PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • it-1

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Pemahaman Alkitab, Jilid 1
  • Bahan Terkait
  • Apakah Lembut Itu Lemah?
    Sedarlah!—2005
  • Buku Alkitab Nomor 52​—1 Tesalonika
    “Segenap Alkitab Diilhamkan Allah dan Bermanfaat”
  • Kelemahlembutan—Sifat Kristen yang Sangat Penting
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2003
Pemahaman Alkitab, Jilid 1
it-1

LEMBUT, KELEMBUTAN

Watak atau budi bahasa yang lemah lembut, jadi kebalikan dari kekasaran atau sifat yang keras. Kelembutan berkaitan erat dengan kerendahan hati dan kelembutan hati.

Kelembutan dituntut dari seorang hamba Allah, khususnya yang memikul tanggung jawab sebagai pengawas. Rasul Paulus menyatakan bahwa ”seorang budak dari Tuan tidak perlu berkelahi, melainkan lembut [Yn., eʹpi·on] terhadap semua orang”. (2Tim 2:24) Orang yang lembut bukanlah orang yang suka berteriak-teriak, ribut, atau tidak bersahaja. Musa, abdi dari Allah yang benar, meskipun tidak selalu mempertunjukkan sifat yang patut, ”adalah pria yang paling lembut, jauh melebihi semua orang yang ada di permukaan bumi”. (Bil 12:3; Mz 90:Sup.) Bahkan pernah dikatakan bahwa perkataannya bagaikan ”hujan rintik-rintik ke atas rumput”.—Ul 32:2.

Di 1 Tesalonika 2:7, Paulus menyatakan bahwa dirinya dan rekan-rekannya berlaku ”lembut di tengah-tengahmu [orang-orang Tesalonika], seperti seorang ibu yang sedang menyusui menyayangi anak-anaknya sendiri”. Halnya demikian karena mereka benar-benar mengasihi orang-orang yang mereka ajar, dan juga peduli terhadap pertumbuhan rohani mereka. (1Tes 2:8) Kata eʹpi·oi (diterjemahkan ”lembut”) terdapat dalam Textus Receptus, Tischendorf, Merk, dan beberapa manuskrip. Menurut W. E. Vine, eʹpi·os ”sering digunakan oleh para penulis Yunani untuk sifat khas seorang pengasuh dengan anak-anak yang sulit diatur atau seorang guru dengan murid-murid yang bandel, atau orang tua terhadap anak-anak mereka. Dalam I Tes. 2:7, sang Rasul menggunakan kata itu untuk menggambarkan bagaimana ia dan rekan-rekan utusan injilnya memperlakukan orang-orang yang bertobat di Tesalonika”.—Vine’s Expository Dictionary of Old and New Testament Words, 1981, Jil. 2, hlm. 145.

Akan tetapi, di 1 Tesalonika 2:7, teks Yunani dari Westcott dan Hort serta beberapa manuskrip lain menggunakan kata neʹpi·oi, ”bayi-bayi”. Mengenai hal ini, The New International Dictionary of New Testament Theology menyatakan, ”Ada dua terjemahan yang digunakan untuk 1 Tes. 2:7: (a) ēpioi (kami berlaku lembut di antara kamu); (b) nēpioi (bayi-bayi). Kata itu didahului oleh kata yang diakhiri huruf n, dan kemungkinan besar huruf n ini telah digandakan secara keliru sewaktu penyalinan. Lagi pula, ayat itu menjadi sulit dijelaskan jika menggunakan terjemahan yang kedua, karena di ay. 7b, yang Paulus umpamakan ’anak-anak’ bukanlah dirinya, melainkan orang-orang Tesalonika; ia dan rekan-rekannya disamakan dengan seorang pengasuh (trofos).”—Diedit oleh C. Brown, 1975, Jil. 1, hlm. 282.

Bukan Kelemahan. Kelembutan tidak berarti kelemahan. Diperlukan watak yang kuat untuk berlaku lembut kepada orang-orang lain dan meredakan kemarahan mereka atau mempertimbangkan perasaan mereka, khususnya jika seseorang sedang diprovokasi. Daud adalah seorang pejuang perang, tetapi di 2 Samuel 18:5, didorong oleh kasih kebapakan, ia memerintahkan Yoab agar berlaku lunak terhadap putranya yang memberontak, Absalom. Kata Ibrani di ayat itu (ʼat) berkaitan dengan tindakan yang halus atau gerakan yang lembut. Meskipun bersikap lembut, rasul Paulus bukan orang yang lemah, terbukti ia sanggup untuk berbicara dengan sangat tegas jika perlu, contohnya sewaktu ia menulis suratnya yang pertama dan kedua kepada sidang Kristen di Korintus.

Daya Pemersatu. Sungguh menyenangkan dan memajukan perdamaian apabila seseorang berbicara dan bertindak dengan lembut. Orang seperti itu mudah didekati, tidak angker, dan budi bahasanya cenderung membuat orang lain terbina secara rohani. Orang yang kasar, keras, suka ribut, dan vulgar cenderung memecah belah dan membuat orang menjauhinya. Tetapi orang yang lembut menarik hati dan mempersatukan. Yehuwa dikatakan mengumpulkan anak-anak domba-Nya dan membawa mereka di dada-Nya (maksudnya tempat yang longgar pada lipatan pakaian bagian atas; gembala kadang-kadang memasukkan anak domba ke dalamnya). (Yes 40:11) Putra-Nya, Yesus Kristus, mengatakan kepada Yerusalem, ”Betapa sering aku ingin mengumpulkan anak-anakmu, seperti cara induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya!” ”Tetapi,” katanya menambahkan, ”kamu sekalian tidak mau.” (Mat 23:37) Oleh karena itu, mereka menerima perlakuan kasar di tangan bala tentara Romawi sewaktu kota mereka dibinasakan pada tahun 70 M.

Kelembutan Palsu. Nada suara atau sikap yang lembut, misalnya suara yang halus, tidak selalu menjadi bukti kelembutan sejati. Kelembutan yang benar-benar tulus hanya dapat berasal dari hati. Ketika Ayub, hamba Allah, sedang menderita di tangan Setan dalam ujian integritasnya kepada Allah, ia mendapat serangan verbal dari tiga temannya. Mereka menuduh Ayub melakukan dosa tersembunyi, perbuatan fasik, serta kedegilan, dan malah menyiratkan bahwa ia murtad dan bahwa putra-putranya menemui ajal di tangan Allah oleh karena kefasikan mereka. Namun, salah satu dari ketiga temannya itu, Elifaz, mengatakan kepada Ayub, ”Apakah penghiburan dari Allah tidak cukup bagimu, atau perkataan yang diucapkan dengan lembut kepadamu?” (Ayb 15:11) Jadi, setidaknya sebagian dari kata-kata mereka diucapkan dengan nada yang halus, tetapi isinya kasar, sehingga tidak benar-benar lembut.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan