PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g 8/07 hlm. 10-11
  • Apakah Beribadat kepada Allah Bisa Menyenangkan?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Beribadat kepada Allah Bisa Menyenangkan?
  • Sedarlah!—2007
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Dasar untuk Bersukacita
  • Jalan Hidup
  • Alasan Lebih Lanjut untuk Bersukacita
  • Melayani Yehuwa dengan Hati yang Bersukacita
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1995
  • Sukacita—Kebahagiaan yang Berasal dari Allah
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2018
  • Sukacita Yehuwa Adalah Benteng Kita
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1995
  • Tirulah Yesus—Memberikan Ibadat yang Diperkenan kepada Allah
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2008
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—2007
g 8/07 hlm. 10-11

Pandangan Alkitab

Apakah Beribadat kepada Allah Bisa Menyenangkan?

”SAYA percaya dan mengasihi Allah,” tulis seseorang yang mengaku Kristen. ”Tapi, . . . gereja membosankan.” Apakah Anda pun merasa begitu? Faktanya adalah, kebosanan, ketidakpuasan, dan frustrasi telah menyebabkan sejumlah orang menentukan sendiri cara mereka beribadat kepada Allah.

”Agama buatan sendiri” adalah sebutan yang diberikan oleh sebuah surat kabar tentang fenomena bentuk ibadat ciptaan sendiri. Tetapi, bagi orang-orang yang ingin menikmati ibadat kepada Allah, alternatif tersebut bisa jadi tidak memuaskan. Mengapa? Karena kekecewaan yang menyebabkan mereka meninggalkan gereja bisa mereka alami lagi.

Ini menimbulkan pertanyaan, Apakah hidup menurut ajaran Alkitab membosankan, mengurangi sukacita? Sama sekali tidak! Misalnya, perhatikan kata-kata seorang pemazmur Alkitab, ”Ayo, mari kita bersorak dengan sukacita bagi Yehuwa! . . . Masuklah, mari kita sujud menyembah; mari kita berlutut di hadapan Yehuwa, Pembuat kita.”​—Mazmur 95:1, 6.

Pemazmur Alkitab lainnya menyanyi bagi Yehuwa dengan rasa syukur, ”Engkau sajalah Yang Mahatinggi atas seluruh bumi.” Dalam Alkitab, Yehuwa disebut ”Allah yang bahagia”, dan para penyembah-Nya pada zaman dahulu dan sekarang sering mengungkapkan perasaan sukacita.​—Mazmur 83:18; 1 Timotius 1:11.

Dasar untuk Bersukacita

Dasar untuk memperoleh sukacita sejati dalam ibadat kita ialah kesadaran akan apa yang memang Yehuwa sudah lakukan untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita. Dan, apakah itu? ”Karena Allah begitu mengasihi dunia [umat manusia] ini, ia memberikan Putra satu-satunya yang diperanakkan [Yesus Kristus], agar setiap orang yang memperlihatkan iman akan dia tidak akan dibinasakan melainkan memperoleh kehidupan abadi.”​—Yohanes 3:16.

Maka, seperti yang Alkitab katakan, kehendak Allah ialah agar ”segala macam orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan yang saksama tentang kebenaran”. (1 Timotius 2:3, 4) Hal itu tidak berarti sekadar mengetahui apa yang dikatakan ayat-ayat Alkitab tertentu. Sebaliknya, kita perlu ’mengerti makna’ dari apa yang kita baca, yang mencakup pemelajaran yang saksama dan tulus. (Matius 15:10) Hasilnya: ”Engkau akan mendapatkan pengetahuan tentang Allah.” Hal itu memang bisa menyenangkan!​—Amsal 2:1-5.

Pada abad pertama, orang-orang Berea di Makedonia merasakan sukacita tersebut. Sewaktu rasul Paulus mengajar mereka firman Allah, ”mereka menerima firman dengan kegairahan pikiran yang sangat besar, dan setiap hari, mereka memeriksa Tulisan-Tulisan Kudus dengan teliti untuk mengetahui apakah hal-hal itu benar demikian”. Mereka tidak akan memiliki kegairahan tersebut jika pemelajaran mereka akan Tulisan-Tulisan Kudus membosankan atau tidak menyenangkan.​—Kisah 17:11.

Yesus berkata, ”Berbahagialah mereka yang lapar dan haus akan keadilbenaran, karena mereka akan dikenyangkan.” (Matius 5:6) Sama seperti orang kelaparan yang sudah mulai makan secara teratur, banyak orang dewasa ini sangat senang karena rasa lapar rohani mereka dipuaskan. Karena itu, seperti orang Berea, ”banyak dari antara mereka [telah] menjadi orang percaya”.​—Kisah 17:12.

Jalan Hidup

Para penyembah Allah yang benar pada abad pertama menempuh ”Jalan Itu”, istilah yang digunakan di Kisah 9:2 untuk menjelaskan haluan hidup yang baru yang ditempuh orang Kristen masa awal. Dewasa ini, orang-orang yang ingin merasakan sukacita dalam beribadat kepada Allah harus bertindak serupa. Mereka perlu membiarkan kebenaran Alkitab mempengaruhi cara berpikir dan tingkah laku mereka sehari-hari.

Itulah sebabnya rasul Paulus mendesak orang-orang di Efesus, ’Singkirkanlah kepribadian lama yang sesuai dengan haluan tingkah lakumu yang dahulu.’ Namun, ada lagi yang dibutuhkan, karena Paulus melanjutkan, ’Kenakan kepribadian baru yang diciptakan menurut kehendak Allah, dengan keadilbenaran yang sejati dan loyalitas.’​—Efesus 4:22-24.a

Sewaktu kita menanggapi nasihat itu, yaitu dengan membuat perubahan dalam kehidupan kita selaras dengan kehendak Allah, kita akan memiliki dasar untuk merasakan kepuasan dan sukacita yang besar. Apakah itu? Paulus menyurati orang Kristen di Kolose bahwa mereka perlu membuat penyesuaian dalam kehidupan mereka agar dapat ”berjalan dengan layak di hadapan Yehuwa untuk menyenangkan dia sepenuhnya”. (Kolose 1:10) Mengetahui bahwa Allah yang benar senang atas kehidupan kita tentu merupakan alasan untuk bersukacita! Selain itu, Allah memungkinkan kita menyenangkan Dia ”sepenuhnya”. Caranya? Melalui pengampunan.

Kita semua berdosa; kita masing-masing perlu menerima pengampunan Allah. ”Kristus Yesus telah datang ke dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa,” kata Paulus, sebagaimana dicatat di 1 Timotius 1:15. Sewaktu Yesus mengorbankan kehidupannya untuk kita, ia memungkinkan kita menerima pengampunan atas dosa-dosa kita. Maka, seorang penyembah Allah yang benar merasa lega, karena beban berat akibat kesalahan telah diangkat dari hatinya. Ia bisa memiliki hati nurani yang bersih dan dapat bersukacita karena yakin bahwa sejauh ia dengan sungguh-sungguh melakukan kehendak Allah, ia akan memperoleh pengampunan atas dosa-dosanya.

Alasan Lebih Lanjut untuk Bersukacita

Ketika seseorang mulai beribadat kepada Allah yang benar, ia tidak sendirian. Daud, sang pemazmur Alkitab, menulis, ”Aku bersukacita ketika mereka mengatakan kepadaku, ’Mari kita pergi ke rumah Yehuwa.’” (Mazmur 122:1) Sesungguhnya, bertemu secara rutin dengan para penganut ibadat sejati lainnya semakin menambah sukacita kita.

Setelah menghadiri perhimpunan Saksi-Saksi Yehuwa, seorang pria menulis, ”Kami disambut dengan keramahan dan sikap suka menolong yang menunjukkan ’kebersamaan’ yang utuh. Sikap yang tenang dan santun dari begitu banyak kaum muda pasti menjadi sumber kebanggaan bagi mereka serta orang tua mereka. Saya ingin menyatakan betapa bersyukurnya saya karena telah diundang untuk mengalami hal yang menggugah dan menakjubkan ini.”

Anda pun bisa memperoleh kesempatan untuk beribadat kepada Yehuwa dengan cara yang menyenangkan, bergembira karenanya seperti Daud lama berselang. ”Layanilah Yehuwa dengan bersukacita,” desaknya. ”Datanglah ke hadapannya dengan seruan sukacita.” (Mazmur 100:2) Semua orang yang melayani Allah yang benar dengan motif yang benar dapat yakin bahwa ibadat mereka akan menyenangkan.

[Catatan Kaki]

a Dengan membaca Efesus pasal 4 dan Kolose pasal 3, Anda akan memperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang tercakup dalam perubahan kepribadian ini.

PERNAHKAH ANDA BERTANYA-TANYA?

◼ Apa dasar ibadat sejati?​—1 Timotius 2:3-6.

◼ Apa peranan korban tebusan Kristus dalam mendatangkan sukacita bagi kita?​—1 Timotius 1:15.

◼ Bagaimana pertemuan Kristen dapat turut membuat ibadat Anda menyenangkan?​—Mazmur 100:1-5.

[Gambar di hlm. 10]

Bergabung dengan orang lain dalam pelajaran Alkitab dapat menjadi pengalaman yang menyukacitakan

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan