PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • be hlm. 56-hlm. 61 par. 2
  • Meningkatkan Kesanggupan sebagai Pengajar

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Meningkatkan Kesanggupan sebagai Pengajar
  • Memperoleh Manfaat dari Pendidikan Sekolah Pelayanan Teokratis
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Bersandarlah pada Yehuwa
  • Hormatilah Yehuwa
  • ’Membuat Perbedaan’
  • Anjurkan Pendengar untuk Berpikir
  • Berupayalah Mencapai Hati
  • Berikan Penerapannya
  • Berikan Contoh yang Baik
  • ’Kamu Sudah Harus Menjadi Pengajar’
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1984 (s-5)
  • Mengembangkan Seni Mengajar
    Petunjuk Sekolah Pelayanan Teokratis
  • Upaya untuk Mencapai Hati
    Memperoleh Manfaat dari Pendidikan Sekolah Pelayanan Teokratis
  • Mengajar dengan Pemahaman dan Kemampuan untuk Meyakinkan
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1999
Lihat Lebih Banyak
Memperoleh Manfaat dari Pendidikan Sekolah Pelayanan Teokratis
be hlm. 56-hlm. 61 par. 2

Meningkatkan Kesanggupan sebagai Pengajar

APA yang hendak Saudara capai sebagai pengajar? Jika Saudara baru saja menjadi penyiar Kerajaan, tentulah Saudara sangat ingin belajar caranya memimpin pengajaran Alkitab di rumah, karena Yesus menugasi para pengikutnya untuk menjadikan murid. (Mat. 28:19, 20) Jika Saudara telah berpengalaman dalam kegiatan ini, mungkin Saudara ingin meningkatkan keefektifan dalam mencapai hati orang-orang yang hendak Saudara bantu. Jika Saudara adalah orang tua, tentulah Saudara ingin menjadi pengajar yang dapat memotivasi anak-anak untuk membaktikan kehidupan mereka kepada Allah. (3 Yoh. 4) Jika Saudara seorang penatua atau sedang berupaya meraih hak istimewa itu, mungkin Saudara ingin menjadi pembicara umum yang dapat membangun dalam diri pendengar Saudara penghargaan yang lebih dalam kepada Yehuwa dan jalan-jalan-Nya. Bagaimana Saudara dapat mencapai tujuan-tujuan ini?

Belajarlah dari Guru yang Agung, Yesus Kristus. (Luk. 6:40) Tidak soal sedang berbicara kepada banyak orang di lereng gunung atau kepada sedikit orang sewaktu menempuh perjalanan, apa yang Yesus katakan dan cara ia mengatakannya meninggalkan kesan yang dalam. Yesus menggugah pikiran dan hati para pendengarnya, dan ia membuat penerapan praktis yang dapat mereka mengerti. Dapatkah Saudara mencapai hal itu?

Bersandarlah pada Yehuwa

Kesanggupan mengajar Yesus diperkuat oleh hubungannya yang akrab dengan Bapaknya dan oleh berkat roh Allah. Apakah Saudara berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Yehuwa agar dapat memimpin pengajaran Alkitab di rumah secara efektif? Jika Saudara adalah orang tua, apakah Saudara secara teratur berdoa memohon bimbingan ilahi dalam mengajar anak-anak Saudara? Apakah Saudara mempersembahkan doa sepenuh hati sewaktu mempersiapkan diri untuk menyampaikan khotbah atau memimpin perhimpunan? Kebergantungan yang sungguh-sungguh seperti itu akan membantu Saudara menjadi pengajar yang lebih efektif.

Kebergantungan kepada Yehuwa juga terlihat dari kebergantungan pada Firman-Nya, Alkitab. Sewaktu berdoa pada malam terakhir kehidupannya sebagai manusia sempurna, Yesus berkata kepada Bapaknya, ”Aku telah memberikan firmanmu kepada mereka.” (Yoh. 17:14) Meskipun Yesus mempunyai pengalaman yang luas, ia tidak pernah berbicara dari dirinya sendiri. Ia selalu mengatakan apa yang diajarkan Bapaknya, dengan demikian menjadi teladan kita. (Yoh. 12:49, 50) Firman Allah, yang tersimpan di dalam Alkitab, mempunyai kuasa untuk mempengaruhi orang—tindakan mereka, pikiran mereka yang terdalam, dan perasaan mereka. (Ibr. 4:12) Seraya Saudara bertumbuh dalam pengetahuan tentang Firman Allah dan belajar menggunakannya baik-baik dalam pelayanan, Saudara akan meningkatkan jenis kesanggupan mengajar yang mampu menarik orang-orang kepada Allah.—2 Tim. 3:16, 17.

Hormatilah Yehuwa

Menjadi pengajar yang baik seperti Kristus tidak semata-mata melibatkan kesanggupan untuk menyampaikan gagasan yang menarik. Memang, orang-orang takjub akan ”perkataan yang menawan hati” yang Yesus ucapkan. (Luk. 4:22) Tetapi, apa tujuan Yesus sewaktu menyampaikan perkataan yang baik? Tujuannya untuk menghormati Yehuwa, bukan untuk menarik perhatian kepada dirinya sendiri. (Yoh. 7:16-18) Dan, ia mendesak para pengikutnya, ”Biarlah terangmu bersinar di hadapan manusia, agar mereka melihat perbuatan baikmu dan memuliakan Bapakmu yang di surga.” (Mat. 5:16) Nasihat itu hendaknya mempengaruhi cara kita mengajar. Kita hendaknya bertekad untuk menghindari apa pun yang dapat menyimpangkan perhatian kita dari tujuan kita. Jadi, sewaktu mempertimbangkan apa yang hendak kita katakan atau bagaimana cara mengatakannya, kita sebaiknya bertanya kepada diri sendiri, ’Apakah ini akan memperdalam penghargaan kepada Yehuwa, atau apakah itu hanya akan menarik perhatian kepada diri saya?’

Misalnya, ilustrasi dan kisah nyata dapat digunakan secara efektif dalam mengajar. Akan tetapi, apabila ilustrasi dikembangkan terlalu panjang lebar atau apabila pengalaman diceritakan dengan perincian yang sekecil-kecilnya, nilai pengajarannya mungkin akan hilang. Demikian juga, menceritakan pengalaman yang sekadar menghibur dapat menyimpangkan tujuan pelayanan kita. Akibatnya, sang pengajar malah menarik perhatian kepada diri sendiri dan gagal mencapai tujuan sesungguhnya dari pendidikan teokratis.

’Membuat Perbedaan’

Agar seseorang benar-benar menjadi murid, ia harus mengerti betul apa yang sedang diajarkan. Ia harus mendengarkan kebenaran dan memastikan bagaimana kebenaran itu berbeda dari kepercayaan lainnya. Itu dapat dicapai dengan cara mengontraskan.

Berulang kali Yehuwa mendesak umat-Nya untuk ”membedakan” antara apa yang tahir dan apa yang najis. (Im. 10:9-11) Ia mengatakan bahwa orang-orang yang akan melayani di bait agung rohani-Nya akan mengajar umat tentang ”perbedaan antara perkara yang kudus dan perkara yang bernoda”. (Yeh. 44:23) Buku Amsal penuh dengan pengontrasan antara keadilbenaran dan kefasikan, antara hikmat dan kebodohan. Bahkan, perkara-perkara yang tidak saling bertolak belakang juga dapat dikontraskan. Rasul Paulus mengontraskan antara orang yang adil-benar dan orang yang baik, seperti dicatat di Roma 5:7. Dalam buku Ibrani, ia memperlihatkan keunggulan dinas Imam Besar Kristus dibandingkan dengan dinas Imam Besar Harun. Sesungguhnya, seperti yang ditulis oleh seorang pendidik pada abad ke-17, John Amos Comenius, ”Mengajar pada dasarnya berarti memperlihatkan apa bedanya hal yang satu dengan hal yang lain dalam hal tujuan, bentuk, dan asal-usul. . . . Oleh karena itu, orang yang mempunyai kesanggupan yang baik untuk membedakan akan menjadi pengajar yang baik.”

Sebagai contoh, misalkan Saudara hendak mengajar seseorang tentang Kerajaan Allah. Jika ia tidak mengerti apa Kerajaan itu, Saudara mungkin akan memperlihatkan apa bedanya antara keterangan Alkitab tentang Kerajaan Allah dan konsep bahwa Kerajaan Allah adalah kondisi hati seseorang. Atau, Saudara dapat memperlihatkan apa bedanya antara Kerajaan Allah dan pemerintahan manusia. Namun, kepada yang sudah tahu kebenaran-kebenaran dasar ini, Saudara mungkin dapat membahas perincian lebih jauh. Saudara dapat memperlihatkan bagaimana Kerajaan Mesianik berbeda dengan kerajaan universal milik Yehuwa, yang digambarkan di Mazmur 103:19, atau dengan ’kerajaan Putra yang Allah kasihi’, yang disebutkan di Kolose 1:13, atau dengan ”administrasi” yang dibicarakan di Efesus 1:10. Pengontrasan ini dapat turut memperjelas ajaran Alkitab yang penting ini di benak hadirin Saudara.

Yesus berulang kali menggunakan teknik mengajar ini. Ia mengontraskan pandangan populer tentang Hukum Musa dengan hakikat sesungguhnya dari Hukum itu. (Mat. 5:21-48) Ia membedakan antara pengabdian saleh yang sejati dan kemunafikan orang Farisi. (Mat. 6:1-18) Ia mengontraskan semangat orang-orang yang ’memerintah atas’ orang lain dengan semangat rela berkorban yang hendaknya diperlihatkan oleh para pengikutnya. (Mat. 20:25-28) Pada kesempatan lain, sebagaimana dicatat di Matius 21:28-32, Yesus mengundang para pendengarnya untuk mengontraskan orang yang menganggap diri adil-benar dengan orang yang memperlihatkan pertobatan sejati. Hal itu mengarahkan kita ke unsur berharga lainnya dari pengajaran yang baik.

Anjurkan Pendengar untuk Berpikir

Di Matius 21:28, kita membaca bahwa Yesus mengawali perbandingannya dengan bertanya, ”Bagaimana pendapatmu?” Seorang pengajar yang cakap tidak sekadar menyampaikan fakta atau menjawab pertanyaan. Tetapi, ia menganjurkan pendengarnya untuk meningkatkan kesanggupan berpikir. (Ams. 3:21; Rm. 12:1) Ia melakukannya antara lain dengan mengajukan pertanyaan. Seperti yang terdapat di Matius 17:25, Yesus bertanya, ”Bagaimana pendapatmu, Simon? Dari siapa raja-raja di bumi menerima bea atau pajak kepala? Dari putra-putra mereka atau dari orang-orang yang tidak dikenal?” Pertanyaan Yesus yang mengajak Petrus berpikir ini membantunya mengambil kesimpulan sendiri tentang membayar pajak bait. Demikian pula, sewaktu menjawab pria yang bertanya, ”Siapa sesungguhnya sesamaku?” Yesus mengontraskan tindakan seorang imam dan seorang Lewi, dengan tindakan seorang Samaria. Lalu, ia mengajukan pertanyaan ini, ”Siapa di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, yang menjadikan dirinya sesama bagi pria yang jatuh ke tangan perampok-perampok itu?” (Luk. 10:29-36) Kali ini pun, ketimbang mendikte jalan pikiran pendengarnya, Yesus justru mengundang pria itu untuk menjawab pertanyaannya sendiri.—Luk. 7:41-43.

Berupayalah Mencapai Hati

Pengajar yang memahami makna Firman Allah sadar bahwa ibadat sejati bukanlah sekadar menghafal fakta-fakta tertentu dan menuruti kaidah-kaidah tertentu. Ibadat sejati dibangun di atas hubungan baik dengan Yehuwa dan penghargaan atas jalan-jalan-Nya. Ibadat semacam itu melibatkan hati. (Ul. 10:12, 13; Luk. 10:25-27) Dalam Alkitab, istilah ”hati” sering kali mengacu kepada manusia batiniah secara keseluruhan, yang mencakup hasrat, kasih sayang, perasaan, dan motivasi.

Yesus mengetahui bahwa, meskipun manusia melihat penampilan luar, Allah melihat apa yang ada di dalam hati. (1 Sam. 16:7) Dinas kita kepada Allah hendaknya dimotivasi oleh kasih kita kepada-Nya, bukan oleh upaya kita untuk mengesankan sesama kita. (Mat. 6:5-8) Di pihak lain, orang-orang Farisi melakukan banyak hal hanya supaya dilihat orang. Mereka sangat menandaskan kepatuhan pada perincian Hukum dan ketaatan pada peraturan buatan mereka sendiri. Tetapi, dalam kehidupan mereka sendiri, mereka ternyata gagal memperlihatkan sifat-sifat yang mencerminkan Allah yang konon mereka sembah. (Mat. 9:13; Luk. 11:42) Yesus mengajarkan bahwa meskipun ketaatan pada tuntutan-tuntutan Allah itu penting, nilai dari ketaatan ditentukan oleh apa yang ada dalam hati. (Mat. 15:7-9; Mrk. 7:20-23; Yoh. 3:36) Ajaran kita akan menghasilkan manfaat terbesar jika kita meniru teladan Yesus. Membantu orang-orang mempelajari apa yang Allah tuntut dari mereka memang penting. Tetapi, yang tak kalah pentingnya bagi mereka adalah untuk mengenal dan mengasihi pribadi Yehuwa sehingga tingkah laku mereka akan mencerminkan nilai-nilai yang mereka anut berdasarkan hubungan yang diperkenan dengan Allah yang benar.

Tentu saja, agar dapat memperoleh manfaat dari pengajaran itu, orang-orang perlu jujur pada batinnya sendiri. Yesus menganjurkan orang-orang untuk menganalisis motif mereka dan menguji perasaan mereka sendiri. Sewaktu mengoreksi pandangan yang keliru, ia akan bertanya kepada para pendengarnya mengapa mereka berpikir, mengatakan, atau melakukan hal-hal tertentu. Namun, supaya lebih terarah, Yesus melengkapi pertanyaannya dengan pernyataan, ilustrasi, atau tindakan yang menganjurkan mereka untuk memandang persoalannya secara tepat. (Mrk. 2:8; 4:40; 8:17; Luk. 6:41, 46) Kita pun dapat membantu para pendengar kita dengan menyarankan agar mereka mengajukan kepada diri sendiri pertanyaan ini, ’Mengapa haluan tindakan ini menarik buat saya? Mengapa saya bertindak seperti ini dalam menyikapi situasi yang terkait?’ Lalu, berilah mereka motivasi untuk memandang persoalannya dari sudut pandang Yehuwa.

Berikan Penerapannya

Seorang pengajar yang baik tahu bahwa ”hikmat adalah hal pokok”. (Ams. 4:7) Hikmat adalah kesanggupan untuk menerapkan pengetahuan dengan jitu guna memecahkan masalah, menghindari bahaya, mencapai tujuan, atau membantu orang lain. Seorang pengajar memang bertanggung jawab untuk membantu para pelajarnya belajar melakukan itu semua, tetapi bukan untuk membuatkan keputusan bagi mereka. Sewaktu membahas berbagai prinsip Alkitab, bantulah sang pelajar untuk bernalar. Saudara dapat mengutip situasi kehidupan sehari-hari dan kemudian menanyakan kepada sang pelajar bagaimana prinsip Alkitab yang baru dipelajari dapat membantunya seandainya ia menghadapi situasi itu.—Ibr. 5:14.

Dalam khotbahnya pada hari Pentakosta 33 M, rasul Petrus memberikan suatu contoh penerapan praktis yang mempengaruhi kehidupan orang-orang. (Kis. 2:14-36) Setelah membahas tiga bagian Alkitab yang dipercayai orang banyak, Petrus menerapkannya berdasarkan peristiwa-peristiwa yang telah mereka saksikan sendiri. Alhasil, banyak orang merasakan kebutuhan untuk bertindak selaras dengan apa yang telah mereka dengar. Apakah pengajaran Saudara mempunyai pengaruh yang sama atas diri orang-orang? Apakah Saudara berbuat lebih dari sekadar mengutarakan fakta dan membantu mereka memahami mengapa halnya demikian? Apakah Saudara menganjurkan mereka untuk mempertimbangkan bagaimana hal-hal yang mereka pelajari seharusnya mempengaruhi kehidupan mereka? Mereka mungkin tidak berseru, ”Apa yang harus kami lakukan?” seperti halnya sekumpulan orang pada hari Pentakosta, tetapi jika Saudara menerapkan Alkitab, mereka akan tergerak untuk memikirkan tindakan yang sepatutnya.—Kis. 2:37.

Sewaktu membaca Alkitab bersama anak-anak, kalian orang tua mempunyai kesempatan yang baik untuk melatih mereka memikirkan penerapan praktis prinsip-prinsip Alkitab. (Ef. 6:4) Misalnya, Saudara mungkin memilih beberapa ayat dari pembacaan Alkitab yang dijadwalkan untuk pekan itu, membahas artinya, dan kemudian mengajukan pertanyaan seperti, ’Bagaimana ini dapat menjadi pembimbing bagi kita? Bagaimana kita dapat menggunakan ayat-ayat ini dalam pelayanan? Apa yang disingkapkan oleh hal ini tentang Yehuwa dan cara Ia melakukan sesuatu, dan bagaimana hal itu membina penghargaan kita kepada-Nya?’ Anjurkan keluarga Saudara untuk mengomentari buah-buah pikiran ini selama pembahasan pokok-pokok penting Alkitab di Sekolah Pelayanan Teokratis. Ayat-ayat yang mereka komentari boleh jadi adalah ayat-ayat yang akan mereka ingat.

Berikan Contoh yang Baik

Saudara mengajar bukan hanya melalui apa yang Saudara katakan melainkan juga melalui apa yang Saudara lakukan. Tindakan Saudara merupakan contoh praktis tentang cara menerapkan kata-kata Saudara. Melalui tindakan Saudara, anak-anak Saudara belajar sesuatu. Dengan meniru orang tua, anak-anak membuktikan bahwa mereka ingin menjadi seperti orang tuanya. Mereka ingin tahu seperti apa rasanya melakukan seperti yang orang tua mereka lakukan. Demikian pula, sewaktu orang-orang yang Saudara ajar ’menjadi peniru Saudara sama seperti Saudara menjadi peniru Kristus’, mereka mulai merasakan berkat-berkat karena menempuh jalan-jalan Yehuwa. (1 Kor. 11:1) Mereka akan merasakan sendiri bagaimana Allah berurusan dengan mereka.

Hal ini menjadi pengingat yang penting tentang perlunya contoh yang benar. ”[Kita] orang-orang yang bertingkah laku kudus dan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pengabdian yang saleh” dapat memberikan pengaruh yang besar kepada para pelajar kita apabila kita memberikan contoh nyata tentang caranya menerapkan prinsip Alkitab. (2 Ptr. 3:11) Jika Saudara menganjurkan seorang pelajar Alkitab membaca Firman Allah secara teratur, Saudara sendiri harus rajin membaca Alkitab. Jika Saudara ingin anak-anak Saudara belajar menaati prinsip Alkitab, pastikan mereka melihat bahwa perbuatan Saudara sendiri selaras dengan kehendak Allah. Jika Saudara menginstruksikan sidang agar bergairah dalam pelayanan, pastikanlah bahwa Saudara sendiri telah berpartisipasi sepenuhnya dalam pekerjaan itu. Apabila Saudara sendiri mempraktekkan apa yang Saudara ajarkan, Saudara akan lebih berwibawa dalam memotivasi orang lain.—Rm. 2:21-23.

Dengan tujuan memperbaiki cara Saudara mengajar, tanyakan kepada diri sendiri, ’Sewaktu saya memberikan petunjuk, apakah saya melakukannya sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, tutur kata, atau tindakan orang-orang yang mendengarnya? Untuk memperjelas permasalahannya, apakah saya mengontraskan satu gagasan atau tindakan dengan yang lainnya? Apa yang dapat saya lakukan untuk membantu pelajar saya, anak saya, atau hadirin perhimpunan mengingat apa yang saya katakan? Apakah saya memperlihatkan dengan jelas kepada pendengar saya caranya menerapkan hal-hal yang mereka pelajari? Dapatkah mereka melihatnya melalui teladan saya? Apakah mereka memahami bahwa tanggapan mereka terhadap hal-hal yang dibahas dapat mempengaruhi hubungan mereka dengan Yehuwa?’ (Ams. 9:10) Teruslah beri perhatian pada hal-hal ini seraya Saudara berupaya meningkatkan kesanggupan sebagai pengajar. ”Teruslah perhatikan dirimu dan pengajaranmu. Tetaplah pada hal-hal ini, sebab dengan melakukan ini engkau akan menyelamatkan dirimu dan juga mereka yang mendengarkan engkau.”—1 Tim. 4:16.

AGAR EFEKTIF SEWAKTU MENGAJAR

  • Bersandarlah pada Yehuwa, bukan pada kesanggupan Saudara sendiri

  • Hargai kuasa Firman Allah, dan gunakan sebaik-baiknya

  • Tetapkan tujuan untuk menghormati Yehuwa, bukan untuk menarik perhatian kepada diri sendiri

  • Gunakan pengontrasan untuk membantu orang lain memahami dengan jelas

  • Anjurkan pendengar untuk berpikir

  • Anjurkan orang lain untuk memeriksa motif dan perasaannya

  • Anjurkan pendengar untuk memikirkan bagaimana pengetahuan Alkitab hendaknya mempengaruhi kehidupannya

  • Berikan teladan yang patut ditiru

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan