PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yb02 hlm. 66-117
  • Curaçao

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Curaçao
  • Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 2002
  • Subjudul
  • Budaya dan Bahasa
  • Terbitnya Kebenaran
  • Benih Ditabur di Aruba dan Bonaire
  • Para Utusan Injil yang Pertama Tiba di Curaçao
  • Aruba Terus Melihat Terang Kebenaran
  • Orang Aruba Pertama yang Belajar Kebenaran
  • Kemajuan di Kepulauan Itu
  • Membuka Daerah Baru
  • Perubahan di Kunuku
  • Kebaktian Mengembangkan Kasih dan Semangat Persatuan
  • Balai Kebaktian Baru
  • Pekerjaan Berkembang di Bonaire
  • Istri Seorang Politisi Menemukan Pemerintahan yang Sempurna
  • Lektur Tersedia dalam Bahasa Setempat
  • Lebih Banyak Bantuan dari Para Utusan Injil
  • Merintis Mendatangkan Berkat Limpah
  • Kuasa Melampaui Apa yang Normal
  • Gangguan yang Tak Terduga
  • Fasilitas Kantor Cabang yang Baru
  • Liputan Radio tentang Darah
  • Pelayanan Pengasih Para Pengawas Wilayah
  • Balai Kerajaan yang Dibangun dengan Cepat
  • Padang Gurun Berbunga
Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 2002
yb02 hlm. 66-117

Curaçao

Pulau Aruba, Bonaire, dan Curaçao dikenal sebagai Kepulauan ABC. Pulau-pulau yang terletak di lepas pantai Venezuela ini mempunyai keindahan tersendiri. Tidak seperti pulau-pulau Karibia lainnya yang indah karena diliputi dedaunan hijau yang lebat, ketiga pulau ini memiliki keindahan berupa gurun, bayang-bayang misterius pada malam hari, dan warna-warni yang cemerlang pada siang hari.

Karena curah hujannya yang rendah, kaktus-kaktus raksasa​—yang terbaik di antaranya adalah kadushi—​tumbuh sejadi-jadinya, mendominasi permukaan tanah. Pohon divi-divi, yang khas karena mahkotanya yang miring, juga tumbuh dengan subur. Bagaikan penjaga-penjaga bisu, siluet rumah-rumah perkebunan dengan latar belakang langit biru membawa kenangan masa penjajahan di waktu lampau. Kambing-kambing berkeliaran di desa-desa dan melompat-lompat menyeberangi jalan.

Aruba dan Bonaire berbangga akan industri pariwisatanya yang ramai, sedangkan Curaçao bergantung pada penghasilan yang diperoleh dari penyulingan minyak dan bisnis lepas pantai. Pulau-pulau itu mempunyai corak yang sama, yakni pabrik desalinasi yang menyuling air laut menjadi air tawar, guna menyediakan air minum dan uap untuk listrik.

Kepulauan tersebut, yang penduduknya kini di bawah 250.000 jiwa, ditemukan oleh orang-orang Spanyol pada abad ke-15. Kemudian, orang Belanda menduduki kepulauan tersebut, dan sekalipun sempat dikuasai orang Prancis dan Inggris untuk waktu yang singkat, kepulauan itu dikembalikan kepada Belanda tahun 1815. Sejak tahun 1954, federasi Antilen Belanda, yang pada mulanya terdiri dari Kepulauan ABC dan tiga pulau dari Kepulauan Leeward, sudah mempunyai pemerintahan sendiri untuk urusan dalam negeri. Namun, pada tahun 1986, Aruba diberi status aparte, atau status terpisah.

Budaya dan Bahasa

Di bawah pemerintahan Belanda, Kepulauan ABC menikmati iklim toleransi beragama. Penduduknya kebanyakan beragama Katolik Roma, sekalipun ada juga kelompok-kelompok besar penganut Protestan. Sebuah komunitas Yahudi yang sudah mapan juga ada di Curaçao. Orang-orang dari 40 sampai 50 bangsa di dunia tinggal bersama dengan damai dalam masyarakat yang terpadu secara ras ini. Sekalipun mereka menggunakan satu bahasa yang sama, setiap pulau mempertahankan identitasnya yang khas. Di masyarakat yang beragam inilah kebenaran Alkitab mulai berakar dan terus bertumbuh dengan subur.

Penduduknya mampu menggunakan lebih dari satu bahasa dan cenderung lupa akan bahasa apa yang sedang mereka gunakan, karena berganti-ganti bahasa adalah hal yang umum dilakukan. Bahasa Belanda adalah bahasa resminya, Inggris dan Spanyol secara luas digunakan di kalangan bisnis, sedangkan Papiamento adalah bahasa asli mereka. Sebuah teori mengatakan bahwa Papiamento berkembang di Kepulauan Tanjung Verde di Afrika Barat sebelum abad ke-17. Orang Portugis menggunakan kepulauan itu sebagai basis militer untuk menyerbu ke Afrika, dan agar orang Afrika dan Portugis dapat berkomunikasi, sebuah bahasa Kreol baru—kombinasi bahasa-bahasa Afrika dan Portugis—terbentuk. Bahasa seperti itu yang digunakan sebagai alat komunikasi sosial di antara orang-orang yang berlainan bahasanya disebut lingua franca. Belakangan, budak-budak yang dibawa ke kepulauan itu memperkenalkan bahasa tersebut. Selama bertahun-tahun, bahasa itu mendapat pengaruh bahasa Belanda, Spanyol, Inggris, dan Prancis. Hasilnya, Papiamento merupakan campuran dari keempat bahasa tersebut.

Lingua franca yang dikembangkan oleh para budak dan diperkenalkan di kepulauan tersebut pada dasarnya merupakan jembatan kesenjangan komunikasi dan mempersatukan mereka. Namun, ada lingua franca lain yang digunakan. Bahasa ini adalah bahasa yang dibicarakan di Zefanya 3:9, ”Pada waktu itu aku akan memberikan perubahan kepada bangsa-bangsa ke suatu bahasa yang murni, supaya mereka semua berseru kepada nama Yehuwa, untuk melayani dia bahu-membahu.” ”Bahasa murni” inilah yang tidak hanya mempersatukan sebagian penduduk kepulauan itu—memungkinkan mereka mengatasi perbedaan sosial, ras, dan adakalanya perbedaan nasional—tetapi juga mempersatukan mereka dengan persekutuan Saksi-Saksi Yehuwa seluas dunia. Jadi, walaupun ada sidang-sidang yang menggunakan bahasa yang berbeda, yakni Papiamento, Inggris, Spanyol, dan Belanda, lingua franca kebenaran Alkitab ini menarik saudara-saudara itu ke dalam jalinan lingkaran kasih yang erat.

Terbitnya Kebenaran

Tidak diketahui dengan tepat caranya benih-benih kebenaran pertama ditanamkan di kepulauan tersebut. Hampir tidak ada yang menyadari saat ketika terang kebenaran mulai terbit, mengusir kegelapan yang menyelubungi kepulauan itu, yang sudah lama menjadi kubu agama Katolik Roma. Menjelang akhir tahun 1920-an dan pada tahun 1930-an, ada beberapa orang yang mengabar di sini. Ada juga seorang penjaja buku agama yang tanpa sengaja menabur benih-benih kebenaran, karena di antara buku-bukunya terdapat beberapa publikasi yang diterbitkan organisasi Allah. Dua anak perempuannya, Pearl dan Ruby, bekerja bersamanya dan beberapa tahun kemudian menjadi Saksi-Saksi Yehuwa. Kedua saudari itu tetap setia hingga sekarang.

Pada tahun 1940, Saudara Brown, seorang pria dari Trinidad, yang bekerja di penyulingan minyak, melakukan pembaptisan pertama di Curaçao​—terhadap lima orang yang belajar Alkitab dengannya. Di antaranya adalah Martin dan Wilhelmina Naarendorp serta Eduard van Marl, semuanya berasal dari Suriname.

Anita Libretto, putri keluarga Naarendorp, mengenang, ”Pada tahun 1940, saya berusia enam tahun. Saya ingat bahwa kedua orang tua saya belajar dengan seorang saudara yang berbahasa Inggris. Orang tua saya hanya dapat berbicara dalam bahasa Belanda dan sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris, tetapi mereka berupaya keras dan dalam waktu enam bulan dibaptis. Perhimpunan diadakan di rumah kami, tapi pada waktu itu belum terorganisasi sebaik sekarang. Perhimpunan merupakan sesi belajar di waktu malam yang berlangsung hingga lewat tengah malam, seraya orang tua saya berupaya keras untuk memahami buku-buku dalam bahasa Inggris.” Pengabaran sering kali dilakukan dalam bahasa Inggris, karena kelompok kecil tersebut tidak lancar berbahasa Papiamento dan tidak ada persediaan lektur dalam bahasa itu.

Pada umumnya, orang-orang setempat tidak mempunyai kebiasaan membaca Alkitab karena Gereja Katolik melarangnya. Merupakan hal yang lazim jika para pastor menyita Alkitab-Alkitab yang mereka temukan. Pada awalnya, salah seorang pastor membuntuti saudara-saudara kita ke mana-mana, mengentak-entakkan kaki mereka sambil berteriak, ”Jangan ganggu domba-domba saya!”

Benih Ditabur di Aruba dan Bonaire

Pada tahun 1943, John Hypolite, yang dulunya seorang penganut Adven, dan Martin Naarendorp mengunjungi Aruba dan menggunakan liburan mereka untuk menyiarkan kabar baik. Sejauh yang diketahui dengan pasti, merekalah yang pertama-tama memberitakan kabar baik di sana. Setelah mereka kembali ke Curaçao, Saudara Hypolite menulis surat ke kantor pusat di Brooklyn untuk meminta bantuan dalam mengerjakan daerah. Para misionaris dikirim tiga tahun kemudian, tetapi sayang sekali, Saudara Hypolite meninggal sebelum mereka tiba. Namun, saudara-saudara di Curaçao yang berani, seperti John Hypolite, telah mengikuti nasihat di Pengkhotbah 11:6 dan telah dengan limpah menabur benih, yang belakangan berakar dan bertumbuh.

Pada tahun 1944, Edmund Cummings dari Grenada dan Woodworth Mills dari Trinidad tiba di Aruba. Mereka mulai bekerja di tempat penyulingan minyak di San Nicolas. Kota San Nicolas, yang terletak di ujung timur pulau tersebut, ramai dengan para imigran yang datang dari segala penjuru Hindia Barat dengan maksud bekerja di tempat penyulingan minyak tersebut. Saudara Mills, yang adalah seorang pembicara yang bersemangat, banyak sekali membantu dalam menggiatkan pemberitaan kabar baik. Pada tanggal 8 Maret 1946, Saudara Mills dan Cummings memulai sebuah sidang berbahasa Inggris yang pertama di San Nicolas. Sidang tersebut memiliki 11 penyiar, dan Saudara Mills menjadi hamba paguyuban (sidang) di sana.

Pembaptisan yang pertama berlangsung pada tanggal 9 Juni 1946. Di antara empat orang yang dibaptis adalah Timothy J. Campbell dan Wilfred Rogers, dan pada tahun 1946, jumlah penyiar berlipat ganda. Kemudian, Saksi-Saksi imigran—keluarga Buitenman, De Freitas, Campbell, Scott, Potter, Myer, Titre, Faustin, dan keluarga-keluarga lain—bergabung dengan sidang.

Saudara Mills menikmati banyak keberhasilan dalam kesaksian tidak resmi, dan salah satu koleganya, seorang juru steno bernama Oris, menyambut kesaksiannya. Ia dibaptis pada bulan Januari 1947. Saudara Mills tidak hanya mendapatkan seorang saudari rohani tetapi juga seorang pengantin, karena ia dan Oris belakangan menikah. Pada tahun 1956, mereka diundang untuk mengikuti sekolah Gilead kelas ke-27 dan kemudian ditugaskan ke Nigeria.

Sebelum tahun 1950, pengabaran di Aruba sering kali dilakukan di San Nicolas, karena penduduk di sana banyak yang berbahasa Inggris dan saudara-saudara kurang mampu berbahasa Papiamento. Sampai saat itu, belum ada orang Aruba yang mau menerima kebenaran. Tentangan yang terus-menerus dari Gereja Katolik menggerakkan orang-orang Aruba yang biasanya ramah untuk menentang Saksi-Saksi, dan hal ini membuat kemajuan menjadi lambat. Pada masa-masa itu, sudah tidak aneh lagi jika seorang Saksi di kejar-kejar penghuni rumah yang marah sambil mengayun-ayunkan parang di tangannya. Adakalanya, air panas disiramkan ke saudara-saudara kita, atau anjing-anjing dilepaskan agar menyerang mereka. Pada kesempatan lain, saudara-saudara kita diundang masuk ke rumah, tetapi si penghuni rumah pergi ke luar dan meninggalkan mereka duduk di dalam sendirian. Di kepulauan itu, tidak menemani tamu merupakan suatu penghinaan.

Edwina Stroop, seorang perintis di Aruba, mengenang, ”Para pastor menakut-nakuti orang-orang dengan mengatakan bahwa mereka akan memberikan kutukan jika orang-orang itu meninggalkan gereja.” Sekalipun demikian, hal ini tidak melemahkan gairah saudara-saudara kita, yang terus bertekun karena digerakkan oleh kasih mereka kepada Yehuwa dan sesama.

Benih beberapa tanaman gurun tergeletak selama puluhan tahun sampai datang curah hujan yang cukup untuk membuat benih-benih itu bertunas dan akhirnya mengeluarkan bunga-bunga yang indah. Demikian juga halnya dengan Jacobo Reina, seorang petugas bea cukai di Bonaire. Ia mendapat sebuah buku Creation (Penciptaan) pada tahun 1928. Meskipun terlahir dalam keluarga Katolik Roma, ia telah meneliti berbagai agama Protestan, tetapi tidak pernah merasa puas. Sewaktu membaca buku Creation, ia mulai mengenali nada-nada kebenaran. Buku tersebut memuat daftar buku-buku lain terbitan hamba-hamba Yehuwa, tetapi Jacobo tidak dapat memperolehnya. Setelah 19 tahun berlalu, sewaktu ia mengunjungi kakak perempuannya di Curaçao pada tahun 1947, barulah ia bertemu dengan seorang utusan injil yang sedang memberikan pengajaran Alkitab kepada saudaranya itu. Ia bertanya apakah sang utusan injil mempunyai buku-buku yang namanya tercantum dalam daftar yang selama bertahun-tahun ia bawa dalam dompetnya. Ia mengambil semua lektur yang ada dalam tas utusan injil itu, paling sedikit ada 7 buku besar dan 13 buku kecil, dan ia mulai berlangganan majalah Menara Pengawal dan Sedarlah! Selera rohaninya yang lama terpendam sekarang terpuaskan. Ya, benih-benih kebenaran yang selama bertahun-tahun tergeletak kini sudah mendapatkan cukup air sehingga dapat bertumbuh.

Para Utusan Injil yang Pertama Tiba di Curaçao

Pada tanggal 16 Mei 1946, Thomas Russell Yeatts dan istrinya, Hazel, lulusan Gilead kelas keenam, tiba di Curaçao, daerah yang sama sekali belum pernah dijamah. Ternyata, Saudara Yeatts memberikan pengaruh yang luar biasa pada pekerjaan di kepulauan itu, terus bertekun pada tugasnya selama lebih dari 50 tahun sampai kematiannya pada tahun 1999. Kecuali selama suatu interupsi yang singkat, ia mengawasi kantor cabang dari tahun 1950 sampai 1994. Pria ini, yang selalu riang dan humoris, memiliki optimisme yang tinggi, dan iman yang tak tergoyahkan, mendapat kesempatan berharga untuk melihat pekerjaan pemberitaan Kerajaan berkembang dengan pesat.

Hazel, yang mendukung suaminya dengan loyal, tetap setia pada tugasnya sampai sekarang dan menjadi sumber anjuran bagi semua. Ia mengenang saat ia tiba di bandara dan disambut dengan hangat oleh Saudara Naarendorp dan Saudara Van Marl yang disertai seorang peminat, Clement Fleming.

Clement sudah memperoleh buku Children (Anak-Anak), membacanya, dan yakin bahwa ia telah menemukan kebenaran. Sewaktu muda, ia meninggalkan Gereja Katolik Roma karena banyak ajarannya yang tidak ia setujui. Kemudian, ia mulai bergabung dengan Saksi-Saksi, maka ia dapat turut hadir untuk menyambut para utusan injil yang pertama. Pada bulan Juli 1946, utusan injil baru, Russell Yeatts, membaptis dia. Saudara Fleming, yang sampai sekarang masih seorang penyiar Kerajaan, mengatakan, ”Pada usia 93 tahun, saya masih berharap agar berada di antara orang-orang yang melewati Armagedon untuk masuk ke susunan baru tanpa harus mati.” Benar-benar suatu teladan iman dan ketekunan!

Saudari Yeatts mengatakan, ”Kami dijemput dari bandara dengan mobil menuju ke apartemen dua kamar di atas toko buntut babi dan ikan asin. Tidak ada perabotan ataupun kamar mandi di apartemen itu, maka untuk mandi kami harus turun ke lantai bawah; hal ini berlangsung selama enam bulan sampai kami mendapat pemondokan yang lebih baik.” Sekalipun Hazel berulang-ulang diserang disentri, dia dan Russell tidak berkecil hati. Bertahun-tahun kemudian, Saudara Yeatts menulis, ”Yang membuat kehidupan menarik, terutama bagi hamba-hamba Yehuwa, bukan keadaan, bukan pemandangan, bukan juga bahasa, melainkan orang-orangnya. Dan, selalu ada orang di setiap daerah tugas kita.”

Sementara belajar bahasa setempat, Papiamento, para utusan injil yang berani itu mengajarkan bahasa murni, lingua franca kebenaran, kepada orang-orang Curaçao. Seorang di antaranya adalah Camilio Girigoria, orang pertama di antara penduduk setempat yang dibaptis, pada tahun 1950. Pada masa bekerja di penyulingan minyak, ia mendapat kebenaran sewaktu berbicara dengan beberapa saudara, di antaranya Henricus Hassell, pemberita kabar baik yang rajin. Camilio, yang kini berusia 78 tahun, melayani sebagai seorang penatua dan telah membantu 24 orang sampai ke tahap pembaktian. Pada tahun 1946, para utusan injil mengatur dibentuknya sidang berbahasa Inggris yang pertama di Curaçao, tetapi baru pada tahun 1954 sidang berbahasa Papiamento pertama didirikan.

Aruba Terus Melihat Terang Kebenaran

Pada bulan Juli 1949, Henry dan Alice Tweed, orang-orang Kanada lulusan Gilead kelas ke-12, pergi ke Aruba, dan di sana mereka memainkan peranan penting dalam mengajar bahasa murni. Henry bertubuh tinggi semampai dan dikenal karena kebaikan hati dan kelembutannya; Alice, dikenal karena kecerdasan dan staminanya yang tinggi dalam dinas. Hanya kedua utusan injil inilah yang pernah tinggal di ketiga pulau tersebut, dan mereka terus dikenang puluhan tahun kemudian karena semangat yang tidak mementingkan diri dan karena gairah mereka.

Pada tahun 1950, William Yeatts (saudara sepupu Russell) dan istrinya, Mary, lulus dari Gilead kelas ke-14 dan ditugaskan ke Curaçao. Pada tahun 1953, mereka pergi ke Aruba. Hampir 50 tahun kemudian, mereka masih melakukan tugas mereka—teladan iman dan ketekunan yang sangat bagus. Setelah beberapa waktu, Mary menjadi menonjol karena kegairahannya yang luar biasa dalam pelayanan. Ia selalu berada di garis depan dalam pekerjaan kesaksian, sedangkan Bill berkonsentrasi dalam menerjemahkan publikasi Alkitab. Sebelum Bill dan Mary tiba, dua sidang berbahasa Inggris di sana hanya membuat sedikit kemajuan di antara penduduk setempat. Dengan sabar dan sistematis, Bill dan Mary mulai menaburkan benih-benih kebenaran di antara orang-orang Aruba yang berbahasa Papiamento. Lambat laun, upaya mereka mulai membuahkan hasil. Bill mengingat, ”Kami mulai dengan mengadakan pelajaran Menara Pengawal di bawah pohon kwihi besar di halaman depan rumah utusan injil. Kadang-kadang ada 100 orang yang hadir. Kami duduk di atas bangku-bangku yang sudah dibuang oleh gereja Katolik.” Malam Peringatan kematian Kristus diadakan pada tahun 1954, dan setelah itu, sebuah Pelajaran Buku Sidang diadakan dalam bahasa Papiamento.

Orang Aruba Pertama yang Belajar Kebenaran

Seorang pemuda bernama Gabriel Henriquez kadang-kadang menenggak banyak minuman keras pada akhir pekan sehingga ia tidak dapat datang ke penyulingan minyak tempat ia bekerja pada hari Senin paginya. Majikannya ingin agar Gabriel memperbaiki gaya hidupnya, dan sekalipun ia sendiri seorang ateis, ia memberi Gabriel hadiah berupa langganan Sedarlah!, dengan keyakinan bahwa hadiah ini akan membantunya. Kemudian, Gabriel bertemu dengan suami istri Tweed, yang sedang memberikan pengajaran Alkitab kepada ayah mertuanya. Karena buku pelajarannya dalam bahasa Spanyol, Gabriel menerjemahkannya untuk dia. Tidak lama kemudian, minat Gabriel sendiri bertumbuh, sehingga pada tahun 1953, Bill dan Mary Yeatts mulai memberikan pengajaran kepadanya. Gabriel berkata, ”Akhirnya, semua pertanyaan saya terjawab.” Pada tahun 1954, ia membaktikan kehidupannya kepada Yehuwa dan menjadi orang Aruba pertama yang dibaptis.

Sidang berbahasa Papiamento yang pertama, yang terdiri dari 16 penyiar, dibentuk pada tahun 1956, dan pada penutup tahun dinas 1957, ada 26 penyiar yang melapor. Segera setelah orang-orang Aruba terbuka matanya untuk melihat ajaran-ajaran palsu ”Babilon Besar” dan tidak lagi takut akan manusia, mereka menjadi pencinta kebenaran dan pemberita kabar baik yang bergairah. (Pny. 17:5) Salah seorang di antaranya adalah Daniel Webb. Ia dan istrinya, Ninita, yang pada awalnya menentang, menerima kebenaran, dan mereka berdua menjadi penyiar Kerajaan yang rajin. Apakah yang lain-lainnya akan meniru teladan mereka?

Seperti Daniel, ada banyak orang lain yang juga belajar kebenaran dan membiarkan kehidupan mereka dan keluarga mereka dibentuk selaras dengan itu. Salah seorang di antara mereka yang mulai belajar adalah Pedro Rasmijn. Pada suatu hari, setibanya di rumah, Pedro mendapati bahwa buku-buku pelajarannya telah dimusnahkan oleh ibunya, Maria, seorang Katolik yang saleh. Karena Pedro belum mengenakan kepribadian baru, ia membalas dengan menghancurkan patung-patung ibunya. Karena merasa sangat kesal dengan apa yang Pedro lakukan, Maria mengadukannya kepada pastor, yang malah berkata bahwa Pedro memang benar, patung-patung itu memang tidak ada nilainya! Kini ia marah dan mengusir pastor itu dan memutuskan untuk menyelidiki Alkitab. Hasilnya, Maria dan suaminya, Genaro, membaktikan kehidupan mereka kepada Yehuwa. Mereka dan 11 anak, 26 cucu, dan satu cicit mereka—berjumlah 40 orang—semuanya melayani Yehuwa!

Daniel van der Linde, menantu Maria, dibaptis sekalipun dikucilkan orang tuanya. Setelah diusir dari rumahnya dan dipukul oleh pastor Katolik, Daniel tetap bertekun, yakin bahwa ia sudah memperoleh kebenaran. Meskipun ada tantangan ini, Daniel merasa diberkati, karena ia telah dipakai Yehuwa untuk membantu banyak orang mempelajari kebenaran Alkitab. Anak perempuannya, Prisquela, dan suaminya, Manuel, adalah pekerja Betel komuter yang melayani di Departemen Penerjemahan di kantor cabang Curaçao. Menantu yang lain, Tony, juga harus memperlihatkan iman yang kuat kepada Yehuwa dan janji-janji-Nya untuk memelihara kita, karena ia jatuh sakit dan harus menjalani lima operasi. Tony mengatakan, ”Para dokter sudah angkat tangan terhadap penyakit saya, tapi saya terus berdoa kepada Yehuwa memohon kekuatan. Saudara-saudara jasmani saya, yang sepertinya tidak mengakui saya lagi, dapat melihat bahwa saya memiliki ribuan saudara rohani di seluruh dunia.”—Mrk. 10:29, 30.

Kemajuan di Kepulauan Itu

Pada tahun 1965, Albert Suhr, lulusan Gilead kelas ke-20, harus meninggalkan Curaçao karena kesehatannya yang buruk, tetapi ia meninggalkan ”surat-surat rekomendasi” yang sangat bagus. (2 Kor. 3:1, 2) Salah satunya, Olive Rogers, menjadi perintis biasa pada bulan September 1951. Olive tinggal bersama seorang pria tanpa pernikahan yang sah selama 17 tahun. Namun, sewaktu ia mengetahui standar-standar Yehuwa yang luhur, ia meninggalkan pria itu, yang mengajukan tawaran yang sudah terlambat untuk menikahinya. Ia menolak, dibaptis, dan bergabung dengan barisan perintis, dan ia terus melakukannya selama hampir 40 tahun sampai pada waktu ia sakit. Saudari Rogers dapat dilihat di mana-mana sedang mengerjakan daerah pengabarannya dengan penuh keriangan. Dewasa ini, orang-orang sering menceritakan hal-hal yang menggugah hati mengenai saudari ini. Semangatnya yang tak terpatahkan dan keuletannya memungkinkan ia membantu banyak orang, termasuk keluarga-keluarga besar, untuk membaktikan kehidupan mereka kepada Yehuwa.

Sekarang, banyak keluarga yang mengerahkan upaya besar untuk melayani Yehuwa di Antilen dan Aruba. Keluarga-keluarga besar, misalnya keluarga Martha, Croes, Dijkhoff, Rasmijn, Liket, Faustin, Ostiana, dan Roemer, menjadi landasan yang kuat bagi sidang-sidang dan merupakan sumbangsih yang besar dalam membuatnya stabil.

Eugene Richardson yang ramah mulai diajar Yehuwa pada usia 15 tahun. Sekalipun ia tidak belajar Alkitab secara formal, ia terus membuat kemajuan dengan menghadiri semua perhimpunan dan dibaptis pada usia 17 tahun. Pada tahun 1956, ia dilantik sebagai perintis biasa dan menghadapi problem yang ia anggap cukup besar—tidak punya transportasi. Ia berkata, ”Daerah tugas saya sejauh 20 kilometer dari rumah, maka untuk mengatasi masalah transportasi, saya menukar piano saya dengan sebuah sepeda. Keluarga saya terperangah mendengar transaksi ini, dan 40 tahun kemudian mereka masih membicarakannya. Namun, untuk saya, hal itu terbukti sangat praktis. Terutama karena empat bulan setelah itu saya dilantik untuk melayani sebagai perintis istimewa di Banda Abao, daerah yang belum pernah dikerjakan.”

Membuka Daerah Baru

Daerah pedesaan Banda Abao, yang oleh penduduk setempat disebut kunuku, terletak di sisi barat Curaçao dan meliputi hampir setengah pulau itu. Daerah ini berbukit-bukit dan agak lebih hijau daripada daerah-daerah lain di pulau itu. Rumah-rumah di daerah ini terpencar-pencar sehingga dibutuhkan banyak waktu untuk mengerjakannya. Clinton Williams, perintis lain yang masih muda dan bergairah, bergabung dengan Eugene, dan mereka bersama-sama mulai membuka daerah baru ini. Eugene mengingat, ”Daerah ini tidak mudah dikerjakan dibandingkan dengan daerah lain di pulau itu. Orang-orangnya memang sangat ramah dan benar-benar menyenangkan untuk diajak berbicara, tapi biasanya cuma sampai di situ saja. Namun, kami bekerja di sana selama dua tahun dan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang luar biasa. Pada bulan pertama, saya berjumpa dengan seorang pria yang mengatakan bahwa jika kita dapat membuktikan Kerajaan Allah didirikan pada tahun 1914, ia akan menjadi Saksi. Dan, jadilah ia seorang Saksi, bersama istri dan anak-anaknya. Kemudian, saya berbicara dengan seorang wanita yang mengatakan bahwa kemenakan laki-lakinya sangat berminat akan Alkitab. Pada malam itu juga saya kembali dan memberikan kesaksian kepada kemenakannya itu. Namanya Ciro Heide.”

Ciro, seorang yang ramah, menceritakan pandangannya, ”Saya adalah seorang Katolik yang sangat taat dan mengetahui katekismus dengan sangat baik sehingga saya dapat mengajarkannya di sekolah. Namun, ada sesuatu yang membuat saya merasa heran. Saya tidak dapat mengerti mengapa kalau seseorang tidak pergi ke gereja, ia dianggap melakukan dosa mematikan dan jika tidak mengakuinya, ia akan masuk ke neraka. Pada suatu hari, seorang pria muda yang mengendarai sepeda datang ke rumah dan berbicara dengan bibi saya tentang Alkitab. Mengingat minat saya akan agama, bibi mengundangnya untuk kembali pada waktu saya berada di rumah. Saya ingin sekali bertemu dengan dia, karena saya merasa lebih tahu daripada dia tentang agama. Pada malam yang sama, Eugene datang ke rumah saya. Saya tercengang ketika ia menunjukkan kepada saya Kredo Para Rasul, yang saya ucapkan setiap hari, menyatakan bahwa Yesus pergi ke neraka. Karena saya hanya mengucapkannya tanpa memikirkannya, saya tidak mengerti artinya. Yang paling mengagumkan bagi saya adalah bahwa Eugene menggunakan Alkitab untuk menerangkan setiap hal, sedangkan saya tidak dapat membuka bahkan satu ayat pun. Sejak saat itu, hidup saya berubah sama sekali, karena saya segera memulai pengajaran Alkitab.” Ciro kemudian dibaptis walaupun mendapat tentangan dari istrinya. Lambat laun, karena teladannya yang bagus, istrinya pun membaktikan kehidupannya kepada Yehuwa. Mereka sudah melayani Yehuwa selama 30 tahun, dan Ciro sudah melayani sebagai penatua selama 25 tahun.

Eugene mengikuti Sekolah Gilead pada tahun 1958 dan ditugasi kembali ke Banda Abao, dan transportasi masih merupakan problem. Ia menuturkan, ”Sewaktu kami pergi mengabar, kadang-kadang ada 13 saudara yang ikut serta dan hanya ada satu mobil—mobil saya. Ini berarti harus membuat dua kali perjalanan masing-masing 30 kilometer. Saya mengangkut rombongan pertama ke daerah pengabaran dan segera kembali untuk mengangkut rombongan kedua. Sore harinya, saya melakukan hal itu lagi untuk membawa saudara-saudara pulang. Namun, kami dapat berdinas seharian. Memang kami lelah, tapi alangkah besarnya sukacita yang kami peroleh!” Eugene juga mendapat hak istimewa untuk melayani dalam pekerjaan keliling selama beberapa tahun.

Perubahan di Kunuku

Pada tahun 1959, Clinton Williams, yang pada waktu itu juga sudah lulus dari Sekolah Gilead, terus bekerja di kunuku. Ia kemudian menikah dengan Eugenie, seorang perintis bergairah yang kebaikan hatinya membuat dia disayangi banyak orang. Pada tahun 1970, sebuah sidang yang terdiri dari 17 penyiar terbentuk di desa Zorgvliet bij Jan Kok, dan perhimpunan diadakan di rumah keluarga Pieters Kwiers. Dua perintis istimewa, Juana Pieters Kwiers dan putrinya, Esther, bersama keluarga Minguel dan Koeiman bekerja keras untuk membangun sidang itu. Pada tahun 1985, sidang sudah bertumbuh dan memiliki 76 penyiar dengan hadirin perhimpunan berjumlah 125 orang. Pada tahun yang sama, kasih menggerakkan saudara-saudara dari Amerika Serikat untuk menjadi relawan dalam membangun sebuah Balai Kerajaan di kota Pannekoek, dan Balai Kerajaan yang lama diubah menjadi rumah utusan injil. Dalam waktu dua tahun, jumlah penyiar meningkat menjadi 142 orang, sehingga pada tahun 1987, Sidang Tera Corá pun dibentuk.

Mendapatkan akomodasi untuk para perintis selalu menjadi masalah, dan Eugene ingat sewaktu ia harus merenovasi rumah kosong yang tadinya dihuni kambing-kambing. Selama berminggu-minggu, ia berupaya menghilangkan bau ”harum” yang ditinggalkan kambing-kambing itu. Daging kambing dianggap sebagai makanan istimewa di sana. Selama bertahun-tahun, sewaktu makanan dimasak untuk kebaktian-kebaktian, daging kambing biasanya dihidangkan, dan saudara-saudara menikmati makan siang berupa daging kambing dengan bumbu yang sedap. Namun, adakalanya dagingnya sudah agak membusuk, dan akibatnya, banyak orang harus ke toilet.

Russell Yeatts senang menuturkan cerita tentang seekor kambing bernama Mimi. Kambing ini pernah melahap tiga buah Alkitab, beberapa buku nyanyian, buku-buku lain, dan banyak majalah. Pemiliknya, Rita Matthews, mengatakan, ”Mimi sudah memakan banyak lektur kita sehingga kami memanggilnya kambing suci.” Akhirnya, Mimi dijual.

Kebaktian Mengembangkan Kasih dan Semangat Persatuan

Selama bertahun-tahun, mendapatkan tempat yang cocok untuk perhimpunan—terutama untuk kebaktian—selalu menjadi problem. Max Garey, lulusan Gilead kelas kelima, mengorganisasi pembangunan Balai Kerajaan pertama untuk saudara-saudara, di Buena Vista, Curaçao. Saudara-saudara dengan sepenuh hati terjun dalam pembangunan balai ini dan sangat bersukacita pada waktu pembangunan tersebut rampung. Pada tahun 1961, sidang berbahasa Papiamento yang kedua di Curaçao dibentuk dan diadakan di balai baru yang indah itu, dan hamba paguyubannya adalah Victor Manuel, yang kini sudah menjadi penyiar kabar baik selama hampir 50 tahun. Nathan H. Knorr, dari Betel Brooklyn, menahbiskan balai ini pada tanggal 28 Maret 1962.

Pada tahun 1970-an, tanah di sebelah balai Buena Vista diratakan, lantai beton dicor, dan panggung didirikan. Tempat ini digunakan untuk kebaktian-kebaktian distrik dan wilayah selama bertahun-tahun, dan karena curah hujan sangat sedikit di Curaçao, pertemuan-pertemuan tersebut diadakan di alam terbuka, tanpa banyak kesulitan. Akan tetapi, adakalanya saudara-saudara dikejutkan oleh hujan dadakan yang membasahi pakaian serta buku-buku mereka, tetapi mereka tetap bersemangat. Mereka membuka payung dan kembali mengikuti acara dengan penuh perhatian. Di waktu lampau, pertemuan-pertemuan itu diadakan dalam dua bahasa; beberapa khotbah disampaikan dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan, sedangkan khotbah-khotbah lainnya diikhtisarkan dalam bahasa Papiamento. Kebaktian distrik diadakan di Aruba dan Curaçao secara bergantian, dan beberapa delegasi datang ke tempat kebaktian dengan menyewa pesawat, dan yang lain-lain datang dengan kapal laut. Pada suatu waktu, rombongan besar yang datang dengan kapal Niagara mengalami mabuk laut. Sekalipun ada ketidaknyamanan ini, semangat mereka untuk menghadiri perjamuan rohani itu tidak luntur.

Ingrid Selassa, yang pada waktu itu berusia 16 tahun, ingat bahwa neneknya menjual seekor babi untuk biaya perjalanan. Para delegasi menginap di rumah saudara-saudara dan bahkan tidur di lantai. Terbentuklah persahabatan yang langgeng, serta semangat kasih dan persatuan yang penuh sukacita. Pada tahun 1959, kebaktian pertama berbahasa Papiamento diadakan di rumah perkebunan Santa Cruz di Banda Abao. Ingrid mengenang, ”Kami memuati bus-bus dengan makanan, kasur tipis, dan peralatan lain, lalu berangkat ke tempat kebaktian. Acaranya merupakan pesta rohani, dan pada waktu malam kami menikmati permainan Alkitab dan menyanyikan lagu-lagu Kerajaan di udara terbuka. Saya tidak akan pernah melupakan tiga hari yang dilewatkan di sana, dan kami benar-benar merasakan bagaimana menjadi bagian dari suatu persaudaraan.” Pertemuan-pertemuan internasional seperti Kebaktian Internasional ”Damai di Bumi” pada tahun 1969, juga meningkatkan semangat kasih dan persatuan di antara saudara-saudara.

Balai Kebaktian Baru

Seraya tahun-tahun berlalu, tempat kebaktian di Buena Vista sudah terlalu kecil, tetapi berkat kemurahan hati sidang-sidang yang memberikan sumbangan, saudara-saudara dapat membeli sebuah gedung dari perusahaan penyulingan minyak. Gedung di Distrik Schelpwijk ini direnovasi, dan selama bertahun-tahun kebaktian wilayah dan kebaktian distrik diadakan di sana. Baru-baru ini, kantor cabang mendapat persetujuan untuk meruntuhkan bangunan tersebut dan membangun Balai Kerajaan ganda yang dapat juga berfungsi sebagai Balai Kebaktian yang memuat 720 orang—sebuah fasilitas yang menyenangkan bagi saudara-saudara.

Sebelum tahun 1968, kebaktian-kebaktian di Aruba diselenggarakan di balai-balai sewaan, tetapi karena adanya perluasan, dibutuhkan sebuah Balai Kebaktian yang permanen. Oleh karena itu, diputuskan untuk membangun sebuah Balai Kerajaan yang cukup besar sehingga dapat digunakan untuk kebaktian. Pada tahun 1968, dengan kerja keras dan semangat rela berkorban, saudara-saudara setempat membangun sebuah balai yang indah demi kepujian bagi Yehuwa. Sewaktu balai tersebut dibangun, ada sederetan kaktus tinggi yang menutupi proyek itu dari pandangan orang-orang yang berlalu-lalang. Seminggu sebelum kebaktian yang pertama diadakan, pemerintah menyuruh agar kaktus-kaktus tersebut ditebang. Dan lihat, balai itu muncul dalam satu malam—atau, begitulah tampaknya! Masyarakat setempat menganggapnya suatu mukjizat, banyak yang percaya bahwa balai tersebut memang dibangun dalam satu malam. Namun, keajaiban itu akan datang kelak sewaktu balai-balai dibangun secara kilat.

Pekerjaan Berkembang di Bonaire

Pada tahun 1949, Joshua Steelman, wakil khusus dari kantor pusat di Brooklyn, mengunjungi Bonaire, dan pada waktu itu Jacobo Reina dan seorang petani, Matthijs Bernabela, sudah aktif mengabar di sana. Keduanya belum dibaptis. Pengaturan dibuat untuk mengadakan khotbah umum pertama di Bonaire. Kurang lebih 100 orang datang, tetapi hanya 30 yang masuk ke balai. Tujuh puluh orang lainnya disuruh datang oleh pastor Katolik setempat untuk mengacaukan pertemuan tersebut. Russell Yeatts mengenang, ”Batu-batu mulai berjatuhan di atap seng bagaikan hujan batu di Mesir. Petasan-petasan meledak, dan orang-orang memukul-mukul ember.” Upaya ini gagal, karena benih-benih kebenaran berhasil disebarkan dan berakar. Tahun berikutnya, Jacobo dan Matthijs, Saksi-Saksi pertama di Bonaire, dibaptis di Curaçao.

Pada tahun 1951, Russell dan Bill Yeatts mengatur penyelenggaraan perhimpunan di rumah Saudara Bernabela, dan pada tahun 1952, Clinton Williams ditugaskan ke Bonaire untuk mendirikan sidang baru di sebuah balai sewaan di Kralendijk. Hal ini menimbulkan kemarahan pastor Katolik, yang mengupayakan agar Saudara Williams dideportasi. Sang Pastor berupaya membujuk seorang wanita yang belajar Alkitab dengan Saudara Williams agar menuduhnya menggoda dia secara tidak patut, tetapi sang siswa menolak. Setelah upaya tersebut gagal, pastor itu menjuluki Saudara Williams wara-wara, burung pemangsa yang terdapat di kepulauan itu, dan menuduh dia merebut domba-dombanya. Namun, dengan roh Yehuwa, Saudara Williams terus menguatkan sidang yang masih muda itu sampai ia ditugasi untuk kembali ke Curaçao. Pada tahun 1954, kebaktian yang pertama diselenggarakan, dan sejak saat itu kebaktian-kebaktian wilayah dan distrik mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan rohani saudara-saudara di Bonaire. Orang-orang juga berbondong-bondong menonton film-film, yang membangkitkan minat, yang diproduksi Saksi-Saksi Yehuwa, tetapi kemajuan baru terlihat lebih nyata sejak dua perintis istimewa, Petra Selassa dan putrinya, Ingrid, ditugasi ke sana pada tahun 1969.

Ketika Petra dan Ingrid tiba, mereka tidak punya mobil; sekalipun demikian, mereka mengerjakan hampir seluruh pulau itu dengan berjalan kaki. Banyak siswa mereka yang dibaptis. Sambil duduk dan mengenakan tudung kepala, kedua saudari ini memimpin perhimpunan. Sebulan sekali, seorang saudara datang dengan pesawat dari Curaçao untuk berdinas dengan mereka dan menyampaikan khotbah umum. Belakangan, sewaktu Petra harus meninggalkan tempat itu, seorang perintis istimewa yang lain, Claudette Tezoida, bergabung dengan Ingrid, dan mereka terus membantu orang-orang mempelajari kebenaran Alkitab.

Istri Seorang Politisi Menemukan Pemerintahan yang Sempurna

Di antara orang-orang yang belajar bahasa murni terdapat istri seorang politisi terpandang. Caridad Abraham, yang panggilan akrabnya Da, adalah istri seorang menteri pemerintah Bonaire. Dua putranya dan seorang menantunya juga aktif dalam politik. Da sendiri dengan bersemangat berkampanye untuk suaminya dan dikenal baik di mana-mana serta dihormati. Seorang pendeta Protestan, yang adalah bapak baptis salah satu anaknya, memberi tahu dia bahwa Saksi-Saksi Yehuwa tidak percaya akan Yesus Kristus. Karena pria ini adalah teman dan pendetanya, ia percaya saja kepada perkataannya yang tidak benar itu.

Setelah kematian suaminya, Da pindah ke Belanda, dan di sana ia sangat terkejut ketika melihat di televisi dua pendeta Protestan secara terang-terangan mengaku bahwa mereka homoseks. Karena kecewa terhadap agama, ia tidak lagi pergi ke gereja. Kemudian, ia menerima pengajaran Alkitab, menjadi Saksi, dan pindah kembali ke Bonaire. Da mengatakan, ”Kebenaran begitu menakjubkan sehingga saya mesti kembali dan membagikannya kepada orang-orang di negeri saya.” Kini, alih-alih mendukung pemerintahan manusia sebagai jalan keluar bagi berbagai masalah Bonaire, ia mulai memberitakan jalan keluar yang sebenarnya dan yang permanen—Kerajaan Allah di bawah pimpinan Yesus Kristus. Karena mengira bahwa ia datang untuk mendukung karier politik putranya, orang-orang menyambut dia dan kemudian merasa heran dengan berita yang dibawanya. Namun, karena Da begitu terkenal, banyak orang yang tadinya tidak mau mendengarkan Saksi-Saksi lain kini mulai menaruh perhatian pada berita Kerajaan.

Lektur Tersedia dalam Bahasa Setempat

Kebenaran lebih cepat menyentuh hati apabila orang-orang dapat membaca publikasi Alkitab dalam bahasa mereka sendiri. Namun, sewaktu para utusan injil yang pertama tiba, tidak ada lektur Alkitab dalam bahasa Papiamento. Perhimpunan diadakan dalam bahasa campuran Inggris dan Papiamento, dengan menggunakan publikasi dalam bahasa Inggris, Spanyol, dan Belanda, sehingga saudara-saudara mesti berjuang untuk memahami kebenaran. Oleh karena itu, ada kebutuhan besar untuk menerjemahkan publikasi. Akan tetapi, kosakata dalam bahasa Papiamento sangat sedikit, tidak ada kamus, dan sama sekali tidak ada kesepakatan tentang bahasa tertulisnya. Bertahun-tahun kemudian, Bill Yeatts, seorang penerjemah berpengalaman, menulis, ”Dalam menerbitkan berita Kerajaan, kami harus mengatakan dan menulis hal-hal yang belum pernah dikatakan atau ditulis dalam bahasa Papiamento. Menetapkan standar yang dapat digunakan merupakan suatu tantangan.” Memang bukan tugas yang mudah! Pada tahun 1948, saudara-saudara menerjemahkan buku kecil pertama, The Joy of All the People (Sukacita bagi Semua Orang). Pada tahun 1959, penerjemahan buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” selesai. Kemudian, buku-buku berjilid lainnya diterjemahkan, begitu juga Toren di Vigilancia, sebutan Menara Pengawal dalam bahasa Papiamento, dan Spierta, atau Sedarlah!, secara rutin. Lambat laun, cengkeraman tangan besi gereja atas masyarakat setempat mulai mengendur seraya mereka mulai membaca dan memahami kebenaran Firman Allah dalam bahasa mereka sendiri.

Penerjemahan juga mempengaruhi nyanyian di perhimpunan. Kalau sedang menyanyi, orang Antilen sangat bersemangat dan bersuara keras. Namun, pada masa-masa awal, semangat itu agak teredam karena buku nyanyiannya dalam bahasa Spanyol. Akan tetapi, pada tahun 1986, pada waktu saudara-saudara menerima buku nyanyian dalam bahasa Papiamento, ruangan balai bergema dengan suara yang nyaring dan lantang. Akhirnya, melalui nyanyian, mereka dapat dengan sepenuhnya mengekspresikan perasaan mereka tentang Allah mereka yang agung, Yehuwa. Maria Britten mengatakan, ”Hal yang paling berkesan bagi saya sewaktu saya pertama kali mengunjungi Balai Kerajaan adalah nyanyiannya. Begitu indah nyanyian itu sehingga saya terharu dan menitikkan air mata.”—Yes. 42:10.

Seraya pekerjaan berkembang, dibutuhkan lebih banyak lagi penerjemah, dan dua perintis muda yang bergairah​—Raymond Pietersz dan Janine Conception—​mulai melakukan pekerjaan penerjemahan. Sekarang, sudah terbentuk Departemen Penerjemahan yang terdiri dari sembilan penerjemah. Pada tahun 1989, komputer datang beserta perangkat lunak MEPS, alat yang sangat berguna untuk membantu para penerjemah, yang akhirnya memungkinkan Menara Pengawal dalam bahasa Papiamento diterbitkan bersamaan dengan bahasa-bahasa lain​—suatu berkat besar untuk kegiatan pengabaran.

Lebih Banyak Bantuan dari Para Utusan Injil

Pada tahun 1962, John Fry, yang mengikuti Gilead kelas ke-37, dilantik sebagai pengawas cabang untuk menggantikan Russell Yeatts, yang mengikuti kursus penyegaran Sekolah Gilead. Setelah 18 bulan, ketika Saudari Fry mengandung, keluarga Fry kembali ke Inggris, dan Saudara Yeatts kembali bekerja di kantor cabang. Pada tanggal 31 Desember 1964, Age van Dalfsen dari Belanda tiba di kepulauan itu setelah lulus dari Sekolah Gilead kelas ke-39. Ketika menginjakkan kaki di Curaçao, ia disambut oleh pemandangan yang luar biasa berupa pertunjukan kembang api dan dentuman petasan yang memekakkan telinga di udara malam. Bukan, atraksi itu bukanlah penyambutan penduduk baginya. Itu adalah tradisi tahunan penduduk setempat, cara mereka mengusir roh-roh jahat dan membuang sial tahun lama dan menyambut tahun baru. Saudara van Dalfsen yang masih muda dan energik mengemban pekerjaan wilayah, dan pada akhirnya, pekerjaan distrik. Seperti kebanyakan utusan injil, ia mengembangkan kecintaan akan kampung halamannya yang baru dan mengatakan, ”Penduduknya hangat, ramah, dan jujur. Mendapat tugas di sini benar-benar menyenangkan dan merupakan suatu hak istimewa bagi saya.”

Pada tahun 1974, Age menikah dengan Julie, seorang saudari dari Trinidad, dan ia ikut dengan Age dalam pekerjaan keliling. Julie mengenang, ”Saya sangat terkesan oleh keramahan dan toleransi penduduknya. Saya tidak dapat berbahasa Papiamento, tapi pengabaran bisa menyenangkan karena mereka banyak membantu. Mudah untuk bertanya ’Con ta bai?’ (Apa kabar?) dan menanyakan keadaan setiap anggota keluarga, yang merupakan kebiasaan di sini. Menempatkan lektur juga mudah. Yang sulit adalah membawa-bawa tas berat berisi lektur dalam empat bahasa dan berperang melawan debu serta angin! Tapi bagi saya, itu benar-benar merupakan sukacita.” Pada tahun 1980, Age dan Julie pergi ke Belanda untuk merawat ayah Age, yang menderita penyakit Alzheimer, tetapi mereka kembali ke Curaçao pada tahun 1992.

Robertus Berkers dan istrinya, Gail, dari Gilead kelas ke-67, meneruskan pekerjaan wilayah sewaktu Saudara dan Saudari van Dalfsen tidak ada, dan mereka sangat membangkitkan semangat saudara-saudara untuk menjalankan pelayanan sepenuh waktu. Pada tahun 1986, Otto Kloosterman dan istrinya, Yvonne, datang ke Curaçao dari Gilead, dan Saudara Kloosterman dilantik sebagai koordinator cabang pada tahun 1994. Mereka kembali ke Belanda pada tahun 2000. Pada bulan Maret 2000, Saudara van Dalfsen dilantik sebagai anggota Panitia Cabang, dan ia beserta istrinya diundang ke Betel, tempat mereka sekarang melayani. Pada tahun 1997, Gregory Duhon, dari Departemen Grafis di Brooklyn, dan istrinya, Sharon, ditugaskan ke Curaçao sebagai Pekerja Betel Dinas Luar Negeri. Sharon, seorang perawat terdaftar, dan perawat-perawat lain memberikan banyak bantuan dalam merawat Saudara Russell Yeatts, yang menderita penyakit kanker yang sudah sangat parah. Pada bulan Maret 2000, Saudara Duhon dilantik sebagai koordinator cabang, dan semua orang sangat menghargai kebaikan hati serta keramahannya. Sekarang, Gregory Duhon, Clinton Williams, dan Age van Dalfsen melayani sebagai anggota Panitia Cabang.

Merintis Mendatangkan Berkat Limpah

Pada waktu Margaret Pieters mulai belajar Alkitab, ia sudah puas dengan agamanya. Ia mengenang, ”Awalnya, saya tidak bermaksud pindah agama. Saya aktif di Gereja Katolik, di Legio Maria, dan di paduan suara gereja. Namun, setelah mempelajari Alkitab, saya sadar bahwa selama ini saya telah menganut ajaran yang salah. Saya tidak menunggu untuk diajak berdinas, saya sendiri yang meminta. Saya ingin agar orang lain keluar dari agama palsu dan berpihak kepada kebenaran.” Sejak dibaptis pada tahun 1974, ia telah menjadi perintis biasa selama 25 tahun.

Yehuwa memberkati Margaret, dan salah satu dari banyak pengalamannya membuktikan hal ini. Seorang gadis muda bernama Melva Coombs diperkenalkan kepadanya untuk diberi pengajaran Alkitab, dan Margaret menyarankan agar ia meminta izin dahulu kepada ayahnya. Pak Coombs, yang terkesan oleh respek yang ditunjukkan Margaret kepadanya, berkata bahwa bukan hanya putrinya yang akan belajar tetapi seluruh keluarganya juga—semuanya tujuh orang! Margaret mendapatkan banyak sukacita ketika melihat mereka semua dibaptis, dan salah seorang putra keluarga itu belakangan menjadi penatua.

Perintis lain yang telah mencicipi manisnya kebaikan Yehuwa adalah Blanche van Heydoorn. Ia dibaptis pada tahun 1961, dan suaminya, Hans, pada tahun 1965. Hingga sekarang, Ia telah merintis selama 35 tahun. Selama periode itu, Blanche membesarkan enam anak, dua di antara mereka sekarang adalah perintis biasa. Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa dukungan jasmani dan emosi yang diberikan Hans. Mereka berdua telah membantu 65 orang sampai tahap pembaktian kehidupan kepada Yehuwa.

Salah satu dari banyak pengalaman Blanche adalah tentang tetangganya yang bernama Serafina. Blanche sudah mulai memberi pengajaran Alkitab kepada Serafina, tetapi suaminya, Theo, menunjukkan keberatannya dengan sengit. Ia membakar buku-buku Serafina dan melarang Blanche menginjakkan kaki di rumah mereka, dan mengatakan kepada semua orang bahwa ia mengasah parangnya untuk membacok Blanche. Hans akhirnya tahu mengapa Theo sangat menentang. Rupanya, ia mempunyai seorang teman yang istrinya belajar dengan pendeta dari salah satu agama setempat. Belakangan, sang istri minggat dengan pendeta itu. Jadi, Theo khawatir bahwa istrinya akan melakukan hal yang sama. Dengan menggunakan Ibrani 13:4, Hans menjelaskan pandangan kita tentang pernikahan. Theo merasa sangat lega dan mengizinkan pelajaran itu dilanjutkan. Serafina dibaptis, dan setelah beberapa waktu, Theo pun dibaptis. Keduanya sekarang melayani Yehuwa dengan setia.

Blanche menceritakan bahwa pada suatu hari, ia pernah memimpin pengajaran Alkitab pada pukul 11.00 pagi, lalu kembali ke rumah untuk makan siang, dan dua jam kemudian melahirkan anak lelakinya, Lucien! Ia terus menghargai hak istimewanya sebagai perintis. Blanche mengatakan, ”Merintis mendorong kami untuk selalu membuat persiapan dan belajar, dan merintis memberikan kepuasan yang tidak dapat diperoleh di tempat lain mana pun.”

Kuasa Melampaui Apa yang Normal

Marion Kleefstra juga telah memperoleh kepuasan besar dalam melayani Yehuwa sepenuh waktu. Ketika masih remaja, ia mulai berminat akan kebenaran sewaktu membacakan majalah-majalah untuk neneknya yang buta. Ia membaktikan kehidupannya kepada Yehuwa pada tahun 1955, dan pada tahun 1970 ia menjadi perintis biasa. Putranya, Albert, mengikuti langkahnya dan sekarang Albert telah merintis selama 18 tahun.

Marion memberikan pengajaran kepada Johanna Martina, ibu dari sembilan anak. Suami Johanna, Antonio, sangat menentang, dan Marion tidak dapat mengajar kalau sang suami ada di rumah. Johanna mengikatkan sepotong kain di pintu pagar kalau suaminya ada di rumah, sehingga sewaktu Marion melihat tanda itu, ia akan kembali di waktu lain. Berkat kesabaran Marion dan ketekunan Johanna, baik Johanna maupun Antonio menerima kebenaran dan dibaptis pada waktu yang sama. Mereka membantu delapan dari sembilan anak mereka untuk membaktikan kehidupan kepada Yehuwa.

Sungguh menyedihkan, belakangan Antonio meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Beberapa tahun berikutnya, dua dari anak-anak Johanna meninggal dengan cara yang sama, dan kemudian, yang ketiga meninggal dalam keadaan tragis lainnya. Sekalipun harus mengalami semua itu, Johanna tetap teguh, percaya kepada Yehuwa yang memberikan ”kuasa yang melampaui apa yang normal”. (2 Kor. 4:7) Iman yang kuat telah memeliharanya bukan hanya untuk menghadapi saat-saat kesedihan yang sangat berat melainkan juga untuk dapat terus menjalankan dinas perintisnya selama 25 tahun terakhir ini. Johanna sekarang berumur 81 tahun dan mengatakan, ”Yehuwa benar-benar luar biasa, dan Dialah yang memelihara saya. Saya senantiasa memohon dengan sangat kepada-Nya, dan Ia tidak pernah mengecewakan saya.”

Semua ini hanyalah beberapa contoh pengalaman para perintis yang loyal dan bekerja keras yang menjadi tulang punggung banyak sidang sehingga sidang diperkaya. Ketika ada penyesuaian kuota jam untuk para perintis pada tahun 1998, terbuka kemungkinan bagi banyak saudara lain untuk memasuki corak dinas ini. Para perintis memperlihatkan penghargaan yang dalam terhadap Sekolah Dinas Perintis, yang telah sangat membantu untuk melatih mereka agar menjadi rohaniwan yang lebih andal. Para penyiar yang bergairah turut menyumbangkan seruan pujian mereka kepada Yehuwa, dan beberapa di antara mereka sangat berhasil dalam kesaksian tidak resmi, sebagaimana dapat diamati dari pengalaman berikut.

Pada awal tahun 1950-an, Albert Heath, seorang dokter muda dari Guyana, sedang memberikan ceramah di sebuah universitas di Jakarta, Indonesia. Di sana, ia mulai mempelajari suatu jenis penyembuhan yang lain. Sebagai dokter spesialis mata, ia mengerti tentang ”salep mata” yang Yesus sebutkan kepada orang-orang Laodikia, sebagaimana dicatat di Penyingkapan 3:18. Albert memutuskan bahwa resep ”salep mata” inilah yang ia ingin resepkan kepada orang-orang. Pada tahun 1964, ia dan keluarganya pindah ke Curaçao, dan ia terus mempelajari program penyembuhan rohani yang Yesus percayakan kepada golongan budaknya di bumi. (Mat. 24:45) Pada tahun 1969, Albert dan putranya dibaptis di kebaktian yang sama. Di kliniknya, ia memberi kesaksian secara ekstensif kepada para pasien dan juga kepada para pegawai. Albert telah membimbing banyak orang ke air kebenaran, dan beberapa di antara mereka kini telah menjadi penatua.

Gangguan yang Tak Terduga

Curaçao menikmati kehidupan yang santai. Selama bertahun-tahun, tidak pernah ada gangguan yang merusak ketenteramannya. Akan tetapi, peristiwa demi peristiwa mulai terjadi dan mengubah keadaan ini secara drastis. Pada awal bulan Mei 1969, pengawas zona, Robert Tracy, memperingatkan hadirin terhadap sikap berpuas diri dan bahaya dininabobokan oleh rasa aman yang semu karena ketenteraman di pulau itu. Tak lama kemudian, suasana itu memang dirusak. Beberapa minggu kemudian, pada tanggal 30 Mei, sebuah pertikaian buruh berubah menjadi kekerasan. Terjadi penjarahan dan pembakaran, yang mengubah masyarakat yang tadinya tenteram menjadi pusaran kerusuhan politik. Clinton Williams bercerita, ”Seorang pria, yang bertelanjang dada, berjalan menuju mobil saya, dengan kemarahan di matanya. Tiba-tiba, seseorang yang pernah belajar Alkitab dengan saya datang, dan berteriak, ’Bukan yang itu! Ia orang baik-baik.’ Pria itu melangkah maju, melemparkan makanan kaleng yang baru ia jarah dari pasar swalayan ke dalam mobil saya, dan berjalan pergi. Saya menghela napas lega dan bersyukur kepada Yehuwa atas perlindungan-Nya.”

Di tengah-tengah kekacauan dan ketidaktentuan pada waktu-waktu yang sulit itu, umat Yehuwa tetap bersikap tenang, merasa aman karena tahu bahwa dalam waktu dekat, Kerajaan Allah akan menyediakan pemerintahan yang sempurna bagi semua orang. Pada waktu itu, Yehuwa akan memuaskan keinginan ”segala yang hidup”. (Mz. 145:16) Dewasa ini, orang-orang menganggap tanggal 30 Mei 1969 sebagai suatu titik balik dalam sejarah pulau itu.

Fasilitas Kantor Cabang yang Baru

Nathan H. Knorr, yang melayani sebagai anggota Badan Pimpinan Saksi-Saksi Yehuwa sampai kematiannya pada tahun 1977, selalu memperlihatkan minat yang dalam kepada para utusan injil dan sering mengadakan perjalanan ke negeri-negeri asing untuk menguatkan saudara-saudara itu. Pada tahun 1956, para pengawas zona juga mulai mengunjungi saudara-saudara di seputar bumi, dan ”pemberian [berupa] manusia” ini telah ”membantu menguatkan”, menjadi pendorong bagi pekerjaan di Kepulauan ABC. (Ef. 4:8; Kol. 4:11) Pada tahun 1950, Saudara Knorr mengunjungi pulau-pulau ini untuk pertama kalinya dan sewaktu berada di Curaçao ia mengatur didirikannya sebuah kantor cabang yang baru, dengan Russell Yeatts sebagai hamba cabangnya. Tentang khotbah Saudara Knorr yang berjudul ”Pembebasan Para Tawanan”, Saudara Yeatts menulis, ”Seolah-olah, ia berbicara kepada setiap orang yang hadir di sana satu per satu untuk memberikan nasihat pribadi.” Pada tahun 1955, Saudara Knorr kembali berkunjung dan berbicara di Balai Kerajaan yang belum rampung di Oranjestad, Aruba. Kemudian, ia pergi ke Curaçao untuk menghadiri kebaktian bersama sekelompok saudara. Pada kunjungan resminya yang terakhir tahun 1962, ia menahbiskan Balai Kerajaan di Buena Vista, Curaçao, dan sangat membina saudara-saudara melalui khotbah-khotbahnya yang tepat waktu. Ia juga menyetujui pembangunan kantor cabang yang baru, rumah utusan injil, dan Balai Kerajaan—ketiga-tiganya di satu lokasi, yakni di Oosterbeekstraat, tepat di pinggiran Willemstad.

Ayah dari arsitek yang disewa untuk merancang bangunan tersebut adalah seorang Yahudi yang dulunya pernah ditahan di kamp konsentrasi Nazi bersama Saksi-Saksi Yehuwa. Ia mengatakan kepada Hazel Yeatts, ”Hanya ada satu agama yang benar—yakni yang dianut Saksi-Saksi Yehuwa.” Kantor cabang ini ditahbiskan pada tahun 1964 dan diperluas pada tahun 1978, atas saran Albert D. Schroeder, pengawas zona. Pada tahun 1990, tampaknya bangunan yang lebih besar dibutuhkan, dan banyak upaya dikerahkan guna mencari lokasi baru untuk bangunan tersebut, tetapi semuanya tanpa hasil.

Pada bulan November 1998, diputuskan untuk membeli sebuah gedung jadi dan mengubahnya menjadi fasilitas kantor cabang. Saudara-saudara akhirnya memilih sebuah kompleks apartemen yang lokasinya cocok, di jalan yang bernama Seroe Loraweg, tepat di pinggiran Willemstad. Pada tanggal 4 Desember, pembelian dilakukan. Karena semuanya berjalan dengan cepat dan mudah, saudara-saudara merasa yakin bahwa Yehuwa memberkati upaya mereka, selaras dengan Mazmur 127:1. Setelah direnovasi, gedung-gedung itu menjadi indah serta nyaman dan digunakan untuk membawa kehormatan dan kemuliaan bagi nama Yehuwa.

Pada tanggal 20 November 1999, penahbisan fasilitas cabang yang baru ini diadakan di halamannya, dan ada 273 orang yang hadir. Gerrit Lösch dari Badan Pimpinan mengutip perkataan nabi Yesaya untuk memperlihatkan bagaimana gedung-gedung baru itu akan digunakan untuk melayani maksud-tujuan Yehuwa yang agung. Pada hari berikutnya, 2.588 orang menghadiri acara istimewa yang diadakan di sebuah stadion olahraga, dan bagi banyak orang, ini merupakan peristiwa penting pada tahun dinas 2000.

Liputan Radio tentang Darah

Saksi-Saksi Yehuwa sangat menghargai kehidupan dan menganggapnya sebagai pemberian Allah. Selaras dengan Kisah 15:29, mereka menjauhkan diri dari darah. Penolakan mereka yang berdasarkan Alkitab terhadap transfusi darah disalah mengerti oleh dokter-dokter dan kalangan berwenang yang bermaksud baik. Pada tahun 1983, seorang hakim di Curaçao menolak mengakui wewenang pemberian Allah kepada Esmond dan Vivian Gibbs sebagai orang tua dan memaksakan transfusi darah kepada bayi mereka. Kasus ini mendapat liputan yang luas dari pers, dan banyak publisitas negatif yang beredar. Sebuah stasiun radio menyiarkan sebuah acara untuk menjernihkan persoalannya, dan sebuah panel yang terdiri dari tujuh orang—termasuk Hubert Margarita dan istrinya, Lena, bersama Robertus Berkers, pengawas wilayah—membahas topik tersebut selama tiga jam. Saudara-saudara itu dengan terampil menjelaskan hukum Alkitab tentang darah, dan acara tersebut berhasil menghapus ketegangan yang ada dan membantu masyarakat mengerti tuntutan Yehuwa.

Ada juga dokter-dokter yang merespek hak pasien untuk memilih tidak menerima transfusi darah. Misalnya, Gerda Verbist, seorang guru sekolah, mengalami kecelakaan mobil yang serius dan harus segera dioperasi. Ia mengalami pendarahan yang hebat sehingga hitung darahnya turun drastis sampai dua. Dokter bedah memutuskan untuk melaksanakan operasi dalam dua tahap agar Gerda tidak kehilangan lebih banyak darah. Operasi tersebut sukses. Saksi-Saksi Yehuwa bersyukur akan adanya dokter-dokter yang terampil dan berdedikasi seperti itu, yang kadang-kadang harus bergulat dengan hati kecil mereka sendiri tetapi mempunyai keberanian dan integritas untuk merespek hak pasien guna memilih tidak menggunakan darah.

Guillermo Rama, ketua Panitia Penghubung Rumah Sakit di Curaçao, menyatakan, ”Secara rutin kami dimintai bantuan dalam situasi krisis. Tanpa panitia tersebut, akan ada lebih banyak problem.” Alfredo Muller, ketua di Aruba, sependapat. Ia mengomentari bahwa meskipun pada awalnya ada sikap tidak kooperatif di Aruba, sekarang kebanyakan dokter mau bekerja sama dengan Saksi-Saksi Yehuwa.

Pelayanan Pengasih Para Pengawas Wilayah

Sekalipun pada mulanya pertumbuhan di ketiga pulau ini sangat lambat, tetapi selalu ada pertambahan, dan penempatan lektur dilakukan dengan mudah. Pada tahun 1964, ada empat sidang dengan 379 penyiar, dan pada tahun 1980, jumlah sidang bertambah menjadi 16 dengan 1.077 penyiar. Antara tahun 1981 dan 2000, jumlah penyiar meningkat menjadi 2.154, dan dengan tambahan dua sidang berbahasa Belanda dan dua berbahasa Spanyol, jumlah sidang meningkat menjadi 29, dengan hadirin Peringatan sebanyak 6.176 orang.

Untuk melayani kelompok-kelompok yang bahasanya berlainan, dibutuhkan pengawas wilayah yang dapat menggunakan paling sedikit tiga bahasa, dan tidak banyak saudara-saudara yang mempunyai keterampilan ini. Akan tetapi, Kepulauan ABC memiliki pengawas-pengawas wilayah yang, seperti Paulus, rela memberikan jiwa mereka. (1 Tes. 2:8) Yang terjun dalam pekerjaan ini adalah Humphrey dan Ludmila Hermanus, yang sekarang menjadi utusan injil di Suriname, serta Edsel dan Claudette Margarita, perintis-perintis setempat. Para perintis asal Aruba, Frankie dan Maria Herms, juga melayani dalam pekerjaan keliling sampai mereka diundang ke Betel, tempat mereka sekarang melayani sebagai bagian dari tim penerjemah.

Pada tahun 1997, Marc dan Edith Millen, yang sebelumnya melakukan pekerjaan wilayah di Belgia, menempuh perjalanan yang jauh untuk datang dan menguatkan saudara-saudara. Seperti semua utusan injil lainnya, Saudara dan Saudari Millen harus belajar bahasa setempat, suatu tantangan yang kadang-kadang menghasilkan hal-hal yang lucu. Saudara Millen teringat sewaktu ia berupaya mengatakan bahwa orang Kristen tidak boleh berlaku seperti prajurit yang bersembunyi dalam parit (buracu), tetapi ia malah mengatakan seperti prajurit yang bersembunyi dalam keledai (buricu)! Sekalipun banyak tantangannya, Marc dan Edith terus bertekun. Setelah menguasai bahasanya, mereka kini melayani di sidang-sidang berbahasa Belanda dan Papiamento dengan sukacita. Pada tahun 2000, Paul dan Marsha Johnson adalah pasangan pertama yang ambil bagian dalam suatu penyelenggaraan baru, yakni menjadi pengawas wilayah dari Puerto Rico yang melayani sidang-sidang setempat yang berbahasa Inggris dan Spanyol di Kepulauan ABC.

Balai Kerajaan yang Dibangun dengan Cepat

Pada tahun 1985, dari tempat sejauh Alaska, 294 saudara asal Amerika Serikat datang untuk membangun Balai Kerajaan di Pannekoek, Curaçao. Karena dirampungkan dalam waktu sembilan hari, balai baru tersebut menimbulkan publisitas yang sangat luas dan menjadi kesaksian yang luar biasa serta bukti adanya kasih dan persatuan. Orang-orang takjub melihat pria, wanita, dan anak-anak dengan bersemangat membantu para relawan dari Amerika Serikat. Ramiro Muller mengatakan, ”Seperti biasa, ada beberapa problem teknis; tapi semua itu dapat diatasi, dan roh Yehuwa bekerja dengan perkasa dalam pembangunan balai tersebut. Pada hari Minggu malam, saudara-saudara dapat beribadat kepada Yehuwa di sebuah balai yang baru; hal ini mengejutkan orang-orang skeptis yang mengatakan bahwa hal itu tidak akan pernah dapat dilakukan.”

Rupanya prestasi ini juga memukau pemimpin agama setempat, karena pada suatu pagi, setelah laporan tentang pembangunan itu ditayangkan di televisi, sebuah mobil berhenti di depan balai tersebut. Siapa yang melangkah ke luar mobil? Tidak lain adalah uskup Curaçao yang disertai oleh tiga orang pastor, dengan mengenakan jubah panjang mereka yang berkibar-kibar ditiup angin; mereka menggeleng-gelengkan kepala dengan rasa takjub dan tidak percaya.

Tampaknya, tidak cukup waktu untuk menceritakan semua pengorbanan yang telah dilakukan saudara-saudara, di antaranya oleh utusan injil masa awal: pasangan Van Eyks, pasangan Hoornveld, pasangan Phelps, dan Cor Teunissen, yang meninggalkan rumah mereka untuk melayani saudara-saudara di sini; Pedro Girigorie, yang tidak dapat membaca maupun menulis tetapi telah membimbing banyak orang kepada kebenaran; Theodore Richardson yang dijuluki ”si Jangkung”, yang banyak sekali membuat kunjungan kembali dengan bersepeda di daerah Cher Asile; para perintis yang bergairah, di antaranya Maria Selassa, Edna Arvasio, Isenia ”Chena” Manuel, dan Veronica Wall; Seferita Dolorita yang sekalipun buta dan menderita sklerosis multipleks tetapi selalu riang dan tetap bertekun mengabar serta selalu membina orang-orang yang datang untuk menghiburnya. Sosok orang-orang setia ini dan yang lain-lainnya, yang telah berkorban dengan penuh kerelaan, memberi kesan yang sangat dalam di pikiran dan hati saudara-saudara di Kepulauan ABC.

Padang Gurun Berbunga

Pada tahun 1980-an, Aruba menikmati ledakan kemakmuran ekonomi. Hotel-hotel ultramodern kini berjejer di sepanjang pantai yang berpasir putih, dan kasino-kasino yang terang benderang menarik kaum jetset kelas dunia. Tak pelak lagi, hal ini mempengaruhi mentalitas penduduknya, seraya materialisme yang kelihatannya gemerlapan muncul untuk mempengaruhi banyak orang—bahkan beberapa anggota sidang Kristen. Namun, terdapat banyak kesuksesan rohani, terutama di ladang berbahasa Spanyol, sehingga sangat dibutuhkan saudara-saudara yang cakap untuk mengambil pimpinan.

Sebaliknya, Curaçao mengalami depresi ekonomi yang parah, dan banyak orang pindah ke negeri Belanda. Eksodusnya saudara-saudara ini telah mempengaruhi sidang, dan di Curaçao maupun Bonaire, hanya ada sedikit pertambahan selama beberapa tahun terakhir ini.

Namun, seraya memasuki abad ke-21, kami memiliki alasan untuk mengangkat kepala dan bersukacita. Kerajaan Allah yang mulia sudah dekat, dan umat Allah terus mengajarkan kebenaran kepada semua orang yang ”memiliki kecenderungan yang benar”. (Kis. 13:48) Gurun rohani yang tadinya gersang ini telah disirami air kebenaran.

[Kotak/Gambar di hlm. 72]

Flamingo dan Keledai

Di Bonaire yang tenang dan belum rusak, mengambil garam dari laut merupakan industri penting yang mendatangkan penghasilan bagi penduduk pulau. Flamingo menyantap makanan yang kadar garamnya tinggi. Makanan ini tersedia di tambak-tambak garam pulau itu, sehingga Bonaire menjadi salah satu tempat langka di dunia yang ideal untuk perkembangbiakan burung yang beraneka warna itu. Keledai-keledai setengah liar, yang pada awalnya diimpor untuk digunakan di tambak-tambak garam, dilepaskan untuk mencari makan sendiri setelah ada mesin yang menggantikan tenaga mereka. Sekarang, keledai-keledai tersebut berkeliaran di luar kota. Untuk melestarikan keledai itu, telah dibuat sebuah cagar alam dan diadakan program Adopsi Keledai di pulau tersebut.

[Kotak/Gambar di hlm. 87]

Gabel dan Jembatan Pontoon di Curaçao

Willemstad, ibu kota Curaçao, adalah sebuah kota yang berkarakter klasik dan indah. Bangunan-bangunan bergabel (beratap pelana/segitiga) di sana sama dengan yang ada di Amsterdam, tetapi dicat dengan warna-warna terang. Teluk St. Anna melintas di tengah kota. Jembatan Queen Emma Pontoon menghubungkan dua bagian kota itu dan dapat dengan cepat dibuka apabila ada kapal yang hendak masuk ke pelabuhan besar. Awalnya, orang yang melewati jembatan harus membayar biaya tol kecuali orang itu bertelanjang kaki, yang berarti miskin. Akibatnya, orang miskin meminjam sepatu agar tidak dianggap miskin dan orang kaya menyembunyikan sepatu mereka agar tidak usah membayar tol!

[Kotak di hlm. 93]

Sang Pastor Lebih Dahulu Disapa?

”Martabat seorang pastor begitu ditinggikan dan dimuliakan sampai-sampai bila kita berpapasan dengan seorang pastor dan seorang malaikat di jalan, kita harus menyapa sang pastor lebih dahulu.”—Diterjemahkan dari majalah mingguan Katolik La Union, 10 Agustus 1951, yang diterbitkan di Curaçao.

[Kotak/Gambar di hlm. 95]

Nilai Reputasi yang Baik

Pada bulan September 1986, Russell Yeatts mengambil paket yang dikirim dari Jamaika, yang dialamatkan kepada Lembaga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal. Ketika membuka paket itu di hadapan para petugas pemeriksa, ia sangat terkejut karena di bawah lapisan majalah-majalah terdapat sebuah bungkusan berisi empat kilogram mariyuana! Dengan segera polisi menahannya. Namun, ia diberi rekomendasi yang bagus oleh kepala kantor pos Curaçao, yang menyatakan bahwa mustahil Saudara Yeatts terlibat dalam obat-obat terlarang. Seandainya pejabat tersebut tidak memberikan jaminan yang sedemikian pastinya, Saudara Yeatts pasti sudah dijebloskan ke penjara. Namun akhirnya, ia segera dibebaskan. Kejadian ini mendapat liputan yang luas di beberapa surat kabar setempat, dan salah satunya menyebut Saudara Yeatts sebagai ”seorang pria yang sangat sopan dan jujur” dan ”sangat giat dalam memberitakan kabar baik kepada semua orang”. Pengalaman ini menandaskan pentingnya reputasi yang baik.

[Kotak/Gambar di hlm. 96]

Corak Pekerjaan Kerajaan yang Unik

Banyak sekali buku kecil Menyelidiki Kitab Suci Setiap Hari ditempatkan setiap tahun. Selama beberapa tahun, para perintis dapat menempatkan ratusan buku ini. Giselle Heide, yang dirawat di rumah sakit, menggunakan kesempatan itu untuk memberikan kesaksian tidak resmi kepada pasien-pasien lain. Salah seorang dari mereka, Ninoska, menanggapi dengan positif, dan bertanya kepada Giselle apakah ia boleh memiliki ”buku kecil itu”. Mula-mula, Giselle tidak tahu buku apa yang ia maksudkan tetapi akhirnya mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah Menyelidiki Kitab Suci Setiap Hari. Sejak itu, mereka membahas ayat harian setiap pagi. Setelah kedua-duanya keluar dari rumah sakit, dibuatlah pengaturan untuk mengadakan pengajaran Alkitab. Dalam waktu kurang dari setahun, Ninoska dibaptis. Kini, suami serta anak-anaknya juga sedang belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa.

[Gambar]

”Menyelidiki Kitab Suci Setiap Hari” dalam bahasa Belanda, Inggris, dan Papiamento

[Kotak/Gambar di hlm. 104]

”Gairah untuk Allah; tetapi Tidak menurut Pengetahuan yang Saksama”

Pada suatu pagi dalam dinas pengabaran, Hubert Margarita dan Morena van Heydoorn bertemu dengan Morella, seorang anak perempuan yang masih bersekolah. Percakapan dengan Morella menunjukkan bahwa ia memiliki ”gairah untuk Allah; tetapi tidak menurut pengetahuan yang saksama”. (Rm. 10:2) Ia menyatakan bahwa setiap hari ia menerima pelajaran agama Katolik Roma dan ia yakin bahwa itulah cara untuk menyembah Allah. Hubert dan Morena mengatur untuk memberikan pengajaran Alkitab kepadanya. Inilah persyaratannya: Ia akan memastikan dengan instrukturnya, yakni pastornya, tentang keakuratan hal-hal yang ia pelajari. Apabila sang pastor tidak setuju dengan suatu pokok ajaran, ia akan meminta sang Pastor menunjukkan kepadanya alasan-alasan yang berdasarkan Alkitab. Kalau ia merasa bahwa apa yang diajarkan Saksi-Saksi kepadanya bertentangan dengan Alkitab, ia akan menghentikan pelajarannya. Morella segera mendapati bahwa ajaran-ajaran Gereja Katolik tidak berdasarkan Alkitab. Sewaktu ia menyadari bahwa pastornya semakin lama semakin merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaannya, ia berhenti menghadiri kelas-kelas sang pastor. Morella terus mempelajari kebenaran, dibaptis, dan sekarang melayani Yehuwa dengan setia.

[Kotak/Gambar di hlm. 107]

Pasir dan Batu di Aruba

Formasi batu raksasa Casibari dan Ajo adalah corak bentang alam Aruba yang sangat menawan. Gua-gua yang pada dindingnya terdapat gambar-gambar, yang konon adalah hasil karya orang-orang India Dabajuro, juga merupakan corak yang mengagumkan. Cuaca yang senantiasa cerah dan pantai-pantai pasir putih yang panjang merupakan daya tarik bagi ribuan turis yang selalu kembali ke pulau tersebut dari tahun ke tahun.

[Kotak/Gambar di hlm. 110]

”Dari Mulut Kanak-Kanak”

Yesus berkata, ”Dari mulut kanak-kanak dan anak-anak yang masih menyusu engkau menyediakan pujian.” (Mat. 21:16) Demikian juga halnya dengan anak-anak di Kepulauan ABC. Maurice, yang berusia 15 tahun, tinggal di Aruba. Ketika Maurice berusia tujuh tahun, ibunya kehilangan dia di kebaktian distrik. Karena khawatir, sang ibu mencarinya dan akhirnya menemukan dia sedang duduk di bagian belakang ruangan pertemuan orang-orang yang berminat untuk dinas Betel. Maurice ingin melamar untuk dinas Betel. Sang ketua pertemuan itu, karena tidak mau membuatnya kecil hati, mengizinkan dia duduk di sana. Ternyata, keinginan Maurice yang sungguh-sungguh untuk melayani Yehuwa di Betel tidak pernah pudar. Ia dibaptis pada usia 13 tahun dan bekerja keras di sidang, mempersiapkan dengan baik semua tugas yang diberikan kepadanya. Ia selalu mempunyai tekad yang kuat untuk melayani di Betel.

Di Bonaire, Renzo yang berusia enam tahun diundang untuk datang ke Balai Kerajaan dan sangat menikmatinya. Sebuah pengajaran Alkitab dimulai dengannya, dan sejak itu ia tidak mau lagi pergi ke gereja Katolik. Ia bertanya kepada orang tuanya mengapa gereja tidak mengajar mereka tentang Firdaus, dan hal ini membangkitkan perasaan ingin tahu orang tuanya. Mereka mulai belajar dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Belakangan, ayah dan ibu Renzo, bersama salah seorang siswa Alkitab Renzo, dibaptis. Renzo, yang sekarang berusia delapan tahun, dibaptis di kebaktian wilayah di Bonaire.

[Kotak/Gambar di hlm. 115]

Ada yang Mau Iguana Rebus?

Iguana, seperti yang gambarnya ada di bawah ini, banyak terdapat di Kepulauan ABC. Reptil ini banyak diminati tetapi bukan untuk dipelihara. Iguana merupakan bahan pokok untuk membuat sup. ”Rasanya seperti daging ayam,” kata juru masak setempat. ”Dagingnya sangat halus dan empuk.”

[Peta di hlm. 71]

(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)

HAITI

LAUT KARIBIA

VENEZUELA

ARUBA

ORANJESTAD

San Nicolas

CURAÇAO

WILLEMSTAD

Santa Cruz

Buena Vista

BONAIRE

Kralendijk

[Gambar penuh sehalaman di hlm. 66]

[Gambar di hlm. 68]

Orang-orang yang berlainan kebangsaan bekerja sama dengan damai di Sidang Hooiberg, Aruba

[Gambar di hlm. 70]

Pearl Marlin berjualan lektur keagamaan di samping ayahnya. Belakangan ia menjadi seorang Saksi

[Gambar di hlm. 73]

Sidang berbahasa Inggris yang pertama di San Nicolas, Aruba

[Gambar di hlm. 74]

Beberapa orang yang pindah ke Aruba: (1) Martha Faustin sekarang, (2) suaminya, Hamilton, yang telah meninggal, dan (3) Robert dan Faustina Titre

[Gambar di hlm. 75]

Woodworth dan Oris Mills pada hari pernikahan mereka

[Gambar di hlm. 76]

Edwina Stroop, perintis di Aruba

[Gambar di hlm. 77]

Jacobo Reina memperoleh buku ”Creation” (Penciptaan) pada tahun 1928 dan mengenali adanya nada-nada kebenaran

[Gambar di hlm. 78]

Dari kiri ke kanan: Russell dan Hazel Yeatts lulusan Gilead kelas ke-6, serta Mary dan William Yeatts, dari kelas ke-14

[Gambar di hlm. 79]

Henricus Hassell, paling kiri, adalah pemberita kabar baik yang rajin

[Gambar di hlm. 79]

Camilio Girigoria adalah penduduk setempat pertama yang dibaptis, pada tahun 1950

[Gambar di hlm. 80]

Alice dan Henry Tweed selalu dikenang karena gairah dan semangat mereka yang rela berkorban

[Gambar di hlm. 81]

Gabriel Henriquez diberi hadiah langganan ”Sedarlah!” Ia menjadi orang Aruba pertama yang dibaptis

[Gambar di hlm. 82]

Ninita Webb pada awalnya menentang kebenaran. Ia dan suaminya, Daniel, menjadi pemberita Kerajaan yang rajin

[Gambar di hlm. 82]

Maria Rasmijn adalah penganut Katolik yang saleh sampai ia diberi tahu oleh pastornya bahwa patung-patung ibadat tidak ada nilainya

[Gambar di hlm. 83]

Albert Suhr meninggalkan ”surat-surat rekomendasi” yang sangat bagus

[Gambar di hlm. 84]

Olive Rogers membantu banyak orang membaktikan kehidupan mereka kepada Yehuwa

[Gambar di hlm. 85]

Atas: Eugene Richardson, yang dibaptis pada usia 17 tahun, melayani sebagai perintis yang bergairah

[Gambar di hlm. 85]

Bawah: Clinton Williams yang masih muda bergabung dengannya untuk membuka daerah ”kunuku”

[Gambar di hlm. 86]

Rumah utusan injil di Aruba sekitar tahun 1956

[Gambar di hlm. 89]

Atas: Pada tahun 1962, Nathan H. Knorr dari Betel Brooklyn menahbiskan Balai Kerajaan yang baru pertama kalinya dimiliki saudara-saudara di Curaçao

[Gambar di hlm. 89]

Kanan: Victor Manuel, penyiar kabar baik hampir selama 50 tahun, melayani di sidang berbahasa Papiamento yang kedua

[Gambar di hlm. 90]

Atas: Kebaktian Internasional ”Damai di Bumi” pada tahun 1969, Atlanta, Georgia, AS

[Gambar di hlm. 90]

Kanan: Tempat kebaktian di Curaçao untuk acara yang sama

[Gambar di hlm. 94]

Petra Selassa (kanan) dan putrinya, Ingrid, adalah para perintis istimewa yang diutus ke Bonaire untuk membantu pada tahun 1969

[Gambar di hlm. 97]

”Menara Pengawal” dalam bahasa Papiamento

[Gambar di hlm. 98]

Atas: Pauline dan John Fry

[Gambar di hlm. 98]

Bawah: Age van Dalfsen tiba pada tahun 1964 setelah lulus dari kelas ke-39 Gilead

[Gambar di hlm. 99]

Atas: Janine Conception dan Raymond Pietersz adalah bagian dari tim penerjemah yang beranggotakan sembilan orang

[Gambar di hlm. 99]

Kanan: Estrelita Liket bekerja dengan komputer dan perangkat lunak MEPS, alat-alat yang sangat berguna bagi para penerjemah

[Gambar di hlm. 100]

Robertus dan Gail Berkers (kiri), melayani dalam pekerjaan wilayah, sangat membangkitkan semangat untuk menjalankan pelayanan sepenuh waktu

[Gambar di hlm. 100]

Julie dan Age van Dalfsen (bawah) kembali ke Curaçao pada tahun 1992 dan diundang ke Betel pada tahun 2000

[Gambar di hlm. 100]

Age van Dalfsen, Clinton Williams, dan Gregory Duhon melayani sebagai anggota Panitia Cabang

[Gambar di hlm. 102]

Blanche dan Hans van Heydoorn telah membantu 65 orang sampai tahap pembaktian kehidupan kepada Yehuwa

[Gambar di hlm. 108]

(1) Kantor cabang ditahbiskan pada tahun 1964

[Gambar di hlm. 108]

(2, 3) Fasilitas kantor cabang sekarang, ditahbiskan pada tanggal 20 November 1999

[Gambar di hlm. 112]

Kepulauan ABC mendapat berkat berupa pasangan-pasangan yang melayani dalam pekerjaan wilayah, seperti (atas) Ludmila dan Humphrey Hermanus serta (dari kiri ke kanan) Paul dan Marsha Johnson serta Edith dan Marc Millen

[Gambar di hlm. 114]

Utusan injil masa awal: (1) Pasangan Van Eyk, (2) Pasangan Hoornveld, dan (3) Cor Teunissen meninggalkan rumah mereka untuk melayani saudara-saudara di sini

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan