PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w97 1/2 hlm. 24-28
  • Peranan Musik dalam Ibadat Modern

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Peranan Musik dalam Ibadat Modern
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1997
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Peranan Historis Musik dalam Ibadat
  • Nyanyian Orang-Orang Kristen Abad Pertama
  • Pengaruh Ibadat Palsu
  • Mengembalikan Musik ke Tempatnya yang Patut dalam Ibadat
  • ’Menyanyi Dalam Hati Kita bagi Yehuwa’
  • Bernyanyilah bagi Yehuwa
  • Bernyanyilah dengan Sepenuh Hati!
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2017
  • Nyanyikanlah Pujian bagi Yehuwa
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1994
  • Memuji Yehuwa dengan Nyanyian
    Pelayanan Kerajaan Kita—1991
  • Bernyanyilah bagi Yehuwa!
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2010
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1997
w97 1/2 hlm. 24-28

Peranan Musik dalam Ibadat Modern

MENYANYI adalah karunia dari Allah. Melantunkan suara kita dalam nyanyian dapat mendatangkan kesenangan bagi kita dan bagi Pencipta kita. Lewat nyanyian, kita dapat mengungkapkan emosi kita, susah maupun senang. Terlebih lagi, kita dapat menyuarakan kasih, kekaguman, dan pujian kita kepada Yehuwa, sang Pemrakarsa nyanyian.

Dari kira-kira tiga ratus kali Alkitab menyebutkan tentang musik, sebagian besar berhubungan dengan ibadat kepada Yehuwa. Menyanyi juga dikaitkan dengan sukacita​—bukan hanya sukacita di pihak orang yang menyanyi tetapi juga sukacita di pihak Yehuwa. Sang pemazmur menulis, ”Biarlah mereka bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi! Sebab TUHAN berkenan kepada umat-Nya.”​—Mazmur 149:3, 4.

Tetapi seberapa pentingkah menyanyi dalam ibadat modern? Bagaimana umat Yehuwa dewasa ini menyenangkan Dia melalui nyanyian yang mereka bawakan? Apa seharusnya peranan musik dalam ibadat sejati? Dengan menyelidiki sejarah musik dalam ibadat, kita dibantu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

Peranan Historis Musik dalam Ibadat

Pertama kali Alkitab menyebutkan tentang musik, ini tidak secara spesifik berkaitan dengan ibadat kepada Yehuwa. Di Kejadian 4:21, Yubal disebut-sebut sebagai penemu alat-alat musik yang mula-mula atau kemungkinan sebagai pencetus beberapa jenis profesi musik. Akan tetapi, musik adalah bagian dari ibadat kepada Yehuwa bahkan sebelum diciptakannya manusia. Banyak terjemahan Alkitab melukiskan para malaikat yang bernyanyi. Sebagai contoh, Ayub 38:7 memberi tahu bahwa para malaikat bersorak-sorak dengan penuh sukacita dan ”bersorak-sorai”. Dengan demikian, terdapat alasan berdasarkan Alkitab untuk percaya bahwa menyanyi dalam ibadat kepada Yehuwa dipraktekkan lama sebelum manusia ada.

Beberapa sejarawan berpendapat bahwa musik Ibrani kuno seluruhnya hanya melodi, tanpa dilengkapi paduan nada. Akan tetapi, lebih dari satu not dapat dimainkan secara serentak pada harpa, sebuah alat musik yang paling sering disebutkan dalam Alkitab. Pemain harpa pasti dapat mengenali keselarasan suara yang dapat dihasilkan dari perpaduan antara nada-nada yang terdapat pada alat musik itu. Sebaliknya daripada bersifat primitif, musik mereka tanpa diragukan sangatlah maju. Berdasarkan puisi dan prosa dalam Kitab-Kitab Ibrani, kita dapat menyimpulkan bahwa musik orang-orang Israel tergolong berkualitas tinggi. Pasti, ilham untuk komposisi musik tersebut jauh lebih unggul dibandingkan dengan bangsa-bangsa di sekeliling mereka.

Pengorganisasian bait purba memungkinkan dibuatnya aransemen yang rumit dari alat-alat musik dan paduan suara dalam ibadat di bait. (2 Tawarikh 29:27, 28) Ada ’pengiring nyanyian’, ”ahli”, ”murid”, dan ”pemimpin-pemimpin penyanyi”. (1 Tawarikh 15:21; 25:7, 8; Nehemia 12:46) Ketika mengomentari keterampilan musik mereka yang tinggi, sejarawan Curt Sachs menulis, ”Paduan suara dan orkestra yang berhubungan dengan Bait di Yerusalem memperlihatkan standar yang tinggi untuk pendidikan, keterampilan, dan pengetahuan di bidang musik. . . . Meskipun kita tidak mengetahui seperti apa karakter musik purba itu, kita memiliki bukti yang cukup sehubungan dengan kuasa, martabat, dan kehebatannya.” (The Rise of Music in the Ancient World: East and West, 1943, halaman 48, 101-2) Kidung Agung adalah contoh kreativitas dan kualitas komposisi musik Ibrani. Itu adalah cerita yang dituangkan dalam nyanyian, mirip libretto, atau naskah, pada sebuah opera. Dalam teks Ibrani nyanyian itu disebut sebagai ”Nyanyian dari Segala Nyanyian”, yaitu, nyanyian yang paling bagus. Bagi orang-orang Ibrani purba, nyanyian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ibadat. Dan itu memungkinkan mereka untuk menyatakan perasaan secara positif dalam memuji Yehuwa.

Nyanyian Orang-Orang Kristen Abad Pertama

Musik terus menjadi bagian yang tetap dalam ibadat orang-orang Kristen masa awal. Selain Mazmur yang terilham, tampaknya mereka menyusun musik dan lirik asli untuk ibadat, sehingga menetapkan pola untuk komposisi lagu-lagu Kristen zaman modern. (Efesus 5:19) Buku The History of Music, oleh Waldo Selden Pratt menjelaskan, ”Menyanyi dalam ibadat bersama dan ibadat pribadi merupakan hal yang lazim bagi orang-orang Kristen masa awal. Bagi orang-orang yang memiliki latar belakang Yahudi ini merupakan kelanjutan dari kebiasaan di sinagoga . . . Selain Mazmur Ibrani . . . , agama yang baru itu cenderung secara berkala menghasilkan himne-himne baru, tampaknya pertama-tama dibuat dalam bentuk rapsodi.”a

Ketika Yesus memperkenalkan Perjamuan Malam Tuan, ia dan rasul-rasulnya kemungkinan menyanyikan Halel, dengan demikian menonjolkan betapa bernilainya menyanyi itu. (Matius 26:26-30) Halel adalah nyanyian pujian kepada Yehuwa yang dicatat dalam buku Mazmur dan dinyanyikan pada perayaan Paskah.​—Mazmur 113-118.

Pengaruh Ibadat Palsu

Menjelang apa yang disebut Abad Kegelapan, musik keagamaan mulai merosot menjadi nyanyian duka. Kira-kira tahun 200 M, Clement dari Aleksandria mengatakan, ”Kita membutuhkan satu alat musik saja: kata-kata pujian yang penuh damai, bukan harpa atau tambur atau seruling atau trompet.” Berbagai larangan pun diberlakukan, membatasi musik gereja dalam bentuk vokal. Gaya musik ini kemudian dikenal sebagai chant atau nyanyian dengan irama yang monoton. ”Kurang dari empat puluh tahun setelah berdirinya Konstantinopel, Konsili Laodikia (367 M) melarang diikutsertakannya alat musik maupun para jemaat dalam liturgi. Musik ortodoks sepenuhnya terdiri dari vokal,” demikian kata buku Our Musical Heritage. (Cetak miring red.) Pembatasan-pembatasan ini tidak berasal dari kekristenan masa awal.

Selama Abad Kegelapan, Alkitab tidak dikenal dan tidak tersedia bagi orang awam. Orang-orang Kristen yang berani memiliki atau membaca Alkitab akan dianiaya dan bahkan dibunuh. Tidaklah mengherankan bahwa pada periode yang gelap itu, menyanyikan pujian kepada Allah nyaris sirna. Sebenarnya, mengingat orang-orang awam tidak dapat merujuk kepada Alkitab, bagaimana mereka dapat mengetahui bahwa sepersepuluh dari seluruh Alkitab adalah nyanyian? Siapa yang akan memberi tahu mereka bahwa Allah memerintahkan para penyembahnya untuk ’menyanyi bagi TUHAN nyanyian baru, dalam jemaah orang-orang saleh’?​—Mazmur 149:1.

Mengembalikan Musik ke Tempatnya yang Patut dalam Ibadat

Organisasi Yehuwa telah berbuat banyak guna mengembalikan musik dan nyanyian ke tempatnya yang patut dalam ibadat. Misalnya, terbitan Zion’s Watch Tower tanggal 1 Februari 1896 hanya memuat lagu-lagu. Judulnya ”Zion’s Glad Songs of the Morning”.

Pada tahun 1938, menyanyi pada umumnya ditiadakan dari perhimpunan-perhimpunan sidang. Akan tetapi, kebijaksanaan untuk mengikuti teladan dan petunjuk para rasul dijalankan tidak lama setelah itu. Pada kebaktian distrik tahun 1944, F.W. Franz menyampaikan khotbah berjudul ”Nyanyian Dinas Kerajaan”. Ia menunjukkan bahwa nyanyian pujian kepada Yehuwa dipersembahkan oleh makhluk-makhluk surgawi Allah lama berselang sebelum diciptakannya manusia dan mengatakan, ”Adalah patut dan menyenangkan Allah apabila hamba-hamba-Nya di bumi menyuarakan nyanyian secara harfiah.” Setelah membahas gagasan tentang nyanyian dalam ibadat, Saudara Franz mengumumkan diterbitkannya Kingdom Service Song Book [Buku Nyanyian Dinas Kerajaan] untuk digunakan pada perhimpunan dinas setiap minggu.b Kemudian Informant (sekarang disebut Pelayanan Kerajaan Kita) bulan Desember 1944 mengumumkan bahwa perhimpunan-perhimpunan lain juga akan dibuka dan ditutup dengan nyanyian. Menyanyi kembali menjadi bagian dari ibadat Yehuwa.

’Menyanyi Dalam Hati Kita bagi Yehuwa’

Sebagai gambaran tentang betapa bernilainya menyanyi dengan sepenuh hati, perhatikanlah saudara-saudara kita di Eropa Timur dan Afrika yang telah mengalami kesengsaraan dan penganiayaan selama bertahun-tahun. Lothar Wagner mendekam dalam sel khusus selama tujuh tahun. Bagaimana ia bertekun? Ia mengatakan, ”Selama beberapa minggu saya berkonsentrasi untuk memperjelas ingatan saya tentang lagu-lagu Kerajaan. Sewaktu saya tidak mengetahui persis kata-katanya, maka saya menyusun sendiri satu atau dua bait. . . . Sungguh limpah anjuran dan pandangan yang membina yang terdapat dalam lagu-lagu Kerajaan kita!”​—Yearbook of Jehovah’s Witnesses, tahun 1974, halaman 226-8.

Selama lima tahun mendekam dalam sel khusus karena pendiriannya yang setia, Harold King menemukan penghiburan dengan menggubah dan menyanyikan nyanyian pujian kepada Yehuwa. Beberapa dari komposisinya sekarang digunakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa dalam ibadat mereka. Sukacita yang ada hubungannya dengan menyanyi adalah sesuatu yang menguatkan. Tetapi kita tidak perlu merasakan penganiayaan dahulu untuk yakin akan nilai dari menyanyikan pujian kepada Allah.

Semua di kalangan umat Yehuwa dapat menemukan sukacita dalam nyanyian. Meskipun kita mungkin mempunyai keterbatasan dalam menyatakan diri kita lewat kata-kata, perasaan kita terhadap Yehuwa dapat dinyatakan dengan bebas jika kita menyuarakannya dalam nyanyian. Rasul Paulus menunjukkan bagaimana kita dapat menemukan sukacita dengan menyanyikan puji-pujian ketika ia memperingatkan orang-orang Kristen untuk terus ”berbicara kepada satu sama lain dengan mazmur-mazmur dan puji-pujian kepada Allah dan nyanyian-nyanyian rohani, bernyanyi dan iringi dirimu dengan musik dalam hatimu bagi Yehuwa”. (Efesus 5:19) Sewaktu hati kita dipenuhi dengan perkara-perkara rohani, kita mendapati pernyataan-pernyataan yang penuh kuasa dalam nyanyian. Maka kunci untuk membuat kemajuan dalam menyanyi adalah sikap hati yang benar.

Memiliki hubungan yang baik dengan Yehuwa menyumbang kepada semangat bersukacita, menggerakkan kita untuk berbicara, bernyanyi, dan menyerukan puji-pujian bagi Yehuwa. (Mazmur 146:2, 5) Kita bernyanyi dengan sepenuh hati tentang apa yang kita nikmati. Dan jika kita menyukai suatu nyanyian atau perasaan yang terkandung di dalam nyanyian itu, kemungkinan besar kita akan menyanyikannya dengan penuh penjiwaan.

Menyanyi dengan penuh perasaan tidak berarti harus menyanyi dengan suara keras. Menyanyi keras-keras tidak selalu identik dengan menyanyi secara baik; demikian pula halnya menyanyi tanpa terdengar. Ada orang yang memiliki resonansi alami pada suaranya sehingga terdengar cukup jelas meskipun ia menyanyi dengan lembut. Salah satu tantangan untuk menyanyi dengan baik di dalam kelompok adalah belajar untuk menyatu. Tidak soal saudara sedang bernyanyi secara paduan atau secara satu suara (unison), menyesuaikan volume suara saudara dengan orang-orang di dekat saudara dapat menghasilkan nyanyian yang enak didengar dan kompak. Kesahajaan Kristen dan telinga yang tanggap membantu kita memperoleh keseimbangan untuk menyanyi dengan semangat namun tidak mendominasi. Akan tetapi, mereka yang menguasai keterampilan menyanyi atau yang pada dasarnya memiliki suara yang bagus hendaknya tidak menahan diri untuk menyanyi dengan lantang. Suara yang merdu dapat memberikan dukungan yang kuat dalam menyanyikan pujian kepada Yehuwa di sidang.

Sewaktu menyanyi dalam perhimpunan kita, adalah patut untuk menambahkan pecahan suara ke dalam melodi nyanyian. Hadirin yang dapat menyanyi dalam pecahan suara atau yang dapat melantunkan laras nada yang tertera pada buku nyanyian dianjurkan untuk menggunakan kesanggupan ini sewaktu menyanyi sehingga dapat menambah keindahan musik.c

Beberapa orang mungkin mengatakan, ’Suara saya sumbang’ atau ’Suara saya jelek; suara saya pecah jika mencapai nada-nada tinggi’. Oleh karenanya, mereka menjadi kurang percaya diri sewaktu menyanyi, bahkan di Balai Kerajaan. Kenyataannya adalah bahwa tidak seorang pun yang menyanyikan pujian bagi Yehuwa dianggap ”jelek” dalam pandangan-Nya. Sama seperti suara seseorang sewaktu berbicara dapat diperbaiki dengan berlatih dan mengikuti saran-saran berguna yang diberikan dalam Sekolah Pelayanan Teokratis, maka teknik menyanyi juga dapat diperbaiki. Beberapa orang telah memperbaiki suara mereka hanya dengan bersenandung sewaktu melakukan pekerjaan rumah tangga. Bersenandung membantu melembutkan nada suara. Dan pada saat yang tepat, sewaktu sedang sendirian atau bekerja di tempat yang tidak akan mengganggu orang lain, menyanyikan nyanyian Kerajaan adalah latihan vokal yang sangat bagus sekaligus merupakan sarana untuk memelihara kerangka berpikir yang rileks dan penuh sukacita.

Kita juga dapat menganjurkan agar beberapa nyanyian Kerajaan dinyanyikan dalam acara ramah-tamah. Acara menyanyi semacam itu, yang diiringi oleh alat musik seperti gitar atau piano atau oleh rekaman piano milik Lembaga, memberikan suasana rohani dalam acara ramah-tamah kita. Kesempatan itu pun merupakan sarana untuk mempelajari nyanyian dan menyanyikannya dengan baik di perhimpunan sidang.

Untuk membantu sidang-sidang menjiwai nyanyian di perhimpunan, Lembaga telah menyediakan rekaman iringan musik. Sewaktu rekaman musik itu diputar, saudara yang menangani tata suara hendaknya tanggap terhadap volume musik. Jika musiknya tidak cukup keras, sidang mungkin akan enggan untuk menyanyi. Jika saudara yang mengatur tata suara ikut menyanyi bersama orang-orang di sidang, ia dapat menentukan apakah musik tersebut menjadi pengiring yang mendukung atau tidak.

Bernyanyilah bagi Yehuwa

Menyanyi memberi kesempatan kepada kita untuk menyatakan perasaan kita kepada Pencipta kita. (Mazmur 149:1, 3) Ini bukanlah sekadar luapan emosi, tetapi ungkapan pujian kita yang terkendali, masuk akal, dan penuh sukacita. Dengan sepenuh hati sewaktu menyanyi di sidang, kita menyiapkan kerangka berpikir dan keadaan hati yang tepat untuk mengikuti acara berikutnya dan kita dapat tergugah untuk lebih banyak ambil bagian dalam ibadat Yehuwa. Meskipun menyanyi mempunyai pengaruh emosional, kata-katanya juga dapat mengajar kita. Maka dengan menyatakan diri kita secara unison atau secara paduan, kita dengan rela dan rendah hati mempersiapkan hati agar dapat belajar bersama sebagai umat yang dipersatukan.​—Bandingkan Mazmur 10:17.

Menyanyi akan selalu menjadi bagian dari ibadat Yehuwa. Oleh karena itu, kita memiliki prospek untuk ambil bagian selama-lamanya dalam apa yang dirasakan oleh sang pemazmur, ”Aku hendak memuliakan TUHAN selama aku hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada”.​—Mazmur 146:2.

[Catatan Kaki]

a Rapsodi adalah sebuah komposisi musik yang dicirikan oleh semangat kebebasan pada bagian-bagian yang berbeda. Sering kali musik rapsodi mengangkat peristiwa atau tokoh-tokoh heroik.

b Satu Korintus 14:15 tampaknya menunjukkan bahwa menyanyi merupakan bagian yang tetap dari ibadat Kristen abad pertama.

c Beberapa nyanyian dalam buku Nyanyikanlah Pujian Bagi Yehuwa, buku nyanyian yang sekarang kita pakai, mempertahankan gaya laras empat suara sehingga mereka yang senang menyanyi dalam pecahan-pecahan suara dapat memanfaatkannya. Akan tetapi, banyak nyanyian telah diaransemen untuk diiringi piano dan diberikan gaya musik tertentu dalam upaya mempertahankan karakter internasional dari nyanyian tersebut. Mengembangkan variasi not paduan pada nyanyian tanpa harus terikat pada laras empat suara akan memberikan nilai tambah yang menyenangkan bagi nyanyian kita di perhimpunan.

[Kotak di hlm. 27]

Beberapa Saran agar Dapat Menyanyi dengan Lebih Baik

1. Sewaktu menyanyi, peganglah buku nyanyian agak ke atas. Ini akan membuat kita bernapas lebih wajar.

2. Ambil napas dalam-dalam pada permulaan setiap kelompok kata.

3. Buka mulut agak lebar dari biasanya, ini akan meningkatkan volume dan resonansi suara secara alami.

4. Yang paling penting, terus pusatkan perhatian kepada makna nyanyian yang sedang dibawakan.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan