PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • ed hlm. 19-25
  • Nilai-Nilai Moral yang Layak Dihormati

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Nilai-Nilai Moral yang Layak Dihormati
  • Saksi-Saksi Yehuwa dan Pendidikan
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Salut Kepada Bendera
  • Hak Orang-Tua
  • Rumah Tangga yang Terbagi Secara Agama
  • Hak Anak-Anak Mendapat Kebebasan Berhati Nurani
  • ”Keselamatan Berasal dari Yehuwa”
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2002
  • Kenapa Saksi-Saksi Yehuwa dengan Sopan Menolak untuk Berpartisipasi dalam Upacara Bendera?
    Pertanyaan Umum Mengenai Saksi-Saksi Yehuwa
  • Salut kepada Bendera, Pemungutan Suara, dan Dinas Sipil
    ”Tetaplah Berada dalam Kasih Allah”
  • Laporan Jessica
    Sedarlah!—1996
Lihat Lebih Banyak
Saksi-Saksi Yehuwa dan Pendidikan
ed hlm. 19-25
Gambar di hlm. 19

Saksi-Saksi Yehuwa mencoba menanamkan nilai-nilai Kristen yang sejati dalam diri anak-anak mereka

Nilai-Nilai Moral yang Layak Dihormati

Sepanjang sejarah, pria dan wanita yang berani telah mengambil pendirian yang berlawanan dengan pemikiran yang populer pada zaman mereka. Mereka telah menanggung penindasan politik, agama, dan rasial, sering menyerahkan kehidupan mereka demi prinsip yang mereka anut.

ORANG-ORANG Kristen masa awal memang berani. Pada waktu penganiayaan yang kejam selama tiga abad pertama, banyak dari antara mereka dibunuh oleh orang Romawi kafir karena menolak menyembah kaisar. Kadang-kadang, sebuah altar didirikan di sebuah arena. Untuk dapat bebas, orang-orang Kristen hanya harus membakar sejumput kemenyan sebagai pengakuan terhadap sifat keilahian kaisar. Akan tetapi, hanya sedikit yang berkompromi. Sebagian besar lebih memilih mati daripada menyangkal iman mereka.

Pada zaman modern, Saksi-Saksi Kristen dari Yehuwa mengambil pendirian serupa sehubungan kenetralan politik. Sebagai contoh, pendirian mereka yang teguh dalam menghadapi Nazisme diteguhkan oleh catatan sejarah. Sebelum dan sepanjang perang dunia kedua, kira-kira seperempat Saksi-Saksi Jerman kehilangan nyawa mereka, terutama dalam kamp-kamp konsentrasi, karena mereka tetap netral dan menolak untuk mengucapkan ”Heil Hitler”. Anak-anak kecil dengan paksa dipisahkan dari orang-tua Saksi mereka. Meskipun mendapat tekanan, anak-anak muda tetap teguh dan menolak dicemari oleh ajaran-ajaran yang tidak berdasarkan Alkitab yang orang lain coba paksakan kepada mereka.

Salut Kepada Bendera

Saksi-Saksi Yehuwa pada umumnya bukan sasaran dari penganiayaan kejam demikian dewasa ini. Meskipun demikian, salah pengertian kadang-kadang timbul karena keputusan berdasarkan hati nurani dari seorang Saksi muda untuk tidak berpartisipasi dalam upacara-upacara patriotik, misalnya salut kepada bendera.

Gambar di hlm. 21

”Berilah kepada Kaisar apa yang milik Kaisar,dan kepada Allah apa yang milik Allah”—Matius 22:21, Bahasa Indonesia Sehari-hari

Anak-anak dari Saksi-Saksi Yehuwa tidak diajarkan untuk menghalangi anak-anak lain salut kepada bendera; hal itu adalah keputusan setiap pribadi. Akan tetapi, pendirian dari Saksi-Saksi sendiri teguh: Mereka tidak memberi salut kepada bendera dari negara mana pun. Hal ini tentunya tidak dimaksudkan untuk menunjukkan sikap tidak hormat. Mereka menghormati bendera dari negara mana pun tempat mereka tinggal, dan mereka memperlihatkan hormat ini dengan menaati hukum negara tersebut. Mereka tidak pernah terlibat dalam kegiatan antipemerintah dalam bentuk apa pun. Sebenarnya, Saksi-Saksi percaya bahwa pemerintahan manusia sekarang ini merupakan ”pengaturan Allah” yang keberadaannya Ia izinkan. Jadi mereka mengganggap diri mereka berada di bawah perintah ilahi untuk membayar pajak dan menghormati ”kalangan berwenang yang lebih tinggi” demikian. (Roma 13:1-7) Hal ini selaras dengan pernyataan Kristus yang terkenal, ”Berilah kepada Kaisar apa yang milik Kaisar, dan kepada Allah apa yang milik Allah.”​—Matius 22:21, Bahasa Indonesia Sehari-hari.

’Tetapi, mengapa,’ beberapa orang mungkin bertanya, ’Saksi-Saksi Yehuwa tidak menghormati bendera dengan memberi salut kepadanya?’ Karena mereka menganggap salut kepada bendera adalah suatu tindakan penyembahan, dan penyembahan adalah kepunyaan Allah; berdasarkan hati nurani mereka tidak dapat memberikan penyembahan kepada siapa pun atau apa pun selain Allah. (Matius 4:10; Kisah 5:29) Karena itu, mereka menghargai jika para pendidik menghormati keyakinan ini dan mengizinkan anak-anak Saksi menaati kepercayaan mereka.

Tidak mengherankan, Saksi-Saksi Yehuwa bukan satu-satunya kelompok yang menganggap bahwa salut kepada bendera ada hubungannya dengan ibadat, seperti diperlihatkan komentar-komentar berikut ini:

”Bendera yang mula-mula, hampir secara murni bersifat keagamaan. . . . Bantuan dari agama tampaknya selalu dicari untuk menyucikan bendera-bendera nasional.” (Cetak miring red.)—Encyclopædia Britannica.

”Bendera, seperti salib, adalah keramat. . . . Ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sikap manusia terhadap lambang-lambang nasional menggunakan kata-kata yang tegas dan ekspresif seperti, ’Dinas bagi Bendera’, . . . ’Hormat kepada Bendera’, ’Mengabdi kepada Bendera’.” (Cetak miring red.)—The Encyclopedia Americana.

”Umat Kristen menolak untuk . . . mempersembahkan korban kepada dewa penjaga kaisar [Romawi]—dewasa ini hampir sama seperti menolak untuk memberi salut kepada bendera atau mengucapkan sumpah setia.”​—Those About to Die (1958), oleh Daniel P. Mannix, halaman 135.

Gambar di hlm. 22

Tiga pemuda Ibrani menolak untuk membungkuk di hadapan patung yang didirikan oleh Nebukadnezar, raja Babilon

Sekali lagi, Saksi-Saksi Yehuwa tidak bermaksud tidak menghormati pemerintah mana pun atau para penguasanya dengan menolak memberi salut kepada bendera. Persoalannya hanyalah bahwa mereka tidak akan, dengan suatu tindakan penyembahan, membungkuk atau memberi salut kepada suatu tanda yang menggambarkan Negara. Mereka memandang hal ini serupa dengan pendirian yang diambil oleh tiga pemuda Ibrani pada zaman Alkitab yang menolak untuk membungkuk di hadapan patung yang didirikan di Dataran Dura oleh Nebukadnezar, raja Babilon. (Daniel, pasal 3) Maka, sementara yang lain memberi salut dan mengucapkan sumpah setia, anak-anak dari Saksi-Saksi Yehuwa diajar untuk mengikuti hati nurani mereka yang terlatih oleh Alkitab. Jadi, dengan senyap dan penuh hormat mereka tidak ikut berpartisipasi. Untuk alasan-alasan serupa, anak-anak Saksi memilih untuk tidak berpartisipasi ketika lagu kebangsaan dinyanyikan atau diperdengarkan.

Menghormati, Bukan Menyembah

Suatu pagi di sebuah sekolah di Kanada, seorang gadis Saksi berusia 11 tahun yang bernama Terra melihat gurunya membawa seorang siswa sekelasnya ke luar beberapa saat. Tidak lama kemudian, bapak guru dengan tenang meminta Terra untuk pergi bersama dia ke kantor kepala sekolah.

Seraya ia memasuki kantor, Terra langsung melihat bendera Kanada dihamparkan di meja kepala sekolah. Kemudian bapak guru menyuruh Terra meludahi bendera itu. Ia menyatakan bahwa karena Terra tidak menyanyikan lagu kebangsaan dan tidak memberi salut kepada bendera, tidak ada alasan mengapa ia tidak akan meludahi bendera itu bila diperintahkan untuk melakukannya. Terra menolak, sambil menjelaskan bahwa walaupun Saksi-Saksi Yehuwa tidak menyembah bendera, mereka menghormatinya.

Sesampainya di kelas, bapak guru mengumumkan bahwa ia baru saja mengadakan suatu percobaan dengan dua orang siswa, dengan menyuruh mereka untuk meludahi bendera. Walaupun siswa pertama memang berpartisipasi dalam upacara-upacara patriotik, ia meludahi bendera pada waktu diperintahkan untuk melakukannya. Akan tetapi, meskipun Terra tidak menyanyikan lagu kebangsaan atau memberi salut kepada bendera, ia menolak untuk menghinanya dengan cara ini. Sang guru menunjukkan bahwa dari antara dua siswa itu, Terra-lah siswa yang memperlihatkan respek yang sepatutnya.

Hak Orang-Tua

Dewasa ini, kebanyakan negara menghormati hak orang-tua untuk memberikan pengajaran agama kepada anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka. Semua agama mendukung hak ini, seperti digambarkan oleh undang-undang gereja yang masih berlaku di Gereja Katolik: ”Karena telah memberikan kehidupan kepada anak-anak mereka, orang-tua berada di bawah kewajiban yang keras untuk mendidik mereka, dan memiliki hak untuk melakukannya; itulah sebabnya merupakan hal penting bagi orang-tua terutama untuk memberikan kepada anak-anak mereka pendidikan Kristen sesuai dengan doktrin Gereja.”​—Kanon 226.

Gambar di hlm. 25

Anak-anak dianjurkan untuk menaruh minat akan orang-orang lain

Saksi-Saksi Yehuwa tidak menuntut hal lain. Sebagai orang-tua yang penuh perhatian, mereka mencoba menanamkan nilai-nilai Kristen yang sejati dalam diri anak-anak mereka dan berulang-ulang mengajarkan kepada mereka kasih akan sesama dan hormat akan milik orang-orang lain. Mereka ingin mengikuti nasihat yang rasul Paulus berikan kepada orang-orang Kristen di Efesus, ”Saudara-saudara yang menjadi ayah! Janganlah memperlakukan anak-anakmu sedemikian rupa sehingga mereka menjadi marah. Sebaliknya, besarkanlah mereka dengan tata tertib dan pengajaran Tuhan.”​—Efesus 6:4, Bahasa Indonesia Sehari-hari.

Beberapa Prinsip Moral yang Diikuti Saksi-Saksi Yehuwa

Sehubungan dengan nilai-nilai moral, Saksi-Saksi Yehuwa mengajar anak-anak mereka untuk tetap terpisah dari tingkah laku, praktek, atau bahkan sikap yang, walaupun umum di dunia dewasa ini, dapat membahayakan diri mereka atau orang-orang lain. (Yakobus 1:27) Maka mereka memberi tahu anak-anak mereka tentang bahaya dari obat-obat bius dan praktek-praktek lain, seperti misalnya merokok dan penyalahgunaan alkohol. (Amsal 20:1; 2 Korintus 7:1) Mereka percaya akan pentingnya kejujuran dan kerajinan. (Efesus 4:28) Mereka mengajar anak-anak mereka untuk menghindari bahasa kotor. (Efesus 5:3, 4) Mereka juga mengajar anak-anak untuk hidup selaras dengan prinsip-prinsip Alkitab sehubungan moralitas seksual serta menghormati wewenang dan pribadi serta milik orang lain. (1 Korintus 6:9, 10; Titus 3:1, 2; Ibrani 13:4) Mereka benar-benar percaya bahwa hidup selaras dengan prinsip-prinsip itu adalah yang terbaik bagi anak-anak mereka.

Rumah Tangga yang Terbagi Secara Agama

Dalam beberapa keluarga, hanya salah satu dari orang-tua adalah Saksi dari Yehuwa. Dalam keadaan demikian, orang-tua Saksi dianjurkan untuk mengakui hak dari orang-tua yang bukan Saksi juga untuk mengajar anak-anak sesuai dengan keyakinan agamanya. Anak-anak yang dihadapkan kepada pandangan agama yang berbeda hanya mengalami sedikit, kalaupun ada, pengaruh yang tidak baik.a Pada prakteknya, semua anak harus memutuskan agama apa yang akan mereka ikuti. Secara wajar, tidak semua anak muda memilih untuk mengikuti prinsip agama dari orang-tua mereka, apakah itu Saksi-Saksi Yehuwa atau bukan.

Hak Anak-Anak Mendapat Kebebasan Berhati Nurani

Anda hendaknya juga mengetahui bahwa Saksi-Saksi Yehuwa menganggap penting hati nurani Kristen setiap pribadi. (Roma, pasal 14) Konvensi Tentang Hak Anak, yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1989, mengakui hak seorang anak untuk mendapat ”kebebasan berpikir, berhati nurani dan beragama” dan hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas dan pendapat-pendapat tersebut dipertimbangkan dalam persoalan atau prosedur apa pun yang mempengaruhi anak itu.

Tidak ada dua anak yang persis sama. Karena itu, secara masuk akal Anda dapat mengharapkan beberapa perbedaan dalam keputusan yang dibuat oleh Saksi-Saksi muda atau siswa-siswa lain berkenaan kegiatan atau penugasan tertentu di sekolah. Kami percaya bahwa Anda juga menyetujui prinsip kebebasan berhati nurani itu.

a Berkenaan anak-anak dari perkawinan antar agama, Steven Carr Reuben, Ph.D., dalam bukunya Raising Jewish Children in a Contemporary World, menyatakan, ”Anak-anak bingung jika orang-tua menyangkal kepercayaan mereka yang sesungguhnya, menghadapi kebingungan, menutup-nutupi, dan menghindari hal-hal keagamaan. Apabila orang-tua terbuka, jujur, terus terang tentang kepercayaan, nilai, dan pola-pola perayaan mereka sendiri, anak-anak akan tumbuh dengan semacam rasa aman dan merasa diri bernilai dalam wawasan keagamaan dan hal ini sangat penting bagi perkembangan harga diri mereka secara keseluruhan dan pengetahuan sehubungan tempat mereka di dunia ini.”

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan