PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g82_No5 hlm. 3-5
  • Bagaimana Pandangan Anda Mengenai Kemiskinan?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Bagaimana Pandangan Anda Mengenai Kemiskinan?
  • Sedarlah!—1982 (No. 5)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Apakah Anda Dapat Mengenalinya?
  • Mereka Menjadi Sadar bahwa Mereka Miskin
  • Lebih Kaya dari pada Yang Mereka Kira
  • Bagaimana Hal Ini Menolong?
  • Anda Lebih Suka Yang Mana?
  • Benar-Benar Memecahkan Problem Kemiskinan
    Sedarlah!—1982 (No. 5)
  • Terpenjara Kemiskinan
    Sedarlah!—1998
  • Segera, Tidak Seorang Pun akan Menjadi Miskin!
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1995
  • Upaya untuk Mengakhiri Kemiskinan
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2011
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1982 (No. 5)
g82_No5 hlm. 3-5

Bagaimana Pandangan Anda Mengenai Kemiskinan?

KARMEN seorang ibu dari enam belas anak. Suaminya pemabuk. Ketika suami meninggal, masih ada sembilan anak yang menjadi tanggungan istri, tanpa penghasilan apapun. Menurut anda mungkinkah Karmen akan berhasil dalam hidupnya dan dalam memperoleh ketenangan pikiran?

Ternyata belakangan, Karmen hidup bahagia bersama anak-anaknya walaupun mereka miskin. Bagaimana ia berhasil dan apa yang memberi kekuatan padanya, merupakan teladan yang menjadi dorongan bagi orang-orang yang harus berjuang menghadapi kemiskinan. Tetapi, sebelum membahas pengalaman Karmen, mari kita definisikan istilah kemiskinan itu. Menurut anda apa yang dimaksud dengan kata ”miskin”?

Apakah Anda Dapat Mengenalinya?

”Miskin” didefinisikan sebagai ”kekurangan uang atau sumber materi.” Namun tidak selalu mudah untuk dikenali. Simon Goldstein yang berusia lanjut, misalnya, kelihatan miskin. Ia ”selalu kotor dan hidup seperti pengemis,” demikian menurut sebuah surat kabar. Tetapi sewaktu ia meninggal, polisi menemukan banyak sekali uang dalam apartemennya yang berserakan dengan barang-barang loak. Penghitungan mereka hentikan setelah dicapai jumlah 500.000 dollar atau lebih dari tiga ratus juta rupiah!

Ya, si tua ini bukan contoh yang umum. Tetapi memang benar bahwa banyak pengemis yang ada di jalan-jalan di seluruh dunia punya lebih banyak uang dari pada orang-orang yang memberi mereka sedekah. Sebaliknya, ada orang yang benar-benar miskin menyembunyikan kemiskinan karena gengsi atau karena malu. Raja Salomo purba memperlihatkan pengertian tentang watak manusia ketika ia berkata: ”Ada orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa, ada pula yang berpura-pura miskin, tetapi hartanya banyak.”—Amsal 13:7.

Mereka Menjadi Sadar bahwa Mereka Miskin

Kemudian, kemiskinan dapat disadari. Bagaimana? Ya, coba pikirkan tentang sebuah desa yang kebanyakan penduduknya memperoleh nafkah dari sebidang ladang kecil. Dari ladang itu cukup makanan, tetapi tidak lebih dari itu. Namun demikian, tidak banyak yang mereka butuhkan, dan mereka puas dengan apa yang mereka miliki.

Lalu beberapa penduduk desa itu pindah ke kota besar. Mereka bekerja untuk mendapatkan uang dan membeli barang-barang yang tidak dapat diperoleh di desa. Setelah beberapa waktu mereka pulang, sambil mengenakan pakaian yang modern, menghambur-hamburkan uang dan bercerita tentang saat-saat yang menyenangkan di kota.

Para penghuni desa itu kini merasa ada sesuatu yang kurang pada mereka. Keadaan tidak berubah, tetapi mereka mulai berubah sikap. Rasa puas mulai lenyap dan sekarang mereka merasa diri miskin. Hal inilah yang telah terjadi di banyak negara di dunia.

Lebih Kaya dari pada Yang Mereka Kira

Yang terakhir, kemiskinan itu bisa bersifat relatif, sehingga seorang yang miskin di salah satu negeri dianggap kaya di negeri lain. Namun ia memang miskin dibandingkan dengan orang-orang lain di negerinya sendiri.

Misalnya, di wilayah termiskin dari negara bagian yang paling miskin di Amerika Serikat, delapan dari sepuluh keluarga benar-benar dianggap miskin. Namun, banyak dari antara mereka memiliki TV, mesin cuci dan bahkan mobil. Pasti banyak dari keluarga-keluarga ini merasa tidak bahagia bila mereka membandingkan diri dengan rekan senegeri mereka yang kaya. Namun mereka akan merasa lebih baik, jika mereka tahu tentang Tony.

Tony seorang ayah dari tujuh anak, tinggal di Asia Tenggara. Ia tinggal di sebuah rumah berlantai dua dengan delapan kamar. Selain itu ada tujuh keluarga lain tinggal di rumah itu—tiap kamar satu keluarga. Barang yang dimiliki Tony tidak banyak, semua bisa muat dalam satu bagasi mobil. Untuk mencari nafkah, Tony bekerja sebagai sopir taksi yang bergiliran selama 24 jam, hanya tidur sebentar-sebentar jika tidak ada penumpang. Tidak ada jaminan sosial di mana Tony tinggal. Tetapi kehidupannya lebih menyenangkan dari pada Mohan.

Siapakah Mohan? Ia seorang anak laki-laki berusia enam tahun yang tinggal di daerah selatan Asia. Perutnya membengkak dan ia menderita buta ayam karena kurang gizi. Air yang diminumnya kotor. Ia mungkin tidak pernah makan kenyang sepanjang kehidupannya yang singkat itu. Tidak ada secarik kain untuk menutupi tubuhnya yang kecil dan ia tidak pernah melihat dokter, toilet, sabun atau lampu listrik.

Bagaimana Hal Ini Menolong?

Analisa mengenai kemiskinan ini menyoroti sedikitnya dua hal yang berharga yang dapat membantu banyak orang miskin untuk menerima kemiskinan mereka. Pertama adalah soal rasa puas. Orang yang puas dengan apa yang dimilikinya lebih bahagia dan lebih mantap dari pada orang yang terus berusaha mendapatkan apa yang sekarang tidak mungkin dicapai.

Kedua, kita dianjurkan untuk menghitung berkat-berkat yang kita terima. Berkat-berkat apa? Jika membandingkan diri dengan orang-orang yang lebih buruk keadaannya, akan ternyata bahwa ada banyak hal yang patut kita syukuri.

Dan apakah anda menyadari bahwa banyak orang kaya lebih buruk keadaannya dari pada orang-orang miskin?

Anda Lebih Suka Yang Mana?

Apa lagi yang lebih buruk dari pada kemiskinan? Pertimbangkan sejenak keadaan orangtua Anna. Ayahnya seorang pengusaha kaya, dan keluarga itu mempunyai rumah yang menyenangkan di sebuah kawasan yang indah di Eropa. Tetapi ketika Anna berusia 15 tahun ia mulai menggunakan obat bius. Sekarang dalam usia 23 tahun pikirannya rusak. Awan gelap kesedihan dan ketidakpastian menudungi keluarga kaya ini.

Pengalaman mereka sudah umum. Tidak terhitung banyaknya orang muda, banyak dari antara mereka berasal dari keluarga-keluarga kaya, dirusak oleh narkotika dan minuman keras. Mungkin yang lebih menyedihkan lagi adalah bunuh diri di kalangan remaja. Bayangkan perasaan orangtua dari seorang pemuda berusia 17 tahun, pelajar yang pintar dan populer di kalangan teman-temannya, ketika pada suatu hari ia ditemukan tergantung pada sebuah pohon di kebun, bunuh diri. Di Amerika Serikat bunuh diri menduduki tempat kedua dalam daftar penyebab kematian yang paling meluas di kalangan remaja dan banyak dari antara orang-orang ini berasal dari keluarga-keluarga kaya. Pikirkan siksaan mental yang diderita oleh kaum muda ini yang mendorong mereka bertindak sedemikian—siksaan yang tidak dapat disembuhkan dengan uang dari orangtua mereka.

Tambahkan pada hal-hal ini gambaran yang mengerikan yang dilukiskan oleh para peneliti sosial berkenaan kekerasan dalam keluarga; ditambah dengan meluasnya hubungan sumbang (incest) atas anak laki-laki dan perempuan yang begitu menyedihkan sehingga menimbulkan luka mental yang sangat sukar disingkirkan; belum lagi angka-angka perceraian dan pengguguran yang membubung tinggi. Anda dapat memperhatikan bahwa ada banyak hal yang menyebabkan penderitaan dunia sekarang selain dari kemiskinan.

Memang, problem-problem ini juga ada di rumahtangga-rumahtangga yang miskin. Tetapi anda lebih suka jadi apa—pria kaya dengan problem-problem keluarga yang meremukkan hati atau pria miskin dengan seorang istri yang mencintainya serta anak-anak yang menyegani dan mematuhinya? Amsal dari Alkitab berkata: ”Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lembu tambun dengan kebencian.” (Amsal 15:17) Meskipun soal kaya atau miskin sering di luar kekuasaan kita, ada banyak yang dapat dilakukan—baik kaya atau miskin—untuk membina kebahagiaan dan kasih dalam keluarga kita sendiri. Orang miskin yang berhasil melakukan hal ini, memiliki jenis kekayaan yang berharga dan langka.

Tetapi, kemiskinan memang suatu problem yang sulit. Apakah ada cara bagi orang yang miskin untuk dapat mengurangi kesulitan-kesulitan dari keadaan yang dihadapinya?

[Blurb di hlm. 4]

Orang yang puas dengan apa yang dimilikinya lebih bahagia dari pada orang yang terus berjuang mendapatkan apa yang sekarang tidak mungkin dicapai

[Blurb di hlm. 4]

Jika kita membandingkan diri dengan orang-orang yang lebih buruk keadaannya, akan ternyata bahwa ada banyak hal yang patut kita syukuri

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2026)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan