti umatnya? Tidak heran, banyak orang sangat bingung.
Alangkah jauh lebih baik bila kita dibimbing oleh moral dan kebenaran rohani, yang bagaikan sinyal radio pemandu, yang diajarkan dalam Alkitab! (Mazmur 43:3; Yohanes 17:17) Misalnya, Alkitab mengajarkan bahwa orang yang melakukan percabulan ataupun pezina ”tidak akan mewarisi kerajaan Allah”. (1 Korintus 6:9, 10) Alkitab memberi tahu kita bahwa pria dan wanita yang ”tidak lagi menggunakan tubuh mereka menurut kebiasaan yang alami” berarti ”melakukan apa yang cabul” di mata Allah. (Roma 1:26, 27, 32) Kebenaran-kebenaran moral ini bukanlah buatan manusia yang tidak sempurna; semuanya itu adalah standar-standar yang diilhami Allah dan tidak pernah Ia batalkan. (Galatia 1:8; 2 Timotius 3:16) Namun, Setan masih punya banyak cara lain untuk menyabot hati nurani kita.
Berhati-hatilah dalam Memilih Hiburan
Memaksa seseorang melakukan tindakan jahat memang sudah buruk, tetapi membuatnya ingin melakukan tindakan demikian lebih buruk lagi. Itulah tujuan ”penguasa dunia ini”, Setan. Untuk menanamkan gagasan yang bejat tersebut di pikiran dan hati orang-orang yang bodoh atau yang tidak berhati-hati—khususnya yang paling lemah, kaum muda—ia menggunakan sarana seperti bacaan yang meragukan, film, musik, permainan komputer, dan situs pornografi di Internet.—Yohanes 14:30; Efesus 2:2.
”Kaum muda [di Amerika Serikat] melihat kira-kira 10.000 tindak kekerasan setiap tahun,” kata sebuah laporan dalam jurnal Pediatrics, ”dan acara TV untuk anak-anak adalah yang paling keras.” Laporan itu juga menyingkapkan bahwa ”setiap tahun, para remaja melihat hampir 15.000 referensi dan gurauan seksual, maupun bahan-bahan yang menyiratkan seks”. Bahkan, kata laporan itu, jam tayang utama televisi ”berisi lebih dari 8 insiden seksual per jam, lebih dari empat kali lipat dibanding tahun 1976”. Tidak heran, penelitian ini mendapati pula bahwa ”bahasa vulgar juga meningkat drastis”. Namun, Alkitab maupun banyak penelitian ilmiah memperingatkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi bahan-bahan seperti itu mengubah orang menjadi lebih buruk. Jadi, jika Saudara sungguh-sungguh ingin menyenangkan Allah dan terhindar dari keburukan, indahkanlah Amsal 4:23, yang mengatakan, ”Jagalah hatimu, karena dari situlah keluar sumber kehidupan.”—Yesaya 48:17.
Banyak musik populer juga merusak hati nurani. Seorang penyanyi yang lagu-lagunya melejit ke urutan pertama tangga lagu di sejumlah negeri Barat melakukan ”upaya khusus untuk membuat kejutan”, kata sebuah laporan dalam surat kabar Australia The Sunday Mail. Artikel itu menyatakan bahwa ”lagu-lagunya mengagung-agungkan narkoba, inses, dan pemerkosaan” dan bahwa ia ”menyanyi tentang membunuh istrinya dan melemparkan mayatnya ke danau”. Lirik-lirik lain yang ia sebutkan terlalu keji untuk diulangi di sini. Namun, musiknya membuat dia memperoleh penghargaan yang bergengsi. Inginkah Saudara menaburkan ke dalam pikiran dan hati Saudara gagasan-gagasan berbahaya seperti yang disebutkan di atas, bahkan meskipun gagasan-gagasan itu dipermanis oleh musik? Semoga tidak, karena orang-orang yang bertindak dengan cara demikian mencemari hati nurani mereka dan akhirnya menciptakan di dalam diri mereka ’hati yang fasik’, yang menjadikan mereka musuh Allah.—Ibrani 3:12; Matius 12:33-35.
Jadi, bijaksanalah dalam memilih hiburan. Alkitab mendesak kita, ”Perkara apa pun yang benar, perkara apa pun yang serius, perkara apa pun yang adil-benar, perkara apa pun yang murni, perkara apa pun yang membangkitkan perasaan kasih, perkara apa pun yang patut dibicarakan, apa pun yang bajik dan perkara apa pun yang patut dipuji, teruslah pikirkan semuanya ini.”—Filipi 4:8.
Pergaulan Mempengaruhi Hati Nurani Saudara
Semasa kanak-kanak, Neil dan Franz menikmati pergaulan yang sehat bersama orang-orang Kristen yang tulus.a Namun, akhirnya, kata Neil, ”Saya mulai terlibat dalam pergaulan yang buruk.” Hasil akhirnya, yang sangat ia sesali, adalah kejahatan dan pemenjaraan. Cerita Franz juga sama. ”Saya kira saya bisa bergaul dengan kaum muda dunia ini tanpa terpengaruh oleh mereka,” sesalnya. ”Namun, sebagaimana dikatakan Galatia 6:7, ’Allah tidak dapat dicemoohkan. Sebab apa pun yang ditabur orang, ini juga yang akan dituainya.’ Melalui pengalaman pahit ini, saya belajar bahwa saya salah dan Yehuwa benar. Saya menghadapi hukuman penjara seumur hidup akibat kesalahan yang saya lakukan.”
Orang-orang seperti Neil dan Franz tidak begitu saja melakukan kejahatan; mulanya, tidak pernah terpikir oleh mereka untuk melakukan hal itu. Hal itu biasanya terjadi secara bertahap, dan sering kali tahap pertamanya adalah pergaulan yang buruk. (1 Korintus 15:33) Narkoba dan minuman keras dapat menyusul. Hati nurani, sesungguhnya, telah dengan tepat digambarkan sebagai ”bagian kepribadian yang larut dalam alkohol”. Kalau sudah begitu, hanya dibutuhkan satu langkah kecil untuk melakukan kejahatan atau perbuatan amoral.
Jadi, mengapa harus mengambil langkah pertama? Sebaliknya, bergaullah dengan orang-orang berhikmat yang sungguh-sungguh mengasihi Allah. Mereka akan membantu Saudara membentengi hati nurani Saudara sehingga hati nurani itu akan membimbing Saudara dengan sepatutnya, menghindarkan Saudara dari banyak kepedihan. (Amsal 13:20) Meskipun masih dipenjarakan, Neil dan Franz sekarang memandang hati nurani mereka sebagai karunia Allah yang harus secara sepatutnya dilatih dan, ya, disayangi. Selain itu, mereka bekerja keras untuk membina hubungan yang baik dengan Allah mereka, Yehuwa. Jadilah berhikmat, dan belajarlah dari kesalahan mereka.—Amsal 22:3.
Peliharalah Hati Nurani Saudara
Kita memperlihatkan bahwa kita ingin memelihara hati nurani kita sewaktu kita membina kasih dan iman kepada Allah, dan juga rasa takut yang sehat kepada-Nya. (Amsal 8:13; 1 Yohanes 5:3) Alkitab menyingkapkan bahwa hati nurani yang tidak mengandung sifat-sifat ini sering kali tidak memiliki kestabilan moral. Misalnya, Mazmur 14:1 berbicara tentang orang-orang yang mengatakan dalam hati mereka, ”Tidak ada Yehuwa.” Bagaimana ketiadaan iman ini mempengaruhi tingkah laku mereka? Ayat itu melanjutkan, ”Mereka telah bertindak bejat, mereka telah bertindak secara memuakkan dalam tindak-tanduk mereka.”
Orang-orang yang tidak memiliki iman yang sejati kepada Allah juga tidak memiliki harapan yang teguh akan masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, mereka cenderung hidup untuk saat ini, memuaskan hasrat daging mereka. Filsafat mereka adalah, ”Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita akan mati.” (1 Korintus 15:32) Di pihak lain, orang-orang yang memusatkan perhatiannya pada hadiah berupa kehidupan kekal tidak disimpangkan oleh kesenangan dunia yang sementara. Bagaikan komputer navigasi yang tepat, hati nurani mereka yang terlatih menjaga mereka tetap berada pada lintasan ketaatan yang loyal kepada Allah.—Filipi 3:8.
Agar tetap kuat dan akurat, hati nurani Saudara memerlukan bimbingan rutin dari Firman Allah. Alkitab memberi tahu kita bahwa bimbingan demikian tersedia, dengan mengatakan dalam bahasa gambaran, ”Telingamu akan mendengar perkataan di belakangmu, ’Inilah jalan. Berjalanlah mengikutinya, hai, kamu sekalian’, sekiranya kamu berjalan ke kanan atau sekiranya kamu berjalan ke kiri.” (Yesaya 30:21) Jadi, sediakanlah waktu untuk pembacaan Alkitab setiap hari. Hal ini akan memberi kekuatan dan dukungan moril sewaktu Saudara sedang berjuang melakukan apa yang benar atau sewaktu awan kekhawatiran menyelimuti Saudara. Yakinlah bahwa Yehuwa akan membimbing Saudara secara moral dan rohani jika Saudara menaruh kepercayaan penuh pada-Nya. Ya, tirulah sang pemazmur yang menulis, ”Aku menempatkan Yehuwa di depanku senantiasa. Karena ia ada di sebelah kananku, aku tidak akan digoyahkan.”—Mazmur 16:8; 55:22.
[Catatan Kaki]
a Nama-nama telah diganti.
[Gambar di hlm. 5]
Agama palsu, yang digambarkan dalam Alkitab sebagai ”Babilon Besar”, bertanggung jawab atas ketidakpekaan hati nurani banyak orang
[Keterangan]
Priest blessing troops: U.S. Army photo
[Gambar di hlm. 6]
Melihat kekerasan dan perbuatan amoral akan merusak hati nurani Saudara
[Gambar di hlm. 7]
Bimbingan rutin dari Firman Allah akan melindungi hati nurani Saudara
-