PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • wi hlm. 19-24
  • Mengenal Allah yang Benar—Apa Artinya?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Mengenal Allah yang Benar—Apa Artinya?
  • Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Apakah Kita Harus Menggunakan Nama Ilahi?
  • Syarat bagi Mereka yang Menyandang Nama Itu
  • Apakah Manusia Mempunyai Jiwa yang Tidak Berkematian?
  • Yudaisme—Upaya Mencari Allah melalui Kitab Suci dan Tradisi
    Pencarian Manusia akan Allah
  • Salahkah Bila Nama Allah Dilafalkan?
    Sedarlah!—1999
  • Mengapa Kita Harus Mengetahui Nama Allah
    Nama Ilahi Yang Akan Kekal Selama-lamanya
  • Junjunglah Nama Besar Yehuwa
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2013
Lihat Lebih Banyak
Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
wi hlm. 19-24

Mengenal Allah yang Benar—Apa Artinya?

1, 2. Menurut Yesaya 2:3, undangan apa yang disampaikan pada hari-hari terakhir, dan kepada siapa?

NUBUAT Yesaya yang menggugah hati mengenai hari-hari terakhir menyampaikan undangan yang seharusnya menarik minat orang-orang dari segala bangsa. Undangan tersebut adalah untuk mengenal Allah yang benar secara pribadi, ”Dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: ’Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalanNya.’”a—Yesaya 2:3.

2 Nubuat ini menunjukkan bahwa pada hari-hari terakhir, orang-orang dari banyak bangsa di seluruh dunia akan dibimbing kepada suatu sumber pengajaran yang sama untuk membantu mereka mulai mengenal Allah yang benar. Kebenaran-kebenaran apa yang akan mereka pelajari sehingga dapat mempersatukan mereka dalam ikatan perdamaian sejati?

3. Bagaimana sebuah ciri menonjol dalam Alkitab hampir hilang sebagai akibat tradisi?

3 Sebuah ciri menonjol dari Alkitab, yang hampir hilang sebagai akibat tradisi, adalah mengenai pembinaan hubungan dengan Allah, Bapa surgawi dan Pencipta kita, dalam pergaulan yang sangat akrab, dengan menyebutkan nama-Nya pada waktu menyapa Dia. Apakah ada orang yang mempunyai teman yang dikasihi namun enggan menggunakan atau bahkan tidak mau menyebutkan namanya jika ditanya? Biasanya, hanya seorang musuh yang dianggap begitu hina sehingga seseorang lebih suka untuk tidak menghormatinya bahkan dengan tidak menyebutkan namanya. Hubungan istimewa yang terjalin antara Israel purba dan Allah mereka—yang mereka kenal dengan nama-Nya—dengan indah dinyatakan oleh pemazmur purba, ”Hatinya melekat kepadaKu, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal namaKu.”—Mazmur 91:14.

Apakah Kita Harus Menggunakan Nama Ilahi?

4, 5. Apa arti nama Allah?

4 Dari sudut pandangan Alkitab, tidak pernah ada keraguan sehubungan nama dari Allah yang benar. Pada waktu Allah berbicara kepada Musa, seraya menjelaskan bahwa Ia akan menggunakan Musa untuk memimpin bangsa Israel ke luar dari perbudakan Mesir, Musa mengajukan pertanyaan yang wajar, ”Apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang namaNya?—apakah yang harus kujawab kepada mereka?” Allah menjawab, ”Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN [Ibrani, יהוה = YHWH = Yahweh, atau, sejak abad ke-13 M, Jehovah; dalam bahasa Indonesia, Yehuwa], Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu [peringatan, Klinkert] turun-temurun.”—Keluaran 3:13, 15, cetak miring red.

5 Nama ini sarat dengan makna bagi orang-orang berbahasa Ibrani. Kata ini berasal dari akar kata Ibrani הוה, h·w·h, yang artinya ”menjadi”. Namun, nama itu muncul dalam bentuk kausatifnya, Hiph·ʽilʹ, menurut tata bahasa Ibrani. Oleh karena itu, makna dasarnya tidak ada hubungannya dengan keberadaan Allah yang kekal melainkan dalam hal Ia menyebabkan segala sesuatu ada atau terjadi. Ini terutama benar dalam cara yang unik sehubungan dengan maksud-tujuan-Nya. Karena Ia bermaksud membebaskan bangsa pilihan-Nya dari perbudakan Mesir, maka Ia menyebabkan hal itu terjadi. Tidak ada kekuatan yang dapat menghalangi kehendak-Nya yang sangat tegas. Yehuwa adalah Allah yang menyebabkan maksud-tujuan-Nya tergenap. Jadi, Ia menyebabkan diri-Nya untuk menjadi Penggenap dari janji-janji-Nya. Hal ini juga benar sehubungan dengan maksud-tujuan-Nya untuk membebaskan bangsa-Nya dari penawanan Babilon. Demikian pula halnya sehubungan dengan maksud-tujuan-Nya untuk mendatangkan kondisi seperti firdaus di bumi ini. Nama-Nya sendiri memberi arti dan jaminan atas janji-janji tersebut.—Yesaya 41:21-24; 43:10-13; 46:9, 10.

6-9. (a) Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa Allah tidak melarang penggunaan nama-Nya? (b) Bagaimana dan kapan larangan penggunaan nama Allah menjadi bagian dari Yudaisme?

6 Namun bukankah Sepuluh Perintah melarang pengucapan nama Allah? Sama sekali tidak! Meskipun banyak yang telah menginterpretasikan perintah ketiga dengan cara seperti itu, perhatikan komentar Encyclopaedia Judaica, ”Dihindarinya pengucapan nama YHWH . . . disebabkan oleh kesalahpahaman dari Perintah Ketiga (Kel. 20:7; Ul. 5:11) yang mengartikan ’Engkau tidak boleh menyebut nama YHWH Allahmu dengan sia-sia’, sedangkan yang sebenarnya dimaksudkan adalah ’Engkau tidak boleh bersumpah dusta atas nama YHWH Allahmu.’”5 Perhatikan bahwa ayat tersebut tidak mengatakan ’menyebutkan’ atau mengucapkan nama Allah. Namun bahkan bila itu berarti mengucapkan nama Allah ”dengan sia-sia”, perhatikan apa yang dikatakan kamus Ibrani oleh Koehler dan Baumgartner mengenai istilah Ibrani yang diterjemahkan ”dengan sia-sia” (Ibrani, lash·shawʹʼ), ”menyebutkan suatu nama tanpa alasan . . . menyalahgunakan nama”.6 Oleh karena itu, perintah ini tidak melarang penggunaan nama Allah, melainkan penyalahgunaan nama itu.

7 Namun, bagaimana dengan argumen bahwa nama Allah ”terlalu suci untuk diucapkan”? Nah, apakah kelihatannya masuk akal bahwa jika Allah menganggap nama-Nya terlalu suci untuk diucapkan manusia, Ia tidak akan menyingkapkannya sejak semula? Justru kenyataannya bahwa dalam naskah asli dari Kitab-Kitab Ibrani, nama pribadi Allah muncul lebih dari 6.800 kali menunjukkan bahwa Ia ingin agar manusia mengenal Dia dan menggunakan nama-Nya. Allah sama sekali tidak membatasi penggunaan nama-Nya untuk mencegah sikap tidak respek, sebaliknya Ia berulang kali menganjurkan dan bahkan memerintahkan umat-Nya untuk menggunakan nama-Nya dan memasyhurkan nama itu. Melakukan hal tersebut merupakan bukti hubungan yang akrab dengan-Nya, dan juga kasih mereka kepada-Nya. (Mazmur 91:14) Nabi Yesaya menunjukkan dengan jelas apa kehendak Allah berkenaan hal ini pada waktu ia mengatakan, ”Bersyukurlah kepada TUHAN [Ibrani, יהוה = YHWH = Yehuwa], panggilah namaNya, beritahukanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa namaNya tinggi luhur!”—Yesaya 12:4. Lihat juga Mikha 4:5; Maleakhi 3:16; Mazmur 79:6; 105:1; Amsal 18:10.

8 Seandainya Yehuwa tidak ingin manusia mengucapkan nama-Nya, Ia dapat melarangnya secara tegas. Akan tetapi, dalam Alkitab tidak ada satu pun pernyataan yang melarang penggunaan yang patut atau pengucapan nama-Nya. Orang-orang yang setia pada zaman Alkitab menggunakan nama-Nya dengan leluasa. (Kejadian 12:8; Rut 2:4; 4:11, 14) Sebenarnya, Allah berulang kali mengutuk orang-orang yang membuat umat-Nya melupakan nama kudus-Nya.—Yeremia 23:26, 27; Mazmur 44:21, 22.

9 Namun bagaimana larangan ini menjadi bagian dari pemikiran orang-orang Yahudi, mengingat hal itu jelas bukan bagian dari Alkitab? Komentar Dr. A. Cohen, rabi dan pengarang buku Everyman’s Talmud, menunjukkan bahwa tradisi itu terbentuk tahap demi tahap selama berabad-abad. Dr. Cohen menulis, ”Pada zaman Alkitab, rupanya tidak ada keberatan atas penggunaannya dalam percakapan sehari-hari. Penambahan dari Yah atau Yahu kepada nama-nama pribadi, yang terus ada di kalangan orang Yahudi bahkan setelah pembuangan di Babilon, merupakan petunjuk bahwa tidak ada larangan terhadap penggunaan Nama yang terdiri dari empat huruf itu. Namun pada awal zaman para Rabi, pengucapan Nama tersebut dibatasi hanya dalam pelayanan di Bait.” Sehubungan perkembangan selanjutnya selama masa ini, ia mengatakan, ”Sebaliknya daripada YHWH, Nama tersebut diucapkan Adonai (Tuhanku) dalam pelayanan di Sinagoge; tetapi ada tradisi bahwa pengucapan aslinya diturunkan oleh para Guru Agama kepada murid-muridnya secara berkala—satu atau dua kali setiap tujuh tahun. (Kiddushin 71a). Bahkan praktek tersebut terhenti setelah beberapa waktu, dan cara pengucapan Nama itu tidak diketahui lagi dengan pasti.”7 Itulah akibat ”perintah manusia”.—Yesaya 29:13; Ulangan 4:2; lihat halaman 9, paragraf 15, 16.

Syarat bagi Mereka yang Menyandang Nama Itu

10-14. (a) Apa yang dituntut Allah dari orang-orang yang akan menyandang nama-Nya? (b) Bentuk-bentuk kemurnian apa yang dituntut dari orang-orang yang ingin menyenangkan Allah? (c) Pengaruh kafir yang asing apa meninggalkan kesan yang dalam atas Yudaisme?

10 Jelaslah, sekadar mengetahui atau bahkan menggunakan nama Allah tidak cukup bagi seseorang untuk menyenangkan Allah. Menyandang nama Allah sebagai salah seorang penyembah-Nya merupakan hak istimewa yang unik, sebagaimana diserukan nabi Yeremia, ”FirmanMu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab namaMu telah diserukan atasku.” (Yeremia 15:16) Akan tetapi, hak istimewa yang luar biasa ini membawa serta tanggung jawab yang berat. Yehuwa dengan tegas menyatakan kepada raja-raja bangsa Kafir, ”Sebab sesungguhnya di kota yang namaKu telah diserukan di atasnya Aku akan mulai mendatangkan malapetaka.” (Yeremia 25:29) Pada waktu Yehuwa membebaskan bangsa Israel dari 70 tahun penawanan di Babel, Ia sudah memperingatkan umat-Nya melalui nabi Yesaya, ”Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu, hai orang-orang yang mengangkat perkakas rumah TUHAN [יהוה]!” (Yesaya 52:11) Apa yang tersangkut dewasa ini agar tetap murni sebagai penyembah sejati, sebagai penyandang nama Allah yang mahakudus, Yehuwa?

11 Pasti, seseorang yang ingin menyenangkan Allah dalam ibadat-Nya harus tetap murni dalam tingkah laku, terutama sehubungan standar-standar moral yang ditetapkan oleh Allah sendiri. Sebaliknya dari standar-standar yang serba boleh dari masyarakat dewasa ini, Alkitab tidak menyatakan sesuatu yang meragukan atau tidak memberi kesempatan untuk menafsir sendiri sewaktu menyatakan kutukan Allah berkenaan berdusta, mencuri, percabulan, perzinaan, homoseksualitas, pembunuhan, dan segala bentuk penipuan. (Keluaran 20:12-16; 23:1, 2; Imamat 5:1; 19:35, 36; 20:13) Alkitab bukan hanya mengutuk perbuatan salah itu sendiri, tetapi juga pemikiran yang salah yang mengarah kepada perbuatan yang salah.—Keluaran 20:17; Imamat 19:17; Mazmur 14:1-5; Ayub 31:1, 9.

12 Selain kemurnian moral, kemurnian agama pasti dituntut dari orang-orang yang menyandang nama Yehuwa. Berulang kali Yehuwa memperingatkan bangsa Israel purba agar tidak terpengaruh oleh pemikiran, praktek, dan kebiasaan agama dari bangsa-bangsa di sekitar mereka, yang menyembah ilah-ilah lain. Sebenarnya, hanya dengan syarat ini saja—bahwa mereka tidak akan meniru ibadat palsu dari bangsa-bangsa—mereka akan tetap tinggal di Negeri Perjanjian. (Imamat 18:24-30; Ulangan 12:29-31) Bukan hanya penyembahan berhala yang dilarang keras, tetapi juga semua bentuk praktek dan kepercayaan takhayul, seperti astrologi, spiritisme, meramal nasib, ilmu gaib, serta berdoa atau bertanya kepada orang-orang mati, dilarang.—Keluaran 20:3-5; 22:18; Imamat 20:27; Ulangan 18:9-13; Yesaya 8:19, 20; 47:13; Yeremia 10:2.

13 Yang erat kaitannya dengan kemurnian agama adalah kemurnian doktrin. Peringatan untuk tidak meniru moral dan ibadat bangsa-bangsa sekitar mereka tetap berlaku bukan hanya pada saat bangsa Israel mengambil alih negeri itu dari orang-orang Kanaan. Yehuwa telah menyingkapkan kebenaran ibadat kepada umat-Nya. Hanya mereka yang menyembah Allah yang benar, Yehuwa. (Keluaran 19:5, 6; Ulangan 4:32-37; Mazmur 147:19, 20) Hanya mereka yang mengenal Allah ini secara pribadi dan, sebagai saksi-saksi-Nya, mereka dapat mengajar orang-orang lain mengenai Dia. (Yesaya 43:9-12; Mazmur 105:1) Sebaliknya, kebiasaan dan praktek agama dari bangsa-bangsa lain mencerminkan kurangnya pengetahuan yang mendasar mengenai Allah.—Yesaya 60:2.

14 Walaupun mempunyai permulaan yang baik, bangsa Israel berulang kali terpikat oleh gagasan-gagasan agama asing. (Hakim 2:11-13; 1 Raja 18:21; Yeremia 2:11-13; Yehezkiel 8:14-18) Meskipun kebudayaan Kanaan dan Babel masih membekas, tantangan terbesar yang dihadapi Yudaisme datang selama masa Helenisasi oleh Kekaisaran Yunani.b Untuk menyimpulkan masa yang panjang dari pengaruh kebudayaan Yunani, yang dimulai pada abad keempat SM hingga abad-abad awal Tarikh Masehi, penulis Yahudi bernama Max Dimont mengomentari, ”Diperkaya oleh pemikiran Plato, logika Aristoteles, dan sains Eucledia, sarjana-sarjana Yahudi menelaah Taurat dengan alat-alat baru. . . . Mereka menambahkan pemikiran Yunani kepada wahyu Yahudi.”

Apakah Manusia Mempunyai Jiwa yang Tidak Berkematian?

15-17. (a) Apa yang diajarkan Alkitab mengenai kematian dan jiwa? (Lihat kotak, halaman 22.) (b) Harapan apa yang Alkitab tawarkan bagi orang-orang yang sudah mati?

15 Apakah doktrin dan kepercayaan agama Yudaisme terpengaruh selama masa ini? Encyclopaedia Judaica dengan terus terang mengakui, ”Doktrin jiwa yang tidak berkematian muncul dalam Yudaisme kemungkinan di bawah pengaruh Yunani.”8 Kitab-Kitab Ibrani mengajarkan secara sederhana dan jelas bahwa Allah sejak semula bermaksud agar manusia hidup selama-lamanya dalam kesehatan yang sempurna di atas bumi ini. (Lihat halaman 11-12, paragraf 2 sampai 4.) Di Kejadian 2:7 kita membaca, ”TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk [”jiwa”, NW] yang hidup.” Perhatikan bahwa ayat tersebut tidak menyatakan bahwa manusia itu diberikan suatu jiwa melainkan, bahwa ia menjadi jiwa. Karena dengan tidak taat memberontak melawan Allah, manusia pertama, Adam, dijatuhi hukuman mati. Oleh karena itu, Adam, sebagai jiwa manusia, mati. Tidak ada bagian dari dirinya yang terus hidup di alam lain. Dengan demikian, konsep jiwa tidak berkematian bukan ajaran Alkitab.c Alkitab mengatakan dengan jelas, ”Jiwa yang berdosa itu juga akan mati!”—Yehezkiel 18:4, Klinkert.

16 Apa yang disingkapkan ayat-ayat Alkitab sehubungan keadaan orang mati selaras dengan ajaran Alkitab bahwa jiwa mati. Di Pengkhotbah pasal 9, ayat 5 dan 10, kita membaca, ”Orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, . . . karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati [”Sheol”, NW; kuburan umum umat manusia], ke mana engkau akan pergi.” (Bandingkan Mazmur 146:3, 4.) Kematian diberikan oleh Allah sebagai hukuman. (Kejadian 2:17) Kematian adalah lawan dari kehidupan, bukan bentuk lain dari kehidupan. Karena hal ini benar, kita hendaknya tidak merasa heran untuk mengetahui bahwa tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang menyebut tentang penghukuman neraka yang menyala-nyala (geh hin·nomʹ). Ini pun suatu konsep yang diserap dari filsafat Yunani dan doktrin kafir. Mengenai kepercayaan mistik Yahudi tentang reinkarnasi, The New Standard Jewish Encyclopedia menyatakan, ”Gagasan tersebut tampaknya berasal dari India. . . . Di Kabbalah [buku-buku mistik Yudaisme] hal tersebut mula-mula muncul dalam buku Bahir, dan kemudian, dari Zohar dan selanjutnya, secara umum diterima oleh para penganut hal-hal mistik, dan memainkan peranan penting dalam kepercayaan dan kesusastraan Hasidik.”9

17 Karena kematian adalah lawan dari kehidupan dan jiwa tidak terus hidup di alam lain, harapan apa yang tersedia bagi orang yang sudah meninggal? Firman Allah dengan jelas mengajarkan bahwa setelah keadaan firdaus dipulihkan bagi umat manusia di bumi melalui campur tangan Raja Mesias yang dilantik Allah, kebanyakan dari antara orang-orang mati akan dihidupkan kembali. Ajaran Alkitab ini sering disebut ’kebangkitan orang mati’. Orang-orang yang dibangkitkan akan termasuk bukan hanya orang-orang yang telah dengan setia melayani Allah melainkan juga jutaan, bahkan miliaran orang yang belum pernah menerima kesempatan penuh untuk belajar mengenai Dia dan melayani Dia dalam kebenaran.—Daniel 12:2, 12; Yesaya 26:19; Ayub 14:14, 15.

18, 19. Mengapa seharusnya seseorang mengenal Allah yang benar, dan bagaimana ia dapat melakukannya?

18 Bukankah harapan Alkitab mengenai kebangkitan kepada kehidupan yang sempurna di bumi ini merupakan motivasi yang kuat bagi orang-orang dari segala bangsa untuk mencari dan mengenal Allah yang benar? Tetapi di manakah sumber pengajaran yang benar dari Yehuwa pada hari-hari terakhir ini, sebagaimana disebutkan di Yesaya 2:2, 3? Siapa yang dapat mengajar orang-orang mengenai jalan-jalan Yehuwa, sehingga mereka dapat ”berjalan menempuhnya”? Dapatkah Yudaisme atau Susunan Kristen menyediakan pengajaran semacam itu sesuai dengan keterangan Alkitab yang sudah kita bahas sejauh ini?

19 Menurut nubuat, akan ada sekelompok orang yang menyandang nama Yehuwa dalam kemurnian, yang akan benar-benar melayani sebagai Saksi-Saksi-Nya maupun sebagai sumber terang rohani bagi bangsa-bangsa.—Yesaya 60:2, 3.

[Catatan Kaki]

a Pembacaan sepintas dari nubuat ini dapat memberikan kesan bahwa pada hari-hari terakhir, akan ada pertobatan besar-besaran ke dalam Yudaisme. Akan tetapi, konteksnya sendiri, maupun banyak peristiwa belum lama berselang, menunjukkan bahwa hal ini bukan pandangan yang benar. Pembahasan pada bagian ini dan bagian berikutnya akan membantu kita mengerti mengapa kita sampai pada kesimpulan ini.

b Sejak masa pemerintahan Iskandar Agung (336-323 SM), bangsa Yunani membuat upaya terpadu untuk menyebarkan filsafat, kebudayaan, dan bahasa mereka ke seluruh wilayah yang diduduki Kekaisaran Yunani. Bangsa-bangsa yang menerima kebudayaan dan pemikiran Yunani dianggap sudah dihelenisasikan. Upaya untuk menggantikan kebudayaan-kebudayaan lain dengan kebudayaan Yunani ini terus dilaksanakan di bawah Kekaisaran Romawi, yang, sekalipun sudah menaklukkan Yunani, menganggap kebudayaan serta filsafat Yunani menarik. Bahkan di antara banyak bangsa yang pura-pura tekun melawan arus pengaruh Yunani ini, kita menemukan bukti yang jelas bahwa mereka menerima gagasan filsafat, cara berpikir, dan doktrin Yunani.

c Dalam bahasa Ibrani Alkitab, kata yang diterjemahkan ”jiwa” adalah neʹphesh. Akan tetapi, dalam Yudaisme dewasa ini, kata Ibrani nesha·mahʹ sering dianggap sebagai bagian dari manusia yang terus ada setelah kematian. Namun penyelidikan Alkitab yang saksama menyingkapkan bahwa kata nesha·mahʹ tidak pernah mengandung arti demikian; kata itu sekadar menunjuk kepada proses pernapasan atau makhluk yang bernapas, manusia atau binatang.—Kejadian 7:22; Ulangan 20:16; Yosua 10:39, 40; 11:11; Yesaya 2:22.

[Kotak di hlm. 20, 21]

NAMA ALLAH DALAM ALKITAB—APA YANG ALLAH KATAKAN

”Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ’Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN [Ibrani, יהוה = YHWH = Yehuwa], Allah nenek moyangmu, . . . telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun.’”—Keluaran 3:15, cetak miring red.

”Lalu datanglah Boas dari Betlehem. Ia berkata kepada penyabit-penyabit itu: ’TUHAN [יהוה] kiranya menyertai kamu.’ Jawab mereka kepadanya: ’TUHAN [יהוה] kiranya memberkati tuan!’”—Rut 2:4.

”Bersyukurlah kepada TUHAN [יהוה], panggillah namaNya, beritahukanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa namaNya tinggi luhur!”d—Yesaya 12:4, cetak miring red.; Mazmur 105:1.

”Tetapi sesudah itu Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama TUHAN [יהוה], beribadah kepadaNya dengan bahu-membahu.”—Zefanya 3:9, cetak miring red.

”Tumpahkanlah amarahMu ke atas bangsa-bangsa yang tidak mengenal Engkau, ke atas kerajaan-kerajaan yang tidak menyerukan namaMu.”—Mazmur 79:6, cetak miring red.

NAMA ALLAH DALAM TALMUD—APA YANG DIKATAKAN MANUSIA

”Telah ditetapkan bahwa seseorang harus menyapa teman-temannya dengan menyebutkan Nama itu.”—Berakhot 9:5.

”Dengan demikian, ia [Imam Besar pada Hari Pendamaian] berkata: Oh YHWH, umat-Mu, Rumah Israel, telah melakukan kesalahan, telah melanggar, telah berdosa di hadapan-Mu. Hamba memohon kepada-Mu dengan Nama YHWH . . . Dan ketika para imam dan orang-orang yang berdiri di Pelataran mendengar Nama yang mulia dan suci itu disebutkan dengan bebas dari mulut Imam Besar, dalam kesucian dan kemurnian, mereka berlutut dan membungkuk dalam-dalam, dengan muka di tanah, dan berseru: Diberkatilah kiranya Nama-Nya yang mulia dan berdaulat untuk selama-lamanya.”—Yoma 6:2.

”Di Tempat Kudus, Nama tersebut diucapkan sebagaimana tertulis; namun di luar daerah terbatas itu Nama pengganti digunakan.”—Sotah 7:6.

”Mula-mula, Imam Besar biasanya menyerukan Nama itu dengan suara keras; namun pada waktu orang yang merasa resah semakin banyak, ia mengucapkannya dengan suara rendah.”—The Jerusalem Talmud, Yoma 40d.

”[Di antara mereka yang tidak termasuk dalam dunia yang akan datang adalah] orang yang mengucapkan Nama itu menurut huruf-hurufnya.”—Sanhedrin 10:1.

”Barangsiapa yang dengan jelas mengucapkan Nama itu melakukan pelanggaran hukum yang dapat dikenakan hukuman mati.”—Pesikta 148a.

[Catatan Kaki]

d Ungkapan ”panggillah namaNya” (Ibrani, קראו בשמו) dapat juga diterjemahkan ”panggillah Dia dengan nama-Nya”. (Bandingkan The New English Bible.) Struktur bahasa Ibrani yang sama ditemukan di Kejadian 12:8, yang oleh Alkitab Tanakh diterjemahkan, ”[Abram] memohon kepada TUHAN dengan nama-Nya.”

[Kotak di hlm. 22]

KEMATIAN DAN JIWA—APA ARTINYA?

APA YANG DIKATAKAN ALKITAB:

”Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk [”jiwa”, ”NW”] yang hidup [neʹphesh].” (Kejadian 2:7, cetak miring red.) Perhatikan bahwa manusia tidak diberikan suatu jiwa melainkan menjadi jiwa.

”Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kejadian 2:17) Perhatikan bahwa kematian disebutkan kepada manusia pertama, Adam, hanya sebagai hukuman atas ketidaktaatan.

”Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.”—Kejadian 3:19.

”Dari kota-kota bangsa-bangsa itu . . . janganlah kaubiarkan hidup apapun yang bernafas [nesha·mahʹ].”—Ulangan 20:16.

”Negeri itu direbut mereka dan dipukul dengan mata pedang, . . . semua makhluk [neʹphesh] yang ada di dalamnya, tidak seorangpun yang dibiarkannya lolos, . . . Kota itu dan semua makhluk [neʹphesh] yang ada di dalamnya ditumpasnya.—Yosua 10:37.

”Semua makhluk yang ada di dalamnya dibunuhnya dengan mata pedang, sambil menumpas orang-orang itu. Tidak ada yang tinggal hidup dari semua yang bernafas [nesha·mahʹ].—Yosua 11:11.

”Bahwasanya segala jiwa orang Aku yang empunya dia, baik jiwa bapa baik jiwa anak, Aku yang empunya dia; maka jiwa [neʹphesh] berdosa itu juga akan mati!”—Yehezkiel 18:4, Klinkert, cetak miring red.

”Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, . . . karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati [”Sheol”, NW; kuburan umum umat manusia], ke mana engkau akan pergi.—Pengkhotbah 9:5, 10.

APA YANG DIKATAKAN PARA RABI:

”Di langit ketujuh, Araboth, disimpan roh-roh dan jiwa-jiwa yang masih harus diciptakan.”—Hagigah 12b, Talmud.

”Suatu jiwa tambahan diberikan kepada orang pada malam Sabat, yang diambil dari dia pada akhir hari Sabat.—Taanit 27b, Talmud.

”Selama 12 bulan penuh [setelah kematian] tubuh tetap ada dan jiwa naik dan turun.”—Shabbat 152b, Talmud.

”Cacing-cacing dapat menyakiti orang-orang mati sama seperti jarum menusuk tubuh orang hidup.”—Shabbat 13b, Talmud.

”Jika sebuah pernyataan dikatakan dalam nama orang yang sudah mati, bibirnya bergerak di dalam kubur.”—Sanhedrin 90b, Talmud.

”Yudaisme adalah ’agama yang memastikan tidak matinya jiwa setelah matinya tubuh’.”—The Kuzari 1:103, Judah Halevi, rabi abad ke-12.

[Gambar di hlm. 23]

Lantai sinagoge kuno ini, di Tiberias, Israel, hanyalah satu contoh sejauh mana pengaruh pemikiran dan kebudayaan Yunani atas Yudaisme. Perhatikan tanda-tanda zodiak serta nama-namanya yang tertulis dalam bahasa Ibrani. Gambar yang di tengah adalah dewa matahari Helios

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan